Share

66. KESALAHAN BESAR

Penulis: Marigold112
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tidak, Mbak. Pak Bos bilang ini antara dia dan menantunya. Dan saya menghormati privasinya."

Aku berusaha keras menyembunyikan keteganganku. Kata-kata Andreas memberitahuku bahwa dia tidak membocorkan apapun pada Kak Sananta.

Apa yang ada dalam surat ini?

"Tolong diterima, Mbak." Andreas mengangsurkan map berwarna cokelat itu. Aku terpaksa menerima dengan kaku.

"Saya permisi, Mbak."

Aku mengangguk tipis bersama ketakutanku yang kembali merayap. Apa yang coba dikirimkan Tuan Saddil tanpa sepengetahuan Kak Sananta?

Ancaman. Mana mungkin dia akan meminta maaf. Suara di kepalaku berbunyi sumbang.

Aku kembali, maka perseteruan sebenarnya akan dimulai. Kurasa, Tuan Saddil mengirimkan serangan pendahuluan.

Jika saja aku memberikan map ini pada Kak Sananta, dan biarkan dia yang membukanya. Kira-kira, apa yang akan terjadi?

Tapi jika benar ini ancaman, tentunya pasti ada sebuah konsekuensi jika aku tidak menur
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   67. KEMBALI

    Seminggu kemudian. Aku sudah berada di sini lagi, memandang sekeliling dengan seksama. Meja makan dengan hidangan lengkap. Lama tak berada di sini bukannya membuat aku rindu, tapi ketakutan yang sama kembali. Hanya saja, kali ini aku tak ada pilihan lagi."Aku minta maaf, Pa," ujarku pelan pada lelaki di ujung meja. Pertemuan pertama setelah menantunya membuat huru-hara. Jelas, ini bukan dari hatiku, tapi aku harus melakukannya."Tak apa. Aku mengerti. Dan ke depan jangan diulangi lagi." Matanya menyorot datar, tapi aku bisa merasakan ancaman di sana."Ya."Kak Sananta duduk di sampingku, lalu mengambilkan makanan ke piringku. Kemudian kami makan bersama seperti tiga bulan lalu. Aku tak berselera, tapi inilah lakon yang akan aku jalani entah sampai kapan.Tak ada pilihan kecuali mencoba kuat. Kuat dan bertahan dalam situasi ini. Sambil berdoa semoga Tuhan membalas semua yang terjadi padaku ini, suatu hari nanti.Kembali

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   68. PERMINTAAN

    "Selama itu?" tanyaku tak menyangka."Biasanya juga begitu. Bahkan ada yang lebih lama."Aku terdiam lagi. Tentu saja aku sudah menduga bahwa dengan posisinya sekarang Kak Sananta sering bepergian dan terjun ke lapangan sampai beberapa waktu. Namun, untuk LDR selama tiga bulan dalam keadaan hamil seperti ini, dengan kondisi kehamilan yang membutuhkan obat penguat secara berkala, dan dengan keadaanku yang ...."Lalu ... aku bagaimana?" Aku tak bisa menyembunyikan kengerian. Di rumah ini tanpa ada Kak Sananta? Aku merasa gentar."Aku pasti akan pulang saat kamu akan melahirkan nanti. Kita juga tetap bisa terhubung dengan ponsel.""Tak bisakah aku ikut? Tinggal di barak atau di mana juga tak apa." Ini terdengar konyol. Tapi memang kuakui kekuatanku kembali karena ada Kak Sananta di sisiku. "Tapi kamu sedang hamil, Sayang. Di sana pasti kurang nyaman, terutama untuk fasilitas kesehatan karena lokasinya jauh di pedalaman."D

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   69. IZIN

    Hatiku mencelos. Tak ada harapan Kak Sananta akan tahu perilaku papanya dalam waktu dekat. Bahkan sangat jelas jika Tuan Saddil tak memberi izin, maka aku harus tetap di sini. Kak Sananta tak akan melakukan apapun untuk melawan kehendak papanya.Wajar. Sangat wajar jika Kak Sananta pergi, maka ayahnya yang akan menjaga menantunya yang sedang hamil. Namun, itu jika keadaan normal, bukan seperti situasiku dengan Tuan Saddil.Aku sangat yakin, Tuan Saddil tidak akan memberikanku izin. Dia pasti sudah merencanakan hal lain lagi untuk memberikan tekanan padaku selama anaknya tak ada."Itu artinya aku akan tetap di sini, 'kan?" Aku gagal mencegah nada getir dalam suaraku. "Permintaanku sia-sia, 'kan?" Lalu air mataku meluncur begitu saja. "Hara, maksudku...." Kak Sananta tampak kelabakan saat aku menangis. Aku tak mencoba berpura-pura. Tangis ini adalah bentuk frustasiku yang ingin lepas dari jerat Tuan Saddil walau untuk sementara saja."Seha

