"Hai, sudah lama menunggu? Maaf ya, ada sesuatu yang harus ku urus,"ucap Joan lalu mengelus kepala Kiana dengan kasar, membuat rambut gadis itu berantakan.
"Joan! Sudah, sudah! Rambutku jadi berantakan,"Kiana menghempas tangan Joan dari kepalanya lalu merapihkan rambutnya."Mau cari dress di mana, hm?" Joan melebarkan kakinya Selebar Mungkin untuk menyamakan tingginya dengan Kiana.Kiana menatap Joan dengan kesal."Berhentilah menatapku seperti itu,"Kiana lalu menampar pelan pipi Joan agar berhenti menatapnya, tatapan Joan cukup membuat Kiana salah tingkah. di tambah lagi jika mengingat kata-kata Sena tentang kebodohan Kiana yang hanya menjadikan Joan sebagai seorang sahabat."Kenapa, hm?"Joan terus bertanya pada Kiana yang mulai berjalan lebih dulu, sengaja sekali ingin membuat gadis itu mengamuk."Berhentilah!"Joan tertawa kecil saat berada di samping Kiana, wajah gadis itu sangat menggemaskan jika seda"Cocok sekali, ayo buruan di ikat pakai cincin. Biar gak di ambil orang,"goda Dena."Hush! Dena, kami di sini mau cari dress yang cocok untuk ke pesta,"celoteh kiana."Oh, kebetulan aku baru saja mendesain baju pasangan untuk acara formal. Baru saja launching," ucap Dena dengan memasang senyum lebar, ia percaya Kiana akan menyukai desain baju terbarunya itu."Coba aku lihat,"pinta Kiana.Dena mengarahkan mereka berdua menuju ruang pribadi miliknya, di sana tampak sebuah gaun yang cukup mencolok. Gaun dengan warna merah maroon dan bagian samping yang terbelah cukup panjang, serta bagian atas yang terbilang seksi."Ini dia gaunnya, ini pasti sangat cocok dengan mu. Untuk jas pria, kau bisa memilih warna yang menurutmu cocok,"jelas Dena dengan wajah sumringah, ia tahu gaun itu pasti akan sangat pas dengan tubuh Kiana yang ramping."Baiklah, aku akan memakai itu. Kau selalu cerdik dalam mendesain gaun-gaun di toko ini, tidak heran jika pengunjung kita terus bertambah. Terimakasih ya," Kia
"Hah, entahlah. Aku rasa tak perlu membahas itu," Joan sudah muak dengan perkataan Kiana tentang persahabatan mereka, setidaknya jangan membuat semuanya terlalu jelas. Joan hanya ingin merasa jika semuanya itu benar, mereka memiliki hubungan spesial lebih dari seorang sahabat.Joan memutar otak mencari topik yang lain, jika membahas itu jawaban Kiana pasti adalah sahabat. semuanya terlalu membosankan baginya ."Kau tidak ingin membuat sebuah foto,"Joan menoleh menatap Kiana penuh harapan, setidaknya mereka punya foto kenang-kenangan."Foto? Foto apa?" Tanya Kiana keheranan sembari mengikat rambut panjangnya."Foto kita dan Jona, setidaknya jika kita tidak berjodoh. Aku bisa menceritakan padanya betapa baiknya kau mau merawat jona," Joan memasang senyum lebar agar Kiana luluh dan mau mengiyakan permintaannya."Boleh, setelah KKN mu bagaimana? Agar aku dan Dena bisa mendesain baju untuk kita terlebih dahulu.""Bagian mama jangan sampai kau lupa, agar Jona juga bisa mengingat betapa milen
Tok! Tok! Tok!Gedoran kencang terdengar dari arah pintu."Kiana, kau ada didalam? Keluar cepat!" Suara teriakan Joan terdengar dari luar, membuat Kiana terkejut."Huh! Anak ini selalu saja mengagetkan , apa suaranya tidak bisa ia rendahkan? Seperti penagih hutang saja," celoteh Kiana dengan ekspresi malas, Joan selalu saja mengganggu ketenangan hidupnya yang berharga."Ya, aku di sini,"sahut Kiana sedikit berteriak."Apa kau melihat hairdryer milikku? Kemarin aku menaruhnya di Rak dekat meja kerjaku," Tanya Joan dengan nada ketus, ia sepertinya sudah punya feeling yang kuat pada Kiana."Ini sedang kupakai, kenapa?,"jawabnya dengan santai tanpa beban, Kiana tidak tahu saja kalau Joan tidak menyukai rambut basah. Lelaki itu merasa rambutnya lengket ketika basah."Kau mencurinya!?"ucapan Joan terdengar sangat nyelekit, seperti baru saja menangkap basah seorang pencuri lalu mengintrogasinya."Tidak, aku hanya memakainya. Sebentar aku kembalikan," Kiana menjawab dengan ekspresi malas, apa
