BAB KE : 62 PENGAKUAN KENCANA 16+"Ya, Mbak. Terima kasih." Ronal meraih gelas di atas meja, lalu menyeruput teh hangat yang ada di dalamnya. Ronal meminum air tersebut beberapa teguk, sehingga isinya tersisa tidak sampai setengah gelas lagi. Ronal sengaja melakukan itu karena dia akan segera pamitan. Dia ingin secepatnya keluar dari rumah ini, entah kenapa hati Ronal semakin tidak nyaman. Seperti ada rasa was-was yang timbul di sana. "Terima kasih atas air tehnya, Mbak. Sampaikan salam saya pada suami anda, dan saya pamit dulu." Ronal bangkit dan berpamitan setelah meletakan gelas di atas meja. Ronal berusaha bersikap sewajar mungkin dengan menutup kegugupan yang tiba-tiba muncul di hati, bahkan seperti ada degupan yang tidak biasa di dalam dada lelaki itu. Ronal menyengaja untuk tidak bersalaman dengan Kencana, dia berjalan menuju pintu dengan melewati Kencana begitu saja. "Apakah anda telah melupakan saya, Mas?" tanya Kencana dengan mata mengarah ke punggung Ronal.Pertan
BAB KE : 63PERLAWANAN RONAL YANG SIA-SIA 16+ Di depan Ronal sekarang terlihat seorang wanita dengan memakai pakaian ala ratu seperti di jaman kerajaan masa lalu. Dengan hiasan tiara di kepala membuat penampilannya semakin bersahaja. Sangat cantik!Namun, kecantikan perempuan itu justru membuat Ronal ketakutan dengan wajah memucat, bahkan bibirnya sampai gemetar. Hal ini terjadi karena Ronal memang pernah melihat dan bertemu dengan wanita yang ada di depannya saat ini. Dia adalah Ratu Kencana. Ratu Kencana yang telah membuat prahara dalam kehidupan rumah tangga Ronal. Ronal masih ingat peristiwa yang terjadi di rumah barunya beberapa bulan yang lalu. Inilah yang dia takutkan, takut akan tuntutan dan ancaman yang pernah diucapkan Ratu Kencana. Begitu pula dengan ucapan makhluk berujud kakek yang membawa cangkul malam itu. Dimana kakek tersebut meminta pertanggungjawaban Ronal dengan apa yang telah dia lakukan dengan ratunya tersebut. Malam itu, si kakek menyebut nama ratunya a
BAB KE : 64RONAL JATUH PINGSAN 16+Hanya beberapa senti lagi, jarak selendang yang telah berubah kaku seperti baja itu akan menyentuh leher Ronal, tiba-tiba..."Plakkk!"Sebuah cahaya biru sebesar bola tenis menghantam ujung selendang tersebut yang membuat serangan Ratu Kencana Wangi luput dari sasaran. Baja itu kembali berubah menjadi selendang. "He he he!" Suara tawa terkekeh terdengar santer dari belakang Ronal, persisnya di dekat pintu pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah.Ronal mengangkat kepala, menoleh ke arah sumber suara tersebut. "Ya, Tuhan!" Ronal terkejut, refleks dia menarik tubuh dengan beringsut menjauh dari pintu kamar. Di pintu kamar, terlihat sosok orang tua bertubuh kecil dengan wajah menyeramkan, dialah yang menyelamatkan Ronal dari serangan Ratu Kencana Wangi."Apa yang kamu lakukan, Ganayana!?" bentak Ratu Kencana Wangi dengan tatapan tajam ke arah makhluk kerdil tersebut. Jelas kekesalan terlihat di wajahnya, karena serangannya digagalkan oleh Gana
BAB KE : 65GALOGENTANG SI KAKEK ANEH 16+Ronal menggeliat, terdengar suara lenguhan dari mulutnya, perlahan mata lelaki itu terbuka. Beberapa kali Ronal mengucek mata dan memfokuskan pandangan menatap langit-langit yang terhalang oleh kain halus transparan.Sesaat kemudian, Ronal memutar arah pandangan, menyapu ruangan dengan matanya. Rupanya dia sedang terbaring di atas sebuah ranjang yang sekelilingnya ditutupi oleh kelambu berwarna hijau transparan. Kening Ronal berkerut ketika melihat kembang yang bertebaran di sekeliling tubuhnya, aroma wangi kembang tersebut menguar memasuki hidung lelaki itu. "Di mana aku?" tanya Ronal dalam bentuk gumaman, dia segera bangkit dan duduk bersilonjor dengan mata menyapu ke seluruh ruangan. Ruangan yang sangat indah dengan hiasan mewah. Di dinding bergelantungan beberapa lukisan dan hiasan seperti tanduk rusa. Ada satu set meja yang terbuat dari kayu jati berukir di sisi ranjang. Ruangan itu cukup besar. Ronal coba mengingat apa yang terjad
