Jika bagi orang waras, jam tiga pagi, pasti mereka masih tertidur.. Namun tidak bagi Lauren. Ia masih terjaga dan gilanya lagi, Lauren duduk di dekat pantai sambil menatap langit gelap sedikit berbintang.
"Kau kenapa?" Tika berjalan mendekati Lauren yang sedang duduk di kursi santai yang disediakan pihak pantai.
Ia menyerahkan sekaleng minuman hangat pada Lauren.
Lauren meraih minuman tersebut lalu tersenyum, "Terima kasih.." ucapnya
"Ada masalah?" tanya Tika.
Lauren menghela nafas berat lalu menggeleng.
"Jangam bohong Lauren, gue tahu raut wajah lo. Lo nggak bisa sembunyiin dari gue.."
Tika semakin mendekati Lauren. Ia mengusap punggung sahabatnya tersebut.
"Gue nggak bisa telpon Clara." ucap Lauren lesu. Ia memang sudah mencoba menghubungi Anaknya sedari tadi, namun tetap tak bisa ia hubungi.
"Udah tidur mungkin.."
Lauren menatap Tika, "Apa iya?" balasnya sedikit ragu.
"Kenapa? Kau mulai meragukan m
Mataku terus terbuka. Tak bisa terpejam sedikitpun.Aku meringis saat hendak berdiri. Tubuhku sungguh terasa remuk, terutama pada bagian bawahku. Ia masih ingat bagaimana Mark melakukannya. Melepas keperawanannya dan memasukinya dengan semangat.Kulirik jam yang ada di dinding kamar. Masih menunjukkan pukul empat pagi. Kulirik seorang pria yang sedang terlelap di sebelahku. Pria yang baru saja memasukiku. Oh lebih tepatnya pria yang berstatus sebagai kekasih ibuku.Jahat?Tentu saja.Aku tahu aku jahat. Aku tahu aku sudah menghianati ibuku. Tapi aku juga tak mau menyiakan kesempatan itu.Aku gila, aku tahu dan aku paham.Rasa penasaranku terbayarkan sudah. Aku tahu sekarang kenapa mami bisa menjerit nikmat di bawah Mark. Pria itu sungguh luar biasa. Apa semua bule seperti itu? Jika ia, sepertinya di Amerika nanti ia harus mencari bule-bule untuk memuaskanku.Oh ,kau sungguh gila Clara.Kuhela nafasku cukup kuat.
"Sayang!" suara teriakan seseorang mengalihkan perhatian Lauren yang tadi sibuk dengan ponselnya.Ia tersenyum saat melihat sosok Mark berdiri agak jauh darinya.Hari ini ia baru saja pulang dari Bali dan meminta Mark untuk menjemputnya di bandara. Ia sangat merindukan kekasihnya tersebut.Setelah jarak mereka sangat dekat, Lauren langsung berhamburan ke pelukan Mark dan mengecup leher Mark lembut membuat Mark merinding seketika."Jangan menggodaku sayang.." ucap Mark membuat Lauren langsung tersipu malu.Lauren menjauhkan jarak wajahnya sedikit dari Mark. Ia menatap kekasihnya tersebut dengan seksama."Clara mana? Kenapa tak ikut? Apa anak gadis ku itu tak merindukanku?" pertanyaan beruntun ditanyakan Lauren pada pria itu membuat Mark cemberut seketika."Tak menanyai kabarku, tapi justru menanyai kabar anakmu. Kau tak merindukanku?" ucapnya berpura-pura c
Satu jam yang lalu. Satu jam yang lalu aku melihat Mamiku dan Mark menikah, mengucap janji bersama selamanya. Dan sungguh aku begitu ingin mengacak semua pesta ini, tapi tak mungkin.Apa kata orang-orang nanti jika aku melakukannya. Orang pasti akan bertanya apa alasanku melakukan itu. Dan tak mungkin jawaban, "Aku menyukai Mark" aku lontarkan pada mereka.Satu bulan pertemuanku dengan Mark. Hubungan terlarangku dengannya malam itu menjadi saksi bisu betapa aku menyukai Mark.Gila memang, tapi apa mau dikata. Penyatuan itu sudah berhasil menumbuhkan rasa di hatiku untuk Mark yang kini berstatus sebagai ayah tiriku.Ya Tuhan, kau sungguh tak bisa melihat mana yang baik dan mana yang buruk Clara.Aku berjalan ke meja hidangan yang disediakan. Aku memutuskan untuk mengisi perutku walaupun aku tahu itu tak akan berhasil menghilangkan suntukku.Apalagi pria yang kusuka kini ten
