Ivanna’s PoV
Jax berusaha mencari siapa pun atau apa pun yang kuyakini ada dalam kamarku. Aku tidak melihatnya dengan jelas karena lampu yang redup, selain hanya suara yang jelas menyerupai geraman serigala.Aku sedang berada si balkon saat mendengar suara aneh itu. Persis seperti suara Damon saat bercinta dengan wanita yang tak kukenal—untuk yang satu ini aku tidak terlalu yakin, jadi akan kupastikan kembali malam nanti apakah benar pria itu Damon atau bukan. Itu pun andai dia pulang ke rumah ini.Damon belum juga kembali sejak semalam, jadi karena aku terlanjur ketakutan, aku berniat untuk mencari pertolongan tanpa harus masuk ke kamar dan bertemu makhluk itu. Sayangnya, aki terlalu banyak mengonsumsi alkohol hingga tubuhku sempoyongan dan nyaris kehilangan nyawa.Terima kasih untuk Jax yang sigap menolongku, meski ada kejanggalan yang kurasakan ketika pria itu membantuku naik. Tak mungkin aku salah. Namun, sayangnya aku tidak memiliki bukti apa pun untuk menuding pria yang telah menyelamatkan nyawaku. Ia lantas membantuku mencari makhluk yang geramannya mirip seperti anjing hutan atau mungkin serigala, entahlah.“Tidak ada apa pun di sini, Nona,” ucapnya setelah memastikan ruangan ini aman. Lantas suara siapa yang kudengar tadi? Apakah aku terbayang-bayang adegan panas antara Damon dan wanita di kamar mendiang ayah dan ibu?Ataukah mungkin ini adalah efek sebotol vodka yang kutenggak habis?“Sebaiknya kau beristirahat. Aku akan kabari Nona Moretti untuk membatalkan jadwalmu hari ini.”“Tidak, jangan! Aku harus bersiap dan pergi sekarang atau aku akan—“Oh, celaka! Tubuhku limbung dan yang kurasakan saat ini adalah kepalaku berputar serta berdenyut hebat. Apakah ini efek alkohol? Tidak biasanya aku mengalami hal semacam ini sebanyak apa pun minuman yang kuhabiskan.Dan sekali lagi, Jax dengan sigap merengkuh tubuhku dengan lengan kokohnya.Untuk sesaat, aku seolah terhipnotis. Bola matanya yang sebiru safir itu tampak berkilau dan menyiratkan sesuatu. Mungkin aku yang terlalu berlebihan, tetapi aku tahu apa yang kurasakan ini. Tidak biasanya aku begitu tertarik pada pribadi seseorang yang bahkan tidak kukenali sama sekali.Aku telah menjalin hubungan dengan Damon untuk waktu yang cukup lama. Tiga tahun kalau tidak salah, dan selama itu, tak pernah sekali pun aku terpikat pada pria lain, setampan dan semapan apa pun dia, meski melebihi Damon sekalipun. Namun, Jax ... ah, sudahlah!Tampaknya aku memang masih dalam pengaruh alkohol hingga otakku tak bisa diajak berkompromi dan berhalusinasi sejak tadi.“Apakah kau baik-baik saja, Nona? Berbaringlah, aku akan mengambilkan air untukmu.”Ia hendak beranjak, tetapi belum sempat pergi, suara Brianna terdengar menggelegar seiring langkah masuk ke dalam ruanganku.“Vans! Oh, Tuhan! Maafkan aku karena terlambat, apakah kau tidak apa-apa?” tanya gadis itu sembari menilik kondisiku yang tampak mengerikan. Rambutku masih berantakan akibat insiden bunuh diri tadi, dan baru kusadari gaunku sedikit koyak karena tersangkut teralis balkon.“Aku baik-baik saja. Memangnya kenapa?”“Semua orang membicarakanmu. Fotomu telah tersebar ke seluruh Eastonville, kau tahu?! Mereka mengira kau hendak bunuh diri. Apakah benar?” racau Bri.