BAB KE : 66NIAT RONAL UNTUK KABUR 16+Ya, apa artinya! Jika dia diselamatkan oleh makhluk yang sama jahatnya dengan Ratu Kencana Wangi. Ibarat kata, selamat dari mulut ular, tapi masuk ke mulut buaya, itu yang dikhawatirkan Ronal. Apa lagi, nama kakek tersebut juga terdengar aneh, Galogentang.Mana ada manusia yang memiliki nama seaneh itu, pikir Ronal. "Saya bukan dari kelompok Ratu Kencana Wangi! Saya menyelamatkan kamu bukan hanya sekedar kasihan kepadamu, tapi juga ingin menuntut balas atas kematian istri saya," jawab Galogentang dengan rahang mengeras. Wajahnya semakin merah, mungkin karena besarnya kesumat yang ada di dalam hatinya. "Nah, benar kan?" pekik Ronal, tapi dalam hati. Ternyata benar, niatnya tidak semata-mata untuk menolong Ronal. Tidak ikhlas, tapi ada tujuan lain dibalik semua itu. "Owh, karena balas dendam, toh," Ronal tersenyum ke arah si kakek. Walau demikian, kecurigaan Ronal mulai berkurang, karena si kakek memiliki misi tersendiri. Mungkin si kakek b
BAB KE : 67 MAKHLUK DI LUAR KAMAR 16+"Baik, Kek. Baik ... maaf!" Ronal membungkuk dengan merangkapkan telapak tangan di depan dada meminta maaf. Wajah Galogentang kembali memerah, dia benar-benar kesal melihat ulah Ronal yang selalu saja memotong ucapannya. Melihat perubahan wajah si kakek yang sedemikian rupa, Ronal berusaha menutup mulutnya untuk tidak bertanya lagi. Dia khawatir, jika Galogentang benar-benar ngambek dan kabur meninggalkannya. Hal itu justru akan menyulitkan Ronal, karena saat ini dia sangat memerlukan seseorang yang bisa membantunya untuk kabur dari tempat ini. "Ingat! Setelah pintu terbuka, kamu tidak boleh berbicara sedikit juga! Meski pun kamu melihat sesuatu yang aneh." Galogentang kembali melanjutkan kalimatnya, yang dijawab dengan anggukan oleh Ronal. "Kok cuma nggangguk? Kamu punya mulut, nggak?!""Iya, Kek! Punya ...." Ronal mengiyakan pertanyaan si kakek dengan cepat. "Dasar orang tua yang aneh! Baru saja dia bilang tidak boleh bicara, giliran per
BAB KE : 68 RONAL BERHASIL KABUR DARI KAMAR 16+Ternyata pintu kamar tempat Ronal dan Galogentang saat ini berada, cukup lebar. Semua daun pintu telah terbuka dengan sempurna, membuat Ronal bisa melihat apa yang ada di depan kamar tersebut dengan jelas. Menurut perkiraan Ronal, sekarang dia berada di atas sebuah bukit, karena dari tempat dia berdiri, matanya bisa menyaksikan hamparan sawah yang berada nun jauh di sana. Namun, hamparan sawah itu hanya sekilas saja dilihat oleh Ronal, selanjutnya pandangan dan pikirannya lebih fokus pada makhluk yang berjalan mondar-mandir di depan kamar. Ronal tidak tahu, entah makhluk sejenis apa yang ada di hadapannya sekarang. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, tapi kepalanya seperti kepala ular. Jelas penampakan makhluk seperti itu, sesuatu yang mengerikan bagi Ronal, hampir saja dia berteriak, andai Galogentang tidak cepat menutup mulut lelaki itu. Galogentang kembali memperingatkan Ronal agar tidak mengeluarkan suara. Setelah beberap
BAB KE : 69HUTAN YANG HENING 16+Mau meneruskan perjalanan, ada rasa takut di hati Ronal jika menelusuri jalan itu sendiri. Apa lagi makin ke depan, jalan setapak itu semakin sempit dan agak gelap, mungkin karena rimbunya pepohonan di sepanjang jalan itu, sehingga cahaya matahari tidak mampu menembus permukaan jalan. Mau menunggu si kakek, rasanya juga tidak nyaman. Mau menunggu di mana, sebab tidak ada tempat yang terang di sekitar sini. Semua area seperti dibalut belantara. Entah karena kelelahan, Ronal duduk bersilonjor di tengah jalan setapak tersebut. Otak Ronal berputar, langkah apa yang harus dia ambil agar terbebas dari situasi seperti ini. Dalam keadaan seperti itu, Ronal baru menyadari, ternyata hutan ini begitu hening. Tak ada sedikit pun suara yang masuk ke dalam kupingnya, jangankan suara binatang hutan, desauan angin pun tak terdengar. Ronal memperhatikan daun-daun pohon yang ada di sekitarnya, ternyata benar, tak ada satu pun dari daun-daun itu yang bergerak.