"Tuan darimana saja?" Salah seorang pengawal Alen menyambutnya dengan kekhawatiran, ini sudah siang dan Alen baru pulang dengan keadaan berantakan. belum lagi lelaki arogan itu pergi tanpa pengawalan, bisa saja dalam keadaan mabuk ia di rampok."Ah, aku tertidur di sana, bagaimana berita itu? Apa sudah tersebar?" Ucap Joan dengan ekspresi datar, ia masih memikirkan hal semalam di club, mengingat satu-satu wanita yang berusaha menggodanya."Sudah tuan, bahkan berita itu sudah sampai ke perusahaan Jaxon group," Ucap pengawal itu dengan suara berbisik, membuat Alen langsung terbelalak.HAHAHAHAAlen tertawa puas mendengar itu, ia lalu memberikan tepuk tangan atas bentuk apresiasi."Bagus sekali, hebat! Dimana fion? Aku ingin memberikannya sekoper penuh uang," Alen berlenggang bangga memasuk rumah, senyuman bahagia tak henti-hentinya terukir di wajah tampannya itu, kemana hilangnya ekspresi datar dan tatapan dingin itu?"Tuan Joan terlihat sangat senang, ada apa ya?" Beberapa pekerja di ru
Joan tersenyum miring mendapati ekspresi Kiana, telunjuknya lalu mendarat tepat di bibir kecil gadis itu."Shut! Jangan mengharapkan aku melakukan itu sebelum aku mengikatmu sepenuhnya," Kiana langsung terbelalak mendengar ucapan Joan, ia benar-benar malu dengan posisinya saat itu. Kiana cukup terkejut Joan bisa menahan diri meski ia sudah menjadi kekasih baginya."Baiklah, aku sudah percaya. Lepaskan genggaman tanganmu," Ucap Kiana dengan suara gemetar, ia lagi-lagi tak berani menatap mata Joan, Tatapan bak Elang yang siap memangsanya."Good girl," Satu kecupan lembut mendarat di kening putih Kiana.Blush!"Selama menjadi kekasihku Joan selalu saja membuat hatiku tak tenang, mengapa hatiku harus tak tenang!?" Kiana meronta-ronta sendiri meminta jawaban pada hatinya."Aku sudah menemukan caranya, bersiaplah dengan pakaian indah. Kita akan menemui mereka dengan tangan kosong," Ucap Joan lalu berlenggang keluar dengan santai tanpa menjelaskan apa maksud dari kalimat yang ia ucapkan. bers
"Jaga kata-katamu! Sialan seperti kamu sangat mudah saya hilangkan dari dunia ini, jangan main-main!" Joan langsung berbalik dan berjalan menuju gerbang, tampak sekali jika wartawan itu memang memancing amarahnya agar meledak-ledak."Buat dia semakin marah! Aku menyukainya.""Mohon maaf, anda tidak punya wewenang atas kematian seseorang," ucapnya dengan nada songong, ia benar-benar berani membangkitkan singa yang tenang."Anda tidak lupa dengan rumor tentang hubungan istimewa anda dengan nona Alexa?" Ucapannya membuat kening Joan bertaut, memangnya hubungan apa yang terjadi antara dirinya dan Alexa? sepupu? itu memanglah benar."Alexa? Dia hanyalah sepupu saya, tidak lebih," Joan kembali menimpal dengan nada ketus, memasang ekspresi wajah datar."Tentang ciuman mesra itu? Kami para wartawan tak pernah tidur," wartawan gadung suruhan Alen kembali berucap, kini ia mulai menyalakan kobaran api yang nanti benar-benar akan membakar suasana.Kiana terkejut mendengarnya, ia juga ikut maju me