“Apakah menurutmu aku seputus asa itu? Mengapa kau mencemaskanku padahal kau sangat mengebal karakterku? Apakah ada yang kau sembunyikan dariku?” todongku. Mendengar pertanyaanku yang terkesan menyudutkannya, Bri terbelalak tak percaya.“Apa? Tidak sama sekali! Aku hanya mencemaskanmu, apakah tidak boleh?” tanyanya.Aku hanya mengedikkan bahu. Segalanya terasa begitu mencurigakan sejak aku melihat sosok Damon malam itu. Setiap malam berubah menjadi teror dan mimpi buruk, dan pagi hari terasa begitu hampa.“Oh, iya. Aku sudah membatalkan jadwalmu langsung setelah kulihat foto yang beredar. Kau tidak lihat? Di luar sudah berkumpul para pemburu berita. Kau terpaksa tidak boleh keluar rumah sama sekali. Jangan berdiri di balkon, itu sangat berbahaya.”Bri tak henti mengomel, tetapi aku lega dengan kedatangannya, meski sedikit terlambat. Bri kubiarkan tetap mengomel sementara aku menoleh pada Jax yang masih berada di ruangan yang sama dengan kami, memastikan raut wajah pria itu; datar dan tanpa ekspresi sama sekali.Bagaimana bisa?Tidakkah dia berpikir atau cemas atas apa yang baru saja menimpaku? Mengapa wajahnya tampak begitu pucat? Apakah ia sakit?“Jax ... wajahmu pucat,” ucapku sembari bangkit dari ranjang dan mendekat padanya. Pria itu tidak memberi jawaban apa pun melainkan meraih tanganku yang hendak memeriksa suhu tubuhnya.Jantungku serasa berhenti berdetak sepersekian detik sementara tatapannya tak juga ia alihkan dariku. Aku butuh stok oksigen sekarang juga!“Aku baik-baik saja, Nona. Apakah aku bisa meninggalkanmu sekarang? Ada yang harus kulakukan,” ujarnya, yang hanya kujawab dengan anggukan. Ia lantas melepaskan genggamannya dari pergelangan tanganku perlahan, lalu memutar tubuh untuk meninggalkanku di kamar bersama dengan Bri.Apa yang terjadi padanya?***Aku tidak bisa tinggal diam melihat kondisinya seperti itu. Dengan langkah cepat kuikuti pria itu hingga ia tiba di kamarnya dan dari luar bisa kudengar suara gaduh yang sedikit mengganggu.Apakah ia kesal atas apa yang terjadi di kamarku tadi? Tidak, tidak! Aku pasti hanya overthinking karena tidak seharusnya aku memberi perhatian lebih pada pria yang hanya bawahanku dan jelas Jax tidak merasakan apa yang kurasakan. Ia pria yang profesional dan bisa kulihat tadi sikapnya tidak melanggar batasan tidak tertulis yang sudah seharusnya ia ketahui.BRUAKK!Suara gaduh itu makin mengusikku. Apa sebenarnya yang terjadi dengan pria itu? Wajah pucat dan kulitnya yang sedingin es masih menimbulkan tanya dalam benakku, serta sikapnya yang tergesa pergi setelah memastikan kalau aku baik-baik saja. Dan satu lagi, aku tidak mungkin lupa akan serum berwarna semerah darah ...Tunggu! Darah ... vampir, orang aneh di kelab ... mengapa semua itu seolah saling berkaitan?Knock knock knock!“Jax! Apakah kau baik-baik saja?” Aku tidak mendengar jawaban atau suara lain selain barang yang berjatuhan. Ada sedikit suara erangan, tetapi aku tak yakin kalau itu berasal dari dalam kamarnya.BRUAKK!BRAKK!Suara gaduh itu makin mengganggu. Aku tak tahan jika hanya diam dan berdiri di luar sementara aku tak tahu apa yang pria itu alami di dalam sana. Ia bahkan tidak juga keluar dari kamar saat mendengar panggilanku. Apa yang terjadi padanya?“Jax, tolong buka pintunya! Kau membuatku takut. Jax!”Tetap saja, apa yang kulakukan sia-sia. Aku tidak bisa tinggal diam dan memutuskan untuk membuka paksa pintu kamarnya.