“Untung saja ya Bulek, mereka nggak tahu kalau kita dapat uang segini, alhamdulillah banget loh, kebetulan aku mau bayar uang iuran sekolah anak-anak, uang bapaknya belum ada nggak cukup, apalagi buat makan sehari-hari, dan ini masih ada lebihannya,” ucap Bu Nono merasa terbantukan karena ada uang yang di kasih dari Susi itu.“Apalagi saya, buat nambar bayar kontrakan cukup, padahal kami mau ngutang sama koperasi, tetapi dengan uang ini nggak jadi deh, untung saja,” sahut Bu Ningrum.“Saya juga mau beli sepatu anak saya, kasihan mereka sudah ganti-ganti sama adiknya, bolong lagi, dengan begini kan aku bisa beli sepatu buat anak-anak, alhandulillah,” ucap Bu Wulan semringah dan terharu mendapatkan uang dari Susi.“Saya juga buat makan sehari-hari dan bisa bayar utang di warung, dan masih ada lebihnya ini, alhamdulillah,” jawab Ibu-ibu lain yang mempunyai kebutuhan masing-masing dan sangat terbantukan dengan diterimanya uang dari Susi sebanyak dua ratus lima puluh ribu rupiah.Begitu ju
“Hari ini kamu posyandu ya, jangan sampai nggak jadi bisa lihat berapa beratnya, aku nggak mau kalah saing anaknya Suratmin,” ucapnya sedikit khawatir.“Mbok!” “Mbok Jum!”“Iya, Den, ada apa?” tanya Mbok Jum segera menghampiri majikannya.“Mbok, perhatikan deh Ayu, menurut Mbok badannya kurusan nggaknsoh, kok saya lihatnya seperti itu, apa dia nggak cocok dengan susu formulanya, atau kita kasih makanan yang lembut gitu supaya badannya gemuk?” tanyanya bingung.“Jangan Den, Ayu masih berumur dua mingguan tidak baik memberikan makanan apa pun, tunggu sampai enam bulan, ususnya masih kecil banget loh,” jelas Mbok Jum melarang majikannya.“Mbok Jum, dulu waktu aku masih bayi, Ibu pernah bilang kalau aku belum ada sebulan sudah dikasih bubur halus, buktinya sekarang aku tumbuh sehat saja nggak ada masalah,” protes Siska.“Bayi zaman dulu dan sekarang ya berbeda toh Non, jangan disamakan!”“Jangan ambil resiko, kalau memang si kecil ada masalah lebih baik konsultasi dengan dokter anak dulu,
“Nah sudah bersih anak Papah, cantik dan imut,” ucapnya semringah.“Duh segitunya, tinggal di lap saja kok, Man sudah banget,” gerutu Mbak Surti kesal.“Dia masih kecil, masih bayi jadi aku nggak mau terjadi sesuatu dengannya nanti,” kilah Suratman ikutan kesal.“Oh ya terus kalian kesini mau ngapain, pasti ada alasan khusus kan?” tanya Suratman dengan nada mengejek.“Bentar Man, tak habisin dulu sarapanku, tanggung eh, enak banget soalnya,” sahut Budhe Asri yang sudah menambah dua kali makannya.Begitu juga dengan Mbak Surti yang langsung makan tanpa disuruh, membuat Suratman dan Siska sudah kenyang duluan.Seketika terbesit ingatan dan bayangan saat Suratman dan istrinya di rumah Suratmin yang hampir sama dengan apa yang dilakukannya waktu itu dalam waktu sesering mungkin.“Apakah yang dirasakan Suratmin sama nggak ya dengan apa yang aku rasakan sekarang ini, saat melihat keluarga kita makan dengan rakusnya tanpa menyisakan makanan yang punya rumah!”“Aku juga melakukannya kepada S
“Apa Budhe?”“Budhe mau bilang kalau sebenarnya setiap bulan uang yang selalu Siska keluarkan sebanyak sepuluh juta untuk panti asuhan itu ke rekening Budhe kan?”“Aku sudah tahu semua Budhe, kalau selama ini Siska membantu kalian secara diam-diam, dan mulai sekarang kalian atur sendiri pengeluaran kalian!”“Maaf Budhe sebaiknya kalian pergi dari sini, sudah cukup kalian menyusahkan Siska, sudah banyak uang yang dikekuarkan untuk biaya hidup kalian, tetapi kalian tidak bersyukur!”“Dengan rasa hormat, tolong tinggalkan tempat ini Budhe, kami mau tenang, kami mau hidup bahagia tanpa ada rasa dibebanin dengan utang kaIian yang bejibun!”“Sekali lagi tolong jangan ganggu kami!”“Man, tolong kami ... sekali lagi ... setelah itu kami tidak akan mengganggu kalian lagi!” Budhe Asri tetap ingin berusaha agar bisa mendapatkan uang bagaimanapun caranya tetapi tetap saja tidak dihiraukan oleh Suratman.Begitu juga dengan Siska yang tidak mau lagi menolongnya setelah begitu banyak kebohongan yang