"Joan maunya lauk apa?"Lama Joan menatap berbagai macam lauk, terlalu banyak yang Dania masak. Wajarlah wanita itu sangat hobi mencoba menu-menu baru."Hm, ayam goreng dan sayur sup saja.""Jona juga mau makan ya?" Joan berusaha menghibur Jona yang masih memasang ekspresi lesu, mungkin bayi kecil itu masih mengumpulkan nyawa.Dania tersenyum tipis menatap Joan yang bahkan sudah memancarkan aura seorang ayah yang baik di matanya."Kamu anggap Jona apa?"tanya Dania dengan suara pelan membuat Kiana langsung menoleh dengan memgeriyitkan keningnya."Anak adopsi,"jawab Joan singkat."Kau menganggapnya sebagai adik?"tanya Dania sekali lagi kini memasang ekspresi datar.Mendengar itu Joan tersenyum tipis lalu mencium lembut kepala Jona."Joan lebih suka memanggilnya putri kecil daripada adik kecil," ucapnya lalu kembali menoleh menatap Dania."Joan … ayo ke KUA sekarang, mama mau kamu jadi menantu mama! Ayo cepat, atau mama bawakan penghulunya kesini. Nanti resepsinya habis wisuda saja,"ucap Da
Alen : bagaimana hubungan mu dengan Joan? Semakin Baik-baik saja, kan?Sebenarnya maksud dari pertanyaan Alen itu adalah sebaliknya, Alen berharap hubungan Kiana dan Joan masih buruk. agar Kiana tidak datang bersamaan dengan Joan, setidaknya ia bisa langsung menuntun Kiana ke area belakang dengan lancar tanpa hambatan. Kiana : Iya sangat baik-baik saja, kami baru belanja dress code untuk di pakai ke pesta ulang tahunmu nanti. Ekspresi Alen berubah drastis, rahangnya mengeras berusaha menahan emosi."Sialan! Bagaimana caranya menghancurkan setan itu!" Alen memecahkan cermin yang ada di kamarnya dengan satu tinjuan, tangannya berubah merah dengan serpihan cermin yang melukai tangan kekarnya.Ia langsung membuang ponselnya dengan kasar, setelah itu melonggarkan kerah bajunya.Beberapa pekerja di rumah Alen hanya bisa menatap penuh ketakutan, tak ada satupun yang berani mendekati lelaki tampan itu yang dalam keadaan emosi meledak-ledak seper
"Mama takut tidur sendirian di rumah kamu,"ucap Kiana memasang ekspresi memelas agar Joan mengasihaninya.Joan menghela nafas dalam-dalam, sebenarnya ia tak mau lagi ada adegan tubuhnya dan Kiana berjarak sangat dekat."Jona belum tidur, mama bisa bawa dia ke kamar Kiana,"tegas Joan penuh harapan, tolong jangan suruh dirinya untuk menggendong tubuh Kiana bak seorang pasutri baru."...."Dania tak merespon, ia berusaha memikirkan sesuatu."jadi Joan tetap pindahkan Kiana?"tanya Joan sekali lagi, jika menunggu Dania selesai berpikir. Malah memakan waktu yang cukup lama dan pasti jawaban wanita paruh baya itu akan tetap sama."Iya, tolong ya?"pinta Dania dengan suara lembut.Joan akhirnya mengalah, hal begitu saja menjadi pikiran berat untuk Dania. Wanita paruh baya itu memang tak berniat untuk mengubah keputusannya jika sudah tepat.Dengan perasaan resah dan detak jantung yang semakin kencang, Joan perla
