Merasa kehilangan adalah satu rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Melainkan itu hanya mampu diuraikan dengan tangis. Hanya air mata yang mampu menunjukkan betapa sakitnya rasa itu.
Dan rasa itulah yang sekarang menggerogoti hati Clara. Nyaris dua minggu ia tak bertemu Mark. Ditambah maminya juga selalu menghubunginya dan membentaknya bahkan mengatainya dengan kalimat yang tak pantas diucapkan seorang ibu pada anaknya.
Melihat situasi saat ini dengan ucapan-ucapan maminya, ia yakin jika Mark sekarang ada di Amerika dan sedang bersembunyi.
Dimana pria itu berada sekarang?
Hanya kalimat itu yang bisa Clara putar-putar di kepalanya. Ia tak bisa menerka lebih jauh. Pasalnya ia sendiri juga tak terlalu tahu tentang Mark. Yang ia tahu ,pria itu seorang CEO dan suami dari maminya.
Hanya itu!
Tak lebih!Tapi jika untuk hal lain ,ia tahu banyak hal. Apalagi untuk menggambarkan diri Mark. Ia akan sangat ahli.
P
Clara tersentak dari tidurnya. Lelah menjaga Mark, ia pun tak sadar jika ia ketiduran. kembali memegang kening Mark. Dan sungguh ia berhasil dibuat khawatir. Pasalnya suhu tubuh Mark masih belum stabil.Ia kembali melirik jam di pergelangan tangannya, "pukul tiga pagi.."Clara menghela nafas panjang. Ia menatap bibir Mark yang pucat.Clara kembali mengambil obat yang tadi ia beli di apotek. Mengambilnya satu butir per bungkusnya.Ia kembali membangunkan Mark. Walaupun sulit akhirnya berhasil. Pria itu membuka matanya."Hmm?" gumam Mark."Minum obat dulu ya.." ucap Clara.Mark mengangguk. Pria itu mencoba untuk duduk dan dibantu oleh Clara.Pria itu memegang kepalanya yang terasa sangat sakit."Tak usah terlalu duduk. Setidaknya agar bisa minum obat saja.." cegah Clara saat Mark berusaha untuk duduk.Mark hanya mematuhi apa yang Clara katakan. Ia menerima obat yang Clara masukkan ke dalam mulutnya. Ia l
Kehebohan terjadi di apartemen Harry. Dan semua itu berasal dari arah dapur."Clara ,kau bisa menghancurkan dapurku!!" teriak Harry yang langsung menarik spatula Clara."Ya Tuhan Harry, aku ahli dalam memasak. Kau jangan takut.!!"Harry menggeleng cepat, "Tidak Clara. Kau lihat? Semua minyak ini mengotori dapurku! Kuah karinya sangat banyak.."Clara menatap Harry yang terlihat stress.Ia menghela nafas jengah. Kenapa Harry bisa seheboh ini. Padahal ini hanya kuah kari yang mudah dibersihkan."Kau terlalu berlebihan Harry.""Kau yang keterlaluan. Kenapa tak di dapur apartemenmu saja?"Clara mengutuk dalam hatinya. Bagaimana ia bisa membawa teman-temannya ke sana sedangkan di sana ada Mark.Alhasil sepanjang proses masak-memasaknya, Clara hanya diam dan mencoba untuk tak terpancing dengan semua yang Harry celotehkan padanya.