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   70. PERJALANAN

    Hari yang ditentukan itu tiba. Sehari sebelum Kak Sananta berangkat, dia mengantarku ke kampungku. Perjalanan darat selama lima jam lebih. Untunglah kandunganku sudah lebih kuat lagi daripada bulan kemarin, saat aku dibawa kembali dari pulau. Ketika itu, butuh dua hari barulah aku sampai di rumah, karena setiap kami transit, aku akan istirahat dulu.Perjalanan ini mengingatkanku pada Riang. Apa kabarnya gadis itu? Baru sebulan, tapi aku sudah merindukannya. Aku akan mengabarinya nanti, mengirim surat atau menelepon nomor telepon satelit koperasi pulau. Siapa tahu dia bisa menemaniku nanti.Masih kuingat wajah Tuan Saddil saat kami pamit. Datar dan tenang. Tak nampak riak di wajahnya sehingga aku kesulitan mengira-ngira reaksinya. Sejak kejadian itu, belum ada konfrontasi langsung kami. Dia bungkam seperti tak pernah melakukan apapun, begitupun aku yang meski selalu deg-degan, merasa lebih baik dia tak mengatakan sesuatu. Kami seolah menyimpan api dalam se

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   71. IRONI

    Aku yang semula sengaja menjaga jarak agar Mbak Mira tidak merasa dikintili kembali menoleh. Dia menyebut namaku dan menautkannya dengan kata curiga, itu sedikit mengusikku. Tapi kemudian segera tersenyum.Sepanjang hidup aku terbiasa melayani diri sendiri hingga lupa jika saat ini seseorang telah ditugaskan untuk melayaniku. Mungkin Mbak Mira takut untuk meminta izin keluar nantinya. Apakah pacarnya barusan menyuruhnya berbohong tapi Mbak Mira takut aku curiga?Pemikiran receh itu membuatku tersenyum semakin lebar. Bertepatan dengan itu, Mbak Mira menoleh dan menyadari keberadaanku di belakangnya."No ... Nona?" Dia terkejut.Benar-benar terkejut hingga ponsel yang semula di pegangnya nyaris tergelincir dari tangannya. Membuatku sempat melihat sekilas ke layarnya. Seperti dugaanku, itu seperti wajah seorang lelaki dengan kening licin."Maaf, Non ... saya ...." Dia terbata-bata berbicara. Wajahnya nampak pucat sementara tangannya sedikit

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   72. TEKAD

    Di hari Andreas menyerahkan map padaku, di situlah aku menyadari telah melakukan kesalahan besar untuk ke dua kalinya. Kesalahan yang dari awal sempat terlintas, tapi karena merasa buntu, aku berharap penuh itu tak akan terjadi.Namun, ternyata, dalam hidup ini tak boleh ada celah apalagi dengan bersandar pada harapan. Seharusnya hari itu aku pergi sendiri, mencari dengan bantuan google map atau apa saja, sebuah kota atau pulau terpencil yang jauh dari jangkauan, kalau perlu ke luar negeri sekalian. Bukannya malah meminta Ari membantuku dan kini dia menjadi senjata dari Tuan Saddil untukku.Jika aku bicara pada Kak Sananta, maka Ari yang harus membayarnya.Maka sejak hari itu, kukemasi lagi hati dan pikiranku. Rasa sayangku pada Ari, mungkin sama besarnya dengan bayi yang ada dalam kandunganku ini. Dia harus menderita hanya karena membantuku, aku sungguh tidak ingin itu terjadi. Sehingga meluncurlah semua cerita palsu itu, meski harus menghindar dari Ari.