"Justru karena aku sepupumu, aku lebih berhak dari Kiana! Joan, coba sekali saja lihat aku, apa yang kurang dari diriku ini!?" Alexa menatap Joan dengan mata berkaca-kaca, sudah ratusan kali ia mengutarakan perasaan cinta namun sekalipun Joan tak pernah membalasnya. apakah harus kematian yang menjemputnya baru Joan akan memohon-mohon agar ia kembali hidup?nafas Alexa bersahut-sahutan, mata indahnya masih menatap Joan meminta agar segera di berikan jawaban yang jelas."Kau ingin tubuhku? Akan aku berikan!" Ucapan Alexa membuat Joan naik pitam, tangan kekarnya langsung beralih menampar pipi gadis itu. Alexa sudah benar-benar keterlaluan, ia bahkan dengan berani berucap seperti itu menganggap Joan lelaki rendahan yang mau dengan wanita mana saja.Plak!Satu tamparan keras mengenai pipi Alexa, gadis itu meringis kesakitan memegangi pipinya yang memerah."dengar, aku bukanlah lelaki yang ada untukmu. Hatiku tidak pernah sekalipun menerimamu sebagai seorang kekasih, aku selalu berusaha tak m
"Hah? Omong kosong apalagi ini? Maksudmu Kiana kabur?" Alexa terbelalak mendengar ucapan Joan, ia memasang ekspresi datar saat menatap lelaki tampan itu." dasar gadis sok penting, maksudnya apa kabur-kaburan seperti itu? minta untuk segera di nikahi oleh Joan!?" Alexa menggerutu sendiri sembari memandang setiap sudut rumah dengan malas."Jangan berbohong! Kau tidak mungkin tidak melihat Kiana," Joan bagai menenggelamkan tubuh Alexa, gadis itu hanya bisa mendongak tak berekspresi. apa yang harus ia jawab jika memang tak melihat Kiana Sama sekali? memaksa untuk membuat jawaban palsu? gila.Alexa memutar bola matanya dengan malas saat mendengar ucapan Joan."Kau ingin aku memantau kekasihmu itu? Bukan tugasku! Aku hanya akan memantau dirimu, kau ingin aku menjaganya bak pengawal?" Alexa berusaha meninggikan tubuhnya di hadapan Joan, lelaki tampan itu bagai menganggap dirinya seorang penjaga di rumah besar itu. "Ah, shit! Kemana ia akan membawa Jona!?" Joan menggaruk-garuk kepalanya berus
"Ini kunci ruangannya nona, jika sudah selesai anda bisa memberikan kunci ini ke meja resepsionis kembali," wanita itu meninggalkan Alexa sendirian, gadis itu lalu melangkah dengan perlahan memasuki ruangan itu."Hm, kurasa pelayan itu sudah mabuk. Pintunya bahkan tak di tutup rapat," Alexa memutar bola matanya dengan malas, melirik punggung pelayan itu dengan ketus. Saat memasuki ruangan itu, Alexa terdiam sejenak."Ah! Aku kembali mengingatnya lagi," Ia berdecak kesal merasa bodoh saat memandangi tiap sudut ruangan itu, apalagi bagian tempat tidur dimana bibir indahnya di curi begitu saja oleh lelaki asing dengan brutalnya."Shit! Mengapa tangan saya tiba-tiba berkeringat seperti ini," Alen ternyata berada di ruangan yang sama dengan Alexa, hanya saja lelaki arogan itu tengah berada di dalam kamar mandi. Ia memilih kembali datang ke club itu karena mencari gadis misterius yang ia curi ciumannya, sekaligus mengembalikan gelang yang ia temukan.Alen kembali mengambil gelang itu dari s
"Kau gila! Iya, aku membayar beberapa orang, dan beberapa yang lainnya memang asli wartawan yang tengah mencari berita hangat," Alexa juga ikut menjauh dari Alen, mengambil ancang-ancang jika memang lelaki arogan itu sedang tak waras. sebebas-bebasnya Alexa kesana kesini, ia juga bukan wanita murahan yang di pakai begitu saja."Bagaimana dengan dirimu? Apa motif dari perbuatan buruk mu itu?"Alen mendengus kasar kembali melayangkan tatapan dingin pada Alexa."Saya? Saya sengaja, saya suka menyajikan sebuah masalah. Menonton masalah itu menyebar dengan cepat sangatlah memuaskan," Alen tertawa kecil tanpa dosa, tampaknya ia sangat senang melihat siaran berita yang hampir memuat tentang kehidupan Alen dan perusahaan Jarxon Group yang di nilai memiliki calon CEO yang memalukan dan tak berwibawa, itulah hal yang paling ia ingin dengarkan dan lihat, kesengsaraan orang lain."Kau … siapa?" Pertanyaan Alexa membuat Alen langsung menyodorkan tangannya untuk di Jabat."Ah iya, kita belum berkenal