Mark berlari kencang menuju mobilnya. Sedari tadi ia mencoba menghubungi Clara namun gadis tersebut tak mengangkat panggilannya.sebenarnya ia tahu di mana keberadaan Clara saat ini. oleh karena itu, ia harus menjemput gadis tersebut dan mengatakan padanya jika Lauren sangat berbahaya.Namun Saat memasuki mobilnya, ia dikejutkan dengan suara ponselnya yang berdering dan saat ia melihat layar ponsel tersebut, ia bisa membaca nama Indra ada di sana.Dengan cepat Mark mengangkatnya."Kau di mana?" tanya Indra dari seberang sana."aku di kantor.." jawabnya."kau bisa mencari Clara sekarang? barusaja Lauren menghubungiku. kurasa Wanita itu sudah amat sangat gila."Mark terdiam sejenak, "Tadi pagi dia ke kantorku. mantan istrimu itu mengamuk sejadi-jadinya seperti orang gila saat bertanya di mana Clara sekarang.." ucap Mark yang membuat Indra seketika terdiam."Dia juga mantan istrimu.." ucap Indra.Mark tak
"Mereka sekarang ada di salah satu rest area di dekat perkampungan."Lauren nampak berang. Tebakannya sama sekali tak meleset. Clara ada bersama Mark dan pria itu mengatakan jika dirinya tak tahu apa-apa soalan Clara.Lauren tersenyum menakutkan."Kalian pikir aku akan lengah begitu saja.." ucapnya sambil menatap foto pernikahannya yang ada dalam ponselnya. Di sana berdiri Clara, Mark dan dirinya."Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"Lauren menggeleng, "Jangan terburu-buru sayang. Kita santai saja. Jangan biarkan permainan kita tercium.."Pria bertubuh kekar itu hanya tersenyum mendengar Lauren memanggilnya sayang.Pasalnya dari Indonesia, ia rela terbang ke Amerika hanya untuk memenuhi permintaan mantan kekasihnya ini. Apalagi ia juga mempunyai banyak akses untuk mendapatkan bawahan terbaik di Amerika.Pria yang biasa dipanggil Rudi oleh Lauren itu berjalan mendekati Lauren. Tanpa permisi, ia langsung mendekati Lau
Clara keluar dari mobil menyusul Mark yang sudah keluar lebih dulu. Sesampainya di luar, ia berjalan mendekati Mark yang berdiri di depan pintu masuk."Kenapa?" tanya Clara sambil menatap pria itu.Mark menggeleng. "Ayo masuk!"Mark yang hendak melangkah, langsung di tahan oleh Clara dengan cepat, "Kenapa?" tanya Mark bingung."Ini rumah siapa? Kenapa main masuk gitu aja? Pemiliknya mana?"Mark menatap Clara yang agak ragu. Ia lalu meraih jemari Clara membuat Clara menegang seketika."Ini rumahku. Rumah yang kupakai dulu saat aku dan ibuku di sini."Clara melirik Mark. "Rumahmu?""Rumahku. Aku tak serta merta kaya raya. Aku dulu pernah berasal dari sini.."Clara menatap ke depan. Ia menatap pintu rumah yang sedikit rusak."Kau takut?"Clara menggeleng, "Aku tak takut. Hanya saja...""Aku akan pastikan kau aman.."Walaupun tampak ragu, Clara pun akhirnya mengangguk. Mark membuka pin
Langit sudah sedikit gelap. awan hitam pun mulai menyapa malam dan menyembunyikan ribuan bintang serta bulan yang biasanya menghibur orang orang dengan kilauannya.Hawa dingin pun ikut menusuk tulang seiring dengan turunnya setetes demi setetes hujan dari langit.Clara mengusap lengannya yang terasa dingin, ia melirik mark yang saat ini terbaring di pangkuannya.Clara melirik jam di tangannya ini sudah nyari 1 jam pria itu tertidur dan belum ada tanda-tanda Mark akan terbangun, bahkan helaan nafas pria itu masih saja teratur seperti orang yang tidur begitu nyenyak.Clara memijit lehernya yang terasa pegal, Ia ingin membangunkan Mark namun Entah kenapa ia tak tega untuk melakukan hal tersebut.Pasalnya Mark terlihat seperti orang yang sudah lama tak tidur dengan nyaman. Clara menatap wajah tirus Mark.pria itu memang terlihat semakin kurus. berbeda dengan saat terakhir ia melihatnya secara dekat yaitu ketika mala