"Butuh teman nona kecil?"Clara terkejut mendengar suara Mark di kamarnya. Ia yang sedang berselimut seluruh badan langsung menarik selimutnya turun dan mendapati Mark sedang berdiri di sisi ranjangnya."Kau.." panggil Clara kesal.Mark menatap Clara dalam dan tajam, "Bisa diusahakan memanggilku Daddy mulai sekarang, Kitty?" ucap Mark dengan nada dingin.Clara mencoba tenang. "Aku tak perlu melakukan itu.""Kau perlu karena aku daddy mu mulai sekarang.."Clara berdecih. Ia duduk dari tidurnya lalu menatap Mark tajam."Jika aku tak mau..?" tanya Clara dengan senyum meremehkan.Mark melangkah mendekati Clara. Ia menunduk mendekati wajah Clara, "Kau Kitty ku asal kau tahu? Kau melupakan malam panas kita? Kau pikir setelah itu aku akan melepaskanmu? Kau salah kitty. Justru kau akan kubuat semakin panas.." bisik Mark membuat Clara mematung seketika.Melupakan malam panas? Tentu ia tak mungkin melupakan panas tersebut. I
"Kau sungguh ingin berangkat sayang?"Lauren berbicara pada Clara sambil mengisi piring dengan nasi goreng lalu menyerahkannya pada suaminya."Mami.. Ini impianku. Amerika adalah negara yang ingin aku tuju..""Tapi kau bisa jalan-jalan di sana. Tak harus belajar kan?"Clara menatap maminya dan Mark bergantian. Mark asik menyantap nasi goreng buatan maminya.Dasar pria tak peka, rutuk Clara."Ra.. Di Indonesia saja yang sayang. Mami akan carikan kampus terbaik untukmu di sini.." Lauren masih berusaha membujuk sang anak.Clara menghela nafas panjang. Ia meletakkan sandwich yang tadi dibuatkan maminya tersebut ke atas piring."Mam.. Dari dulu Clara udah cerita soal ini sama mami, dan mami setuju. Tapi kenapa sekarang mami seperti ini.."Lauren tertunduk. Ia mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sebelah Mark.
Akhirnya waktunya pun tiba. Hari ini Clara akan berangkat ke Amerika untuk memeruskan sekolahnya.Terlihat dengan jelas wajah kesedihan dari Lauren. Ia seolah tak rela melepaskan anak semata wayangnya untuk merantau ke negeri Paman Sam. Walaupun Clara di sana untuk belajar, namun ia masih belum bisa melepaskan sang anak.Namun dibalik sedihnya, ada sedikit kelegaan dalam hati Lauren. Pasalnya Mark juga ikut menemani Clara sang anak tiri. Ia senang Clara mau ditemani oleh daddy sambungnya tersebut.Jika nanti ia tak sibuk lagi, ia janji akan menyusul ke Amerika sana."Mami jangan sedih lagi.. Clara janji Clara akan hubungi mami sesering mungkin. Lagian di sana nanti juga ada Daddy. Clara janji nggak akan nakal.." ucap Clara mencoba menghibur maminya lagi.Lauren menatap Mark. Ia menatap Mark penuh harapan. Berharap Mark akan memperlakukan Clara seperti anak sendiri walaupun pada kenyataannya Mark belum pernah mempunyai anak."Aku berharap pad
