“Sudah Bos, teleponnya?” tanya Parjo ingin mengambil ponselnya dari Suratman.“Sudah, kenapa?”“Itu Bos punya saya,” jawabnya sambil menunjuk ponsel miliknya di tangan Suratman.“Ini!” Suratman memberikan ponsel kepadanya dan berlalu pergi meninggalkan Parjo.Saat ingin masuk ke ruangan tadi dia berpapasan dengan pria yang dikatakan miskin itu, tetapi lebih terkejut lagi karena yang diajak bertemu dan berbicara dengannya Suratman sangat mengenalnya.Dia adalah salah satu nasabah di banknya dan terkenal sebagai istri seorang pengusaha properti.“Loh Bu Delia kan?” tanyanya terkejut saat melihat mereka berdua akrab.“Pak Suratman ya, apa kabar Pak? Sudah lahiran juga ya ternyata?” tanyanya dengan ramah.“I-iya Bu, dan Bu Delia sudah melahirkan juga ya, sampai lupa kalau usia kandungan Bu Delia dan istri saya hampir sama beda dua minggu saja, duluan Bu Delia,” jelasnya sedikit kaku tetapi sok akrab.“Oh ya Pak Ratman, belum kenal dengan suami saya kan, katanya mau kenalan sama suami say
Pak Aryan menghela napas panjang dan membuang kasar napasnya, dia melipat tangannya di dada, sembari memperhatikan wajah Suratman yang terlihat panik.“Begini Pak Ratman, saya hanya ingin mengingatkan Bapak, seperti yang saya bilang tadi sebelum menyimpulkan sesuatu hendaknya diteliti dulu, untung saja Pak Ratman tidak memviralkan masalah ini di sosial media, coba kalau sudah Bapak harus mengklarifikasinya atau tidak paling masuk bui karena sudah mencemarkan nama baik apalagi rumah sakit sebesar ini, dengan minta maaf tidak akan menyelesaikan masalah kalau sudah masuk laporannya ke pihak kepolisian.“Namun, saya tidak akan memberikan hukuman apa pun, anggaplah ini suatu pelajaran untuk kita semua, namanya juga manusia ada khilafnya,” jelas Pak Aryan dengan ramah.“Jadi saya nggak dikasih hukuman sama Pak Aryan?” tanyanya untuk meyakinkan.“Nggak lah Pak, yang penting Pak Ratman kan sudah mau mengakui kesalahannya, jadi tidak perlu ada hukuman lagi lah,” jelas Pak Aryan tersenyum.“Wah
“Lihat itu Mas, kelakuan saudaramu itu kalau masalah rumah pasti pergi menghindar, lama-lama kalau aku stres bisa-bisa aku kasih tahu Pak RT masalah ini biar semua orang tahu kelakuan saudaramu, nggak ada akhlaknya sama sekali!”“Menghina sesukanya, bilang kita orang miskin pula, seharusnya mereka yang malu, ini malah kita yang mengemis minta rumah kita sendiri!”“Lihat saja Mas, kalau dia selalu begitu sifatnya sama kamu, saudaranya sendiri nggak bakalan hidupnya berkah, makanya keluarganya Siska itu selalu merongrong dia.”“Aku curiga dulu mas Ratman mau menikahi mbak Siska karena dia kaya kan?” selidik Susi cemberut.“Sudahlah, Dek, nggak usah dibahas lagi, biarkan sampai di mana dia mau mengembalikan rumah kita itu.”“Doakan saja semoga dia menyadari apa yang dilakukannya mudah-mudahan Masmu ini bisa membelikan rumah yang lebih bagus dari itu.”“Jika berjodoh rumah itu akan kembali kepada kita,” jelas Suratmin santai.“Ah, sudahlah, lebih aku mau masak sebentar, minta tolong Mas,
