Dengan rasa kesal yang masih dirasakan oleh Nadia, Nadia terus saja memasak. Sedangkan Sherina juga masih menunggu masakannya benar-benar matang, perut Sherina sebenarnya sudah mulai keroncongan. Namun dia menahannya, dan bersabar menunggu masakan siap untuk dihidangkan.
"Makanan siap!" ucap Nadia saat masakannya sudah benar-benar matang.
"Akhirnya, bisa makan juga," ucap Sherina.
Mereka berdua pun menyajikan masakan mereka di atas meja makan, setelah semua tertata rapi, Sherina mengajak ayahnya untuk ikut bergabung dengan mereka. Sherina berjalan menuju ke kamar Marvel, dan berkata.
"Ayah, ayo! Makan bersama."
Lagi-lagi Marvel tidak menjawab Sherina, Marvel memilih untuk tetap fokus di depan laptopnya. Sherina yang melihat ayahnya masih sibuk, dia memutuskan untuk kembali ke meja makan.
"Dimana, ayah?" tanya Nadia.
"Ayah masih sibuk dengan laptopnya, Bu," jawab Sherina.
"Ya sudah, kita makan berdua saja. Nanti kalau ayah lapar
Sudah hampir tiga hari Nadia dan Marvel saling diam dan tidak mau berbicara, meskipun serumah mereka bagaikan orang asing yang tidak saling kenal. Seolah-olah ada perang dingin antara ke duanya, Nadia yang belajar untuk teguh dengan pendiriannya. Sedangkan Marvel juga tidak bisa menurunkan egonya, mereka berdua terkadang kesulitan saat mereka bertatap muka. Terasa ada hal yang aneh, canggung dan lain sebagainya."Bu, Ibu lagi marahan sama ayah?" tanya Sherina."Tidak, Sherina. Ibu dan ayah baik-baik saja, memang kenapa?" tanya Nadia."Kelihatannya, ayah dan Ibu lagi marahan. Buktinya, sudah lama aku tidak melihat ayah dan Ibu bertegur sapa," jawab Sherina."Itu mungkin firasatmu saja," ucap Nadia sembari mengelus-elus rambut Sherina yang lagi tiduran di pangkuannya."Mungkin saja, Ibu. Tapi aku berpikir sepertinya ayah dan Ibu sudah lama tidak bertegur sapa," lirih Sherina."Kamu tidak perlu memikirkan semuanya, Sherina. Ibu dan ayah h
"Ayo! Cepat, Bu! Ibu harus tidur bersama Ayah." Sherina menarik tangan Nadia ke depan pintu kamar Marvel. "Sini, Ayah!" Panggil Sherina saat Marvel berada tepat di belakangnya. "Makan malam kita kan, sudah. Jadi sudah waktunya untuk tidur, tapi Sherina benar-benar ingin Ayah dan Ibu bisa tidur sekamar seperti Bu Bela dan Ayah dulu," ucap Sherina dengan penuh harapan. Sedangkan Nadia dan Marvel hanya diam mematung, tanpa berkata sepatah kata apapun. "Ayah dan Ibu kenapa diam saja? Kalau kalian diam, berati kalian setuju, kan?" tanya Sherina. Namun tetap saja, Marvel dan Nadia masih saling menatap dan tidak tahu harus berbuat apa. "Kalau kalian tidak mau, aku ngambek nih!" kata Sherina. Dengan sangat terpaksa, Nadia dan Marvel menganggukkan kepalanya dan menyetujui permintaan Sherina. "Asik...." Sherina melompat-lompat kegirangan, lantas dia mendorong Marvel dan Nadia masuk ke dalam kamar Marvel dan segera menutup pintunya. Sherina berlalu