"Silahkan masuk!" Mark membukakan pintu apartemen mewahnya untuk Clara.Mereka baru sampai di Amerika sekitar satu dua jam-an yang lalu. Mulai dari pengambilan barang sampai pulang ke Apartemen Mark, membutuhkan waktu yang tak sebentar.Alhasil Clara baru bisa menginjakkan kakinya di tempat megah tersebut saat matahari sudah lelah menyinari dan meminta bulan untuk menggantikan."Terima kasih.." balaa Clara santai.Ia masuk ke dalam. Jujur sebenarnya ia takjub dengan interior yang Mark pilih untuk di apartemennya.Seperti terlihat megah dan elegan.Dengan didominasi warna abu-abu tua dan juga putih. Serta sedikit warna hitam ditambah lampu-lampu kristal yang menerangi dengan indahnya."Tutup mulutmu. Kau terlihat seperti orang miskin. Setahuku di rumahmu di Indonesia, ini juga ada.." ucap Mark lalu berjalan mendahului Clara.Clara berdecak kesal.Ia berjalan mengikuti Mark."Kamarku di mana?" tany
Clara mengeluarkan sumpah serapahnya yang paling tajam saat ia kembali ke kamarnya.Semua mantra sialan itu ia peruntukkan untuk Mark, daddy tirinya yang sialnya sangat tampan.Mark sungguh gila. Pria sialan yang begitu mempesona namun berstatus sebagai daddy tirinya."Gila! Gila! Gila!""Mau berapa lama lagi gue di sini?""Ya Tuhan Clara, lo baru nyampe semalam dan lo nanya berapa lama lagi lo di sini..!!!""Lo nggak boleh gini Clara.""Lo harus cari pacar secepatnya..""Kalau perlu yang lebih tampan dari pria itu.."Clara menatap pintu kamarnya penuh emosi. Ia yakin Mark sedang tertawa mengejeknya di luar sana.Dan tepat seperti perkiraan Clara, Mark memang tengah menertawakan anak tirinya itu.Ia merasa geli melihat tingkah Clara yang seperti menolak namun sebenarnya mau.Ia pikir setelah ini akan jadi menyenangkan untuk Dirinya. Ia akan lebih sering menggoda Clara.Paling tidak...B
"Saya sudah menebak hal ini sebelum kau menikahi Clara, Tuan Mark." Indra menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tamu rumahnya.Di hadapannya, kini sudah ada Mark yang sudah datang sejak setengah jam yang lalu. Sebenarnya ini sudah ke lima kalinya Mark mencari Clara, namun tak bisa pria itu temui."Dan kau masih belum menyerah untuk meminta putriku kembali? Aku yakin kau pria bermartabat dan berprinsip. Karena prinsip mu itulah kau lebih mempertahankan mantan kekasihmu itu ketimbang putriku yang jelas-jelas adalah istrimu. Kau masih mencintai mantan kekasihmu itu.""Jangan asal bicara. Kau tak tahu isi hatiku." ucap Mark membela diri.Indra tertawa cukup renyah, "Kalau kau serius dengan putriku, kau tak akan membuangnya. Dan sekarang, setelah kau buang--""Aku tak membuangnya. Dia pergi dariku.""Dan kau pikir, dia pergi karena ulahnya?" Indra menatap Mark sinis, "Itu karena ulahmu, tuan Mark. Kau membuat keraguanku semakin jelas. Bahkan saat kau meminta Clara padaku untuk kau nikahi, di
PLAK! Lagi-lagi, sebuah tamparan kembali mendarat di wajah Clara dan kali ini si pemilik tangan adalah Jessie. Clara tersenyum tepatnya senyum iblisnya. Ia menatap Jessie, "Hanya segitu kekuatanmu? Itu masih kecil bagiku Jessie. Tamparan Suamiku padaku jauh lebih sakit dari ini." Clara melirik Mark yang juga sedang menatapnya, "Betulkan? Suamiku?"Mark yang ditanya seperti itu hanya bisa terdiam. Ia merasa bersalah.Clara kembali meluruskan tubuhnya dan menatap Jessie."Ada yang perlu kau jelaskan, Jessie?" tanya Clara dengan santainya.Jessie bergetar karena marah. "Kau si brengsek kecil.""Hahaha. Kenapa aku lagi. Sudah kukatakan kaulah yang si brengsek itu. Kau pembunuh Jessie.""Apa buktinya jika aku seperti yang kau katakan?" tantang Jessie.Clara tersenyum miring. Ia kembali mengenakan pakaiannya dan langsung membuka pintu. Di depan pintu sudah ada Daisy yang menguping sedari tadi.Tanpa permisi, Clara menarik Daisy masuk ke dalam."Dia. Dia bukti hidup.""Daisy?" sahut Mark."