“Aduh Sus, jangan pelit-pelit dong, makanan sebanyak ini kok nggak dibagi-bagi sama tetangga, daripada nanti basi sayangkan?” Bude Asri kembali menyahut.“Eh Bu Asri, sampean ini loh, nggak malu apa ngomong minta dibungkus di depan kami, mbok ya sadar sedikit kenapa, ini tamunya Susi dan Suratman belum datang, teman kerjanya Suratmin saja baru sebagian, nanti kalau sudah selesai baru bisa dibagi-bagikan, Susi juga ngerti nggak usah diajari,” bela Bu Ningsih sedikit kesal dengan tingkah laku mereka.“Duh tetangga pada ikut campur saja, rempong banget,” gerutunya ikutan kesal.“Sudah-sudah, makan saja dulu sepuasnya, kita lama-lama dulu di sini, biar kalau lapar bisa ambil lagi, nanti kalau sudah nggak banyak tamu kita pulang dan sekalian minta bungkus, gampang kan?” usul Pakde Karso berbisik.“Kamu benar juga, Pak, ya sudah kita ambil sepuasnya saja kapan lagi coba bisa makan enak,” ucap Bude Asri semringah.Mereka pun mengambil banyak makanan dan nggak tanggung-tanggung sehingga menja
“Iya, Mas, biar bagaimana pun juga dia tetap saudara kamu, bahkan saudara kembarmu, loh!”“Lagian kalau aku lihat kamu sangat ingin makan makanan di sana, iya kan? Siska menyemangati dirinya untuk pergi ke sana. “Ya sudah aku akan pergi sebentar saja ke sana, kamu di rumah saja dan nanti aku bawakan makanan dari sana,” ucapnya bersemangat.“Iya, salam buat mereka, kalau aku nggak bisa datang,” ucapnya lagi.“Beres.”Setelah merasa yakin dia pun pergi ke kamar dan segera berganti pakaian.“Aku harus tampil terbaik, biar orang memandangku, apalagi Suratmin mengundang keluarga benalu itu, pasti mereka buat malu saja di sana,” gerutunya sembari mencari pakaian yang cocok dipakai untuk pergi ke rumah Suratmin.Setelah dianggap oke, dia pun mengambil selembar amplop putih dan ingin memasukkan jumlah uang ke dalamnya.“Bagusnya aku kasih berapa ya? Lima ratus ribu kebanyakan kali, atau dua ratus ribu saja standar lah,” ucapnya sembari memasukkan dua lembar uang kertas berwarna merah itu.N
“Bisa-bisanya mereka bertanya denganku seperti itu, sok kenal sok dekat,” batinnya berkata.“Awas saja nanti buat ulah sama aku, tak babat habis sampean,” gerutunya dalam hati.“Oh maaf nggak ada loh aku menyindir kalian, memang begitu ya?” tanyanya polos.“Ya enggak lah, kata siapa kita berbuat seperti itu, hanya saja sekarang kami memang butuh pekerjaan, makanya mengungsi dulu ke sini siapa tahu ada rezekinya anak-anak jika kami tinggal di sini, cari suasana baru gitu,” kilah Budhe Asri, sekilas menatap tajam ke arah Dodi.“Ini si Dodi, mulutnya harus dirukiyah dulu ini bagusnya, jadi nggak asal ngomong. Kayak nggak ada saringannya?” cercanya dalam hati dengan geram.“Oh ya Sus, kamu kok bisa sih menikah dengan Suratmin bukan dengan Suratman, kalau dilihat-lihat Suratman itu lebih ganteng loh dari pada Suratmin?” celetuk Mbak Surti mengalihkan pembicaraan ke lain.“Ya namanya jodoh, Mbak,” jawabnya singkat.“Iya juga sih, cuma sayangnya miskin sih, kalau aku nggak mau lah cari sua
Mbak Surti lalu berlari menghampiri kedua orang tuanya untuk memberitukan kabar baik ini kepada mereka.Terlihat mereka masih makan dengan lahap, sementara itu Budhe Asri sibuk membungkus makanan yang ada di depan dibantu oleh menantunya Narti.Budhe Asri menyuruh Dodi untuk membeli kantong plastik agar bisa membungkus sisa makanan itu.“Bu, ada berita bagus wajib kita lakukan,” ucapnya semringah dengan napas ngos-ngosan.“Kamu dari mana saja toh, bantuin Ibu ini bungkus semua makanan ini, daripada mubazir lumayan kan buat sarapan pagi nanti “ sahutnya dengan cekatan membungkus makanan itu.“Bu, kita kan belum dikasih izin sama Suratmin ataupun Susi untuk mengambil makanan itu, nanti kalau mereka tahu dan marah sama kita, bagaimana?” tanya Surti bingung tetapi tangannya tetap menyomot satu potongan ayam ukuran kecil berhasil masuk ke mulutnya dengan cepat.“Alah, nggak mungkin juga dia marah paling-paling sebentar saja, terus kamu tadi kenapa bilang ada berita bagus apa, kita dapat u