“Jax, aku akan masuk.”Aku membuka pintu kamar pria itu perlahan, tampak barang-barangnya yang berserakan, tetapi tidak kulihat keberadaan pria itu di mana pun. Kuberanikan diri melangkah masuk sembari mengedar pandangan ke seluruh penjuru ruangan yang terasa dingin dan kosong. Persia seperti kediaman Jax yang seolah tak berpenghuni.“Jax, aku masuk untuk memastikan kondisimu. Apakah kau di kamar mandi? Jax ... kumohon jawab aku. Jangan membuatku takut. Apa kau baik-baik sa—AH! Jax, apa yang terjadi?!”BRUGH!Pria itu menyergapku dan membuat tubuh kami—tubuhku terhempas ke lantai. Nyeri hebat terasa di bagian belakang kepalaku sementara pria ini mengunci kedua pergelangan tanganku dengan genggaman kokohnya. Ada yang berbeda dari wajahnya, aku tak tahu apa.Mungkin wajah pucatnya yang tampak nyaris kelabu, atau ... bola mata berwarna merah mengilat itu yang membuatnya terlihat aneh.Ingatanku secara otomatis kembali ke hari di mana orang aneh di kelab saling menghisap darah satu sama lain lantas mendatangiku. Mata mereka juga berwarna merah sama seperti Jax saat ini. Namun, tak mungkin Jax sama seperti mereka, kan? Tidak mungkin kalau Jax ....Pria itu mendekatkan wajahnya dan mengendus ceruk leherku. Aku bisa merasakan nafasnya yang menyapu permukaan kulitku. Aku tak berani menghirup oksigen sedikit pun.Dadaku bergemuruh antara cemas, takut, dan perasaan lain yang justru bentuk dari gelegak adrenalinku.Mungkinkah Jax seorang vampir? Dan jika benar, apakah ia akan menghisap darahku seperti yang dilakukan dua pasangan aneh di kelab saat itu? Lantas ... bagaimana rasanya jika darahku dihisap? Apakah aku akan mati?“J-Jax ... k-kau ....” Napasku terasa tersendat.Sungguh, ini hal paling menakutkan yang pernah kualami sepanjang hidupku. Bohong jika kukatakan aku tidak takut pada pria tampan ini. Dan andai sekarang posisi romantis ini berlanjut menjadi cumbuan mesra penuh gairah, mungkin aku akan biarkan Jax melakukannya.Tak masalah bagiku. Toh, Damon juga melakukan hal yang sama; mengkhianatiku. Meski aku belum benar-benar bisa membuktikannya, tetapi aku yakin apa yang kulihat tidak salah.Jax mengerang, membuatku tersadar dari angan nakalku barusan. Tangannya masih mencengkeram tanganku. Lagi-lagi ia menghirup aroma tubuhku dengan membenamkan wajahnya di ceruk leherku.Kali ini aku tak bisa menahan lagi. Aku menghadap pada Jax yang perlahan menjauh dan dengan kenekatan luar biasa, kudekatkan wajah pada pria itu dan mengecup bibirnya.Well, Jax ... ini lebih baik ketimbang kau menghisap darahku, bukan?Jax’s PoV Aku tak percaya dengan apa yang dilakukan gadis ini. Apakah dia sadar apa yang dilakukannya ini sangat berbahaya? Selain karena melanggar kode etik profesionalitas, ini juga rasanya tak pantas ia lakukan karena Ivanna telah bertunangan, akan terjadi keributan jika Damon sampai mengetahui kejadian ini. Aku harus menjaga keberadaanku di tempat ini, karena ada satu urusan yang belum selesai kulakukan. Dua urusan, salah satunya adalah melindungi Ivanna. Dan itu sangat penting, mengingat satu dan lainnya saling berkaitan. Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail karena aku sendiri pun tengah mencari tahu dan berusaha membuktikan kecurigaanku. Hasrat dalam diriku yang sejak tadi bergejolak, serta sakit yang kurasakan, secara ajaib memudar seiring dengan kecupan hangat yang Ivanna berikan. Ini bukan kali pertama, tetapi aku tahu, aku akan mengingat ini lebih baik dibanding pengalaman lain yang pernah kualami. Selama beberapa waktu terakhir, aku berusaha menahan diri agar bisa te