"Persetanan! Mampus kamu Sena!!" Ingin rasanya Sena mencabik-cabik bibirnya sendiri, bodoh! mengapa ia harus menimpal pertanyaan dari Joan!!"Ki-kiana? tidak … Dia tidak ada di sini, memangnya ada apa?" Sena masih berusaha memasang ekspresi lugu, berharap Joan segera pergi dari hadapannya, Lelaki tampan itu seperti malaikat maut yang ingin menjemput dirinya kembali pada ilahi. seberani- beraninya ia pada orang-orang, jika sudah Joan yang marah. nyalinya benar-benar ciut, ia bagai di ambang kematian.Joan tak menjawab, ia hanya menatap wajah Sena dengan mata Elangnya. Gadis itu mati-matian menahan rasa takutnya di depan Joan, sungguh ia tak pandai berbohong pada seorang lelaki." Tuh, pasti dia tidak akan percaya pada ucapanku. Tatapan itu sangat menggambarkan ketidakpuasannya pada jawaban payah yang aku lontarkan," Sena tanpa sadar terus saja menggaruk-garuk tekuknya, sangat tampak jika ia sedang mencari alasan lain."Ah, soal berita itu apak-" belum selesai Sena berucap, Joan kembali
"Kami hanya orang desa yang terjebak oleh kemiskinan, anak saya terpaksa membuang putri kecilnya karena tak mampu menerima omongan para tetangga saat pulang ke kampung halaman tanpa membawa suami," nenek tua itu membuat suasana hening.Suaranya terdengar gemetar, bagai penuh tekanan batin. Pandangannya benar-benar meminta untuk di kasihani dan diberi kesempatan."Anak gadis saya di tipu dan di ambil begitu saja keperawanannya tanpa pertanggung jawaban, dan saya yang miskin ini tak mampu membantu anak saya keluar dari masalah yang telah ia tuai sendiri," sambungnya, kini tampak matanya berkaca-kaca saat menatap Hendra.Tatapan mata lelaki itu tampak sendu, wajahnya yang galak tampak mengharu mendengar curhatan isi hati nenek tua itu."Kami orang-orang miskin hanya bisa tertunduk bisu di depan orang-orang kaya yang berkuasa seperti kalian, saya malu menampakkan diri ke depan anda dengan gelar sebagai ibu dari seorang gadis bernama Melati yang dengan kejamnya membuang putri kecilnya send
"Ayah ingin orang bodoh yang memimpin perusahaan besar itu?" Ucap Joan dengan nada ketus, melayangkan tatapan dingin kearah Hendra.ucapan Hendra malah terasa menghardik dirinya, lelaki tampan itu tak ingin memimpin sebuah perusahaan dengan otak kosong, ia tak ingin malah tangan kanannya nanti yang lebih tahu tentang perusahaan."Kau sudah layak Joan, tidak kau lihat puluhan pialamu yang terpajang di ruang prestasi? Itu sudah cukup membuat ayah bangga kau dalam dunia pendidikan," tegas Hendra dengan penekanan."sekarang ayah ingin kau mengukir kemampuanku dalam dunia bisnis, hanya kamu yang bisa memimpin. ayah tidak bisa mempercayai orang lain selain putra ayah sendiri," sambungnya dengan salah satu tangan mengelus lembut punggung Joan."Ayah tidak bisa hanya mengambil satu pandangan saja, setiap orang berhak memilih," Joan menimpal dengan nada ketus sama menekannya seperti Hendra."Lagi pula itu hanyalah piala dalam bidang olahraga.""Namun setiap orang tua tak ada yang mau anaknya m
"Anak ini gila!? Banyak sekali pembalut yang ia beli, obat pereda? Untukku?" Kiana memandangi beberapa kotak obat pereda nyeri untuk wanita menstruasi, gadis itu cukup terkejut Joan membeli itu untuknya."Kenapa dia begitu peka akhir-akhir ini? Apa ada yang salah?"Kiana bergumam sendiri, mematung masih menatap kotak obat itu merasa tersipu malu sekaligus keheranan.Memang akhir-akhir ini Joan terlihat seperti suami siap siaga, apa ia sedang berlatih sebelum mendapatkan gelar itu?"Kiana … hey … apa semua yang ku beli benar? Buka pintunya," suara Joan dari luar terdengar seperti sedang berbisik, lelaki tampan itu menempelkan mulutnya di celah pintu agar Kiana dapat mendengarnya.malu rasanya jika Hendra dan Vera melihat kebucinannya pada Kiana, rasanya pasti akan terasa canggung."Ya, ada apa?" Kiana segera mendekat ke arah pintu, ia tak langsung membukakan pintu untuk lelaki tampan itu karena takut kewarasannya kembali hilang.tahu sendiri Joan kalau sudah tak bersama Jona atau Kiana
"Pak, ini semua barang permintaan anda," pegawai lelaki itu muncul dengan troli yang sudah full, melayangkan senyuman bahagia ke arah Joan.Joan sudah ia tandai sebagai pembeli VIP, lelaki tampan itu jika berbelanja sendirian selalu menghabiskan jutaan rupiah, entah memang ia bodoh atau tak tahu hidup di dunia dengan baik."Oh, sudah? Selamat tinggal, semangat bekerja Pak wartawan," Joan berlenggang meninggalkan kumpulan wartawan itu, tak lagi menjawab pertanyaan yang lebih dulu mereka lontarkan.padahal dirinyanya yang wartawan itu pusingkan, sudah beberapa kali mereka mencoba masuk ke dalam komplek perumahan lelaki tampan itu namun sudah di blokir untuk kedamaian."Wah, saya baru kali Ini melihat seorang lelaki membeli pembalut wanita sebanyak itu ….""Eh, tunggu! Bukannya dia bujangan yang baru saja mengadopsi seorang anak? Apa dia ingin mencari istri kedua dan meninggalkan anak dan istri pertamanya? Tidak heran, gayanya saja seperti itu. Padahal di balik maskernya terdapat wajah y
"Wah, hidup orang-orang berada nikmat sekali ya, semua orang yang ada di dunia ini bisa menjadi pesuruhnya," pria itu mematung sesaat memandangi punggung Joan yang mulai menjauh, ia melamun membayangkan sedang berada di posisi lelaki tampan itu.siapa yang tidak ingin hidup di kelilingi oleh harta dan di kejar-kejar oleh uang? sekali menjadi model saja uang sudah mengalir deras ke dalam black card-nya."Bukan nikmat lagi, sudah di atas level nikmat. Tapi di lihat-lihat wajahnya tak asing, seperti sering di lihat namun siapa?" Wanita itu kembali menimpal seraya tersenyum tipis ikut memandangi postur tubuh Joan yang benar-benar kriteria sejuta umat wanita."Hm, biasalah orang kaya memang begitu, vibesnya semuanya hampir sama. Jangan lupakan kata-kata singkatnya yang menusuk hingga ke ginjal," ucap pria itu dengan helaan nafas panjang, menggeleng pelan merasa posisi Joan adalah langit cerah yang sulit tergapai.semua orang pasti akan bermimpi tampil menjadi orang yang di hormati seperti
"Lihatlah ayah, bayi ini lucu sekali," bagai terhipnotis, Vera langsung mengelus lembut kepala Joan dengan haru. Tampak sangat excited ingin menggendong bayi kecil itu, raut wajahnya tampak begitu bahagia melihat keberadaan Jona dalam dekapan Kiana.."Dimana Joan? Anak itu tak ada lelahnya membuat saya pusing!" Berbeda dengan respon Vera, Hendra malah tampak sangat mendidih. ia sangat tak Abar bertemu dengan putra semata wayangnya penerus perusahaan besar keluarga. Kemarahannya tak dapat di redam oleh apapun, sepertinya kali ini ia benar-benar murka."Silahkan masuk kedalam, beberapa hari ini banyak wartawan yang meliput di sekitar sini," Kiana mempersilahkan keduanya untuk masuk, takut jika tiba-tiba ada wartawan yang malah menyorot dari sudut pandang yang berbeda.Vera tampak terkejut menatap tiap sudut rumah itu."terawat ya, bunda pikir akan jadi rumah angker atau gudang. Sudah berapa hari kamu menginap di sini?""Sudah … 2 Minggu lebih mungkin, Kiana tidak ingat," ucap Kiana deng
"Saya tahu kamu mulai tergila-gila dengan ketampanan saya, tapi untuk saat ini kita harus serius, okey? Kamu bisa paham, kan?" Alen berusaha menahan rasa malunya karena tersipu oleh ucapan gadis itu."Baru sedikit bumbu centil sudah terpancing," gerutu Alexa, padahal ia sendirilah yang terus memancing. Mengapa jadi kesal sendiri dengan respon Alen?"Baiklah, jelaskan semuanya dengan sejelas-jelas mungkin. Aku akan mendengarkannya, sayang …," gadis ini memang gila, jika saja Alen menggubrisnya dengan serius mana berani ia berucap demikian.Gadis itu tidak tahu saja seobsesi apa Alen pada tubuh seorang wanita, terkhusus dengan hasratnya pada Kiana."Kita akan memata-matai keduanya dari jarak jauh, kita mendekat pada mereka hanya untuk mengambil gambar yang mungkin bisa menjadi masalah," Alen kembali menekankan, mengambil keputusan sesuka hati. ya, kita tahu, dialah yang berkuasa di sana."Hm, terus …?" Alexa semakin memancing, memasang senyuman manis bak seorang istri yang menunggu untu
"Yah! Untuk hal itu akan segera kita lakukan, saya hanya perlu membujuk anak gadis saya untuk bersiap-siap menjadi seorang istri," ucap Rifky dengan senyum getir, ia benar-benar takut mengucapkan kata yang mungkin menyinggung hati lelaki yang ada di hadapannya.kekuasaan lelaki tampan itu sungguh melambung jauh dari Rifky.Rifky berperilaku seolah sangat akrab dengan lelaki tampan itu, padahal harga dirinya tengah di pertaruhkan. Dania sama sekali tidak mengetahui jika suaminya dalam tindasan pemaksaan karena hutang piutang yang berakar.Ya! Hutang, Rifky sempat berhutang pada perusahaan lelaki itu dengan jumlah yang sangat besar untuk menutupi kerugian yang membuat perusahaannya hampir bangkrut.selama ini ia tak pernah bercerita Lika liku perusahaan mereka pada kedua wanita yang sangat ia cintai, betapa kecewanya Dania jika tahu perusahaan turun temurun milik kedua orang tuanya yang di gabung oleh perusahaan Rifky jatuh bangkrut begitu saja."Ingat! Saya tidak akan tinggal diam jika
Joan segera berlari kecil menuju Kiana yang tampak sudah keberatan menggendong Jona. gadis itu sudah seperti seorang ibu muda.keduanya mendapati pintu dalam keadaan terkunci, dalam pikiran mereka harusnya ada Alexa di dalam."Pintunya di kunci? Apa gadis itu sedang tak ada di rumah?" Joan kembali mengambil ponselnya bertujuan untuk menanyakan kunci rumah pada Alexa yang mungkin ada di dalam namun tak tahu keduanya ada di depan pintu.Alexa: Alen, kunci rumah ada di pot sebelah kanan.Pesan lama dari Alexa baru saja di baca oleh Joan, lelaki tampan itu cukup terkejut. Namun di akhir senyum tipis terukir di bibirnya.Kiana menatap Joan dengan heran."Mengapa hanya tersenyum? Apa Alexa ada di dalam?" Joan masih terus menatap layar ponselnya, tatapan matanya tampak serius penuk seksama membaca tiap pesan Alexa.Joan lalu mendongak dengan mata berbinar dan senyum bahagia."Dia sudah pulang."Kiana melongo mendengar ucapan Joan, bibirnya terkatup masih tak paham."Pulang? Pulang ke Australia m