“Oh iya aku lupa, tadi sudah ya, maklum faktor umur, biasalah sudah tua maaf ya Ibu-ibu,” jawab Budhe Asri dengan malu-malu.“Nggak jadi deh nambah makanan, bisa juga ini Ibu-ibu memperhatikan aku!”“Aku pikir karena nggak ada yang menegur oke-oke saja eh ternyata bahasnya di sini, untung saja , huf .... Budhe Asri menghela napas panjang.“Ya sudah kami pulang dulu ya, Sus, Assalamu’alaikum!”“Wa’alaikumsalam!”Susi masuk ke rumah dan segera menutup pintu, karena tidak ingin mengobrol panjang lebar dengan tetangga sekaligus matanya sudah diserang kantuk.“Loh tunggu dulu toh!” sergah Budhe Sri kepada Ibu-ibu tadi yang baru keluarbdarinrumah kontrakan Susi.“Ada apa toh Bu?” tanya Bu Nono bingung dan menghentikan langkah ibu-ibu tadi.“Memang kalau bantu-bantu sini cuma dapat bungkusan makanan saja, nggak ada yang lain gitu?” tanya Budhe Asri kepada Ibu-ibu itu.“Maksudnya Bu Asri apa?” tanya Bu Nono bertambah bingung.“Ya, salam tempel gitu, kan sudah bantu-bantu bersih-bersih, masak-
Memang tidak diragukan dulu saat mereka satu kampus. Ayu yang terlahir dengan wajah cantik dan tubuh seksi, membuat siapa saja akan jatuh cinta dan tergoda, sehingga banyak para lelaki yang mencuri pandang dengannya dan ingin merasakan pelukan hangat dari Ayu. Apalagi cara berpakaian yang sangat terbuka membuat para pria panas dingin dibuatnya.“Apakah Ayu yang mengatakan hal itu dengan Bapak?” “Iya, kamu juga mencintai Ayu, kan?” tanya Suratman bersemangat dan melirik sinis kearah Suratmin. Rayhan menghela napas panjang, dia tahu akan terjadi seperti ini. Apalagi beberapa hari yang lalu Rayhan bersama Hanin melihat Ayu bergandengan tangan dengan pria yang lebih tua darinya.Saat mereka berbincang di ruangan Rayhan, tiba-tiba saja Pak Dibyo ayah kandung Rayhan masuk ke ruangan itu. Dia pun ikut terkejut dengan kehadiran dua orang saudara kembar itu. Dengan cepat Suratman berdiri untuk menyambut Pak Dibyo dan menghambur ke pelukan seakan mereka baru bertemu kembali sebagai seorang
Tepat pukul dua siang akhirnya Suratman sudah sampai di kantor Rayhan. Setelah memarkirkan mobilnya dia keluar dari mobil dengan senyuman semringah, berjalan tegak dengan membusungkan dadanya. Pria paru baya itu yakin kalau selain kerja sama itu dia juga menawarkan Ayu untuk dinikahinya. Apalagi kata putrinya sendiri kalau Rayhan juga sangat mencintai Ayu.“Ah sebentar lagi perusahaan ini akan menjadi milikku . Rasanya tidak sabar untuk bisa masuk di dalam keluarga Rayhan,” batin Suratman sambil menatap gedung tinggi itu, lalu melanjutkan langkahnya menuju lift. Dia pun menekan tombol lift pergi ke lantai empat tempat di mana ruang kerja Rayhan berada. Rasa gugup dan sedikit gelisah sudah menyelimuti hatinya. Tak lama kemudian pintu lift terbuka dia ib berjalan sedikit cepat karena waktu sudah menunjukkan pukul dua lewat lima menit.“Selamat siang Pak, dengan Bapak Suratman dari PT. Citra Kencana?” tanya Mila sekretaris Rayhan, menghentikan langkah Suratman yang ingin langsung masuk