Ivanna’s PoV Aku memang melakukan kebodohan dengan mengecup bibir Jax saat itu. Aku hanya mengikuti dorongan dalam diriku yang entah mengapa justru mengarahkanku untuk melakukan perbuatan itu. Dan kini, aku didera rasa malu yang berkepanjangan. Beberapa lama aku hanya mondar-mandir di kamar dan tak bisa terpejam. Entah mengapa, satu hari rasanya cepat sekali berlalu dan untuk menghadapi ini semua, aku seperti tak punya harapan lagi. Pernikahanku dan Damon yang kubayangkan akan menjadi momen yang sakral dan membahagiakan, rasanya tak mungkin kulanjutkan. Tidak mungkin aku menjerumuskan diriku sendiri ke dalam kubangan di mana aku nantinya akan tenggelam, dan jika itu terjadi, Damon belum tentu akan menyelamatkanku. Lagi-lagi ini akan menjadi tugas Jax. Lalu, ketika aku sudah sedikit lebih tenang dan hendak membaringkan tubuh, pintu kamar terbuka. Aku enggan menoleh, karena dari suara langkah kaki saja aku sudah tahu siapa yang datang. Tidak mungkin Jax berani masuk ke kamarku begit
Ivanna’s PoV Kami, lebih tepatnya aku, Damon dan Tatiana sudah tiba di hotel H yang merupakan salah satu dari sepuluh hotel termewah di sana. Dan segalanya sungguh di luar ekspektasiku. Jika kukatakan seperti ini, artinya cukup buruk untuk dikatakan berjalan lancar. Mungkin lancar bagi Damon dan Tatiana yang memang memiliki keperluan bisnis. Hari pertama, kami tiba di hotel saat matahari telah tinggi dan Damon menyewa suite dengan perlengkapan di dalamnya yang mempunyai dua kamar tidur. Aku kurang suka ide satu ini, karena artinya, kami tidak punya privasi dan lagi-lagi Tatiana tetap harus ada di tempat yang sama dengan kami. Aku tak mengerti apa yang terjadi padaku hingga begitu penuh kecurigaan dan pikiran negatif terhadap mereka berdua. Terlebih ketika Damon dan Tatiana telah siap dengan pakaian rapi sementara aku baru mengenakan piama, karena memutuskan untuk beristirahat sebentar. “Kau mau ke mana? Kita baru saja tiba,” ucapku, tak habis pikir dengan sikap pria ini. Jika Damo
Ivanna’s PoV Aku tahu apa yang kulakukan. Aku keluar dari ruangan dan tak pedulikan Jax yang berusaha mencegah keputusan yang akan kuambil kali ini. Aku tidak ingin menjadi bulan-bulanan pria ini lagi, aku akan mengakhirinya saat ini juga. Damon dan Tatiana masih menikmati permainan panas mereka, saling mengisi. Tampak Damon begitu dimabuk kepayang, seolah apa yang Tatiana berikan begitu luar biasa dibanding yang pernah kuberikan padanya. Dadaku terasa panas dan tak henti berdenyut nyeri. Darahku berdesir seolah kemarahan yang ada tak bisa lagi kubendung. Jax pun tak akan mampu mencegahnya. Aku menepuk punggung Damon yang sontak tersadar kalau dirinya tak hanya berdua di tempat ini. Mungkin ia memang berencana untuk tidak mengajakku sebelumnya, tetapi demi menutupi dustanya yang sudah terlalu dalam, ia terpaksa membawaku bersamanya. “Vans ... apa yang kau lakukan di sini?” tanya Damon, yang raut wajahnya tampak pias. Aku bisa melihatnya dengan jelas meski di keremangan cahaya. Bag
