“Kau masih muda, dan bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dari ini, kenapa kau malah lebih memilih bekerja di tempat pijat seperti ini?” Roman terkejut mendengar ucapan pengusaha yang saat ini dipijatnya. Pasalnya, baru pertama kali ada klien yang mengatakan hal seperti ini padanya. Kebanyakan klien yang ditemuinya pun tidak berkata apa-apa dan langsung dipijatnya. Roman sedikit bingung pada perempuan penyewa jasanya ini. “Berapa umurmu?” tanyanya lagi. Roman menunduk malu. "Du--dua puluh satu tahun Tante..,"Roman memang masih muda tapi dia memiliki keahlian dalam memijat, melayani customernya. Sehingga tiap para tamu yang datang, berlomba ingin mendapatkan pijatan darinya. Awalnya, ia memang tidak ingin bekerja seperti ini. Namun, dia harus bertahan hidup di tengah kota yang kejam.Tentunya, tidak pernah terbesit di dalam benaknya untuk menjadi seorang pekerja di panti pijat. “Silakan berbalik sambil tengkurap,” pinta Roman sambil menekan remot kursi agar kursi itu terbaring.
Roman keluar dari ruangan karyawan. “Nah, ini Orangnya yang memijat saya tadi. Dia berlagak tidak sopan langsung meninggalkan saya, padahal masih ada sisa waktu untuk memuaskan saya!” ujar Silvia menunjuk Roman.Roman terkesiap mendengar penuturan Silvia. Padahal, ia sudah bekerja sesuai prosedur di panti pijat itu. “Dia berbohong Pak, saya sudah bekerja seperti biasanya dalam melayani Tamu.” “Bohong kamu!” Silvia bersikukuh.Pria yang bertanggung jawab di panti pijat itu pun turut menyalahkan Roman, meski sekalipun Roman bekerja sesuai prosedur karena pada dasarnya tamu adalah raja yang wajib di manjakannya.“Cukup Roman, kamu bersalah. Seharusnya kamu tidak mengurangi waktu pada Nyonya Silvia.” Roman mengusap wajahnya kesal. Padahal, ia sama sekali tidak bersalah. “Saya benar-benar tidak habis pikir sama Bapak, kenapa saya yang salah? Sudah jelas—.”“Cukup Roman!” Pria paru baya itu membentaknya--membuat Roman terdiam dalam sekejap, lalu balik menatap Silvia.“Lantas, apa yang ha
Roman terus memijat kaki Silvia dengan fokus, tanpa memedulikan setiap rayuan dari perempuan yang jauh lebih dewasa darinya. Melihat Roman terus fokus memijat, ia pun kesal karena pria muda itu seperti tidak peduli padanya. “Roman, bisakah kita menginap di Hotel malam ini?” Roman menghentikan kegiatannya, “Maaf Tante, saya tidak bisa.” Silvia merengut. “Kenapa tidak bisa, apa kau memiliki janji dengan Orang lain?” “Tidak, saya hanya lelah bekerja. Memang mau apa kita menginap di Hotel? Bukankah akan lebih baik pulang ke Rumah?” ‘Kenapa dia tidak peka padaku?’ gumam Silvia dalam hatinya, dan terus memerhatikan Roman. “Silakan tengkurap, saya akan memijat bagian punggung Anda Tante,” pinta Roman sementara matanya menatap pada Silvia. “Huh! Baiklah,” Silvia mematuhi perintah Roman yang memintanya untuk tengkurap di kursi itu. Seperti biasanya Roman memijat Silvia dengan minyak oil asli dari negeri Sakura. Setiap sentuhannya membuat Silvia melenguh kenikmatan atas pijatan sang ter
Roman lantas menemui ibu kasir, dan menanyakan perihal ia di panggil oleh sang kasir ke depan panti itu."Apa Ibu memanggil saya?" tanyanya ragu."Ya, saya memanggilmu," Kasir itu mengeluarkan selembar kertas beserta bolpoin, "Tolong tanda tangani slip gaji terakhir kamu," pintanya."Apa maksud Anda? Slip terakhir?" Roman bingung pada kasir itu. "Saya masih bekerja di sini, apa maksudnya semua ini?" tambahnya mengulang pertanyaan.Roman masih enggan menandatangani slip penerimaan gajinya. Pasalnya dia masih ingin bekerja di panti itu. Tidak berselang lama Silvia menghampiri Roman, memberitahu alasan mengapa Roman harus menanda tangani slip gaji itu."Ada apa sayang? Kenapa kau tidak mau menandatangani itu?""Ada apa ini sebenarnya? Kenapa saya harus menandatangani ini Tante?" tanyanya dengan heran. Sambil menatap pada selembar slip gajinya."Kau sudah kutebus dari Tuanmu, sekarang kau milik saya seutuhnya. Bukankah, kau sudah bersedia untuk tinggal bersamaku menjadi Seorang Pria simpa