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   73. TIBA

    Udara yang berembus dari jendela kaca terasa lebih dingin. Aku membuka mata dan segera memejamkannya kembali. Cahaya menyerbu pupilku, dan getaran pelan mengingatkanku bahwa saat ini masih dalam di dalam mobil."Sudah bangun saja?" Sapaan Kak Sananta terdengar. Dia masih fokus mengemudi di sebelahku.Tak tahu berapa lama aku tertidur. Kak Sananta memperbaiki posisi bangku yang tadinya kupakai tidur ke setelan semula. Saat sudah melihat sekeliling, aku sangat senang."Wah, sudah hampir sampai."Batang-batang karet di sisi kiri dan kanan jalan memberiku pertanda bahwa kami sudah masuk ke jalan perkampunganku. Tak sampai sepuluh kilometer lagi aku akan sampai di rumahku. Pantaslah udara terasa lebih dingin dari sebelumnya. Matahari juga sudah jauh condong ke barat. Daun-daun karet yang banyak berserakan di sepanjang jalan memberikan sensasi damai setiap kali pulang.Namun, itu hanya bertahan sebentar.Ketika kenyataan

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   74. TAK SETUJU

    TDP 74."Nona menangis?" Wanita itu tercengang begitu aku melepaskan pelukan. "Kangen Ibu. Kangen semuanya." Aku mengusap mata dengan suara serak. Rasanya tak pernah seperti ini. Pertemuan ini mengingatkan bahwa dunia baruku sungguhlah sunyi. Ternyata aku merindukan mereka--rumahku dan perempuan tua ini--lebih dari yang kuprediksi."Ibu juga kangen. Nih, ibu buatkan makanan kesukaan Non Hara. Begitu Den Ari sampai dan memberitahu Nona sudah dekat, ibu langsung memasak biar makanannya masih hangat pas Nona sampai.""Ari?" Aku mengangkat wajah begitu nama itu disebut. Seketika aku terpaku tak percaya. Ari.Dia di sana. Di belakang Bu Sarmiah. Bersandar di daun pintu dengan dua tangan berada di saku.***"Jadi, Ari yang akan ...." Aku tak menyelesaikan kata-kataku. Memandang tak percaya pada Ari dan Kak Sananta berganti-ganti."Kamu tidak senang?" Ari melemparkan senyum miringnya. Aku terp

Bab terbaru

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   89. Hai, Ini Paman.

    "Bayinya perempuan, Mas." Salah seorang suster yang baru saja keluar dari ruang operasi bersama Hara yang didorong dua suster lain tersenyum semringah. "Anaknya cantik. Ayahnya pasti senang. Saat ini sedang dihangatkan di inkubator, ya Mas."Ari tergagap. Tatapan suster itu jelas mengatakan jika dialah ayahnya."Kondisi ibunya juga baik. Untung Anda tiba tepat waktu." Suster itu terus bercerita. Sementara Ari mengikuti langkah mereka ke kamar rawat inap."Makasih, Sus." Hanya itu yang bisa dikatakan Ari. Walau tubuhnya serasa jadi bayang-bayang karena cemas, sekarang dia sudah bisa bernapas lega."Habis ini Mas ke ruang bayi, ya, buat iqamahkan putrinya," ujar suster itu lagi saat mereka semua sudah selesai mengantar Hara dan memastikan kondisinya stabil. Kalimat yang disambut oleh anggukan Ari."Selamat, Ra." Ari menyapa Hara. Wajah perempuan itu pucat, tapi dia terlihat bahagia. Binar di matanya mengatakan itu."Makasih, Ri." Hara tersenyum. "Kak Sananta sudah ada kabar?""Belum, Ra

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   88. BERTAHANLAH

    TPD 88"Jadi, gimana kita pulang?" Setelah beberapa menit berlalu dari keterkejutan itu, pertanyaan Mbak Mira terdengar dari arah belakang. "Sepertinya kita tak bisa pulang malam ini." Ari yang menyahut."Memangnya gak ada jalan memutar gitu, ya, Mas?" Mbak Mira memanggil Ari dengan sebutan Mas walaupun dia lebih tua. Katanya sungkan jika harus panggil nama."Ada, Mbak. Memutar jauh ke atas bukit Tapi sebagian besar masih jalan tanah. Dan hujan begini kita nggak bisa bawa Hara melewatinya.""Jadi ....""Kita putar balik lagi aja. Cari penginapan dulu. Setuju, 'kan, Ra?"Aku yang bersandar ke jok mobil menegakkan kepala perlahan. Mobil masih parkir di pinggir jalan, sementara hujan masih belum menampakkan tanda-tanda akan berhenti. Perutku tak nyaman. Seperti kram, dan aku tak mau berpikiran buruk, tapi saat bergerak, sakit itu terasa lagi."Kamu baik-baik saja?" Suara Ari terdengar menuntut. Mungkin dia melihat rautku yang berkedut."Ti ..." Aku baru saja akan mengatakan tidak, ketik