Jax’s PoV “Hey, Jax! Kau jadi datang? Aku sudah selesai menyediakan barang yang kau butuhkan! Ke tempat biasanya, ASAP!” ucap pria di seberang. Aku memiliki janji untuk bertemu dengannya malam ini karena sebuah urusan. Aku tak tahu siapa yang telah mengambil peralatan suntik dan serum yang kumiliki, tetapi sejak kejadian ciuman pertama dengan Ivanna itu, aku tak bisa menemukan benda itu. Mungkin saja pelayan yang menemukan dan membuangnya, tetapi jika memang demikian, seharusnya aku bisa menemukannya di suatu tempat. Namun, aku tidak menemukannya di mana pun. Untungnya, pria itu telah menyelesaikan produksinya dan menyediakan cukup banyak untukku. Untuk kami semua. Aku belum menceritakan mengenai diriku, karena tidak terlalu menarik untuk dibahas. Bagiku, kisahku dengan Ivanna jauh lebih mengundang rasa ingin tahu ketimbang tentang diriku sendiri yang mungkin saja pelan-pelan akan kukatakan. Kepada kalian dan juga Ivanna. Itu pun andai ia ingin tahu. Omong-omong mengenai kisah Iv
Ivanna’s PoV Aku telah mengucapkan kalimat menyakitkan itu untuk Jax. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Pria itu tidak memberikan perlawanan sama sekali, hanya mengangguk dengan wajah datar yang jujur tak bisa kuterjemahkan. Aku memang kesal karena ia telah menggagalkan banyak rencanaku. Andai aku mengetahui kalau Damon telah berselingkuh sejak lama, mungkin aku tak perlu ikut ke The Emirates dan menyaksikan sendiri bahwa sahabatku adalah seorang pengkhianat. Kini ketika semua telah terbongkar, aku lantas menimpakan segala kesalahan pada Jax, bukankah itu terdengar tak adil? Namun, biarlah. Lagi pula Jax juga tidak kan merasakan kerugian jika tidak lagi menjadi pengawalku. Ia bisa melakukan berbagai pekerjaan dan memuaskan kecanduannya akan obat terlarang itu tanpa perlu kucampuri. Omong-omong tentang obat terlarang, aku jadi teringat akan sesuatu. Aku bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke lemari, memandangi sebuah kotak yang ada di dalam sana dan membuka demi mengeluarka
Ivanna’s PoV Aku sudah menunggu di tempat yang telah pria itu janjikan. Meski belum pernah bertemu dengannya secara langsung, tetapi aku merasa yakin kalau apa yang kulakukan kali ini adalah tindakan yang benar.Aku melakukannya bukan lantaran membenci Jax atau dendam karena sikap ikut campurnya yang membuatku harus bertahan dengan Damon sedikit lebih lama dan makin menyakitiku, melainkan karena memang tak boleh ada keburukan yang terjadi di sekitarku. Sebenarnya aku pun bertanya pada diri sendiri, apa yang mendasari tindakanku kali ini? Aku sudah memecat Jax, bukankah masalah selesai? Tentu saja, seharusnya memang begitu. Namun, sayangnya, tidak semudah itu jika yang ada dalam hatiku justru sebaliknya. Entah mengapa, beberapa hari terakhir tanpa Jax rasanya seperti ... aneh. Bahkan seperti malam tadi, aku terbangun karena merasa ada seseorang yang tengah memerhatikanku di dalam kamar. Ketika kubuka mata, lamat-lamat kulihat bayangan pria yang tak asing tengah duduk di bingkai jend
