Sira, a young girl who has just graduated from high school, is forced to accept the consequences of her adoptive father Mario's actions. Previously, Sira was always tortured by her adoptive family and treated as a slave. But after escaping from Mario's family, Sira is trapped in the life of a ruthless Billionaire named Damian Tomhill. Sira had to bear all the actions of Mario who had taken away Tomhill's company money. Damian made Sira’s life instantly change, the girl was even more tormented because she was deliberately raped by the Billionaire. Sira tries to avoid the life of Damian who is the heir to one of the largest companies in the world. But Sira’s pregnancy makes the girl even more involved in the Billionaire's life. During that time Sira tried to find out who her biological parents were. It turns out that Sira’s biological parents are friends of Damian’s parents. So, what decision should Joy make next? Whether to stay with Damian, or just choose to leave.
View More"Ugh!" Suara lenguhan panjang terdengar memenuhi ruang kamar saat Andi menyelesaikan permainannya.
"Enak," ucap Andi, merasakan nikmat yang tiada tara. Namun berbeda dengan Febby yang tidak merasakan klimaks sama sekali. Wajahnya menyiratkan kekecewaan mendalam. "Sudah keluar Mas? Kok cepet banget, ngga sampai satu menit. Perasaan baru masuk." Febby mengeluh sambil menghela napas panjang. Sudah sering dia mengatakan kalau dia tidak pernah puas dengan permainan suaminya. Dia juga tidak pernah merasa ada yang keluar dari bagian inti tubuh, yang menandakan dia belum mencapai puncak. Namun Andi seolah masa bodo. Yang penting nafsunya tersalurkan. "Aku lelah. Tadi itu aku udah berusaha untuk lama, tapi malah keluarnya cepet." Selesai melampiaskan hasrat, Andi berbaring di sebelah istrinya tanpa merasa bersalah sama sekali. Raut kesal dan kecewa terlihat jelas di wajah Febby, yang selama dua tahun menjadi istri sah Andi. Selama dua tahun itu dia tidak pernah merasakan klimaks saat berhubungan dengan suaminya. Kenikmatan hanya dirasakan oleh Andi, bahkan Andi tidak pernah membuatnya nyaman di atas ranjang. Andi juga kurang perhatian, hanya memikirkan diri sendiri. Pernikahan dua tahun terasa semakin hambar bagi Febby. Namun tidak ada yang bisa dilakukan. Toh Febby yang memilih laki-laki itu menjadi suaminya dan mereka sedang menjalani program kehamilan. Ya, Andi dan Febby sudah didesak oleh kedua orang tua mereka agar secepatnya memiliki anak, tetapi sampai detik ini tidak ada tanda-tanda Febby mengandung buah cinta mereka. "Kamu mau langsung tidur Mas?" tanya Febby pada suaminya yang baru saja pulang kerja dan meminta dilayani. Selesai dilayani, Andi berbaring di ranjang sambil memejamkan mata. "Iya, aku ngantuk. Kamu masak makan malam aja dulu. Kalau udah mateng semua, bangunin." Febby menghela napas panjang, turun dari ranjang lalu memakai pakaian satu per satu. Matanya melirik Andi yang terlelap, padahal baru saja kepala suaminya itu bersandar ke atas bantal. Tidak ada ucapan terima kasih. I love you. Atau gombalan yang keluar dari mulut Andi, membuat Febby merasa tidak dicintai sama sekali. "Mandi dulu dong Mas, masa langsung tidur." "Hem," sahut Andi datar. Selesai memakai pakaian, Febby melangkah mendekati pintu lalu keluar. Sedangkan Andi sudah jauh mengarungi mimpi. Langkah kaki Febby dihentikan oleh ibu mertua di ambang pintu dapur. Wanita paruh baya itu menatap wajah menantunya yang lesu sambil mengerutkan kening. "Kamu kenapa, Feb?" "Ngga apa-apa Bu," jawab Febby, pelan, melanjutkan langkah kakinya mendekati kulkas. Ratih mengikuti Febby ke dapur, membantu menantunya menyiapkan bahan makanan. Sejak kemarin wanita paruh baya itu menginap di rumah kontrakan dua kamar tersebut. Satu bangunan rumah yang baru dua bulan ditempati itu berada di komplek perumahan Melati. Rencananya Andi ingin mencicil rumah yang mereka tempati sekarang agar tidak bayar kontrakan lagi. "Suami kamu mana, Feb?" tanya Ratih. "Mas Andi tidur Bu. Katanya capek," jawab Febby seraya mengeluarkan bahan makanan dari dalam kulkas dua pintu. Beberapa jenis sayur dan ikan segar dia letakan di dekat wastafel untuk dibersihkan. "Kamu udah konsultasi lagi ke Dokter Kandungan?" tanya Ratih pada menantunya. "Udah Bu, katanya aku sama Mas Andi harus sering minum vitamin biar subur. Aku udah dikasih resep vitamin itu. Semoga aja ada kabar baik bulan depan." "Amin," ucap Ratih. "Selain berkonsultasi ke Dokter, kamu juga harus pergi ke Dukun beranak. Atau ke mana kek. Biar kamu cepet isi." "Udah Bu, tapi emang dasarnya belum dikasih aja. Kalau memang belum rejekinya, ya mau gimana lagi." "Kalau gitu, coba kamu konsultasi ke Dokter lain. Misalnya ke Dokter Dirga. Dia sepupunya Andi. Siapa tahu dia bisa bantu kalian. Kasih saran apa untuk membantu mempercepat