Joan semakin melebarkan senyumnya, rasa senangnya tak dapat ia utarakan lagi."Baik, bunda bagiamana? Joan lihat bunda sepertinya sangat lelah," Joan memandangi wajah Vera dengan seksama, mata wanita paruh baya itu sedikit berkantung serta tatapannya yang terlihat lesu."Ah tidak, bunda baik-baik saja. Hanya beberapa hari ini ada orang yang seperti mengintai rumah, bunda jadi tidak bisa tidur dengan nyeyak," jelas Vera, ia memang lebih sering tidur sendirian karena ayah Joan yang sering begadang di kantor.Kening Joan berkerut, kini ada rasa tak tenang berada jauh dari kedua orang tuanya."Orang asing? Sudah berapa hari?" Tanya Joan keheranan setelah berita palsu kini teror apa lagi yang di berikan pada kedua orang tuanya. teror yang mungkin mulai membahayakan nyawa. "Sudah 2 harian ini, beberapa orang juga sering iseng memencet bel rumah."tatapan Joan perlahan sayu, kedua alisnya berkerut menatap wajah Vera dari layar ponselnya."Bunda jaga diri ya? Kalau perlu tempatkan pengawalan di
Vera kembali melakukan panggilan telepon, berulang kali wanita itu berusaha agar Joan kembali mengangkat telepon itu."Astaga … sekarang aku harus bagaimana?" Joan menggaruk-garuk kepalanya berusaha berpikir keras.Vera kembali mengirim pesan pada Joan, wanita itu memaksa Joan untuk menjelaskan semuanya dengan sejujur-jujurnya.Vera : Joan, tolong jelaskan pada bunda dengan jujur kamu di mana!? Joan : Joan jelaskan besok ya? Tolong jangan khawatir, Joan tahu batasannya. Tenang saja.Joan menyandarkan tubuhnya ke dinding membayangkan bagaimana bisa anak tunggal seorang konglomerat tiba-tiba menggendong seorang bayi perempuan tanpa seorang istri."Argg!! Bagaimana kalau ayah sampai tahu! Tapi tak apalah, tabungan dari Eyang masih banyak. Tunggu … tabungan dari Eyang sisa berapa ya? Apa itu cukup membeli sebuah rumah besar? Atau beberapa biji mobil sport?" Pikiran Joan kemana-mana, apa anak ini buta? T
"Kami hanya orang desa yang terjebak oleh kemiskinan, anak saya terpaksa membuang putri kecilnya karena tak mampu menerima omongan para tetangga saat pulang ke kampung halaman tanpa membawa suami," nenek tua itu membuat suasana hening.Suaranya terdengar gemetar, bagai penuh tekanan batin. Pandangannya benar-benar meminta untuk di kasihani dan diberi kesempatan."Anak gadis saya di tipu dan di ambil begitu saja keperawanannya tanpa pertanggung jawaban, dan saya yang miskin ini tak mampu membantu anak saya keluar dari masalah yang telah ia tuai sendiri," sambungnya, kini tampak matanya berkaca-kaca saat menatap Hendra.Tatapan mata lelaki itu tampak sendu, wajahnya yang galak tampak mengharu mendengar curhatan isi hati nenek tua itu."Kami orang-orang miskin hanya bisa tertunduk bisu di depan orang-orang kaya yang berkuasa seperti kalian, saya malu menampakkan diri ke depan anda dengan gelar sebagai ibu dari seorang gadis bernama Melati yang dengan kejamnya membuang putri kecilnya send
"Ayah ingin orang bodoh yang memimpin perusahaan besar itu?" Ucap Joan dengan nada ketus, melayangkan tatapan dingin kearah Hendra.ucapan Hendra malah terasa menghardik dirinya, lelaki tampan itu tak ingin memimpin sebuah perusahaan dengan otak kosong, ia tak ingin malah tangan kanannya nanti yang lebih tahu tentang perusahaan."Kau sudah layak Joan, tidak kau lihat puluhan pialamu yang terpajang di ruang prestasi? Itu sudah cukup membuat ayah bangga kau dalam dunia pendidikan," tegas Hendra dengan penekanan."sekarang ayah ingin kau mengukir kemampuanku dalam dunia bisnis, hanya kamu yang bisa memimpin. ayah tidak bisa mempercayai orang lain selain putra ayah sendiri," sambungnya dengan salah satu tangan mengelus lembut punggung Joan."Ayah tidak bisa hanya mengambil satu pandangan saja, setiap orang berhak memilih," Joan menimpal dengan nada ketus sama menekannya seperti Hendra."Lagi pula itu hanyalah piala dalam bidang olahraga.""Namun setiap orang tua tak ada yang mau anaknya m