“Ah sial ... kenapa harus sekarang?” tanyanya dalam hati.“Ada apa, Sayang?”“Nggak apa-apa, Pa!”Ayu lalu membalas pesan singkat itu sesaat lalu menaruh kembali ponselnya di dalam tas.“Sayang, kamu tidak usah ikut dulu, biar Papa yang bertemu Rayhan. Jika urusan Papa dengannya selesai dan menyetujui kerja sama ini maka itu sangat mudah kita masuk di dalam keluarga Wardana yang kaya raya,” jelas Suratman tersenyum bahagia.Namun saat mereka sedang membicarakan masalah itu, tiba-tiba perut Ayu terasa mual dan muntah.“Uek ... uek ...! Pa, perut Ayu sakit Pah!”Suratman yang melihat Ayu yang memegang perut langsung menghampiri dirinya dengan rasa panik.“Kenapa perut, Nak? Apakah tadi pagi kamu tidak makan atau kamu salah makan mungkin, kita ke dokter saja?” Suratman lalu mengambil kunci mobil dan ingin mengantar Ayu ke rumah sakit.Saat ingin memapah Ayu, dia merasa tidak tahan dan berlari ke toilet dengan cepat, Suratman begitu panik saat melihat Ayu muntah-muntah lagi.“Ayu ke kamar
“Oh ya kalian mau makan siang di sini?” tanya Hanin mengalihkan pembicaraan.“Nggak, mau main bola! Ya makan lah, kamu nggak lihat kita lagi nunggu antrean panjang itu, nyesel saya datang kemari dan bertemu kamu lagi di sini!” kilahnya berbohong.“Ayuk Dim, kita cari makan di tempat lain!” ajaknya lagi.“Kalian mau ke mana? Makan di sini saja,” ajak Hanin tersenyum.“Dengar ya Hanin, tidak usah berbaik hati dengan kami, memang hanya kamu saja yang menjual makanan, banyak kali dan pastinya enak juga,” Rayhan menatap lekat wajah Hanin yang masih terlihat lelah.“Kamu kenapa sih, dari awal kita bertemu kamu selalu jutek sama aku? Ada apa denganmu, Ray? Memang aku ada salah apa sama kamu?” tanya Hanin kesal kepada Rayhan.“Ayolah Ray, elo kenapa sih? Benar tuh yang dikatakan Hanin, elo itu bersikap aneh sama Hanin! Tunggu dulu kalian sudah saling kenal?” tanya Dimas penasaran.“Iya Mas, kita sudah kenal semenjak kami masih kecil,” jawab Hanin tersenyum.Rayhan hanya diam melihat Dimas ter
“Ah sial!”“Kenapa aku tidak langsung mengatakan kalau dia adalah simpanan Pak Alvin, aku tidak mau berurusan dengan orang itu!”“Maafkan aku Yu, sebagai teman aku bisa mengingatkanmu untuk tidak melakukan hal itu, kalau perlu, kamu harus menikah dengannya!”“Namun aku tidak menerimamu sebagai pendamping hidupku, karena aku mulai mencintai seseorang!”Senyuman mengembang saat terlintas wajah Hanin yang begitu bisa membuat hati seorang Rayhan berbunga-bunga.“Untung saja wajah Hanin terlintas di pikiranku, coba kalau tidak pasti aku terbuai dengan bujuk rayu Ayu,” gerutunya sembari tersenyum.“Duh senyumannya aku tidak bisa melupakan senyuman Hanin, tetapi ... tidak ... tidak dia milik bang Rayyan.”“Aku tidak boleh memikirkannya, aku harus bisa membencinya jika tidak rasa cinta dan sayang itu selalu muncul dan itu sangat menyiksaku!”“Ya ... ada apa denganku?”Rayhan berusaha kembali fokus dengan pekerjaannya, dan dia pun berencana datang ke warung makan Hanin saat makan siang.Nam
“Ya Allah dia saudara sepupuku, dia sangat cantik sama persis dengan di foto yang Rayhan tunjukan di dalam ponselnya,” gerutunya dalam hati.Tanpa terasa bulir-bulir air mata pun berjatuhan tak tertahankan.Hanin membiarkan Ayu mencaci maki dirinya, karena dia sangat rindu dengan suara khas Ayu saat memarahi orang lain.“Jika kamu tahu aku adalah Hanin, apa yang akan kamu lakukan?”“Apakah kamu tetap membenciku?” tanya Hanin dalam hati.“Halo ... Kamu dengar nggak sih apa yang aku katakan?”“Apa yang kamu lihat?” tanyanya lagi dengan penasaran.Mendengar ada keributan Rayhan yang sibuk di ruangannya pun keluar dan mencari tahu.“Ada apa ini, kenapa ada ribut-ribut di kantor saya?” tanyanya sembari memperhatikan mereka.“Ray, ini loh gadis kampung nggak punya etika!”“Ayu!” Rayhan kaget karena sahabatnya itu kembali muncul setelah enam bulan tidak bertemu langsung.“Iya aku Ayu, Ray, kamu seperti lihat hantu saja,” gerutunya kesal.“Siapa sih dia Ray, kenapa ada gadis seperti ini di ka