"Aku hanya menjalankan tugasku, sebab aku sendiri juga merasakan kehilangan seorang ibu. Itupun aku tidak mungkin bisa bertemu dengannya lagi, karena duniaku dan dunia ibuku sudah berbeda," ujar Nadia haru. "Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuat mu teringat akan ibumu," ucap Marvel dengan wajah yang bersimpati. Mereka berdua semakin akrab dan saling berbagi cerita, seakan mereka menjadi seorang sahabat sekarang. "Aku mau tanya boleh?" tanya Nadia. "Tanya apa?" jawab Marvel. "Tapi, kamu tidak boleh marah ya!" ujar Nadia. "Iya." Nadia masih berpikir kembali, bagaimana cara menanyakan hal pribadi tentang Marvel dan juga Bela. Tanpa harus memicu kemarahan Marvel, Nadia juga tidak ingin bertengkar dengannya. "Kamu mau tanya apa?" tanya Marvel. "Tidak jadi," jawab Nadia. Nadia mengurungkan niatnya untuk menanyakan tentang masa lalu Marvel, dia juga teringat bahwa sebelumnya dia sudah pernah menanyakann
"Pagi, Ayah, Ibu!" sapa Sherina saat dia melihat Marvel dan Nadia di meja makan. "Pagi!" jawab Nadia dan Marvel bersama-sama. "Tumben, sudah bangun jam segini!" tanya Nadia. "Iya, Bu. Aku penasaran melihat Ayah dan Ibu," jawab Sherina. Nadia dan Marvel melongo, mereka belum paham maksud perkataan Sherina. "Maksudnya?" tanya Nadia saat dia tidak mendapatkan jawaban. "Iya, aku penasaran sama wajah Ayah dan Ibu yang bahagia. Tadi malam kan, Ayah dan Ibu tidur berdua di kamar," jawab Sherina. "Kamu masih kecil, Sherina. Tidak pantas kalau kamu berbicara seperti itu," ucap Marvel. "Tapi memang benar, Ayah. Soalnya Sherina sendiri bahagia, bahkan aku tidurnya tidak nyenyak. Nanti malam, aku ingin tidur bersama Ayah dan Ibu," ucap Sherina. Nadia dan Marvel kembali tertegun, permintaan Sherina semakin ke sini semakin aneh-aneh saja. "Boleh kan, Ayah!?" rengek Sherina. Tidak ada yang dapat dilakukan
"Sudah dari tadi, Ustadz?" tanya Nadia saat dia sampai di ruang tamu. "Baru saja sampai, aku ke sini pagi-pagi karena Marvel yang menyuruhku. Katanya agar Sherina lebih mendapatkan pelajaran yang lebih, kemarin-kemarin juga sudah libur," jelas Zacky. "Oh ya! Ustadz, silahkan duduk dulu ustadz. Mau minum apa? Mbak Bela juga mau minum apa? Juz atau teh?" tanya Nadia. "Tidak usah repot-repot, Nadia. Aku bisa mengambilnya sendiri kalau nanti aku haus," jawab Bela. "Kalau aku seperti biasanya saja," ucap Zacky. "Baiklah ustadz, Mbak," Nadia bergegas pergi ke dapur dan membuat minuman untuk Zacky, sedangkan Bela juga mengikuti Nadia dari belakang. "Pasti seru ya! Marvel mengajari masak? Jujur resep yang diajarkan kepadamu itu adalah resep yang pernah aku ajarkan kepadanya." Jelas Bela. Nadia terdiam, dia berpikir lebih dalam lagi. Apa sebenarnya tujuan dari Bela berbicara seperti itu, apa mungkin dia itu cemburu kepadanya? "O
Bela mengajak Sherina keliling rumah, mereka berlalu pergi dari hadapan Nadia. Kini Nadia hanya bisa duduk sembari berpikir tentang bisikan Bela, dia tidak menyangka bahwa Bela akan mengatakan hal itu padanya. 'Apa mungkin sebaiknya aku terus terang saja, bahwa sebenarnya aku dan Marvel tidak melakukan hal apapun. Akan tetapi, apa hak dia? Dia kan, sudah lama menjadi mantan istri Marvel. Namun hatiku tidak bisa berbohong, bahwa aku simpati padanya,' gumam Nadia dengan perasaannya yang sedang dilema. Nadia pun membersihkan rumah, dia mencoba mengalihkan pikiran yang ada dengan kesibukan seperti biasanya. Daripada dia harus tertekan batinnya, karena terlalu memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu dia pikirkan. "Kring, Kring." Bunyi telepon rumah. Nadia buru-buru mengangkat telepon yang berbunyi, dia mengabaikan semua pekerjaan rumahnya dan segera mengambil gagang telepon. "Halo! Nadia!" Terdengar suara yang sudah tidak asing ditelinga Nadia.