"Anak ini gila!? Banyak sekali pembalut yang ia beli, obat pereda? Untukku?" Kiana memandangi beberapa kotak obat pereda nyeri untuk wanita menstruasi, gadis itu cukup terkejut Joan membeli itu untuknya."Kenapa dia begitu peka akhir-akhir ini? Apa ada yang salah?"Kiana bergumam sendiri, mematung masih menatap kotak obat itu merasa tersipu malu sekaligus keheranan.Memang akhir-akhir ini Joan terlihat seperti suami siap siaga, apa ia sedang berlatih sebelum mendapatkan gelar itu?"Kiana … hey … apa semua yang ku beli benar? Buka pintunya," suara Joan dari luar terdengar seperti sedang berbisik, lelaki tampan itu menempelkan mulutnya di celah pintu agar Kiana dapat mendengarnya.malu rasanya jika Hendra dan Vera melihat kebucinannya pada Kiana, rasanya pasti akan terasa canggung."Ya, ada apa?" Kiana segera mendekat ke arah pintu, ia tak langsung membukakan pintu untuk lelaki tampan itu karena takut kewarasannya kembali hilang.tahu sendiri Joan kalau sudah tak bersama Jona atau Kiana
"Pak, ini semua barang permintaan anda," pegawai lelaki itu muncul dengan troli yang sudah full, melayangkan senyuman bahagia ke arah Joan.Joan sudah ia tandai sebagai pembeli VIP, lelaki tampan itu jika berbelanja sendirian selalu menghabiskan jutaan rupiah, entah memang ia bodoh atau tak tahu hidup di dunia dengan baik."Oh, sudah? Selamat tinggal, semangat bekerja Pak wartawan," Joan berlenggang meninggalkan kumpulan wartawan itu, tak lagi menjawab pertanyaan yang lebih dulu mereka lontarkan.padahal dirinyanya yang wartawan itu pusingkan, sudah beberapa kali mereka mencoba masuk ke dalam komplek perumahan lelaki tampan itu namun sudah di blokir untuk kedamaian."Wah, saya baru kali Ini melihat seorang lelaki membeli pembalut wanita sebanyak itu ….""Eh, tunggu! Bukannya dia bujangan yang baru saja mengadopsi seorang anak? Apa dia ingin mencari istri kedua dan meninggalkan anak dan istri pertamanya? Tidak heran, gayanya saja seperti itu. Padahal di balik maskernya terdapat wajah y
"Wah, hidup orang-orang berada nikmat sekali ya, semua orang yang ada di dunia ini bisa menjadi pesuruhnya," pria itu mematung sesaat memandangi punggung Joan yang mulai menjauh, ia melamun membayangkan sedang berada di posisi lelaki tampan itu.siapa yang tidak ingin hidup di kelilingi oleh harta dan di kejar-kejar oleh uang? sekali menjadi model saja uang sudah mengalir deras ke dalam black card-nya."Bukan nikmat lagi, sudah di atas level nikmat. Tapi di lihat-lihat wajahnya tak asing, seperti sering di lihat namun siapa?" Wanita itu kembali menimpal seraya tersenyum tipis ikut memandangi postur tubuh Joan yang benar-benar kriteria sejuta umat wanita."Hm, biasalah orang kaya memang begitu, vibesnya semuanya hampir sama. Jangan lupakan kata-kata singkatnya yang menusuk hingga ke ginjal," ucap pria itu dengan helaan nafas panjang, menggeleng pelan merasa posisi Joan adalah langit cerah yang sulit tergapai.semua orang pasti akan bermimpi tampil menjadi orang yang di hormati seperti
