Suara Di Bilik Iparku (25)
(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Akbar II
**
"Pak! Mas! Kalian dengar nggak sih aku ucap salam!" ucapku sedikit membentak kedua orang yang tengah asik pada gawainya masing-masing itu.
Sudah beberapa hari semenjak hubunganku dengan Hanum terbongkar mereka terlihat sangat menjaga jarak denganku, terlebih setelah ibu meninggal. Menatapku saja rasanya enggan, apalagi berbicara jika tidak ada hal yang penting.
Sebenarnya apa maunya mereka? Bukankah setiap manusia itu pantas mempunyai kesalahan?
Memang kuakui aku salah dan berdosa dengan telah melakukan hal itu dengan Hanum, tapi kami saling sayang. Apa perasaan pantas disalahkan? Kami berhak bahagia, bukan?
Ah, aku memang tak paham dengan jalan pikiran mereka yang mendiamkanku itu.
Mas Agus mendongak kearahku setelah aku berkata sedikit kasar kepadanya dan bapak. Raut marah terlihat jelas di wajahnya. Sepertin
Suara Di Bilik Iparku (26)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Akbar III**Tubuhku masih membeku begitu melihat mobil Bara terparkir di depan kontrakan Hanum. Bagaimana bisa, dia tahu letak kontrakan Hanum? Apa selama ini mereka masih berhubungan, atau hanya Bara diam-diam mencari tahu sendiri dimana istrinya itu berada?Dengan dada berdegup kencang aku berjalan pelan ke arah kontrakan Hanum yang sengaja aku pilihkan untuknya. Tempatnya tak terlalu besar, tapi terlihat cukup nyaman jika hanya dihuni oleh satu orang.Hanum memintaku untuk menemaninya selama proses perceraiannya dengan Bara belum selesai, karena ia merasa bahwa hanya aku lah yang bisa membuatnya nyaman saat keadaan tengah tak berpihak dengannya.Aku dengar kabar, dua hari pasca kejadian naas malam itu Bara langsung mengajukan perceraian ke kantor urusan agama. Entah kabar itu benar atau tidak, tapi Hanum pun juga bercerita seperti itu kepadaku.Syukurlah
Suara Di Bilik Iparku (27)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Aku muak dengan tingkah Mas Akbar yang berbuat seenaknya sendiri. Bahkan ia tak segan memukul rahang Oki keras saat pertengkaran keduanya tengah berlangsung di kantin. Apa Mas Akbar sama sekali tidak bisa berkaca, bahwa perbuatannya sendiri lebih licik dan rendah dari apa yang telah dilakukan Oki? Bahkan Oki hanya simpati dan ingin berbuat baik padaku.Kutinggalkan dua orang yang masih berseteru itu, lalu melangkah menjauh hendak kembali ke ruangan. Baru hari pertama kerja saja sudah seperti ini. Menyebalkan, bukan?Bahkan ada begitu banyak pasang mata yang mengawasiku dan juga Oki serta Mas Akbar yang sedang terlibat perseteruan. Sebenarnya Mas Akbar tidak perlu bersikap searogan ini karena selain kami sedang di kantor, ia juga harusnya bisa mawas diri atas perbuatan yang telah ia lakukan."Anisa, tunggu ...." teriak Oki ketika aku mulai berjalan menjauh da
Suara Di Bilik Iparku (28)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Iya, pasti akan aku temani. Lalu setelah masa iddahmu selesai, aku akan segera melamarmu."Perkataan Oki terdengar jelas di telingaku, membuatku seketika membeku dengan degup jantung yang tak beraturan. Entah apa yang ia ucapkan, aku tak paham dengan isi kepalanya."Hahaha ... Prank!" Tawa Oki menggelegar ketika aku masih terdiam setelah ia berbicara demikian padaku.Aku mendengus kesal, lalu membuka pintu ruanganku dan masuk ke dalamnya. Bukan aku kesal karena perkataannya ternyata hanya sandiwara, melainkan aku kesal karena ia berhasil membuat jantungku tak aman."Tapi, Nis. Kalau kamu nganggep itu tadi serius juga nggak apa-apa," tuturnya lagi ketika aku telah mendudukkan tubuhku di kursi dan siap menandatangani berkasnya.Sekilas aku meliriknya tajam, lalu gegas membubuhkan tanda tangan di atas berkas yang ia bawa. "Nggak usah becanda, nan