kehamilan kamu." Febby terdiam. Sebenarnya sudah beberapa kali mereka gonta-ganti dokter, tetapi tidak ada perubahan sama sekali. Beberapa dokter juga menyarankan untuk memeriksa kesuburan satu sama lain, namun Andi selalu menolak dan mengatakan kalau dia sehat. Sementara, selama berhubungan Febby tidak pernah merasa puas. Bahkan durasinya hanya sebentar, tidak sampai tiga menit langsung crott. "Lebih baik kamu coba dulu saran Ibu," ucap Ratih yang selalu mendesak Febby agar cepat hamil. Andai kehamilan bisa dibeli, Febby akan membelinya agar bisa secepatnya memberi gelar ayah pada sang suami. "Kalau kamu ragu, mending komunikasikan dulu sama Andi. Biar kalian lebih yakin. Ibu sih percaya sama Dokter Dirga. Banyak kok pasien dia yang berhasil hamil." Febby menghela napas panjang. "Nanti aku coba bicarakan sama Mas Andi. Kalau dia mau, besok aku dan Mas Andi ke tempat praktek Dokter itu." Ratih tersenyum, "Nanti alamatnya Ibu kasih ke kamu. Kamu dan Andi langsung ke sana aja. Nanti Ibu bikin janji biar kalian ngga antri." "Iya Bu, makasih." Saat sedang berbincang, Andi datang mendekati kedua wanita di dapur. Pria yang memiliki tinggi 170cm itu duduk di depan meja makan dengan lesu. "Bikinin aku kopi," katanya memerintah Febby. "Tunggu sebentar Mas. Aku lagi masak." "Ck! Aku maunya sekarang!" Andi mengeraskan suaranya, membuat Febby terhenyak kaget. Ratih dan Febby saling tatap, Ibu mertuanya itu memutar bola mata meminta Febby menurut saja. "Biasa aja dong Mas, jangan marah begitu," sahut Febby kesal. "Kamu ini. Suami minta kopi malah nanti-nanti. Utamakan melayani suami dulu, baru yang lain! Gimana sih!" cecar Andi memarahi Febby. Ratih hanya diam, tak membela menantunya ataupun menasehati Andi. Baginya pemandangan seperti itu sudah biasa terjadi. Dia pun mengalami di rumah. "Sabar Mas." Terpaksa Febby menunda masakannya dan membuat kopi untuk Andi yang sudah tidak sabar. Dengan perasaan kesal, Febby meletakkan kopi hitam pesanan suaminya ke atas meja. "Mau apa lagi Mas? Sekalian aja, aku mau masak." Andi melotot, menatap istrinya seperti ingin menelan hidup-hidup. "Kamu ngga iklhas?" "Bukan ngga ikhlas Mas, aku kan cuma nanya sama kamu. Kamu mau apa lagi? Biar aku ambilin sekalian." "Ngga ada, aku cuma mau kopi." "Ya udah," sahut Febby pelan. Ia kembali melanjutkan memasak makan malam, meski perasaannya kesal. Sikap dingin Andi sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Tanpa alasan yang jelas, Andi tiba-tiba jadi kasar dan bahasanya tidak pernah lembut seperti dulu. Febby curiga suaminya memiliki wanita idaman lain di luar sana, namun ia tidak pernah mendapatkan bukti apapun perselingkuhan itu. Suasana hening. Di ruang dapur yang tidak luas itu hanya terdengar suara dentingan sendok dan panci. "Mumpung ada Andi di sini. Ibu ngomong aja langsung sama kalian berdua." Ratih membuka pembicaraan di ruang sunyi itu. Andi mendongak, "Ngomong apa Bu?" tanyanya datar. "Ibu mau ngasih saran, gimana kalau kamu dan Febby konsultasi aja ke Dokter Dirga. Sepupu kamu itu. Dia kan Dokter kandungan terkenal. Kebetulan dia buka praktek di Jakarta. Kalian bisa ke sana. Kalau kamu mau, nanti Ibu bikin janji sama dia. Biar kalian ngga antri panjang. Maklum, pasien dia kan banyak." Andi manggut-manggut. "Oke, aku setuju. Aku dan Febby akan ke sana." Ratih tersenyum. Ia tatap menantunya yang tengah sibuk mengaduk sayur di dalam panci. "Kamu dengar kan. Suami kamu setuju. Kamu juga setuju kan?" tanya Ratih pada menantunya itu. "Iya Bu, aku setuju," jawab Febby.After returning from his studies abroad, Leo felt ready to take the next big step in his life. He was already preparing to confess his love to Alia, despite being nervous and anxious about the possibility of rejection. However, the courage and confidence he had gained during his studies gave him the impetus to go ahead with the plan.One afternoon, Leo invited Alia for a walk in the park where they often spent time together. The serene and romantic atmosphere of the afternoon was very favorable for this momentous occasion.As they stopped at their favorite spot, Leo took the ring out of his pocket and looked at Alia soulfully."Alia, I've been meaning to tell you something important. During my time away from home, I realized how precious you are in my life. I love you more than anything, and I want us to spend the rest of our lives together."Alia was surprised and moved by Leo's statement. She stared at the ring with teary eyes, and after a few seconds, she nodded with emotion. "Leo