Bela masih terus mengelus-elus rambutnya Sherina, sehingga dia tertidur pulas kembali. Sherina sangat menikmati belaian kasih sayang dari Bela. "Kamu tidak lihat! Betapa Sherina suka dan nyaman jika dia berada di pangkuanku?" kata Bela. "Iya, Mbak." Senyuman Nadia mengiringi ucapannya kepada Bela. "Apa kamu tidak berpikir! Untuk menyerah saja, dan kamu akui semua perbuatanmu yang tidak baik itu! Tidak usah sok alim begitu? Aku tahu isi hatimu yang ternyata busuk!" hardik Bela. "Maksud Mbak, apa? Aku tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Mbak, apa Mbak gak salah?" tanya Nadia. "Kamu gayanya saja berhijab, tapi kelakuanmu sangat memalukan." Pembicaraan Bela kepadanya tidak bisa dia pahami, karena memang Nadia tidak merasa berbuat salah apa-apa. Nadia kembali terdiam dan berpikir, apa yang sebenarnya terjadi. "Mbak, jangan menuduhku. Aku kenal sama Mbak saja baru kemarin, kenapa bisa aku yang Mbak salahkan?" tanya Na
Makan malam sudah selesai disiapkan oleh Nadia, semuanya telah tertata rapi di atas meja. Sherina dan Bela langsung menyantap masakan yang dimasak oleh Nadia, tanpa berbicara kepadanya. Makin ke sini, Bela semakin tidak tahu diri. Dia bertindak seolah-olah rumah itu masih rumahnya saat dia masih berstatus sebagai istri Marvel. Nadia tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan juga terus memperhatikan gerak-gerik dari Bela. "Nanti malam Ibu kan, menginap di rumah ini. Ibu tidur dimana?" tanya Bela. "Tidur sama aku, Bu. Aku sudah lama tidak tidur dibarengi oleh Ibu, aku rindu," jawab Sherina. "Iya, Ibu juga rindu. Sekarang Sherina harus perbanyak makannya, ya. Agar cepat tumbuh besar." Bela menyuapi Sherina dengan penuh kasih sayang. "Nadia, nanti kamu bereskan meja makan ini! Karena Marvel tidak suka hal-hal yang berantakan," perintah Bela. "Tidak usah dikasih tahu pun, aku tahu Mbak," jawab Nadia. Mendengar jawaban dari Nadia, Bel
Zacky merasa senang karena Nadia akhirnya mendapatkan surat cerai juga, itu tandanya wanita itu bisa didekati dan mungkin dinikahi.Setelah mengucapkan terima kasih pada tukang pos, Nadia masuk ke rumah dengan keadaan lemas. Sedangkan Zacky pamit pulang karena tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang tengah dirasakan. "Ternyata aku resmi juga bercerai, kenapa aku jadi sedih begini? Apakah aku merasa kehilangan?" pikir Nadia merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Selanjutnya, dia berusaha untuk membuat dirinya sibuk agar bisa melupakan masa lalu serta bisa fokus dengan cita-cita yang diinginkan. Lain hal dengan Marvel yang masih sibuk mencari keberadaan Nadia. "Mas ngapain masih mencari keberadaan Nadia, Mas? Sudah jelas dia pergi tanpa pamit, sekarang ada surat gugatan cerai darinya." Bella memberikan sebuah surat pada sang Suami. "Aku tidak percaya Nadia akan menggugat cerai, Bella. Semua ini pasti hanya akal-akalan kamu saja 'kan?" hardik Marvel dengan sorot mata tajam."Sudah
Nadia pergi sejauh mungkin, meskipun tidak tahu harus ke mana. Tanpa membawa uang sepeser pun. Di perjalanan, dia bertemu dengan Zacky dan memberikan pertolongan."Kamu gak usah sungkan, Nadia. Aku membantumu dengan ikhlas, tidak mengharap apa pun," kata Zacky memaksa.Awalnya Nadia enggan menerima lima lembaran uang kertas berwarna merah yang diberikan Zacky. Namun, saat dia teringat kalau sedang butuh. Wanita itu pun menerimanya."Aku akan menerimanya, tapi semua ini aku anggap sebagai hutang. Sudah pasti, nanti aku bayar ketika aku memiliki pekerjaan dan gaji," kata Nadia menerima uang tersebut."Iya, terserah kamu saja. Yang terpenting, gunakan yang ini sebaik mungkin. Aku yakin, kamu pasti membutuhkannya." Mustahil jika Zacky melakukan semua tanpa pamrih, pria itu memang memiliki perasaan pada Nadia. Namun, tidak berani mengungkapkan karena mengetahui Nadia adalah istri dari temannya. Tidak ingin terlalu berlarut dalam perasaan yang dimiliki, Zacky memilih untuk pergi. "Alhamdul