Suara Di Bilik Iparku (29)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Pak, tolong lajunya dipercepat, ya. Tapi kita puter balik, ke arah Perumahan Cendana di sana," ucapku seketika pada sopir taksi yang kukendarai sesaat setelah menerima pesan dari Wulan.Aku harus memastikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa Mas Akbar dan Hanum tengah di grebek warga lagi. Apa mereka belum kapok dengan kejadian yang bahkan belum genap satu bulan ini?Bukan aku ingin prihatin, tapi justru aku ingin tertawa dan memberi selamat pada mereka yang telah mendapat kehormatan dari warga dalam kurun waktu sebulan dua kali.Gegas kuketik beberapa kata dan kukirim pada Wulan. Alu berharap, Wulan bisa melaksanakan perintahku dengan baik karena ini menyangkut tentang proses perceraianku nanti.Dadaku berdegup kencang, saat mobil yang kukendarai sebentar lagi akan sampai di tempat yang telah kutunjukkan sebelumnya. Kulihat dari balik jendela mobil, perumah
Suara Di Bilik Iparku (30)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Huuu huuu huuu""Dasar murahan.""Pelakor!"Berbagai teriakan dan amukan warga dilontarkan pada Hanum dan Mas Akbar yang telah digelandang oleh beberapa warga sekitar untuk menuju ke kantor polisi. Aku hanya bisa diam dan mengikuti mereka yang telah dibawa lebih dulu menggunakan mobil salah satu warga sini.Masih kudengar beberapa cacian warga mengenai Mas Akbar dan Hanum, karena mereka merasa dibohongi dengan pernyataan pernikahan mereka padahal semua itu hanya kebohongan semata. Bahkan mereka masih berstatus sah sebagai suami dan istri orang lain.Entah, terbuat dari apa hatinya sehingga mampu berbohong pada orang-orang. Apa mereka sungguh sudah tidak bisa menahan nafsunya jika harus menunggu sampai perceraian mereka masing-masing selesai?"Mbak, maaf. Aku nggak ngira kalau orang di dalem itu suamimu," tutur seorang wanita yang tadi kutemui sebelum
Suara Di Bilik Iparku (31)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Kami semua berjalan beriringan keluar dari kantor polisi saat Mas Akbar dan Hanum telah menandatangani surat perjanjian yang dibuat oleh Bara. Hanum terlihat lesu, aku yakin selain malu ia pasti juga resah karena setelah bercerai tidak akan mendapatkan harta gono-gini."Mbak, gimana?" ucap Bara lagi ketika aku belum sempat menjawab perkataannya beberapa saat yang lalu.Aku meliriknya sekilas, entah bercanda atau serius tapi aku kurang suka dengan sikapnya karena aku tahu, Bara pun tidak jauh berbeda dengan Mas Akbar yang suka bersikap arogan dan kasar kepada istrinya. Mana mungkin aku jatuh untuk kedua kalinya dalam lubang yang sama?Tapi, jika dilihat dari perhatian Bara akhir-akhir ini membuatku sedikit ragu dengan sikapnya yang sama arogannya dengan Mas Akbar karena ia terlihat sangat manis dan baik jika kepadaku. Ah, entahlah aku belum terlalu ingin memikirkan hal ini
Suara Di Bilik Iparku (32)**Ah, tidak mungkin, dan kalau bisa jangan sampai aku hamil saat ini.Memang, kehamilan ini sudah aku nanti selama dua tahun belakangan ini. Namun, jika melihat keadaan sekarang, apakah aku masih harus bahagia jika memang benar-benar hamil? Sedang orang yang sedang menanti kehamilan ini pun kini sudah berpindah hati.Seketika hatiku nyeri, dua hari lagi aku akan mengajukan perceraian dengan bantuan Oki. Namun, kenapa sekarang aku seperti merasakan tanda-tanda kehamilan? Bagaimana ini?"Nis, sudah mau berangkat kerja?"Seketika tubuhku terlonjak ketika kulihat ibu telah berdiri di ambang pintu dan mengajakku berbicara. Sudah sejak kapan ibu di sana? Kenapa ia tak mengetuk pintu dulu."Ibu sudah mengetuk pintunya berulangkali, tapi kamu nggak denger. Kamu kenapa?" tanya ibu saat aku masih terdiam di sisi ranjang, ia seperti tahu apa yang tengah aku pikirkan.Aku lantas kembali menutup