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   87. AMBRUK

    TPD 87"Hei, Hara. Kenapa kau menuduhku seperti itu? Aku tidak berkomplot dengan siapapun apalagi mertuamu seperti tuduhanmu itu. Bukankah kau sendiri yang memberikan surat kuasa itu? Kalau bukan karena surat kuasamu, bagaimana bisa aku melakukannya? Bukankah kau sudah mengamankan semuanya dariku?" Sudah kuduga. Bibi Sartika akan terus mengelak. Entah kenapa pula aku masih terus ingin mendengar pengakuan dari mulutnya. Sesuatu yang tentu saja akan sulit terjadi."Aku mendengar sendiri apa yang Bibi bicarakan dengan Tuan Saddil, hanya saja aku tidak sempat merekamnya." Aku tersenyum kering. "Kau selalu mengada-ada, Hara. Apa sekarang kau merasa menyesal menjualnya, lalu kau ingin mencari gara-gara denganku lagi?" Mata berhiaskan eye liner tebal itu menatapku tajam. "Tidak. Aku tidak mencari gara-gara. Aku hanya ingin bertemu dengan Bibi, melihat kebenaran secara langsung dari wajah kalian. Bukankah ketika itu Bibi meneleponku dan m

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   86. IDE

    "Aku tidak pernah pergi, Hara," jawabnya dengan muka penuh kepalsuan. Matanya jelas memindaiku dan dua orang yang bersamaku."Oh ya? Aku masih ingat seorang perempuan mengaku ibumu menangis minta bantuan karena kau melarikan semua hartanya. Apakah kalian sudah baikan?" "Wah, wah. Sepertinya kau sangat sinis padaku, Hara. Padahal aku benar-benar senang melihatmu lagi. Apakah kau tidak bahagia dengan pernikahanmu? Wajahmu terlihat kuyu.""Di mana ibumu?" tanyaku berusaha tak terprovokasi dengan kata-katanya. "Kenapa kau masih bertanya? Bukankah kau telah membuangnya begitu saja? Ah ya ... kudengar kau akhirnya menjual juga kebunmu itu setelah omong kosongmu yang setinggi langit itu. Sudah kuduga. Siapa sih, yang tak tergoda oleh uang?"Aku mengepalkan tangan mendengar kata-kata tenang tapi menusuk dari Ferdinand. Nampaknya dia berusaha terus membuatku kena mental dengan sikapnya."Eh. Kau menjual atau memberinya secara

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   85. FERDINAND

    Si Ari benar-benar membuat penasaran. Tapi dia kukuh mingkem menjaga rahasianya. Sebal sekali rasanya ketika mengetahui dia menyimpan sesuatu serapat itu dariku.Namun, kemudian aku menyadari jika antara aku dan Ari telah banyak berubah. Kami bukan dua orang anak kecil lagi yang biasa teriak-teriak kalau mau pamit pipis. Ari ada di sini, mungkin memang karena kebutuhan batinnya untuk memastikan aku tetap aman, tapi untuk urusan hati dan pribadinya, kami jelas memiliki jarak. Apalagi dengan statusku yang sudah bersuami.Dan aku tentu harus bersyukur dan berterima kasih, meski ketika terbangun di hening malam, sesuatu selalu saja menyelinap di hatiku. Perasaan was-was dan tak nyaman terkait Ari. Takut dengan ancaman Tuan Saddil tapi mencoba percaya penuh pada Kak Sananta.Waktu berlalu dengan kegelisahan dalam senyap itu. Juga tentang hatiku yang tak jua siap untuk melihat sebentar saja ke kebunku yang telah menjadi area tambang itu. Sementara rind