Jax’s PoV Siapa pria yang selalu bersama dengan Ivanna? Apakah itu kekasih barunya? Mengapa dadaku terasa sesak melihat kebersamaan mereka? Aku tidak suka pria itu terus mengekor ke mana pun Ivanna pergi. Ia pasti tidak kalah berbahaya dibanding Damon. Aku sepertinya bisa mencium gelagat tidak baik dari pria berambut legam itu. Bahkan dari bola matanya yang sewarna batang pohon oak, menyimpan sesuatu yang pastinya tidak Ivanna sadari. Aku mungkin tampak seperti berasumsi, tak bisa membuktikannya, tetapi itulah yang terlihat di mataku. Akan kubuktikan bahwa pria baru itu pasti memiliki tujuan tidak baik terhadapnya. Lagi pula, aku berencana untuk berhenti menyelidiki Damon, tidak lagi berada di sekitar Ivanna membuatku merasa gusar seharian dan apa yang sebelumnya membuatku bersemangat, kini tidak ada lagi. Untuk apa aku mencari tahu tentang Damon, kalau ia tidak lagi mengganggu Ivanna? Dan aku pun tidak lagi menjadi penjaga gadis itu? Sejak Ivanna memberhentikanku dari pekerjaan s
Jax's POV Aku dan Ivanna saling bertatapan, begitu pula Gabby yang terlihat tak percaya apa yang baru saja ia dengar. “Kehamilanmu adalah hadiah dari Amethyst, Sang Dewi Bulan, untukmu dan Dokter Davidson, karena kalian telah menolong kami,” lanjutnya. Aku bisa melihat air mata bahagia menetes dari sudut mata Gabby. Ia telah lama menantikan seorang bayi, karena menurutnya, dirinya tak mungkin bisa mengandung. Vampire tak mungkin mengandung, meski Ayden adalah seorang hybrid yang masih mungkin memiliki organ dan sel hidup dalam tubuhnya untuk bereproduksi, tetapi tidak dengan Gabby.Itu sebabnya ia mengusahakan dengan eksperimen yang telah hancur akibat perbuatan Jason. “Aku sangat bahagia mendengarnya. Selamat, Gabby!” Ivanna turut meneteskan air mata dan memeluk Gabby dengan erat, begitu pula lainnya bergantian mendekap wanita berambut merah itu. “Lalu bagaimana dengan embrio yang Jason bawa saat itu?” tanya Ivanna tampak ingin tahu. “Dia tak pernah tumbuh, Ivanna. Aku melihatny
Jax’s POVAku bisa merasakan nagamaki yang menembus punggung Jason semakin mengoyak tubuhnya, termasuk juga tubuhku. Jason menarikku mendekat dan seolah tak membiarkanku hidup sementara dirinya harus berakhir di tangan wanita yang selama ini ia anggap lemah.Ivanna berhasil menaklukkan apa yang selama ini membuatnya gentar. Pertemuan dengan Bethany dan Jason, adalah hal paling menakutkan baginya.Jason mendekapku cukup lama. Bola mata kelabunya menatapku dengan tatapan bengis, penuh kebencian. Aku masih ingat perkataannya yang terdengar sebagai ancaman seolah aku akan takut dan memilih untuk berpihak padanya.“Kau tidak akan pernah bisa lari, Jax. Aku akan terus memburumu dan keturunanmu di kehidupanku selanjutnya,” ujarnya, kemudian menyeringai.“Mungkin. Jika kau memang terlahir kembali, aku akan dengan senang hati menghadapi dan membunuhmu dengan tanganku sendiri,” jawabku sebelum kemudian mendorong Jason menjauh dan berusaha menopang tubuhku sendiri agar tak terjatuh.Aku masih in