Hujan sudah kembali reda, namun malam sudah sangat larut. Walaupun begitu, Mark dan Clara tetap memutuskan untuk kembali ke apartemen. Pasalnya di rumah itu pun tak ada apa-apa. Hanya ada tikar yang tadi Mark bawa. Tak mungkin ia bertahan dengan tikar tersebut sedangkan suhu udara semakin lama semakin menurun.Kini mereka sudah berada di dalam mobil Mark. Pria itu tampak lelah dan mengantuk.Sudah keberapa kalinya Clara memergoki Mark yang menguap. Dan ia takut Mark akan tertidur saat menyetir nantinya."Jika kau tak keberatan, kita bisa mencari penginapan terdekat. Besok aku ada kuliah siang, jadi tak masalah jika kita beristirahat sejenak." ucap Clara memberikan saran pada Mark.Pria itu nampak berpikir, "Baiklah. Di dekat sini ada penginapan. Kita ke sana saja."Clara mengangguk. Ia lalu mengencangkan sabuk pengamannya dan duduk dengan tenang.Mark mulai melajukan mobilnya dengan santai untuk menuju penginapan. Benar kata Mark
BRAAAKKK!"BODOH KALIAN SEMUA!!!"Lauren berteriak seperti orang kesetanan saat mengetahui jika anak buah dari Rudi tak berhasil mengikuti Mark dan Clara.Bahkan teriakan Lauren membuat Rudi jengah. Wanita ini selalu membuatnya sakit kepala. Banyak maunya namun sulit disentuh."Mengikuti dua orang saja kalian...."Dooor! Doorr! Door!Doorr! Doorr! Dooorr!Ucapan Lauren terhenti saat ia mendengat enam kali suara tembakan dan yang membuatnya ternganga adalah, enam orang yang tadi ia marahi kini tersungkur dengar darah yang mengalir dari kepala mereka.Lauren menatap Rudi tak percaya."RUDI!! apa yang..""Aku tak mau melihatmu berteriak terus sayang. Kau selalu mengatai mereka gagal ,itu artinya mereka tak pantas menjadi bawahanku. Dan sebelum mengikutiku, mereka sudah tahu konsekuensinya.""Ko...konsekuensi apa?"Rudi berjalan mendekati Lauren yang sebenarnya ketakutan. Rudi bisa saja nekat menemba
"Saya sudah menebak hal ini sebelum kau menikahi Clara, Tuan Mark." Indra menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tamu rumahnya.Di hadapannya, kini sudah ada Mark yang sudah datang sejak setengah jam yang lalu. Sebenarnya ini sudah ke lima kalinya Mark mencari Clara, namun tak bisa pria itu temui."Dan kau masih belum menyerah untuk meminta putriku kembali? Aku yakin kau pria bermartabat dan berprinsip. Karena prinsip mu itulah kau lebih mempertahankan mantan kekasihmu itu ketimbang putriku yang jelas-jelas adalah istrimu. Kau masih mencintai mantan kekasihmu itu.""Jangan asal bicara. Kau tak tahu isi hatiku." ucap Mark membela diri.Indra tertawa cukup renyah, "Kalau kau serius dengan putriku, kau tak akan membuangnya. Dan sekarang, setelah kau buang--""Aku tak membuangnya. Dia pergi dariku.""Dan kau pikir, dia pergi karena ulahnya?" Indra menatap Mark sinis, "Itu karena ulahmu, tuan Mark. Kau membuat keraguanku semakin jelas. Bahkan saat kau meminta Clara padaku untuk kau nikahi, di
PLAK! Lagi-lagi, sebuah tamparan kembali mendarat di wajah Clara dan kali ini si pemilik tangan adalah Jessie. Clara tersenyum tepatnya senyum iblisnya. Ia menatap Jessie, "Hanya segitu kekuatanmu? Itu masih kecil bagiku Jessie. Tamparan Suamiku padaku jauh lebih sakit dari ini." Clara melirik Mark yang juga sedang menatapnya, "Betulkan? Suamiku?"Mark yang ditanya seperti itu hanya bisa terdiam. Ia merasa bersalah.Clara kembali meluruskan tubuhnya dan menatap Jessie."Ada yang perlu kau jelaskan, Jessie?" tanya Clara dengan santainya.Jessie bergetar karena marah. "Kau si brengsek kecil.""Hahaha. Kenapa aku lagi. Sudah kukatakan kaulah yang si brengsek itu. Kau pembunuh Jessie.""Apa buktinya jika aku seperti yang kau katakan?" tantang Jessie.Clara tersenyum miring. Ia kembali mengenakan pakaiannya dan langsung membuka pintu. Di depan pintu sudah ada Daisy yang menguping sedari tadi.Tanpa permisi, Clara menarik Daisy masuk ke dalam."Dia. Dia bukti hidup.""Daisy?" sahut Mark."