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   84. RAHASIA

    "Untuk saat ini, berdamai dengan kenyataan adalah yang terbaik, Ra. Ingat apa yang kamu perjuangkan sekarang, lebih besar dari apa yang mungkin telah hilang," ujar Ari mengingatkan. Mungkin dia paham apa yang kurasakan saat melihat tanganku memegangi perut."Setelah kamu melahirkan dan semuanya lancar, barulah kita bisa pikirkan lagi langkah selanjutnya. Okey?""Lalu bagaimana dengan berkas yang kukirimkan pada Tuan Saddil? Bukankah aku sudah memulainya?" Aku putus asa sekarang. Aku tahu maksud Ari baik, tapi aku merasa semua yang akan kulakukan kini terlihat sia-sia."Untuk sementara, kamu bisa tetap berpura-pura. Pura-pura tak tahu apa yang sudah kamu ketahui. Lagipula, itu cuma proposal sedikit ganti rugi untuk warga, 'kan? Aku berani bertaruh, Tuan Saddil akan menyetujuinya begitu membaca namamu tertera di sana.""Atau bisa jadi dia akan ke sini untuk mengancamku." Kepercayaan diriku kemarin telah lenyap tak bersisa. Aku masih selabi

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   83. HUBUNGAN

    "Aku menemukannya." Seusai sarapan, aku menghampiri Ari di ruang tengah tempat dia biasa membuka laptop. Di samping pria itu terdapat sepiring cemilan dan cangkir kopi."Apa?" tanggapnya tanpa menoleh."Ini." Kusodorkan foto lama yang bahkan warnanya mulai memudar. Ari mengerutkan keningnya sejenak. Tentu saja dia tak akan mengenali orang itu dengan mudah. Dia tak pernah bertemu langsung dan hanya sempat melihatnya di galeri ponsel fotoku beberapa kali. Lagipula, penampilannya sangat jauh berbeda dengan yang sekarang."Siapa?" Ari menyerah. "Tuan Saddil." Ari membesarkan bola matanya, lantas mengambil foto yang kuletakkan di atas meja dan mendekatkan ke wajahnya. "Kenapa beda sekali?""Tentu saja. Yang ini dia gondrong, yang sekarang botak. Ini juga pakai kumis, sekarang semuanya licin."Di samping Tuan Saddil, ayahku nampak tersenyum lebar. Dan ini bukan hanya foto satu-satunya bersama Tuan Saddil.

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   82. ALBUM

    Cukup lama kami berada di gudang itu. Mungkin sudah lebih satu jam. Aku sudah mendapatkan setumpukan benda yang akan kubawa. Kunaikkan kembali kardus-kardus itu ke tempatnya. Tapi perutku yang besar sedikit membuatku kerepotan. Beban pas mengangkat tidak sama ketika hanya mengambilnya turun.Sementara Bu Sarmiah yang lebih pendek dariku merapikan rak yang lebih rendah."Biar aku saja." Ari mendekat. Aku sedikit bergeser ke samping. Pemuda itu lincah menaikkan beberapa kardus ke atas. Prang.Suara benda bersenggolan terdengar seiring sesuatu menimpa pucuk kepalaku."Aduh." Aku menjengit, sakit dan kaget. Sepertinya sesuatu tersenggol oleh kardus yang dinaikkan Ari hingga isinya berhamburan di lantai disertai suara berisik."Nona!""Kamu tak apa?" Ari tergopoh mendekat. Memeriksa kepalaku dengan raut cemas."Tak apa. Cuma sedikit kaget. Apa sih itu tadi?" Puncak kepalaku terasa panas dan perih. Aku bahk

  • TERJEBAK PERNIKAHAN DADAKAN   81. GUDANG

    Sambungan di ujung telepon hening sesaat. Sebelum akhirnya beberapa detik kemudian terdengar lagi suara."Tak ada tanggapan sama sekali?" Suara Kak Sananta terdengar hilang-hilang timbul. Jaringan nampak sekali tidak stabil. "Tidak. Pihak pertambangan menutup akses untuk bertemu dengan masyarakat. Aku tidak tahu akan separah ini. Apakah dunia tambang memang seperti ini?" Aku mengembuskan napas pelan. "Biasanya tidak seperti ini. Tetap ada dana khusus yang dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Nanti aku akan mengurusnya lagi. Kamu tenang saja."Percakapan kami kemudian beralih lagi ke hal remeh temeh. Rasanya cukup lega mengetahui Kak Sananta tiba dengan selamat. Dia sudah langsung terjun ke proses pengolahan lahan hingga kami tak memiliki banyak waktu luang untuk bercerita. Kubayangkan jika Kak Sananta yang mengepalai proses pertambangan kebunku. Tapi kemudian andaian itu segera kuenyahkan. Jika Kak Sananta ya

DMCA.com Protection Status