Fattan menceritakan masalah yang dihadapinya. Apalagi pesaing bisnisnya adalah mantan kekasih Falisha. Meskipun tanpa tahu kalau Sadam adalah pemilik perusahaan yang telah menjadi pemenang tender kini Sadam masih berada di rumah sakit akibat babak belur di hajar oleh anak buah Fattan saat itu atas perintahnya. Yudi hanya mendengarkan sahabatnya itu bercerita sampai akhir. Terlihat jelas wajah pria tampan itu begitu cemburu dan marah saat Falisha kembali bertemu dengan Sadam. Bahkan anaknya pun langsung akrab dengan Sadam meskipun baru dua kali bertemu. “Apa kamu cemburu, Bos?” tanya Yudi setelah Fattan mengakhiri penjelasannya. “Apa? Aku cemburu? Buat apa cemburu, toh pernikahan kami hanya sementara. Lagian kami menikah hanya untuk formalitas agar Fahri bisa dekat dengan ibu kandungnya sendiri.” Fattan dengan ekspresi antara gugup dan bingung, tapi wajahnya tidak bisa dibohongi saat terlihat merona. Yudi tersenyum menanggapi Fattan dan lalu berkata,” Kamu cemburu, Bos, terli
Fattan mendekatkan wajahnya lagi, lalu mencium bibir pucat itu. Hanya sebentar bahkan Farah belum merasakan betul kecupan hangat suaminya. Seketika Fattan perlahan menjauhkan wajah dari Farah dan kembali mendudukkan wanita itu kembali ke kursi rodanya. “Ada apa, Mas?” tanya Farah bingung.“Enggak ada apa-, hanya saja aku baru ingat ada meeting aku harus cepat pergi.” Fattan segera merapikan pakaiannya dan ingin keluar dari kamar terburu-buru. “Mas, kamu enggak sarapan dulu?” ajak Farah mengingatkan.“Aku makan di kantor saja, aku pergi dulu, Assalamualaikum!” Fattan pun meninggalkan Farah sendirian di kamar bahkan tak menengok ke belakang sama sekali. “Wa—walaikumsalam, hati-hati Mas!” Farah menatap punggung Fattan dengan wajah kecewa. “Padahal aku sudah membuatkan sarapan kesukaan kamu, Mas, tapi kenapa kamu enggak mau makan? Atau aku bawakan saja sarapan pagi buat Mas Fattan, mungkin dia akan makan di sana,” ujarnya bersemangat. Farah keluar dari kamar, meskipun belum pulih be
Fattan mendekati Farah yang masih diam berdiri mematung. Sedangkan anak kecil itu sudah terlihat cemberut. Fattan berusaha ingin menjelaskannya, namun saat ingin bicara tiba-tiba saja terdengar suara teriakan wanita itu seperti merasa kesakitan. Baik Fattan dan Farah sama menoleh ke arah sumber suara saat melihat wajah wanita itu sudah basah dengan air berwarna hitam sampai mengenai gaun cantiknya. “Au! Panaaaas!” teriak wanita seksi itu begitu histeris.Mendengar suara teriakan wanita itu buru-buru Fattan kembali menghampirinya. “Kenapa kamu, Sayang?” Tanpa sadar Fattan memanggil wanita itu dengan sebutan Sayang membuat Farah mengepalkan tangannya. Hatinya begitu perih saat mendengar ucapan kata itu begitu merdu bak alunan musik yang mendayu-dayu di telinga Farah. “Mas, panas! Anak itu sangat nakal dia yang telah menyiramku dengan kopi yang baru aku buat untukmu,” rengeknya dengan manja. Lagi-lagi ucapan wanita seksi itu kembali membuka mata Farah lebar-lebar. “Apa? Mas Fatt
“Dia begitu sempurna, terlihat sangat cantik, teman Mas Fattan dari kecil dan ...” Farah tak bisa melanjutkan ucapannya meskipun di dalam hati. Mengingat apa yang mereka lakukan begitu intim layaknya seperti sepasang suami istri. Bahkan anak kecil itu pun melihat saat papinya sedang berpelukan mesra dengan wanita lain. Entah apa yang ada dipikiran anak seusianya. Tangan kecil itu menyentuh lembut pipi Farah, membuatnya terkejut dari lamunannya. “Mami, kenapa?” tanya Fahri menatap sendu wajah Farah. Farah membalasnya dengan senyuman, meskipun terpaksa. “Apa Mami marah sama Papi? Memang Papi sangat keterlaluan, apakah Tante pirang itu pacarnya Papi?” tanyanya lagi dengan polos. “Tante itu hanya rekan bisnis Papi, Sayang dan kamu enggak usah memikirkan hal ini, lagian ini masalah orang dewasa. Fahri kan masih kecil belum mengerti masalah orang dewasa,” jawab lembut Farah. “Terus pelukan Tante itu apa, Mi?” tanya Fahri polos. “Oh itu hanya akting atau sandiwara gitu. Tante pirang