As the new school year approached, Leo finally decided to take a big step in his life. After much consideration and support from his parents and Alia, Leo decided to continue his education abroad. He felt that studying abroad was a valuable opportunity to develop the skills and knowledge necessary to one day become a successor in the family company.The news of his decision was broken to Alia with mixed feelings. Although they had talked a lot about the future, Leo knew that this news would be a big test in their relationship.One afternoon, Leo and Alia sat together in the park, their favorite place to talk. Leo seemed more serious than usual as he started talking."Alia, I have some important news. I've been accepted to the overseas university I applied to. I've decided to study there starting next month."Alia was shocked to hear this news. She felt a mixture of pride and sadness. "Wow, Leo, that's amazing! I'm so proud of you. But I also feel sad that we have to part ways for a w
As time passed, Leo began to realize that his feelings for Alia were deepening. He felt a genuine tremor of love every time he was with Alia, but he felt unsure about expressing it.Although Alia was a kind and caring girl, Leo felt that he still had a lot of flaws to work on before he could claim a place in Alia's heart.Every time they spent time together-whether it was studying, playing sports, or just chatting in the schoolyard-Leo felt a stronger bond. However, he also felt pressured by the high expectations he set for himself. He feared that if he confessed his feelings and Alia didn't feel it back, he would ruin their existing relationship.One afternoon, after classes ended, Leo and Alia sat in the quiet school garden. They often spent time here talking and enjoying the atmosphere. That day, Leo seemed more reserved than usual, and Alia could sense that something was on his mind."Leo, do you have something to talk about?" Alia asked softly, looking at him attentively.Leo le
Time marches on, and Leo, Sira and Damian's only child, is now a teenager. At the age of 16, Leo has grown into an impressive young man. The genetic inheritance from his parents gave him a handsome appearance, with a tall and athletic body. His jet-black hair and piercing eyes have fascinated many people.But it's not just his looks that make Leo special. He inherited kindness from Sira and mental strength from Damian. Leo was always friendly to everyone, never feeling like he was superior even though so many admired him. He was known at school as a smart and diligent student, but remained humble and always ready to help his friends.At school, Leo was the center of attention. Many girls were mesmerized by his good looks and gentle personality. They often admired Leo from a distance, trying to find ways to attract his attention. However, Leo never thought too much about it. For him, the main priority was to study and excel, and maintain the harmony of the family he loved so much.S
After feeling so refreshed and energized after their last trip, Sira and Damian decided to take Leo on a new adventure-this time to a more secluded scenic hillside, where they could get closer to nature. They planned to camp for a few days, build a tent and live in simplicity, away from the comforts of home.They set off on a sunny morning. The journey to the hills took a few hours, but the scenery they passed through was breathtaking. Towering mountains in the distance, lush green forests, and clear rivers flowing serenely accompanied them on their journey. Leo was excited, constantly wondering about what they would find there.When they arrived at their chosen location, a vast green plain with a direct view of the valley, Sira and Damian immediately began setting up the tent. Damian taught Leo how to pitch the tent, while Sira prepared their supplies. The cool, fresh mountain air made everything feel so pleasant.That first night in the hills was an amazing experience for the lit
Sira felt a significant change in her health. After undergoing intensive treatment and complete rest, her lung infection gradually subsided. One morning, when she woke up, there was a tremendous relief in her chest. He could breathe more freely without the pain that once tormented him. His body also began to regain its vigor, and he felt more refreshed than ever.When Damian saw these signs of improvement, he immediately smiled widely and hugged Sira gratefully. "You're getting better, Sira. I know you'll make it through," he said with teary eyes.Sira returned Damian's hug, feeling such genuine love. "It's all thanks to you, Damian. You're always there for me."News of Sira's improvement quickly spread among their family and friends. Damian immediately informed their parents and closest relatives. The next day, their home was filled with laughter and happiness as family came to visit to celebrate Sira's recovery. They brought flowers, Sira's favorite foods, and small gifts as a s
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments