Jax's POVWanita itu menata sebuah tatami dan mempersilakanku untuk meletakkan bayiku.“Siapa namanya?”Iya, benar. Siapa nama bayi ini? Aku bahkan belum terpikir untuk memberikannya nama.“A-Ashton,” jawabku, asal.“Ashton. Nama yang bagus. Menggambarkan sesuatu yang tenang, tetapi kokoh.” Ia menjeda lagi, mengeluarkan beberapa kain dan handuk dari dalam lemari. “Bolehkah aku memandikannya?”Aku mengangguk. Jessabelle kemudian menggerakkan tangan dan membuat jendela serta pintu tertutup, lalu meraih Ashton ke dalam rengkuhannya untuk ia basuh dengan kain basah yang telah ia siapkan.Ia membungkus Ashton dengan kain dan menyerahkannya padaku sembari tersenyum. “Apakah kekasihmu ada di sini?”Aku menggeleng. “Ia masih harus menjalani prosedur untuk mempertahankan kehidupannya.”“Oh, reinkarnasi Bethany?” tebaknya yang tentu saja terlalu tepat untuk dikatakan sebuah kebetulan. Aku membenarkan tebakannya yang mungkin bukan sebuah tebakan, melainkan ia memang sudah tahu berita mengenai Iv
Jax’s POVAku kembali ke kapal dan berniat untuk mengabari Ayden dan Gabby bahwa kami akan melakukan perjalanan lagi. Namun, setiba di kapal, ada hal menarik yang membuatku tak percaya. Ivanna terbaring di atas ranjang pasien, bukan di dalam tabung yang selama beberapa hari ini melindunginya dari kematian karena kemungkinan apa yang Ayden sampaikan adalah benar. Namun, mengapa hari ini ...Aku mencari keberadaan Ayden dan Gabby. Mereka harus bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada Ivanna, kupastikan tak akan mengampuni mereka.“Ayden, Gabby! Di mana kalian?!” Aku keluar dari ruangan Ivanna dan berusaha menemukan sepasang dokter gila yang telah membiarkan kekasihku berada di luar tabung. Namun, tak menemukan mereka di mana pun. Dengan langkah gusar aku kembali ke ruangan siapa tahu mereka telah kembali. “Ayden! Apa yang kalian lakukan pada Ivanna? Dia bisa ma—““Jax ... apakah itu kau?” ucap sebuah suara memotong perkataanku yang sudah penuh dengan ketegangan. Dan tentu saja kukena
Jax's POV“Berapa lama kita akan tiba di pulau selatan?” tanyaku pada Devon yang tengah berada di ruang nakhoda dan turut mengawasi dan menjadi navigator dalam perjalanan kali ini. Devon memutar tubuh dan tampak wajahnya serius. “Apakah ada masalah?” “Tampaknya kita akan butuh waktu lama untuk tiba di sana. Menurut beberapa petugas maintenance, ada sedikit kendala di bagian mesin, Jax,” jawabnya. “Lalu? Kita tunggu saja sampai perbaikan selesai. Mereka pasti akan mengerjakannya dengan cepat. Aku biasa mengalami ini.” “Tidak mungkin. Kau pasti tahu alasan pulau selatan todak segera terjual. Dan kau nekat membelinya.” Ia menjeda kemudian mendekat padaku. “Ada makhluk mitologi di sana, Jax. Tepatnya di lautan menuju ke selatan. Kita tak boleh berlayar melewati titik itu pada saat gelap.” Aku berusaha mencerna perkataan Devon. Agak aneh di telingaku mendengar tentang makhluk mitologi dan sejenisnya sementara kami sendiri pun merupakan bagian dari mereka. Memangnya siapa yang percaya pa
Jax’s POV“Kau tidak serius akan melakukan ini kan, Jax?” tanya Devon, Ayden, dan Gabby secara hampir berbarengan, sementara aku tak langsung menanggapi melainkan mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan sendiri menuju pulau selatan.Aku tahu risikonya, terlebih menurut beberapa awak kapal yang menjadi saksi kemunculan makhluk itu, ada banyak kejadian aneh menimpa mereka setelah melihat dengan mata kepala sendiri seperti apa penampakan makhluk itu. Aku tidak gentar dan akan kulakukan segalanya untuk orang-orang tercinta dan mereka yang telah mendukungku.“Jax, jawab aku!” Devon yang tampak paling gusar saat mendengar rencanaku untuk mendahului mereka demi bertemu dengan makhluk mitologi yang konon berbahaya dan membawa kutukan.“Apa jawaban yang kau mau, eh? Apakah kau ingin aku membatalkan rencanaku dan bergelung dalam selimut sementara lainnya berusaha menyelamatkanku dan orang-orang tercintaku?”“Tapi tidak dengan rencana bodoh ini, Jax. Kita bisa mengaturnya, bersama kita aka
Kami berlayar menggunakan speedboat sudah cukup jauh dari kapal dan sudah memasuki perairan selatan. Sebentar lagi kami akan tiba di pulau selatan yang nantinya akan menjadi tempat menetap kami.Ivanna yang tengah menyusui Ash, tiba-tiba tampak siaga seolah mendengar sesuatu. Ia meletakkan Ash di dalam sebuah keranjang dan menahannya dengan sebuah tali agar tidak akan terganggu andai terjadi guncangan. Ia lantas bangkit dan menghampiriku yang sejak tadi mengemudi sembari memerhatikan apa saja yang ia lakukan.“Apa yang terjadi? Kau terlihat begitu gelisah,” tanyaku kemudian mengecup bibirnya. “Apakah Ash akan baik-baik saja berada di sana?”“Aku akan menggendongnya sebentar lagi. Sebelumnya, aku ingin memastikan bahwa lautan dalam keadaan aman,” jawabnya, kemudian mengambil binokular dari dasbor dan menilik sekeliling kami. “Aku tidak melihat apa pun, tetapi entah mengapa instingku mengatakan akan ada yang terjadi.”“Apa yang kau rasakan?”“Di sini. Rasanya berisik sekali.” Ia menunju
Ivanna’s POVOwa owa owa!“Ssh ... jangan menangis, sayang. Ibu di sini. Kita akan baik-baik saja.” Aku berusaha menenangkan Ashton yang sejak tadi menangis seolah bisa merasakan kegelisahanku karena kepergian Jax, ayahnya.Apa yang terjadi dengannya di bawah sana? Apakah ia baik-baik saja? Mengapa sudah hampir satu jam berlalu tetapi ia tak juga kembali?Aku meletakkan Ashton kembali ke keranjang, kemudian melongokkan kepala ke dalam air, berharap bisa melihat sesuatu di sana, tetapi nihil. Hanya kumpulan air yang kelam dan tak mungkin akan bisa melihat di dalamnya.Aku tak bisa mengendalikan perasaanku saat ini. Mungkin aku telah melakukan kebodohan dengan membawa Ash. Andaikan aku tidak membawanya, mungkin sekarang aku visa membantu Jax mengatasi apa pun yang tengah ia hadapi sekarang.“Jax, kau di mana?” gumamku yang justru membuat Ashton semakin keras tangisannya. “Tenang, sayang. Ayahmu pasti akan kembali.”Aku kembali menggendong Ash dan menimangnya. Berharap dengan begini pera
Ivanna's POV Aku bersama lainnya menghentikan langkah di depan sebuah bangunan yang tampak tak terurus. Pagarnya menghitam dan sedikit rusak, tetapi bagian bangunan tak terlihat terlalu buruk. Masih bisa ditinggali meski harus menunggu beberapa waktu untuk proses renovasi.“Apakah ini rumah kalian?” tanya Ivory.Aku menggeleng, sementara Jax tak menjawab dan hanya memandangi bangunan megah itu.“Aku tak menyangka akan serusak ini,” gumam Jax, kemudian membuka pagar dan melangkah masuk. Aku, Ivory dan Max mengekor langkah Jax yang kemudian berhenti sebelum kami tiba di depan pintu.“Kalian tak mungkin tinggal di tempat ini, kan?” ujar Ivory sembari mengedar pandangannya ke seluruh penjuru tempat di mana kami berada. “Tempat ini membutuhkan renovasi total.”“Ya, kurasa begitu,” jawabku, sembari membenarkan gendongan yang tampaknya itu cukup menarik perhatian Ivory. Ia kemudian membantuku untuk mengendurkan sedikit pengikat gendongan dan mengelus Ashton.“Kasihan sekali bayimu. Dia past
Ivanna’s POVAku dan Jax hendak bangkit, tetapi Max dan Ivory memberi isyarat agar tetap berada di tempat kami. Max kemudian berdiri dan berhadapan dengan pria yang mungkin baginya telah mengusik perjamuan yang tengah ia adakan untuk tamunya, yaitu kami.“Apa-apaan ini, Bryan? Apakah kau tidak punya sopan santun mengatakan hal itu di hadapan tamu kita?”“Maafkan aku, Alpha. Ini adalah pesan dari Tuan Alsen.”Max terdengar mendengkus, tak bereaksi sama sekali untuk beberapa saat, dan kemudian merespon perkataan bawahannya. “Biar nanti aku sendiri yang akan bicara dengan kakek. Sekarang tinggalkan kami, kembali kerjakan pekerjaanmu.”“Tapi, Alpha—““Tidak ada kata tapi! Laksanakan perintahku atau kau akan kuberi hukuman!”Dua pria yang semula tampak begitu bersikeras untuk meminta kami keluar dari wilayah mereka, pada akhirnya tunduk dan patuh. Tampaknya, kekuasaan Max di kelompoknya tidak main-main. Mungkin sebutan Alpha merupakan penanda bahwa ia adalah pimpinan dalam kelompok Lycan d
Jax's POV Aku dan Ivanna saling bertatapan, begitu pula Gabby yang terlihat tak percaya apa yang baru saja ia dengar. “Kehamilanmu adalah hadiah dari Amethyst, Sang Dewi Bulan, untukmu dan Dokter Davidson, karena kalian telah menolong kami,” lanjutnya. Aku bisa melihat air mata bahagia menetes dari sudut mata Gabby. Ia telah lama menantikan seorang bayi, karena menurutnya, dirinya tak mungkin bisa mengandung. Vampire tak mungkin mengandung, meski Ayden adalah seorang hybrid yang masih mungkin memiliki organ dan sel hidup dalam tubuhnya untuk bereproduksi, tetapi tidak dengan Gabby.Itu sebabnya ia mengusahakan dengan eksperimen yang telah hancur akibat perbuatan Jason. “Aku sangat bahagia mendengarnya. Selamat, Gabby!” Ivanna turut meneteskan air mata dan memeluk Gabby dengan erat, begitu pula lainnya bergantian mendekap wanita berambut merah itu. “Lalu bagaimana dengan embrio yang Jason bawa saat itu?” tanya Ivanna tampak ingin tahu. “Dia tak pernah tumbuh, Ivanna. Aku melihatny
Jax’s POVAku bisa merasakan nagamaki yang menembus punggung Jason semakin mengoyak tubuhnya, termasuk juga tubuhku. Jason menarikku mendekat dan seolah tak membiarkanku hidup sementara dirinya harus berakhir di tangan wanita yang selama ini ia anggap lemah.Ivanna berhasil menaklukkan apa yang selama ini membuatnya gentar. Pertemuan dengan Bethany dan Jason, adalah hal paling menakutkan baginya.Jason mendekapku cukup lama. Bola mata kelabunya menatapku dengan tatapan bengis, penuh kebencian. Aku masih ingat perkataannya yang terdengar sebagai ancaman seolah aku akan takut dan memilih untuk berpihak padanya.“Kau tidak akan pernah bisa lari, Jax. Aku akan terus memburumu dan keturunanmu di kehidupanku selanjutnya,” ujarnya, kemudian menyeringai.“Mungkin. Jika kau memang terlahir kembali, aku akan dengan senang hati menghadapi dan membunuhmu dengan tanganku sendiri,” jawabku sebelum kemudian mendorong Jason menjauh dan berusaha menopang tubuhku sendiri agar tak terjatuh.Aku masih in
Ivanna's POV Aku bangkit perlahan, duduk dengan tegak dan meraih Ash yang semula kubaringkan di atas hamparan pasir. Tak ada tangis sedikit pun, seolah ia mengerti bahwa ibu dan ayahnya sedang berjuang untuk keselamatannya, maka ia tak ingin membebani kami dengan rengekan.Aku menyerahkan Ash pada Ivory, membiarkan wanita itu merengkuh putraku.“Aku tak tahu apakah ini keputusan benar, mempercayakan bayiku padamu. Namun, seperti kau percaya padaku, maka itu yang kulakukan. Aku percaya padamu. Tolong jaga Ash untuk kami. Aku akan kembali ke sana menolong Jax dan kawan-kawan lainnya. Aku akan kembali mengambil Ash setelah kekacauan ini selesai.”“Tenang saja, Ivanna. Kau bisa percaya padaku. Aku berjanji akan menjaga Ash, karena ia adalah jodoh Mackenzie. Tak mungkin aku melenyapkan jodoh putriku sendiri. Sekarang kembalilah, tolonglah Jax dan lainnya. Aku akan membantu kalian dari sini,” ucap Ivory yang membuatku tertegun sejenak mendengar apa yang barusan ia ucapkan.Ash berjodoh den
Ivanna’s POVGabby menatapku dengan tatapan yang tak mampu kuterjemahkan. Apa yang tengah ia pikirkan saat ini? Mengapa aku tak bisa membaca pikirannya, dan pikiranku seolah tak mampu menangkap sinyal darinya. Apakah ini karena perasaanku tengah kacau balau?Gabby tampak gugup dan tak bisa memberikan jawaban maupun menuruti keinginan Jason, untuk memberikan Ash pada Bethany yang sudah tampak begitu kelaparan. “A-aku ingin ke kamar kecil,” ucap Gabby yang membuatku terhenyak. Apakah ia berniat untuk melarikan diri di tengah kekacauan yang telah ia buat? Jax mengatakan padaku bahwa Gabby sempat berniat untuk mengkhianati kami. Apakah ini salah satunya?Mendengar perkataan Gabby, Jason tersenyum mengejek. “Kau ingin menipuku, huh?”Gabby menggeleng. Bahkan ketika Jason akhirnya mencengkeram wajahnya, perempuan itu sama sekali tidak memberi perlawanan. Ayden yang tampak geram dan berusaha melepaskan diri untuk bisa menyelamatkan kekasihnya, sementara aku dan Ash, nyawa kami di uju8ng tan
Ivanna's POV Bethany, jika aku tak salah mengenali, layaknya seekor anjing yang datang bersama tuannya. Jason mengikatnya tanpa ampun.“Halo, Ivanna. Apakah aku lupa mengatakannya, bahwa kau tak akan pernah bisa lari dariku. Ke mana pun kau pergi, aku akan selalu bisa menemukanmu.” Ia menoleh pada makhluk yang ada dalam ikatannya. “Benar begitu, kan, sayang. Kau boleh menyapa dirimu di kehidupan terakhir, Beth. Setelah ini, kaulah yang akan hidup dan dirinya hanyalah tinggal kenangan.”“Kami tak akan biarkan kau menyentuh Ivanna!” geram Gabby kemudian menerjang Jason yang dengan gesit selalu berhasil menghindar.Lalu giliran Ayden yang menyerang. Kekuatan keduanya imbang, tetapi bagaimana pun, Jason adalah lelaki yang licik. Ia menggunakan Bethany sebagai senjata untuk menghalau dan mempersulit posisi Ayden dan Gabby.“Kau harus menghabisinya, Ayden. Kita harus selamatkan Ivanna.” Aku masih mendengar suara mereka berdua tengah bercakap-cakap sembari sesekali kudengar suara denting be
Ivanna’s POVDi tengah kekacauan yang terakhir kali kulihat adalah sosok kekasihku yang telah siap dengan sahabat karibnya, nagamaki yang selalu tersemat di balik punggung. Jika Jax sudah mengetatkan genggaman di ujung pegangan nagamaki, itu artinya, pertarungan besar akan terjadi. Jumlah Feral yang datang, aku lupa tepatnya, tetapi aku tahu kalau mereka tak hanya satu, dua, atau sepuluh. Ratusan, jika aku boleh memperkirakan. Apakah Jax dan Max akan baik-baik saja menghadapi mereka?Ivory menarik lengan dan membawaku melarikan diri bersamaan dengan datangnya gerombolan makhluk liar itu. Aku merasa beruntung karena tak hanya aku yang ada di sana, melainkan Ayden dan Gabby yang bertemu dengan kami di sebuah persimpangan.Beruntungnya, Ash tak pernah jauh dariku. Ia masih berada dalam gendonganku setelah mendapatkan tanda keanggotaannya.“Ivy, akan kau bawa ke mana kami?” tanyaku, sembari mengikuti kecepatan wanita itu. Ivory sangat gesit dan lincah. Ia seolah sudah terbiasa melarikan
Jax's POV “Jax, apakah kau sudah gila? Aku sudah katakan kalau Ash berada dalam bahaya. Kau malah setuju untuk ikut dengan mereka.” Ivanna menyuarakan protes ketika mendengar permintaanku agar kami segera berkemas. “Aku tak menyangka kau menganggap perkataanku hanya bualan.”“Aku tak pernah berpikir demikian, Ivanna. Mengertilah!” Aku meraih wanita itu agar menghadap padaku. “Ivanna, dengarkan aku. Kita tidak memiliki pasukan dan Jason bisa menyerang kapan saja.”“Devon sudah menyerahkan klan-nya untukmu, bukan? Kita bisa memulainya jika kau mau.”Aku menggeleng. “Tidak semudah itu, Ivanna. Banyak yang harus kita lakukan dan persiapkan untuk membentuk sebuah klan yang kuat. Kita belum sebanding dengan Jason, kecuali kalau ia berani berduel melawanku, maka kupastikan aku akan menang.”Ivanna tampak gelisah. Wajah pucatnya yang biasanya masih merona, kini terlihat makin pucat. Ia tampak kelelahan setelah apa yang kami lalui selama beberapa hari terakhir. Aku tak ingin jika penderitaan
Jax’s POVAku membawa Ivanna untuk ikut denganku menuju ke ruang bawah tanah. Aku susdah mengatakan padanya, meski masalah ini bukanlah rahasia dan Max bahkan tak melarangku jika aku ingin menyampaikan pada Ivanna, tetapi tidak seharusnya kami datang ke ruang bawah tanah di malam hari seperti ini.Kekuatan feral akan meningkat di malam hari dan aku tak ingin sampai membuat kekacauan karena sikap keras kepala kekasihku ini. Namun, apa boleh buat?Kubiarkan ia melihat di sekeliling, di mana beberapa lycan tengah dikurung, tetapi dalam kondisi normal. Ivanna tampak tertarik dengan apa yang membuat Max dan member pack memutuskan untuk memenjarakan mereka.“Pastinya karena masalah yang cukup besar mereka mendapat hukuman sebagai efek jera,” jawabku saat Ivanna tampak tak mampu menahan diri dan sebelum ia berpikir bahwa pemerintahan yang Max jalankan terlalu ketat, aku memberikan penjelasan padanya.Tiba di satu sel yang tampak berbeda dibanding lainnya, langkahku terhenti dan ia pun melaku
Ivanna's POV Aku masih memikirkan perkataan Ivory mengenai penawarannya agar Jax menjadi warior bagi Alsenic pack dan kami menjadi bagian dari pack tersebut. Aku bahkan belum menyampaikan pembicaraan itu pada Jax. Ia tengah menyibukkan diri menimang Ash dan aku hanya memerhatikannya dengan banyak pikiran yang semrawut.Setelah berhasil menidurkan Ash, Jax membaringkannya di sebuah box bayi yang juga sudah tersedia lengkap di rumah ini, lalu menghampiriku yang sejak tadi termenung memandangi Jax dengan tatapan kosong.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Jax setelah mengecup bibirku sekilas. Aku mendesah dan memaksa tubuhku untuk berbaring, sementara ia meraih kakiku dan memijitnya dengan lembut. “Lihatlah, kau sangat kelelahan. Katakan apa yang sedang kau pikirkan? Mungkin saja membaginya denganku pikiranmu bisa sedikit lebih tenang.”“Jax, apakah Max mengatakan sesuatu? Bukankah kalian tadi berjalan ke suatu tempat berdua? Apakah dia mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan politik atau