Mark dan Jun masih saling tatap. Bahkan leraian dari Clara tak bisa menghentikan aksi keduanya.Sedangkan Harry, pria itu justru merasa Jun sangat jantan. Sepertinya Jun memikirkan tentang ucapannya kemarin. Clara meminta bantuan Harry namun Harry hanya diam seolah tak peduli."Kau berniat merebut Clara dariku?" tanya Mark tenang. Jun langsung tertawa kecil. Tawa yang seperti sedang meremehkan Mark. "Apa aku terlihat sedang memainkan guyonan? Kenapa kau tertawa?" tanya Mark yang mulai terpancing emosi.Kini tawa Jun mulai terdengar. Ia memukul-mukul pelan meja dengan kuku tangannya."Tuan Mark, kenapa kau gugup? Kenapa kau terlihat cemas? Kau sungguh menyangka aku akan mengambil istrimu?" Mark terdiam, "Dari wajahmu ,kau yang terlihat gugup. Kau cemas jika Clara akan berpaling darimu dan mengejarku. Cih! Kau sangat lucu."Wajah Mark mendadak memerah. Entah karena malu atau karena Marah.Mark meraih pergelangan tangan Clara dan menarik Clara untuk berdiri, "Kita pergi!" perintah Mar
"Sepertinya ada sesuatu dengan Clara. Apa dia sedang bermasalah dengan suaminya?" tanya Harry pada Jun sembari memutar-mutar ponselnya dengan tangan kanan. Jun tak menjawab. pria itu hanya mengangkat bahunya pertanda ia tak tahu. ia tak bisa ikut campur dalam urusan rumah tangga Clara. Karena itu bukanlah urusannya."Kau yakin tak ingin mencari tahunya Jun? aku yakin kau juga penasaran." goda Harry pada Jun.Jun meletakkan minuman dingin yang tadi ia pegang ke atas meja. "walaupun aku penasaran, aku tak mungkin ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Aku tak ingin Mark mengamuk padaku lantaran aku mendekati istrinya." jawab Jun yang sebenarnya masuk dalam logika. Namun selogika apapun isi kepala Jun, isi kepala Harry Justru lebih menantang. Ia tak suka dengan Jun yang langsung menerima begitu saja. seharusnya Jun mencari tahu terlebih dahulu Apa yang sebenarnya terjadi pada Clara. "Kau sungguh tak ingin mencari tahu Jun?" lagi-lagi Jun menggeleng.Harry seketika berdecak kesa
Suara kretek dari tulang-tulang yang diluruskan terdengar. Sumber suaranya berasal dari Mark yang baru saja bangun dari tidur lelahnya di sofa ruang TV rumahnya.Semalaman tidur di sofa, membuat tubuhnya terasa sakit semua. Bagaimana tidak, sofa itu terlalu kecil untuk tubuh tingginya. Apalagi Ia yang tak menggunakan selimut sehelaipun membuat rasa dingin saat malam hari menusuk ke tulangnya, yang membuat pagi ini tulangnya terasa ngilu. Mark kembali meregangkan tubuhnya secara perlahan. Mark merasakan tubuhnya kembali segar. Dia berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju Kamar tidurnya bersama Clara.Baru kali ini ia tak tidur sekamar dengan Clara dan rasanya cukup aneh di saat biasanya Ia tidur memeluk istri kecilnya tersebut, sekarang ia tak memeluk apa-apa, justru meringkuk kedinginan di ruang tv rumahnya sendiri. Tatapan Mark tak lepas dari pintu yang tertutup itu sampai langkahnya Terhenti Di depan kamar.Secara perlahan, ia meraih gagang pintu dan menariknya turun, lalu mendo