"Lihatlah ayah, bayi ini lucu sekali," bagai terhipnotis, Vera langsung mengelus lembut kepala Joan dengan haru. Tampak sangat excited ingin menggendong bayi kecil itu, raut wajahnya tampak begitu bahagia melihat keberadaan Jona dalam dekapan Kiana.."Dimana Joan? Anak itu tak ada lelahnya membuat saya pusing!" Berbeda dengan respon Vera, Hendra malah tampak sangat mendidih. ia sangat tak Abar bertemu dengan putra semata wayangnya penerus perusahaan besar keluarga. Kemarahannya tak dapat di redam oleh apapun, sepertinya kali ini ia benar-benar murka."Silahkan masuk kedalam, beberapa hari ini banyak wartawan yang meliput di sekitar sini," Kiana mempersilahkan keduanya untuk masuk, takut jika tiba-tiba ada wartawan yang malah menyorot dari sudut pandang yang berbeda.Vera tampak terkejut menatap tiap sudut rumah itu."terawat ya, bunda pikir akan jadi rumah angker atau gudang. Sudah berapa hari kamu menginap di sini?""Sudah … 2 Minggu lebih mungkin, Kiana tidak ingat," ucap Kiana deng
"Saya tahu kamu mulai tergila-gila dengan ketampanan saya, tapi untuk saat ini kita harus serius, okey? Kamu bisa paham, kan?" Alen berusaha menahan rasa malunya karena tersipu oleh ucapan gadis itu."Baru sedikit bumbu centil sudah terpancing," gerutu Alexa, padahal ia sendirilah yang terus memancing. Mengapa jadi kesal sendiri dengan respon Alen?"Baiklah, jelaskan semuanya dengan sejelas-jelas mungkin. Aku akan mendengarkannya, sayang …," gadis ini memang gila, jika saja Alen menggubrisnya dengan serius mana berani ia berucap demikian.Gadis itu tidak tahu saja seobsesi apa Alen pada tubuh seorang wanita, terkhusus dengan hasratnya pada Kiana."Kita akan memata-matai keduanya dari jarak jauh, kita mendekat pada mereka hanya untuk mengambil gambar yang mungkin bisa menjadi masalah," Alen kembali menekankan, mengambil keputusan sesuka hati. ya, kita tahu, dialah yang berkuasa di sana."Hm, terus …?" Alexa semakin memancing, memasang senyuman manis bak seorang istri yang menunggu untu
"Yah! Untuk hal itu akan segera kita lakukan, saya hanya perlu membujuk anak gadis saya untuk bersiap-siap menjadi seorang istri," ucap Rifky dengan senyum getir, ia benar-benar takut mengucapkan kata yang mungkin menyinggung hati lelaki yang ada di hadapannya.kekuasaan lelaki tampan itu sungguh melambung jauh dari Rifky.Rifky berperilaku seolah sangat akrab dengan lelaki tampan itu, padahal harga dirinya tengah di pertaruhkan. Dania sama sekali tidak mengetahui jika suaminya dalam tindasan pemaksaan karena hutang piutang yang berakar.Ya! Hutang, Rifky sempat berhutang pada perusahaan lelaki itu dengan jumlah yang sangat besar untuk menutupi kerugian yang membuat perusahaannya hampir bangkrut.selama ini ia tak pernah bercerita Lika liku perusahaan mereka pada kedua wanita yang sangat ia cintai, betapa kecewanya Dania jika tahu perusahaan turun temurun milik kedua orang tuanya yang di gabung oleh perusahaan Rifky jatuh bangkrut begitu saja."Ingat! Saya tidak akan tinggal diam jika
Joan segera berlari kecil menuju Kiana yang tampak sudah keberatan menggendong Jona. gadis itu sudah seperti seorang ibu muda.keduanya mendapati pintu dalam keadaan terkunci, dalam pikiran mereka harusnya ada Alexa di dalam."Pintunya di kunci? Apa gadis itu sedang tak ada di rumah?" Joan kembali mengambil ponselnya bertujuan untuk menanyakan kunci rumah pada Alexa yang mungkin ada di dalam namun tak tahu keduanya ada di depan pintu.Alexa: Alen, kunci rumah ada di pot sebelah kanan.Pesan lama dari Alexa baru saja di baca oleh Joan, lelaki tampan itu cukup terkejut. Namun di akhir senyum tipis terukir di bibirnya.Kiana menatap Joan dengan heran."Mengapa hanya tersenyum? Apa Alexa ada di dalam?" Joan masih terus menatap layar ponselnya, tatapan matanya tampak serius penuk seksama membaca tiap pesan Alexa.Joan lalu mendongak dengan mata berbinar dan senyum bahagia."Dia sudah pulang."Kiana melongo mendengar ucapan Joan, bibirnya terkatup masih tak paham."Pulang? Pulang ke Australia m