Kepergian Bella tidak dicegah Marvel, membiarkan sang istri yang hamil pergi dari rumah. "Kenapa gak dikejar, Mas?" tanya Nadia meskipun ragu dan sedikit takut."Biarkan saja, nanti juga dia pasti kembali. Lebih baik, semua makanan ini diberikan kepada tetangga agar tidak mubazir begitu saja." Marvel memerintah. Nadia langsung membawa makanan yang sudah terbungkus untuk diberikan kepada para tetangganya. Siapa sangka, ketika dia membagikan makanan itu. Sebuah nyinyiran yang diterima oleh wanita berjilbab itu. Lagi-lagi dihina karena belum hamil, dikatakan mandul. Ada juga yang mengatakan kalau Nadia cuma wanita tidak tahu diri dan perebut suami orang. Betapa sakit hati Nadia, hingga dia pulang dengan deraian air mata."Kamu kenapa nangis? Siapa yang sudah menyakitimu?" tanya Marvel tidak terima melihat sang Istri menangis."Mas, apakah kamu tidak ingin melepaskanku saja? Aku rasa, mbak Bella lebih membutuhkan Mas dari pada aku," ucap Nadia memberanikan diri. Dia sudah tidak sanggup
Pria mana yang tidak marah melihat istrinya digoda serta dirayu oleh teman sendiri, bahkan di depan mata. Jadi, emosi Marvel benar-benar meluap. Dia dengan cepat mengusir semua rekan kerja yang sudah mempermalukan Nadia."Aku undang kalian ke sini untuk merasakan apa yang aku rasakan, untuk tasyakuran bayi dalam kandungan istriku. Namun, apa yang kalian lakukan? Kalian tidak memiliki hati! Kenapa harus merayu istriku?" cecar Marvel penuh amarah."Salah sendiri punya istri dua. Bahkan aku mengira, wanita ini bukan wanita yang baik. Hanya menutup kegenitannya di balik kerudung saja. Makanya, aku suka mengganggunya." Farrel angkat bicara."Yang dikatakan Farrel benar. Kalau dia wanita yang baik, tidak mungkin mau jadi istri kedua," imbuh Tegar. Hinaan kembali diterima oleh Nadia, tapi wanita itu cuma bisa tertunduk malu tanpa perlawanan. Yang membelanya saat ini hanyalah Marvel. Sebuah tinju langsung mendarat pada pipi kedua rekan kerjanya yang paling menggebu-gebu menghina Nadia."Kel
Nadia sudah siap dengan pakaian yang sudah dibelikan Marvel sebelumnya. Pun Bella yang terlihat lebih cantik dari biasanya karena ada riasan tipis di wajah. Sherina tidak kalah manis, gadis kecil itu ternyata sudah mengenakan pakaian rapi. Namun, Marvel belum juga membersihkan diri dan masih bau keringat. "Kalian semua duduk dulu ya, aku mau siap-siap dulu!" pamit Marvel kepada semua rekan kerjanya."Wih, memang suami idaman. Untuk acara empat bulanan sang Istri saja mau repot-repot membantu di dapur," ledek salah satu rekan kerja bernama Ricko."Sebagai suami, memang sepantasnya begitu 'kan?" Marvel menyeringai. Kemudian, berlalu pergi untuk masuk ke kamar. Ketika langkah kakinya hendak masuk ke tempat beristirahat, Bella datang menghampiri. "Apa aku temui mereka sekarang juga, Mas?" tanya Bella dengan mengulum senyumnya."Gak usah, kamu nanti keluar sama aku saja. Sekarang, biarkan Nadia yang mengurus semuanya." Marvel tidak ingin Bella capek, jadi meminta istri pertama untuk sant