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun, mata sendu itu belum bisa terpejam sempurna betul. Setelah kejadian di mall Fahri tak bisa melupakan apa yang terjadi di sana.Bahkan semula rencana untuk bermain di mall secara tiba-tiba dibatalkan oleh Fahri sendiri. Dia lebih memilih untuk pulang ke rumah cepat. Tak ada keceriaan seperti tadi setelah sampai di rumah. Farah ikutan sedih saat anak angkatnya kini tidak berselera untuk makan. Fahri hanya menatap sendu ke arah robot yang dibeli yang menjadi pilihan Fattan meskipun tidak jadi dibelinya. Farah menemaninya di dalam kamar. Sungguh tak tega melihatnya sendirian. “Apa yang kamu pikirkan, Sayang? Kamu tidak lapar? Jika Fahri enggak mau makan lebih baik tidur, biar besok bisa bangun pagi, kan sekolah, tapi Mami akan sedih jika Fahri tidur dalam keadaan perut kosong, nanti Fahri sakit dan Mami akan bertambah sedih melihatnya dan juga akan membuat Mami semakin lama sembuhnya. Fahri mau seperti itu?” bujuk lembut Farah yang su
Di dalam mobil Fattan masih tak percaya apa yang mereka lakukan semalam. Tentu saja apa yang dilakukan oleh Syakira tadi malam membuatnya terbangun dan mengikuti permainan Syakira yang begitu panas. “Oh Syakira, kamu membuatku gila, tubuhmu, aromamu membuat aku tak bisa melupakan kejadian semalam. Bagaimana aku bisa konsentrasi di kantor jika terus membayangkan perbuatan Syakira?” gerutunya membuatnya semakin gelisah. Tiba di perempatan jalan Fattan melihat sebuah mall. Tempat di mana kemarin dia singgah di sana. Terlintas di benaknya langsung saat Fattan berada di toko mainan. “Ah iya aku mau membelikan mainan untuk Fahri tapi ....” Fattan melihat jam di pergelangan tangannya yang melingkar. Waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi sedangkan mall itu belum buka. Fattan pun berniat akan kembali ke toko mainan itu saat jam makan siang nanti sehingga dia pun melajukan kendaraannya kembali. Tiba di kantor Fattan langsung fokus ke pekerjaan yang menunggunya. Dia sudah lupa untuk men
Fattan masih tertegun melihat benda itu. Apalagi saat pelayan toko mainan itu bilang kalau hanya ada satu barang. Berarti orang yang membeli mainan robot itu adalah Fahri. Anak kecil itu pun mengerti apa yang dilihat oleh papinya sendiri. Fahri melihat ada barang yang diletakkan di tempat tidurnya tanpa berniat untuk membuka kotak itu. “Apakah isinya itu adalah mainan?” pikir Fahri sesaat. Fahri masih saja menatap wajah Fattan dengan sendu. “Mainan robot itu bagus kan, Pi? Fahri meminta Mami untuk membelikannya. Mainan yang tidak jadi dibeli oleh Papi di sana. Papi lebih memilih pergi dengan Tante pirang itu daripada membelikan untuk Fahri,” ucapnya seketika membuyarkan lamunannya.. “Fahri ... apakah kamu dan Mami ada di mall itu juga?” tanyanya lebih memastikan.“Iya Pi. Mami bilang kalau Papi dan Tante pirang itu sedang berlatih memainkan peran tapi Papi lupa kalau Fahri ini anak. Papi yang bisa menangkap pikiran orang dewasa. Papi sudah berubah, enggak sayang lagi sama kami. O
Sudah tiga hari Farah masih terbaring di rumah sakit. Tubuhnya begitu lemas. Panas dingin kembali menyelimuti dirinya. Meskipun sudah mendapatkan kenangan yang maksimal tapi tubuh kurus itu semakin lemah. Matanya terlihat cekung dengan bibir sedikit pecah. Wajah pucat seperti mayat hidup. Farah menahan rasa sakit semuanya sendiri karena tidak ingin menjadi beban suaminya lagi sehingga dia pun menyembunyikan penyakitnya sendiri. Farah kembali mengingat masa lalu yang begitu romantis disaat Farah masih terlihat segar dan cantik. Fattan begitu memuji kecantikan dan sangat mencintai Farah. Bahkan dia teka menentang keluarga besarnya untuk bisa menikah dengan wanita yang miskin.Keluarga Fattan tidak menyukai pilihan Fattan tapi tidak bisa menolak pilihan Fattan karena begitu menyayangi Fattan. Mereka berdua pun menyembunyikan rahasia besar kalau Farah tidak akan bisa mempunyai anak dari rahimnya karena rahim Farah sudah diangkat karena rusak akibat kecelakaan sebelum mereka menikah.