Ayu dibuatnya terkejut karena saat menginjakkan rumah Hanin masuk begitu rapi, walaupun sederhana dan tidak banyak perabotan sehingga ruang tamu itu terlihat luas.Bahkan saat memasuki kamar Hanin yang kecil, dia tidak merasa risih ataupun minder. Ayu pun sangat menyukai kamar Hanin yang begitu harum, bersih dan rapi.“Ini kamarmu?”“Iya, maaf ya kamarku pasti tidak sebagus dengan kamarmu di rumah, tetapi bagiku ini sudah lebih baik, dan aku sudah terbiasa begini,” jawab Hanin merendah.“Dari kecil Ibu sudah membiasakan aku untuk belajar membersihkan kamar sendiri, agar nanti kalau sudah besar tidak merepotkan ibu,” jelasnya lagi.“Jadi kamu sendiri yang membersihkan kamar ini?”“Iya!”“Sekarang kamu pakai pakaian ini saja!”Hanin mengambilkan pakaian dari lemari pakaiannya. Lagi-lagi Ayu dibuatnya terkejut saat melihat tumpukan pakaian Hanin yang tersusun rapi.“Ini kamu juga yang melipat pakaian ini?”“Awalnya Ibu sih, tetapi setelah belajar lama-lama aku terbiasa merapikan semuanya
“Bukan itu maksudnya, aku hari ini ada les piano jam dua siang dan ini sudah hampir jam dua, bahkan ... lima belas menit lagi,” sahutnya sedikit bingung.“Astagfirullahaladzim, Mbok juga lupa sangking asyiknya mengobrol di sini!” pekik Mbok Jum ikutan panik.“Hanin, aku pulang dulu dan baju ini aku pakai dulu ya nanti setelah dicuci aku kembalikan.”“Kalau kamu mau baju itu ambil saja.”“Apa , kamu nggak keberatan kalau baju ini buat aku?”“Nggak lah, anggap saja sebagai awal persahabatan kita, bagaimana?”“Baiklah, terima kasih banyak Hanin, aku sangat senang untuk hari ini, tetapi aku belum tahu apakah kita bisa bertemu lagi nanti atau tidak.” Wajah Ayu kembali redup dan menunduk“Kenapa nggak bisa?” tanya Hanin bingung.“Tenang saja selama ada Om, kalian bisa kok bertemu seperti ini,”“Sungguh, yang betul Pak?” Hanin sangat bersemangat.“Memang Bapak pernah bohong sama Hanin, nggak pernah kan?”“Terima kasih Pak, Bapak memang is the best!” Hanin memeluk erat bapaknya membuat Ayu ir
Seperti yang kamu dengar kalau putrimu Ayu tidaklah nakal tetapi teman-teman sekelasnya yang membuly dirinya gara-gara nama yang kamu berikan, dan sampai sekarang pun aku tidak tahu nama panjang, Ayu.”“Kamu kasih nama apa sih, sampai-sampai dia di bully, bukannya kamu bilang nama anakmu lebih bagus daripada anakku?” tanya Suratmin penasaran.“I-iya memang seharusnya nama putriku itu Kirana Salsabila, tetapi saat aku ingin menulis di buku KIA untuk pengajuan pembuatan akta kelahiran tiba-tiba aku menerima telepon dari temanku, namanya Wahyu, jadi aku tulis nama itu Wahyu Bakti Husada dan panggilannya Ayu,” jawabnya pelan.“Apa, kenapa sampai seperti itu, kenapa kamu nggak periksa lagi tulisanmu?” tanya Suratmin terkejut.“Ini semua salah kamu Mas, sudah aku bilang ganti nama anak kita tetapi kamu malas menggantinya dan sekarang sampai dia besar pun akan menjadi bahan olokan teman-temannya!”“Buktinya masih SD saja sudah membuat Ayu malu, bagaimana nanti dia kuliah apalagi menikah, dia
“Aku tidak tahu apa yang membuatmu masih membenciku, tetapi semoga seiring waktu kamu bisa mengenalku lebih dekat,” lirihnya dalam hati.Suratmin lalu menghampiri Ayu dan ingin berpamitan pulang.“Nduk, Om pulang dulu, pokoknya kalau masalah dengan sekolahmu sudah beres, kamu tidak perlu takut lagi, dan jangan mau di bully, ingat jangan pasrah dalam keadaan, jika kita bisa melawan untuk kebenaran, kenapa tidak?”“Yakin dalam diri Ayu sendiri kalau Ayu itu gadis yang kuat, dan selalu ada dilindungan orang-orang yang menyayangi Ayu!”“Ingat jangan membenci kedua orang tua Ayu, ya tetap sayangi mereka!”“Om pulang dulu, Assalamu’alaikum!”“Mbak Siska, saya pulang dulu,” ucap Suratmin tersenyum.“Iya, Mas, hati-hati di jalan,” sahut Siska membalas senyuman Suratmin.“Kenapa kamu begitu peduli sama dia, pastilah dia hati-hati di jalan,” sahut Suratman yang tidak suka istrinya basa-basi untuk saudara kembarnya itu.“Ya ampun, Mas, namanya juga basa-basi, apa salahnya sih?” tanyanya lagi kesa
