"Joan! Mama sudah bilang semalam jangan pulang larut malam, kenapa tetap pulang larut malam!? Lihat Kiana, suhu tubuhnya panas sekali! Kalau sudah Begini siapa yang mau di salahkan!?"pekik Dania, secuek-cueknya ia pada aktivitas Kiana. Tetap saja jika anak gadisnya itu sakit ia khawatir buka main. "Loh? Kiana sakit?!"Joan langsung menghampiri Kiana, memegang kening gadis itu yang memang sangat panas."Kiana … bangun,"Joan mengelus-elus kepala Kiana dengan lembut, berulang kali menciumi kening gadis itu." Kiana ... bangun, Kiana?" tidak ada respon dari Kiana, tubuh gadis itu bak patung.Dania menghela nafas berat."Mama ambil kompres dulu, jika panasnya tidak turun. Kita rujuk ke rumah sakit, kalau om Rifky tahu mama habis di omeli," gerutu Dania sembari melangkah perlahan keluar dari ruangan itu.melihat Dania yang sudah cukup berada jauh dari mereka, Sena langsung menghampiri Joan lalu memukul punggung lelaki tampan itu cukup keras."Ini gimana,sih Joan!? Kiana semalam kenapa? Ih, kali
"Sena, itu malah membuat ia tak akan bangun.""Kiana bangun … besok aku nikahi kamu, biar kamu bisa kenyang 9 bulan. Jangan sakit begini … cintaku," mendengar ucapan Joan refleks Sena langsung menoyor kepala lelaki tampan itu dengan keras."Sama saja Joan, kau malah lebih buruk," ucap Sena dengan lirikan maut."Sena ambilkan airku, aku meminta tolong,"pinta Joan, jari telunjuknya tiba-tiba di genggam oleh Kiana dengan erat.Glug!"Meski aku sudah tahu sifat asli lelaki tampan yang ada di depanku ini, rasanya cukup sulit berpaling dengan wajahnya yang tampan itu,"Sena bergumam memandangi jakun Joan yang naik turun saat meminum air itu. wajah Joan dari sisi manapun sangat tampan, tidak heran jika tahun lalu ia di nobatkan sebagai king kampus."Di-ngin … Joan … mama, Kiana di-ngin,"mendengar rintihan Kiana, Joan dengan cepat menaiki kasur membuka kaos tipis miliknya untuk memeluk Kiana. Ia berpikir mung
"Bodoh kalian semua!! Sialan! Rusak rencana saya! Hancur!"teriak Alen pada pekerjanya yang tengah berbaris di depannya dengan rapi, membanting barang apapun yang ada di depannya. Jika bisa membunuh sudah sedari tadi ia menggunakan kedua tangannya itu untuk menghajar satu persatu pekerjanya yang berdiri dengan wajah memelas itu."Tapi tuan mud-"Praang!Alen membanting vas yang ada di atas mejanya, tangannya bahkan sudah mencengkram leher pekerja yang baru saja berbicara itu."Jangan bicara ketika saya tidak suruh! Paham!?"Alen mendorong tubuh pekerjanya itu dengan kasar hingga tersungkur ke tanah, melonggarkan dasinya yang membuat sesak."Ma-maaf tuan muda,"pekerja itu segera berdiri lalu menunduk tak berani menatap wajah dingin Alen.Alen menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. berusaha menenangkan amarahnya yang meledak-ledak."Pergi semuanya! Jika masih berada di sekitar sini, akan saya bunuh!"teriak Alen dengan nada tinggi, menjatuhkan dirinya ke kursi deng
Sedari dulu memang mereka tak pernah menjadi keluarga yang asli, semuanya bahagia karena kepalsuan. Menjaga image keluarga adalah tugas dari masing-masing orang di rumah itu, karena jika satu orang sudah rusak di depan media, Semuanya akan terkena masalah tanpa terkecuali.Joan baru tersadar, mengapa ia harus takut jika Jona ketahuan oleh Vera? Bayi kecil itu memang bukan darah dagingnya, namun kehadirannya sungguh membawa kebahagiaan baru dalam hidupnya. sekarang hal yang menjadi pikirannya adalah Jona. bagaimana caranya membangun kehidupan untuk bayi malang itu."Apa Kiana tidak di rujuk kerumah sakit saja, ma?"ucap Joan sembari memegang kening Kiana yang masih terasa hangat, suhu tubuhnya tak turun sama sekali."Kita tunggu sedikit lagi, soalnya Kiana takut jarum suntik. Takut tambah parah kalau di bawa ke rumah sakit, diakan belum pernah di infus,"jelas Dania, ia tahu betul putrinya itu akan merasa takut jika melihat jarum menancap di tangannya. ditambah lagi Kiana yang memiliki k
Joan tak langsung pulang, ia memilih untuk duduk di bangku depan minimarket. Merenung untuk waktu sesaat, memikirkan semua masalah yang telah terjadi. Dari mulai Jona, Vera, hingga Kiana mampu membuat hatinya porak-poranda di timpa kegalauan."Semoga saat aku pulang Kiana sudah sadar, semoga masalahku dan bunda cepat selesai, semoga Jona bisa terus berada dalam dekapanku tanpa ada masalah. Semoga aku bisa segera membantu ayah memimpin perusahaan dengan baik,"tepat saat Joan mengatakan semua itu, sebuah bintang jatuh terlihat di langit malam.Joan lalu mengambil sekaleng soda yang masih dingin meneguknya dengan rakus."ah … mari kita pulang Joan, semangat untuk gadis kesayangan mu,"ucap Joan lalu bangkit dari posisinya membuang kaleng soda itu kedalam tempat sampah, lalu berjalan perlahan kembali ke rumah dengan santai."Joan pulang …," ucap Joan di rumah sunyi itu, biasanya akan ada Kiana yang menyambutnya dengan memajak Snack. namun ini, sungguh sunyi seperti tak berpenghuni. tak ada
"Aku ada di mimpi Kiana? Aku!? Tidak mungkin, ini hanya lelucon. Kan? Tidak! Tidak mungkin,"ucap Joan dengan lirih, ia lalu menggenggam gelas itu dengan erat hingga pecah dan berhamburan di lantai. kekuatan dari mana yang ia dapatkan memecahkan gelas itu bak sebuah kerupuk dengan mudahnya?Crangg! "astaga ... Joan bodoh!" Joan meneriaki dirinya sendiri, bagaimana bisa ia melakukan hal konyol seperti itu."Eh, suara apa itu? Joan?!" Dania terkejut mendengar suara pecahan itu, pikiran buruknya langsung muncul di kepala."Tunggu sebentar, Kiana. Mama mau lihat Joan dulu, takut kenapa-napa,"Dania segera berlari menuju dapur, di satu sisi ia juga berpikir mungkin itu hanya kucing liar yang tak sengaja masuk kerumah untuk mencari makanan, pasalnya sering sekali kucing liar yang bersembunyi di halaman belakang memasuki rumah untuk mencari makanan di dapur.Sesampainya di dapur, Dania mendapati Joan yang diam membisu menatap gelas pecah itu hanya dengan sekali genggaman saja."Loh, kok bisa p
"Iya, bayi!" Ucap Kiana dengan gemas mencubit pelan pipi Joan yang aslinya mulai berubah merah merona. Kiana bersikap manis seperti itu apa ada maksud di dalamnya?"Eh, ada apa dengan tanganmu!?"Kiana baru menyadari saat melihat tangan Joan yang terbungkus perban."ah, ini hanya luka kecil. lelaki bodoh ini tidak sengaja melukai dirinya sendiri,"ucap Joan dengan malu-malu, aneh rasanya jika Kiana tahu ia baru saja menggenggam sebuah gelas hingga pecah, sungguh kisah yang terdengar sangat konyol.Kening Joan malah bertaut melihat sikap manja Kiana seperti itu."Kiana, kau begitu berubah. Apa yang terjadi pada dirimu?" Tatapan Joan jelas betul ia meminta jawaban dari pertanyaan singkatnya itu."Aku berubah? Tidak, bukannya aku selalu seperti ini sebelumnya? serahkan tanganmu!" tegas Kiana meminta tangan Joan yang terbungkus perban agar ia taruh di atas telapak tangannya yang lentik.cup!Kiana mengecup tangan Joa
Kiana mengela nafas panjang."Iya, aku makan. Sudahlah keluar saja, turun dari kasur ku! Kau bahkan merusaknya Joan,"Kiana kembali menaruh handuknya ke kasur, beralih untuk mengambil nampan berisi sarapannya itu. bubur ayam yang biasanya terlihat biasa saja menjadi seperti masakan-masakan layaknya restoran karena hiasannya begitu tersusun rapi.Joan bangkit dari tempat tidur itu dengan wajah sumringah."Baiklah, have A nice day,"sebelum ia keluar, Joan mengelus lembut kepala Kiana bak anak umur 5 tahun yang meminta belas kasihan dan kasih sayang."Dadah Kiana ….""Dasar manja, tapi aku suka!"Kiana salah tingkah sendiri melihat perilaku Joan kepada dirinya, pipinya berubah merah merona, namun berusaha ia tutupi dalam ringkuk bahagianya itu. bubur di depannya penuh dengan senyuman bahagia Kiana, gadis itu memandanginya dengan rasa senang bukan main.****Setelah selesai mandi, Kiana kembali mendapati Joan berada di kamarnya. Lelaki tampan itu sedang asyik menatap layar ponsel miliknya, en