Dua hari kemudian semenjak Roman tinggal di apartemen dan dijadikan simpanan tante Silvia, dia hanya bisa melakukan aktivitas seadanya. Silvia melarangnya bekerja. Padahal, Roman tidak mau hidup dibawah aturan sang pacar.Meskipun, secara finansial Roman jauh dibawah Silvia dia tidak ingin hanya berdiam diri tanpa bekerja seperti biasanya.Jadi, pagi itu, Roman bangun lebih dulu dari sang pacar, dan menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan kekasihnya. Semua itu tentu saja bukan karena keinginannya melainkan cara ini ia gunakan supaya bisa ikut dengan Tante Silvia untuk bekerja."Apa yang kau lakukan, Roman?" tanya Silvia berdiri di ambang pintu kamar saat mengetahui Roman tengah menyiapkan sarapan pagi itu.Roman tersadar, ia menoleh dan tersenyum menyambut Silvia. "Akhirnya kau bangun juga Silvia," ucapnya seraya mengulurkan tangan, "Kemarilah, lihatlah aku siapkan semua ini untukmu."Silvia datang mendekat, "Ya, aku tahu kau menyiapkan semua ini untukku, tapi untuk apa kau melak
"Sangat penting bagimu dan juga penting bagi kita," Fred tersenyum menatap Silvia.Merasa jadi orang ketiga di antara keduanya, Roman sedikit mundur berniat pergi dari ruangan tersebut. Namun, Silvia melarangnya."Kau mau ke mana Roman? Jangan pergi jika bukan aku yang meminta," cegah Silvia.Sedangkan Fred menginginkan Roman pergi dari sana. "Pergilah! Jangan mengganggu kami yang akan rujuk, kau hanya seorang simpanannya, sedangkan aku masih suaminya." "Tutup mulutmu Fred!" sentak Silvia marah. "Kenyataannya kau dan aku bukan siapa-siapa lagi Fred, berhentilah mengharapkan aku, karena aku sama sekali sudah tidak memiliki perasaan sedikitpun!""Tapi aku masih cinta sama kamu Silvia." "Aku sudah tidak mencintaimu Fred, aku membencimu!" kesal Silvia terhadap Fred, yang tidak mau mengerti.Melihat situasi yang semakin pelik antara Silvia dan mantan suaminya. Roman memutuskan pergi dari sana. "Cukup! Lebih baik kalian selesaikan masalah kalian, aku tidak ingin ikut masuk dalam drama Rum
Jalanan sepi malam itu membuat Roman kesusahan untuk meminta pertolongan, terlebih lagi Fred berhenti, dan berniat menangkap Roman kembali."Aku harus meminta pertolongan pada siapa, tidak mungkin aku menghubungi Tante Silvia, dia tidak akan percaya padaku." ia bergumam sambil berjalan dengan susah payah.Sementara itu Fred berlari ke arahnya, melihat Fred mengejarnya Roman langsung sigap masuk ke dalam hutan yang dekat dengan jalanan itu."Hei! Jangan lari!" Fred berlari dengan cepat, tapi sayangnya Roman telah masuk dalam hutan.Fred mendengus kesal, "Sial! Rupanya Pemuda itu berusaha kabur dariku, tapi lihat saja aku tidak akan membiarkanmu hidup," umpatnya.Fred ikut masuk ke dalam hutan mencari Roman, "Hei Pemuda tidak punya moral, keluarlah!" Namun, Roman tetap bertahan di dalam semak-semak, meskipun lukanya parah dia tetap berusaha bersembunyi.Tapi, Fred terus mencarinya hingga ia melihat tetesan darah di dedaunan yang menuntunnya untuk menemukan Roman, Fred pun menelusuri ti
'Halo ... untuk apa kau menghubungiku di saat seperti ini?!'NIT!Silvia mematikan ponselnya, dia sangat emosi ketika menerima ponsel dari mantan suaminya. Kemudian, Silvia mendekati ruangan rawat itu, sambil meracau mengkhawatirkan Roman."Roman, sebenarnya apa yang terjadi padamu. Kenapa kamu bisa menjadi seperti ini?" Silvia menatap nanar pada sang kekasih yang terbaring lemah di dalam ruangan rawat itu.Wajahnya terlihat begitu mengkhawatirkan pria yang terbujur kaku, mempertaruhkan hidup matinya bergelut dengan mesin medis yang entah bisa menyelamatkan hidupnya, atau tidak.Saat itu Silvia hanya bisa berharap keajaiban datang menyelamatkan kekasihnya.Drtttt...Terdengar ponsel bergetar mengalihkan perhatian Silvia, lagi-lagi si pembuat suasana hatinya berubah itu datang menelepon lagi.Suara di seberang sana terdengar menggema, dan sangat ingin mengetahui keberadaan Silvia.'Kenapa kau sangat susah di hubungi, di mana kamu sekarang?' suara itu terdengar begitu tegas dari seberan