Ivanna's POV Aku bangkit perlahan, duduk dengan tegak dan meraih Ash yang semula kubaringkan di atas hamparan pasir. Tak ada tangis sedikit pun, seolah ia mengerti bahwa ibu dan ayahnya sedang berjuang untuk keselamatannya, maka ia tak ingin membebani kami dengan rengekan.Aku menyerahkan Ash pada Ivory, membiarkan wanita itu merengkuh putraku.“Aku tak tahu apakah ini keputusan benar, mempercayakan bayiku padamu. Namun, seperti kau percaya padaku, maka itu yang kulakukan. Aku percaya padamu. Tolong jaga Ash untuk kami. Aku akan kembali ke sana menolong Jax dan kawan-kawan lainnya. Aku akan kembali mengambil Ash setelah kekacauan ini selesai.”“Tenang saja, Ivanna. Kau bisa percaya padaku. Aku berjanji akan menjaga Ash, karena ia adalah jodoh Mackenzie. Tak mungkin aku melenyapkan jodoh putriku sendiri. Sekarang kembalilah, tolonglah Jax dan lainnya. Aku akan membantu kalian dari sini,” ucap Ivory yang membuatku tertegun sejenak mendengar apa yang barusan ia ucapkan.Ash berjodoh den
Ivanna’s POVGabby menatapku dengan tatapan yang tak mampu kuterjemahkan. Apa yang tengah ia pikirkan saat ini? Mengapa aku tak bisa membaca pikirannya, dan pikiranku seolah tak mampu menangkap sinyal darinya. Apakah ini karena perasaanku tengah kacau balau?Gabby tampak gugup dan tak bisa memberikan jawaban maupun menuruti keinginan Jason, untuk memberikan Ash pada Bethany yang sudah tampak begitu kelaparan. “A-aku ingin ke kamar kecil,” ucap Gabby yang membuatku terhenyak. Apakah ia berniat untuk melarikan diri di tengah kekacauan yang telah ia buat? Jax mengatakan padaku bahwa Gabby sempat berniat untuk mengkhianati kami. Apakah ini salah satunya?Mendengar perkataan Gabby, Jason tersenyum mengejek. “Kau ingin menipuku, huh?”Gabby menggeleng. Bahkan ketika Jason akhirnya mencengkeram wajahnya, perempuan itu sama sekali tidak memberi perlawanan. Ayden yang tampak geram dan berusaha melepaskan diri untuk bisa menyelamatkan kekasihnya, sementara aku dan Ash, nyawa kami di uju8ng tan
Ivanna's POV Bethany, jika aku tak salah mengenali, layaknya seekor anjing yang datang bersama tuannya. Jason mengikatnya tanpa ampun.“Halo, Ivanna. Apakah aku lupa mengatakannya, bahwa kau tak akan pernah bisa lari dariku. Ke mana pun kau pergi, aku akan selalu bisa menemukanmu.” Ia menoleh pada makhluk yang ada dalam ikatannya. “Benar begitu, kan, sayang. Kau boleh menyapa dirimu di kehidupan terakhir, Beth. Setelah ini, kaulah yang akan hidup dan dirinya hanyalah tinggal kenangan.”“Kami tak akan biarkan kau menyentuh Ivanna!” geram Gabby kemudian menerjang Jason yang dengan gesit selalu berhasil menghindar.Lalu giliran Ayden yang menyerang. Kekuatan keduanya imbang, tetapi bagaimana pun, Jason adalah lelaki yang licik. Ia menggunakan Bethany sebagai senjata untuk menghalau dan mempersulit posisi Ayden dan Gabby.“Kau harus menghabisinya, Ayden. Kita harus selamatkan Ivanna.” Aku masih mendengar suara mereka berdua tengah bercakap-cakap sembari sesekali kudengar suara denting be
Ivanna’s POVDi tengah kekacauan yang terakhir kali kulihat adalah sosok kekasihku yang telah siap dengan sahabat karibnya, nagamaki yang selalu tersemat di balik punggung. Jika Jax sudah mengetatkan genggaman di ujung pegangan nagamaki, itu artinya, pertarungan besar akan terjadi. Jumlah Feral yang datang, aku lupa tepatnya, tetapi aku tahu kalau mereka tak hanya satu, dua, atau sepuluh. Ratusan, jika aku boleh memperkirakan. Apakah Jax dan Max akan baik-baik saja menghadapi mereka?Ivory menarik lengan dan membawaku melarikan diri bersamaan dengan datangnya gerombolan makhluk liar itu. Aku merasa beruntung karena tak hanya aku yang ada di sana, melainkan Ayden dan Gabby yang bertemu dengan kami di sebuah persimpangan.Beruntungnya, Ash tak pernah jauh dariku. Ia masih berada dalam gendonganku setelah mendapatkan tanda keanggotaannya.“Ivy, akan kau bawa ke mana kami?” tanyaku, sembari mengikuti kecepatan wanita itu. Ivory sangat gesit dan lincah. Ia seolah sudah terbiasa melarikan