Anak Suratmin tumbuh dengan baik dan sehat, hari-hari mereka lalui dengan bahagia dengan keterbatasan ekonomi.Dengan banyak kasih sayang dan cinta dari orang tuanya bahkan para tetangga ikut mengasuh dan merawat dedek Hanin yang semakin lucu dan menggemaskan.Tumbuh di lingkungan yang baik membuat anak Suratmin sangat disukai oleh warga sekitarnya.Walaupun hidup dalam kesederhanaan tidak membuat Suratmin patah arang untuk bisa menghidupi anak dan istrinya, sebisa mungkin Suratmin bisa mencukupi kebutuhan mereka.Sedikit demi sedikit Suratmin mengumpulkan uang untuk bisa membeli tanah agar bisa membangun sebuah rumah mungil untuk keluarganya.Berpeluh keringat Suratmin dengan giat bekerja sampai tak mengenal lelah. Susi pun tak mau ketinggalan untuk bisa membantu suaminya dalam berjuang membesarkan anak mereka agar tidak kekurangan.Atas izin dari suaminya, dan karena mempunyai keahlian memasak, ditambah modal dari tabungan yang diberikan oleh Bu Sekar istri dari Pak Dirga bosnya Su
“Oh maaf Pak tidak ada, lagian saya tidak terlalu banyak keluarga dan begitu juga dengan keluarga istri saya, mereka juga kebanyakan anak laki-laki,” jawabnya berbohong.“Aduh, sayang ya Pak, seandainya ada jadi nggak jauh-jauh lah nanti kalau cari jodoh,” sahut Pak Dibyo menyayangkan.“Ya sudah, Pak, saya tinggal dulu, silakan menikmati acara ini, sebentar saya ingin bertemu dengan teman-teman saya, nanti setelah kamu sudah tidak sibuk tolong temui saya untuk dikenalkan dengan teman-teman relasi saya yang lain,” jelasnya dengan tersenyum.“Iya Pak, saya mau menelpon istri saya dulu, soalnya banyak panggilan tak terjawab dari dia “ sahutnya malu-malu saat melihat di layar benda pipih itu begitu banyak nama istrinya sebanyak dua puluh kali.“Wah kamu termasuk suami takut istri ya?” ledek Pak Dibyo tersenyum.“Nggak lah Pak, biasa saja,” sahutnya lagi.“Oke lah kalau begitu, saya pergi dulu, cepat telepon istrimu nanti kalau kelamaan malah nggak boleh tidur di kamar lagi,” ledeknya lagi
“Ayuk dong Non, jangan lesu begitu senyum dong, semua masalah itu ada solusinya seperti kalau kita sakit pasti minum obat dan sembuh begitu juga dengan apa yang Neng hadapi sekarang!”“Non Ayu masih ada Mbok, masih ada Allah yang akan menemani Neng sepanjang waktu.”“Sabar ya, Non!”Gadis kecil itu hanya mengangguk tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mbok Jum, lelu mencium keningnya dengan hangat.“Mbok, jangan tinggalin Ayu ya,” lirihnya.“Dengar ya Non Ayu, Mbok tidak akan meninggalkan Non Ayu sendirian, ingat satu setiap kejahatan yang menimpa kita akan kembali ke orang itu dan akan menyesalinya.”“Pokoknya Mbok selalu ada buat Non Ayu, yang penting Non Ayu tidak berbuat jahat sama orang, jangan membalasnya dengan kejahatan juga itu sama saja seperti mereka,” jelasnya lagi.“Ayu sayang sama Mbok Jum.”“Iya, Cah ayu, Mbok masuk dulu ya nggak enak sudah ditunggui sama Bu Guru,” sahutnya tersenyum.***“Bagaimana ini Mbok, apakah mereka akan datang ke sini?” tanya wali kelas
Pria itu lalu melerai pelukan dari keponakannya sendiri dan kembali menatap wajah imut Ayu lebih dalam.“Sayang, alhamdulillah Om bisa bertemu dengan kamu,” ucapnya dengan bahagia.“Maksudnya, Om bukan papah Ayu tetapi wajahnya Om sama dengan Papah Ayu,” jelasnya bingung.“Iya Non, beliau ini adalah saudara kembarnya Papahnya Non Ayu namanya Om Suratmin,” jelas Mbok Jum semringah.Seketika semuanya terkejut karena wajahnya begitu mirip dengan Suratman. Pak Arlan yang tadi sempat terkejut dan panik tiba-tiba merasa lega karena bukan Pak Suratman bosnya di kantor.“Apa, yang benar saja ternyata wajah Suratman seperti ini, terlalu tampan untuk dinikmati,” ucap Bu Stela dalam hati.“Jadi maksudnya Om adalah Om Ayu, tetapi Mbok Jum atau papah dan mamah nggak pernah cerita kalau Ayu punya Om yang mirip wajahnya dengan papah,” celetuknya bingung.“Nanti Om ceritakan ya Sayang, soalnya Om baru pulang dari luar kota, dan baru pulang, dan sekarang Ayu nggak boleh sedih lagi, kan sudah ada Om di