Beberapa jam lalu.Dokter Tirta sudah datang dan memeriksa kondisi Tila. Wanita itu hanya diam tidak bergerak di atas tempat tidur meski matanya sudah terbuka. Tila tidak bergerak atau memberi respon meskipun Adam sudah mencobanya. Sementara orangtua Tila juga cemas dengan kondisi putri mereka. "Bagaimana kondisinya, Dok?" Adam bertanya cemas. Adam tidak tahu jika Dokter Tirta adalah dokter kejiwaan yang menangani Tila. "Tila hanya mengalami syok. Mungkin sedikit hiburan, bisa mengurangi traumanya." Dokter Tirta menjawab dengan tenang. Matanya menatap penuh arti pada orangtua Tila yang menggangguk diam-diam sebagai respon mereka."Terima kasih kalau begitu." Adam segera masuk ke dalam kamar Tila. Pria itu duduk di samping tempat tidur sang istri dan mengusap kepala sang istri dengan sayang. Tidak ada yang tahu betapa paniknya Adam saat mengetahui jika istrinya nyaris saja diperlakukan dengan buruk oleh sekelompok manusia kejam itu. "Jangan dipikirkan lagi. Ada aku disini," ucap
Adam harus terpaksa meninggalkan Tila di rumah karena meeting penting dengan investor luar negeri tidak bisa ditunda.Pria itu akhirnya menitipkan Tila pada Bu Sari, orang yang sangat ia percayai dalam rumah ini.Andai saja Adam bisa menunda meeting tersebut, mungkin saat ini ia sedang berada di dalam kamar bersama Tila. Bukan berada dalam mobil menuju restoran tempat dimana ia memiliki janji temu.Adam menghela napas berat. Dalam hati ia berdoa semoga saja tidak ada yang terjadi pada istrinya.Namun, doa Adam sepertinya tidak akan terkabul. Pasalnya, Winar dan Irena saat ini sudah berada di dalam kamar Adam. Mereka berhasil menyingkirkan Bu Sari agar pergi meninggalkan kamar Adam.Winar berkacak pinggang di depan Tila. Matanya menatap tajam sosok wanita yang duduk di sofa menghadap layar televisi. Enak sekali hidup wanita ini, pikir Winar penuh dengki."Enak sekali hidup kamu wanita gila. Suami kerja, kamu enak-enakan nonton TV di sini. Apa gunanya hidup kamu?" Winar sudah memulai s
Adam berlari menyusuri lorong rumah sakit dengan keringat bercucuran di kening dan tubuhnya.Pria itu baru saja mendapatkan kabar dari kakak iparnya--Haikal-- jika saat ini Tila berada di rumah sakit.Adam yang mendapat kabar tersebut tidak bisa menahan rasa panik dan cemas di hatinya. Pria itu juga bingung mengapa istrinya bisa berada di rumah sakit. Sementara saat ia meninggalkan Tila tadi, istrinya dalam keadaan baik-baik saja.Adam akhirnya tiba di sebuah ruangan yang sudah diberitahu oleh Haikal jika itu adalah ruang dimana Tila dirawat.Adam membuka pintu kamar rawat Tila dengan jantung berdebar kencang. Pria itu berharap istrinya dalam kondisi baik-baik saja.Adam menatap sekeliling ruangan dan menemukan orang tua Tila, seorang pria dan seorang wanita, serta Haikal duduk di sofa yang berada dekat dengan tempat tidur Tila.Tatapan Adam terpaku pada tempat tidur di mana sang istri terbaring dengan mata tertutup.Adam melangkah pelan mendekati tempat tidur. Tangannya terulur menye
"ibu bisa berada di kamar yang ini. Di lantai dua, adalah kamar kami. Mulai sekarang kita akan tinggal di panthouse ini untuk sementara, sebelum saya menemukan rumah yang cocok untuk kita bertiga." Itu adalah beberapa kalimat panjang yang diucapkan Adam sebelum pria itu melangkah pergi meninggalkan panthouse yang ada Bu Sari di dalamnya. Tujuan Adam kali ini adalah rumah sakit di mana tempat istrinya dirawat. Adam sudah lebih dari 2 jam meninggalkan Tila di rumah sakit. Meskipun ada orang tua dan kakak wanita itu, tetap saja Adam nyaman untuk pergi lama. Sesampainya di kamar rawat Tila, Adam bergegas masuk dan melihat istrinya sudah sadar. Saat ini Tila sedang makan dan disuapi oleh Jumi."Bagaimana keadaan Tila, Bu?" Adam bertanya saat tiba di hadapan wanita paruh baya yang merupakan ibu mertuanya. Tangannya terulur mengusap kepala Tila dengan sayang."Sudah mendingan. Dokter Tirta sudah memberikan terapi untuknya," jawab Bu Jumi. "Kondisi psikisnya sedikit lebih baik. Dia engga