Suasana makan malam di kediaman Mark sungguh tak menyenangkan. Semua terasa tegang. Apalagi Clara yang tak bicara sepatah katapun membuat Mark menahan emosi."Ada yang ingin kau tanyakan padaku?" tanya Mark dengan nada dinginnya.Clara meletakkan sendok yang tadi ia pegang dan melipat dengan manis tangannya di atas meja.Ia berdehem sejenak lalu menatap Mark sembari tersenyum penuh makna."Harusnya aku yang bertanya padamu Mark. Apa ada hal yang ingin kau ceritakan padaku? Aku siap menunggu ceritamu." Mark menggertakkan giginya. Ia tak suka Claranya yang ia kenal manis berubah menjadi wanita seperti ini."Ada apa denganmu? Kau masih mempermasalahkan soal Jessie yang menelpon ku? Atau kau mempermasalahkan Jessie yang datang ke kantorku? Kau mengira aku selingkuh?" Clara tertawa dalam hatinya. Ia merasa saat ini Mark seperti sedang membuka aibnya sendiri. Clara menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia menatap Mark tenang, "Aku tak menuduhmu seperti itu. Kenapa kau sampai berpikir
"Ap-apa maksudmu?" Clara tertegun tak percaya.Setetes air mata mengalir dari mata Daisy. Sungguh, saat ini Clara seolah sedang melihat Daisy yang berbeda. Tidak seperti Daisy beberapa menit yang lalu."Da--Daisy?" panggilnya gugup.Daisy menghapus air matanya lalu fokus kembali menatap Clara."Jessie, wanita yang saat ini bersama Mark, wanita itu sudah membunuh kakakku. Dia pembunuh, aku membencinya Clara, dia sangat jahat."Clara semakin dibuat bingung. Daisy semakin terisak. Tak tahu harus berkata apa, akhirnya Clara hanya memberikan sebuah pelukan pada Daisy. Sebuah pelukan hangat yang ia harap bisa menenangkan gadis tersebut."Sssttt. Tenanglah. Aku tak tahu apa masalahmu, tapi jika kau mau, kau bisa ceritakan padaku." ucap Clara.Daisy melepaskan pelukan Clara padanya. Ia kembali menghapus air matanya."Maaf, aku tiba-tiba cengeng begini." Clara mengangguk lalu tersenyum, "It's Okay." balasnya."Sekitar lima tahun yang lalu, aku mempunyai seorang kakak perempuan yang hidup baha
Clara masih terdiam di tempatnya tadi berdiri saat ia bertemu dengan Jessie. Pernyataan Jessie membuat Clara cemas bukan main. Ia takut Jessie membongkar semuanya pada orang lain dan Mark menjadi dapat masalah.Namun, ada satu hal yang membuat Clara bingung, yaitu tentang ceritanya di masa lalu. dari mana Jessie bisa mengetahui hal itu? tak mungkin kalau Mark yang membongkar semuanya pada Jessie.Tapi yang ia tahu, hanya Mark yang mengetahui cerita tersebut. Lalu dari mana dan dari siapa Jessie mengetahuinya?.Asik berkelana dengan pikirannya sendiri, Clara pun dikagetkan oleh sebuah tepukan pelan di bahunya yang ternyata dilakukan oleh Mark sang suami."Sayang?" Sapa Mark pada Clara.Clara yang baru saja tersadar dari lamunannya, seketika menatap suaminya itu dengan tatapan kosong."Mark?" panggilnya pelan.Mark mengangguk, "iya ini aku Clara. Kau baik-baik saja? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya sambil menyentuh wajah sang istri.Clara mengangguk pelan, "aku baik-baik saja. A
"Aku menghubungimu semalam." Jessie membuka pembicaraan saat ia sedang duduk santai di sofa ruang kerja Mark.Mendengar itu, Mark yang tadi fokus dengan pekerjaannya seketika menghentikan kegiatan itu."Kau apa?" tanya Mark."Semalam aku menghubungi ponselmu dan yang mengangkat adalah istrimu." ucap Jessie santai saat mengulang kalimatnya tadi.Mark menatap Jessie marah. Ia berdiri dari duduknya dan langsung menghampiri Jessie. "Sudah kukatakan padamu jangan menghubungiku lebih dulu!" bentak Mark membuat Jessie terkejut."Kau membentakku karena ini?""Kau keras kepala Jessie! Aku sudah peringatkan!""Mark! Kau tak tahu betapa aku rindu?"Mark berdecih, "Rindu? Kau bilang rindu? Kau merusak semuanya. Sekarang, sekarang Clara sudah tahu hubungan kita, dia pasti akan curiga." Mark mengusap wajahnya kasar. Ia tak tahu apa yang setelah ini akan terjadi. Pantas saja Clara pagi tadi bersikap aneh dengannya. Jessie berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Mark sembari tersenyum licik. I