Jax's POV “Jax, apakah kau sudah gila? Aku sudah katakan kalau Ash berada dalam bahaya. Kau malah setuju untuk ikut dengan mereka.” Ivanna menyuarakan protes ketika mendengar permintaanku agar kami segera berkemas. “Aku tak menyangka kau menganggap perkataanku hanya bualan.”“Aku tak pernah berpikir demikian, Ivanna. Mengertilah!” Aku meraih wanita itu agar menghadap padaku. “Ivanna, dengarkan aku. Kita tidak memiliki pasukan dan Jason bisa menyerang kapan saja.”“Devon sudah menyerahkan klan-nya untukmu, bukan? Kita bisa memulainya jika kau mau.”Aku menggeleng. “Tidak semudah itu, Ivanna. Banyak yang harus kita lakukan dan persiapkan untuk membentuk sebuah klan yang kuat. Kita belum sebanding dengan Jason, kecuali kalau ia berani berduel melawanku, maka kupastikan aku akan menang.”Ivanna tampak gelisah. Wajah pucatnya yang biasanya masih merona, kini terlihat makin pucat. Ia tampak kelelahan setelah apa yang kami lalui selama beberapa hari terakhir. Aku tak ingin jika penderitaan
Jax’s POVAku membawa Ivanna untuk ikut denganku menuju ke ruang bawah tanah. Aku susdah mengatakan padanya, meski masalah ini bukanlah rahasia dan Max bahkan tak melarangku jika aku ingin menyampaikan pada Ivanna, tetapi tidak seharusnya kami datang ke ruang bawah tanah di malam hari seperti ini.Kekuatan feral akan meningkat di malam hari dan aku tak ingin sampai membuat kekacauan karena sikap keras kepala kekasihku ini. Namun, apa boleh buat?Kubiarkan ia melihat di sekeliling, di mana beberapa lycan tengah dikurung, tetapi dalam kondisi normal. Ivanna tampak tertarik dengan apa yang membuat Max dan member pack memutuskan untuk memenjarakan mereka.“Pastinya karena masalah yang cukup besar mereka mendapat hukuman sebagai efek jera,” jawabku saat Ivanna tampak tak mampu menahan diri dan sebelum ia berpikir bahwa pemerintahan yang Max jalankan terlalu ketat, aku memberikan penjelasan padanya.Tiba di satu sel yang tampak berbeda dibanding lainnya, langkahku terhenti dan ia pun melaku
Ivanna's POV Aku masih memikirkan perkataan Ivory mengenai penawarannya agar Jax menjadi warior bagi Alsenic pack dan kami menjadi bagian dari pack tersebut. Aku bahkan belum menyampaikan pembicaraan itu pada Jax. Ia tengah menyibukkan diri menimang Ash dan aku hanya memerhatikannya dengan banyak pikiran yang semrawut.Setelah berhasil menidurkan Ash, Jax membaringkannya di sebuah box bayi yang juga sudah tersedia lengkap di rumah ini, lalu menghampiriku yang sejak tadi termenung memandangi Jax dengan tatapan kosong.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Jax setelah mengecup bibirku sekilas. Aku mendesah dan memaksa tubuhku untuk berbaring, sementara ia meraih kakiku dan memijitnya dengan lembut. “Lihatlah, kau sangat kelelahan. Katakan apa yang sedang kau pikirkan? Mungkin saja membaginya denganku pikiranmu bisa sedikit lebih tenang.”“Jax, apakah Max mengatakan sesuatu? Bukankah kalian tadi berjalan ke suatu tempat berdua? Apakah dia mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan politik atau