“Bagaimana kamu sudah siap?”“Tenang saja saya akan melakukannya dengan pelan-pelan, kamu akan menikmatinya juga kok,” ucapnya tersenyum.“Kenapa Om ingin melakukan semua ini?” tanya Ayu seketika.“Kamu sudah diberi tahu alasannya kan dari Papahmu, kalau istri saya tidak bisa lagi melayani saya dengan baik.”“Hidup itu kejam, Sayang jika kamu tidak bisa bertahan maka pilihan hanya satu yaitu kematian.”“Saya tahu kamu sangat sayang dengan Papahmu, sehingga kamu mau melakukan apa saja untuk dia, kamu memang anak yang baik, kamu tidak akan kekurangan kasih sayang lagi, karena saya juga akan menyayangi kamu,” ucapnya sembari memegang paha mulus Ayu yang terpampang jelas menggoda.Awalnya risih dipegang tetapi Ayu tidak ingin membuat Pak Alvin marah sehingga dia pun membiarkan tubuhnya dipegang oleh pria itu.Semenjak itu kehidupan Ayu berubah, dia jarang bertemu Rayhan, karena sibuk dengan kuliah dan Pak Alvin.Hubungan mereka berjalan dengan baik, Pak Alvin sangat puas dengan Ayu, tida
“Begini Man, saya ingin anakmu menjadi wanita simpanan saya,” jawabnya serius.Mendengar perkataan Alvin, Suratman naik pitam dan langsung berdiri dengan wajah amarah.“Apa maksud Bapak, menyuruh anak saya menjadi simpanan Bapak?”“Bapak ini sudah nggak waras, dia itu pasti seumuran dengan anak Bapak, dan dengan mudahnya Bapak bilang seperti itu, bagaimana dengan istri Bapak di rumah jika mengetahui kalau suaminya mempunyai simpanan yang pantas menjadi ayahnya?” amarah Suratman meledak-ledak.“Tenang Man, pikirkan saja dulu tawaran saya, jika kamu setuju saya segera menyuntikkan dana ke perusahaan dan rumahmu yang telah di sita oleh bank, dengan gratis asalkan anakmu bersedia untuk menjadi kekasih gelap saya?” “Maaf Pak saya tidak mungkin membiarkan anak saya menjadi simpanan Bapak, apa kata orang nanti, dan bagaimana dengan istri dan anak Bapak?” Suratman merasa kesal dan harga dirinya seperti diinjak-injak karena baru kali dia menjadi dilema untuk memutuskan kehidupan anak gadisnya
Mobil mewah itu meluncur dengan baik sampai masuk di kawasan perumahan elit. Gedung menjulang tinggi dengan ornamen bernuansa putih gading.Halaman rumah yang begitu luas dan dihiasi dengan tanaman bunga yang beraneka ragam.Rumah itu terlihat sangat indah dan asri, di dalamnya tidak banyak barang, sehingga kita memandang luas setiap ruangan.Di halaman itu juga di bangun sebuah garasi yang luas dan berbagai koleksi mobil antik dan mewah berjejer rapi menghiasi rumah itu.Mereka masuk dan segera menaruh camilan dan es teler itu yang sudah tidak ada rasanya, sehingga Ayu pun langsung pergi ke dapur dan membuka kulkas lalu meracik es teler itu dengan menambahkan susu kental manis agar lebih terasa manis.Setelah itu dihidangkan di meja makan lengkap dengan camilan yang baru di beli di taman itu.Pria paruh baya itu lalu duduk di meja makan setelah berganti baju santai menggunakan kaos tanpa kerah polos berwarna biru dengan bawahan celana pendek.Terlihat sekali bulu-bulu kaki pria itu