Mark dan Jun masih saling tatap. Bahkan leraian dari Clara tak bisa menghentikan aksi keduanya.Sedangkan Harry, pria itu justru merasa Jun sangat jantan. Sepertinya Jun memikirkan tentang ucapannya kemarin. Clara meminta bantuan Harry namun Harry hanya diam seolah tak peduli."Kau berniat merebut Clara dariku?" tanya Mark tenang. Jun langsung tertawa kecil. Tawa yang seperti sedang meremehkan Mark. "Apa aku terlihat sedang memainkan guyonan? Kenapa kau tertawa?" tanya Mark yang mulai terpancing emosi.Kini tawa Jun mulai terdengar. Ia memukul-mukul pelan meja dengan kuku tangannya."Tuan Mark, kenapa kau gugup? Kenapa kau terlihat cemas? Kau sungguh menyangka aku akan mengambil istrimu?" Mark terdiam, "Dari wajahmu ,kau yang terlihat gugup. Kau cemas jika Clara akan berpaling darimu dan mengejarku. Cih! Kau sangat lucu."Wajah Mark mendadak memerah. Entah karena malu atau karena Marah.Mark meraih pergelangan tangan Clara dan menarik Clara untuk berdiri, "Kita pergi!" perintah Mar
"Sepertinya ada sesuatu dengan Clara. Apa dia sedang bermasalah dengan suaminya?" tanya Harry pada Jun sembari memutar-mutar ponselnya dengan tangan kanan. Jun tak menjawab. pria itu hanya mengangkat bahunya pertanda ia tak tahu. ia tak bisa ikut campur dalam urusan rumah tangga Clara. Karena itu bukanlah urusannya."Kau yakin tak ingin mencari tahunya Jun? aku yakin kau juga penasaran." goda Harry pada Jun.Jun meletakkan minuman dingin yang tadi ia pegang ke atas meja. "walaupun aku penasaran, aku tak mungkin ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Aku tak ingin Mark mengamuk padaku lantaran aku mendekati istrinya." jawab Jun yang sebenarnya masuk dalam logika. Namun selogika apapun isi kepala Jun, isi kepala Harry Justru lebih menantang. Ia tak suka dengan Jun yang langsung menerima begitu saja. seharusnya Jun mencari tahu terlebih dahulu Apa yang sebenarnya terjadi pada Clara. "Kau sungguh tak ingin mencari tahu Jun?" lagi-lagi Jun menggeleng.Harry seketika berdecak kesa
Suara kretek dari tulang-tulang yang diluruskan terdengar. Sumber suaranya berasal dari Mark yang baru saja bangun dari tidur lelahnya di sofa ruang TV rumahnya.Semalaman tidur di sofa, membuat tubuhnya terasa sakit semua. Bagaimana tidak, sofa itu terlalu kecil untuk tubuh tingginya. Apalagi Ia yang tak menggunakan selimut sehelaipun membuat rasa dingin saat malam hari menusuk ke tulangnya, yang membuat pagi ini tulangnya terasa ngilu. Mark kembali meregangkan tubuhnya secara perlahan. Mark merasakan tubuhnya kembali segar. Dia berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju Kamar tidurnya bersama Clara.Baru kali ini ia tak tidur sekamar dengan Clara dan rasanya cukup aneh di saat biasanya Ia tidur memeluk istri kecilnya tersebut, sekarang ia tak memeluk apa-apa, justru meringkuk kedinginan di ruang tv rumahnya sendiri. Tatapan Mark tak lepas dari pintu yang tertutup itu sampai langkahnya Terhenti Di depan kamar.Secara perlahan, ia meraih gagang pintu dan menariknya turun, lalu mendo