Adam merebahkan tubuh Tila di atas tempat tidur berukuran king size dengan hati-hati. Adam takut jika gerakannya akan menyakiti tubuh istrinya.Tila baru saja keluar dari rumah sakit setelah tiga hari dirawat. Kondisi fisik istrinya sedikit lebih membaik. Hanya saja, kondisi mentalnya masih sedikit rapuh. Tila masih pendiam dan tidak begitu merespon apa pun yang ia dan orang-orang sekelilingnya ucapkan. Wanita itu hanya akan memberi respon kecil saat Dokter Tirta datang memberi terapi. "Kamu tidur dulu, ya. Tenang saja, aku enggak akan tinggalkan kamu," ucap Adam dengan suara alam. "Hari ini mau makan apa biar aku minta Bu sawi memasak yang enak untuk kita." Adam menatap lekat manik mata Tila. Pria itu berusaha untuk menyelami pikiran istrinya yang memang sulit terbaca sejak lama.Gelengan kepala Tila membuat Adam mengerti jika istrinya enggan untuk melakukan apa-apa."Baiklah. Kamu tunggu di sini sebentar. Aku mau ambil laptop dan berkas di ruang kerja." Adam segera berdiri tegak
Hari-hari berlalu dengan sangat cepat hingga tidak terasa dua bulan sudah berlalu semenjak kejadian naas yang hampir menimpa Tila. Satu bulan yang lalu Tila sudah menjalani kehidupan normal. Meskipun sesekali terkadang ia akan bersikap ketakutan akan sesuatu, ia bisa mengatasinya. Tila sudah kembali bekerja seperti biasa. Setiap satu minggu sekali, Adam akan menemani Tila ke rumah Dokter Tirta untuk menjalani terapi ringan.Adam tentu saja bahagia dengan kemajuan istrinya itu. Setiap hari mereka akan melakui kehidupan yang normal layaknya pasangan suami istri. Setiap pagi, Tila akan membantu Bu Sari mempersiapkan sarapan untuk Adam. Tidak hanya sarapan, bahkan untuk pakaian yang akan dikenakan Adam di kantor Tila juga yang mempersiapkannya.Kebahagiaan Adam dan Tila tentu saja tak luput dari pengamatan winar. Wanita itu diam-diam memerintahkan orang untuk mengawasi Adam dan Tila.Winar tentu saja tidak senang dengan apa yang terjadi. Seharusnya, Adam segera menceraikan Tila saat
Adam membuka pintu samping mobil di mana Tila berada. Pria itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya pada Tila dan menariknya pelan untuk keluar dari mobil. Setelah kedua kaki Tila menapak di tanah, Adam segera menutup pintu dan menggenggam telapak kanan istrinya. "Pantai?" Tila menatap sekeliling kemudian beralih menatap Adam yang berdiri menjulang tinggi di sampingnya. Baru ini Tila sadari, jika tubuhnya hanya sebatas dagu Adam. Betapa tinggi ukuran tubuh pria itu, pikir Tila."Iya." Adam menganggukkan kepalanya. "Sengaja, aku ajak kamu ke pantai. Kita belum pernah menikmati angin sore di pantai, berdua." Selama pernikahan mereka jarak kepergian hanya dari kantor, rumah Dokter Tirta, rumah orang tua Tila, dan restoran. Mereka belum pernah menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dengan bebas seperti sekarang ini."Terima kasih. Aku sudah lama enggak pernah ke pantai.""Kapan-kapan kalau ada waktu lagi, aku bisa ajak kamu ke pantai. Kalau bisa, kita juga bisa mendaki gunung." "M
"Mbak, ada orang yang mau ketemu sama mbak." Tila yang tengah terfokus pada layar komputer mendongakkan kepalanya menatap Emily--sekretarisnya-- yang berdiri di seberang meja. Tila mengerut keningnya sesaat. Kemudian ia bertanya, "siapa?" "Beliau bilang kalau beliau adalah mama dari laki-laki bernama Adam." Emily menjawab dengan tenang. "Gimana mbak, suruh masuk?" Mama Adam? Batin Tila mengulangi. Untuk apa wanita itu datang berkunjung ke kantornya? Tanya Tila dalam hati. "Suruh masuk saja." Tila kembali memfokuskan pekerjaannya sementara Emily memberitahu bagian resepsionis untuk meminta wanita yang mengaku sebagai mama Adam langsung menuju ruangan di mana Tila berada. Selang beberapa menit kemudian, pintu kembali diketuk. Kali ini Emily datang bersama Winar. Setelah berbasa-basi sejenak, Emily melangkah keluar dari ruangan meninggalkan Winar dan juga Tila. "Silakan duduk." Tila menegakkan tubuhnya mempersilakan Winar untuk duduk di kursi yang berada tepat di seberang mej