“Ayu!” Ayu ... bangun, kamu kenapa?” “Ayu, jangan begini aku jadi takut nih!”“Mel, cepat panggil Bu guru!” terial Kania.Meli pun segera mencari Bu Guru Mira di ruang guru.“Bu Mira!” panggil Meli setelah sampai di depan ruang guru dengan ngos-ngosan.Napasnya masih belum tertata dengan baik, sehingga dia pun berbicara dengan terbata-bata.“Bu-Bu Mi-Mira ... Ayu, Bu!”“Meli, ada apa? Kenapa kamu lari-lari, dan ada apa dengan Ayu?” tanyanya bingung.“I-itu A-Ayu jatuh eh salah maksudnya pingsan, Bu!” teriak Mely.Seketika Mira terkejut bersama guru-gura lain. Mereka pun segera mengikuti arah Mely untuk membawanya ke sana.Dengan ditemani beberapa Guru yang lain, sampai di ruang kelasnya dan memang benar saja Ayu teman mereka sudah tidak sadarkan diri.Bu Mira lalu berusaha mengangkatnya dan membuat tempat tidur darurat dengan menggunakan kursi.Bu Mira lalu mengambil minyak kayu putih dan berusaha membangunkannya, tetap sia-sia, tubuhnya tidak bereaksi.Atas saran guru yang lain akhi
“Mbok, telepon siapa?” “Seperti biasa telepon saudara kembarnya Pak Ratman, Bu.”“Saya nggak peduli kalau kena marah, siapa suruh susah banget dihubungi sekalian saja nggak usah punya ponsel kalau nggak mau dihubungi,” jawabnya kesal.“Ya, betul juga sih, masa saya telepon beberapa kali nggak diangkat-angkat, apalagi Bu Siska yang sebagai ibu kandungnya sendiri.”“Masa tega sih sama anak sendiri nggak diurusin, biarpun kita juga menjadi wanita karier bukan berarti kita lepas tanggung jawab begitu saja!”“Jika hanya di sekolah saja mendapat pelajaran bagaimana lingkungan dan keluarga juga sangat berperan perting untuk pertumbuhan anak itu sendiri,” jelasnya ikutan kesal.Mbok Jum lalu menekan nomor ponsel milik Suratmin. Polselnya pun terdengar nada sambung.“Bagaimana Mbok, nyambung nggak?”“Nyambung, Bu.”[Ya, Assalamu’alaikum, Mbok?][Wa’alaikumsalam, Mas Ratmin][Ada apa Mhok, bagaimana kabar Ayu, apakah dia baik-baik saja?][Justru itu Mas, Mbok telepon soalnya Neng Ayu masuk rum
“Kenapa aku dilahirkan dari rahim mamah yang tidak menyayangiku?”“Aku tidak bisa melihat Hanin bahagia, dia terlalu sempurna, dia tidak miskin, siapa bilang dia miskin, tetapi hidupnya lebih bahagia dari pada aku!”Papah dan Mamah tidak pernah mengajakku jalan-jalan walau hanya ke taman saja, mereka sibuk dengan dunianya masing-masing!”“Aku hanya ditemani oleh Mbok Jum saja, hanya dia yang mau menemaniku, hanya dia yamg mengerti aku, tetapi saat melihat mereka satu keluarga yang utuh aku menjadi iri dengan Hanin!”“Aku sendiri ... sendiri ...!”Ayu meratapi nasibnya yang tidak beruntung daripada teman-temannya yang selalu ada saja cerita dari mereka tentang orang tua mereka.Terlebih lagi kepada sepupunya sendiri, Hanin.Rasa iri, dengki, marah dan benci kini membuat rasa itu bergelora di dalam hatinya, timbul keiinginan untuk membuat Hanin dimarahi oleh kedua orang tuanya.“Hanin, kamu terlalu sempurna untuk menjadi anak dari mereka yang begitu perhatian dan baik sama kamu.”“Sepe
“Apakah maksudnya Pak Ratman?’ desak Pak Dibyo dengan raut wajah kesal.“Maafkan saya Pak!”“Sial, kenapa juga dia datang ke sini, buat apa coba yang ada hanya buat masalah saja,” ucapnya dalam hati dengan wajah cemberut.“Saya tidak ada maksud untuk membohongi Bapak, hanya saja saat itu saya hanya kesal dengan dia sudah beberapa tahun pergi tanpa kabar dan kini dia kembali begitu saja, dan tiba ke sini tahu-tahu sudah menikah jelasnya berbohong.“Oh begitu, baiklah saya minta maaf telah menuduh kamu yang bukan-bukan, tetapi apakah Bapak Ratmin juga mempunyai anak?” tanya Pak Dibyo seketika membuat Suratmin bingung.“Saya memang mempunyai satu anak perempuan, sama seperti Ayu usianya baru delapan tahun, maaf kenapa ya Pak menanyakan hal itu?” tanyanya lagi semakin penasaran.“Ah tidak ada apa-apa, nanti kita bicara lagi soalnya saya ada janji sama orang lagi dan apakah saya boleh meminta nomor telepon Pak Ratmin?”“Buat apa Dibyo, nggak penting juga, memang Bapak ada perlu apa dengan