Di rumah lagi gak ada orang, hanya ada Bella seorang diri. Wajar saja kalau hati suasana hati menjadi tidak tenang. Dia semakin risau mengingat sang suami lebih memilih untuk bersama dengan madu dibandingkan dengannya."Sudah tahu aku sedang hamil, tapi mereka malah asik pergi bersama. Seolah-olah aku tidak pernah ada di rumah ini." Bella bermonolog dengan air muka yang kesal. Dia memilih untuk berselancar di sosial media, melihat konten yang ada. "Lihat saja nanti, kalau mereka tetap bersikap begini. Akan aku viralin saja si Nadia sebagai wanita yang suka merebut suami orang!" Ucapan Bella memang sering ngelantur sejak Nadia dan Marvel semakin dekat seperti perangko. Dia sudah memastikan, kalau sang suami pasti sudah mengutarakan isi hatinya.Tepat ketika menunggu hingga satu jam, suara canda tawa terdengar bersamaan dengan bunyi pintu rumah terbuka. Wanita yang saat ini sedang mengenakan daster berusaha untuk tidak peduli, masih fokus dengan gagdet yang ada dalam genggaman tanganny
Nadia mengurus Bella dengan baik, memberikan sebuah perhatian dan juga cinta kepada wanita yang sudah menjadi madunya serta bayi yang ada dalam kandungan Bella."Mbak, kalau butuh apa-apa, jangan lupa panggil aku. Aku mau menemani Sherina bermain dulu," pamit Nadia karena Bella yang terlihat santai duduk sembari menonton televisi."Kamu jangan pergi dulu! Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu." Bella mencegah kepergian Nadia."Mau bicara apa, Mbak?" tanya Nadia sembari membenarkan posisi jilbabnya."Kenapa kamu mau berbuat baik padaku, sedangkan aku sudah berbuat jahat padamu." Bella menuntut sebuah alasan kebaikan Nadia."Karena aku sayang sama keluarga ini, Mbak. Juga Mbak." Nadia menjawab singkat."Itu artinya, kamu juga mencintai suamiku?" cetus Bella."Suami Mbak 'kan, suamiku juga." Nadia menjelaskan."Oh! Jadi, kamu sudah mencintai mas Marvel juga sekarang?" Bella bertanya penuh selidik."Enggak gitu maksudku, Mbak." Nadia berusaha menjelaskan, tapi tetap saja Bella tidak mau
Nadia pulang dengan mengucapkan ojek yang sedang mangkal di sekitar rumah sakit, dia pun pulang dengan selamat dan masuk ke rumah Marvel.Dengan langkah ragu, dia terus berjalan dan membuka pintu. "Dari mana saja kamu? Bukannya di rumah, malah keluyuran," ucap Marvel yang memang sengaja menunggu kepulangan Nadia."Maaf, Mas. Aku tadi menghadiri acara reuni," sahut Nadia dengan wajah tertunduk malu serta ketakutan yang luar biasa."Reuni? Kamu yakin itu reuni? Kamu sudah pintar mencari-cari alasan sekarang ya! Padahal, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu lagi berboncengan dengan Zacky. Ternyata memang benar, kamu dan dia main belakang!" cetus Marvel."Aku boncengan sama dia cuma kebetulan saja, Mas." Nadia berusaha untuk menjelaskan."Kebetulan katamu? Aku tidak percaya, jangan-jangan ... kamu gak mengangkat teleponku juga karena lagi sibuk bersamanya, ya 'kan?" tuduh Marvel."Aku dan dia benar-benar tidak ada hubungan, Mas. Aku berani bersumpah, Mas." Nadia berusaha u
Nadia terlihat bahagia karena bertemu teman lama, teman semasa SMA. Saking senangnya, bahkan wanita itu tidak menghiraukan handphone yang terus berbunyi. Dia memilih untuk tidak mengangkat karena kemungkinan hanya akan menimbulkan permasalahan lagi."Kamu kegiatannya apa sekarang?" tanya Cinta yang merupakan salah satu teman Nadia."Aku sibuk kuliah saja." Nadia menjawab singkat. Tidak banyak yang dibicarakan oleh wanita yang merupakan istri kedua Marvel. Semua ditutupi secara rapat karena tidak ingin ada yang tahu tentang kehidupan yang dijalani. Kedekatan mereka masih terlihat jelas meskipun banyak yang datang membawa keluarga, tapi tidak membuat Nadia merasa iri atau apa pun itu. Bahkan, meskipun sama sesama temannya diledek. "Kenapa di umur segini kamu masih betah sendiri? Padahal kita semua sudah punya anak, bahkan ada yang punya tiga." Galang berbicara dengan nada suara yang keras."Iya, aku masih sibuk dengan kuliah," ucap Nadia yang sebenarnya mencari-cari alasan. Mereka me