Suasana makan malam di kediaman Mark sungguh tak menyenangkan. Semua terasa tegang. Apalagi Clara yang tak bicara sepatah katapun membuat Mark menahan emosi."Ada yang ingin kau tanyakan padaku?" tanya Mark dengan nada dinginnya.Clara meletakkan sendok yang tadi ia pegang dan melipat dengan manis tangannya di atas meja.Ia berdehem sejenak lalu menatap Mark sembari tersenyum penuh makna."Harusnya aku yang bertanya padamu Mark. Apa ada hal yang ingin kau ceritakan padaku? Aku siap menunggu ceritamu." Mark menggertakkan giginya. Ia tak suka Claranya yang ia kenal manis berubah menjadi wanita seperti ini."Ada apa denganmu? Kau masih mempermasalahkan soal Jessie yang menelpon ku? Atau kau mempermasalahkan Jessie yang datang ke kantorku? Kau mengira aku selingkuh?" Clara tertawa dalam hatinya. Ia merasa saat ini Mark seperti sedang membuka aibnya sendiri. Clara menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia menatap Mark tenang, "Aku tak menuduhmu seperti itu. Kenapa kau sampai berpikir
"Ap-apa maksudmu?" Clara tertegun tak percaya.Setetes air mata mengalir dari mata Daisy. Sungguh, saat ini Clara seolah sedang melihat Daisy yang berbeda. Tidak seperti Daisy beberapa menit yang lalu."Da--Daisy?" panggilnya gugup.Daisy menghapus air matanya lalu fokus kembali menatap Clara."Jessie, wanita yang saat ini bersama Mark, wanita itu sudah membunuh kakakku. Dia pembunuh, aku membencinya Clara, dia sangat jahat."Clara semakin dibuat bingung. Daisy semakin terisak. Tak tahu harus berkata apa, akhirnya Clara hanya memberikan sebuah pelukan pada Daisy. Sebuah pelukan hangat yang ia harap bisa menenangkan gadis tersebut."Sssttt. Tenanglah. Aku tak tahu apa masalahmu, tapi jika kau mau, kau bisa ceritakan padaku." ucap Clara.Daisy melepaskan pelukan Clara padanya. Ia kembali menghapus air matanya."Maaf, aku tiba-tiba cengeng begini." Clara mengangguk lalu tersenyum, "It's Okay." balasnya."Sekitar lima tahun yang lalu, aku mempunyai seorang kakak perempuan yang hidup baha
Clara masih terdiam di tempatnya tadi berdiri saat ia bertemu dengan Jessie. Pernyataan Jessie membuat Clara cemas bukan main. Ia takut Jessie membongkar semuanya pada orang lain dan Mark menjadi dapat masalah.Namun, ada satu hal yang membuat Clara bingung, yaitu tentang ceritanya di masa lalu. dari mana Jessie bisa mengetahui hal itu? tak mungkin kalau Mark yang membongkar semuanya pada Jessie.Tapi yang ia tahu, hanya Mark yang mengetahui cerita tersebut. Lalu dari mana dan dari siapa Jessie mengetahuinya?.Asik berkelana dengan pikirannya sendiri, Clara pun dikagetkan oleh sebuah tepukan pelan di bahunya yang ternyata dilakukan oleh Mark sang suami."Sayang?" Sapa Mark pada Clara.Clara yang baru saja tersadar dari lamunannya, seketika menatap suaminya itu dengan tatapan kosong."Mark?" panggilnya pelan.Mark mengangguk, "iya ini aku Clara. Kau baik-baik saja? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya sambil menyentuh wajah sang istri.Clara mengangguk pelan, "aku baik-baik saja. A
"Aku menghubungimu semalam." Jessie membuka pembicaraan saat ia sedang duduk santai di sofa ruang kerja Mark.Mendengar itu, Mark yang tadi fokus dengan pekerjaannya seketika menghentikan kegiatan itu."Kau apa?" tanya Mark."Semalam aku menghubungi ponselmu dan yang mengangkat adalah istrimu." ucap Jessie santai saat mengulang kalimatnya tadi.Mark menatap Jessie marah. Ia berdiri dari duduknya dan langsung menghampiri Jessie. "Sudah kukatakan padamu jangan menghubungiku lebih dulu!" bentak Mark membuat Jessie terkejut."Kau membentakku karena ini?""Kau keras kepala Jessie! Aku sudah peringatkan!""Mark! Kau tak tahu betapa aku rindu?"Mark berdecih, "Rindu? Kau bilang rindu? Kau merusak semuanya. Sekarang, sekarang Clara sudah tahu hubungan kita, dia pasti akan curiga." Mark mengusap wajahnya kasar. Ia tak tahu apa yang setelah ini akan terjadi. Pantas saja Clara pagi tadi bersikap aneh dengannya. Jessie berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Mark sembari tersenyum licik. I