Suara Di Bilik Iparku (32)**Pancaran sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka di dalam ruangan tempat aku di periksa oleh dokter. Ia memintaku berbaring di ranjang saat ia tengah memeriksa keadaanku melalui urin yang baru saja ia minta. Hatiku berkecamuk, entah penyakit apa yang sedang bersarang di tubuhku. Atau bahkan ini bukan penyakit, melainkan janin yang sedang berkembang di dalam rahimku. Entahlah.“Kamu baik-baik aja, kan?” tanya Oki membuyarkan ketegangan yang sedang meliputi hatiku.Aku tersenyum kearahnya, ia begitu tulus kepadaku bahkan saat aku hanya berstatus sebagai rekan kerjanya saja.“Iya, aku baik-baik aja,” jawabku singkat dengan mengalihkan pandanganku ke arah luar jendela.Sebenarnya aku bohong. Tubuhku masih terasa sangat lemas, bahkan tenggorokanku bagai tersimpan obat terpait di dunia ini. Perutku mual ingin muntah, tapi tak akan ada cairan yang ke
Aku dan Kekasih SuamikuPart 28Satu tahun kemudian ...."Sarapannya sudah siap, Mas," ucapku pada Mas Chandra ketika aku baru saja menyiapkan dua lembar roti tawar dengan selai kacang di atasnya, juga susu hangat di samping piringnya."Iya, sebentar," jawabnya dari kamar.Aku tersenyum tipis, lalu melanjutkan menyiapkan sayuran yang hendak kumasak untuk makan siang. Namun, sebelum itu aku mengelus lembut perutku yang mulai menyembul.Ya, tepat bulan ini usia kandunganku sudah memasuki bulan ke tujuh, rencananya sepulang dari kantor Mas Chandra akan mengantarkanku pergi ke dokter untuk kontrol bulanan.Tak berselang lama, Mas Chandra menghampiriku dengan melingkarkan tangannya di perut buncitku. Dia menciumi pipiku brutal hingga aku meletakkan pisau yang kugunakan untuk mengupas bawang."Ini masih pagi, Mas," ledekku, membuatnya terkekeh kecil lalu melepaskanku."Kamu cantik banget hari ini," ujarnya.Aku mendengus, lalu mundur darinya. "Jadi aku cantiknya hari ini saja?"Dia tak han
Aku dan Kekasih Suamiku (27)“Kamu sudah tahu kalau Lusi kecelakaan?” tanya ibu ketika aku baru saja pulang bekerja.Aku memicingkan mata, “dari mana Ibu tahu?”Wanita yang telah melahirkanku itu tersenyum, lalu berjalan mendekat ke arahku. “Apa kamu pikir gara-gara Ibu tidak perna bertanya padamu mengenai masalahmu lantas Ibu tidak tahu?”Sampai ibu berkata demikian pun aku masih belum paham mengenai apa yang beliau maksud. Memang selama ini aku sangat jarang sekali menceritakan masalah pribadiku pada ibu maupun bapak karena aku takut jika apa yang kuceritakan akan menganggu pikirannya.“Bu ….”“Sayang … selama ini Ibu dan Bapak hanya diam, tapi diamnya kami bukan karena tidak perduli melainkan kami memilih mengawasimu seperti sebelumnya,” kata ibu lagi memotong pembicaraanku.“Selama ini Ibu pun kesana kemari mencari informasi tentangmu dan semua yang berhubungan denganmu. Semua itu kulakukan karena semata-mata kami tidak ingin ada yang menyakiti hatimu, Nak.”Kedua mataku berkaca-k
Aku dan Kekasih Suamiku (26).Untuk beberapa saat kedua orang yang baru saja kubongkar rahasianya itu terdiam, terlebih dihadapan Lusi. Mana mungkin mereka akan mengakui kebobrokan masalalunya di hadapan anaknya?"Pa, Ma. Kenapa diam? Katakan apa yang sebenarnya terjadi."Aku tersenyum kecut, melihat orang yang hendak menghancurkan rumah tanggaku nyatanya justru akan hancur dengan sendirinya. Mungkin ini yang dinamakan 'karma'."Pak Akbar, Bu Hanum. Kenapa? Lebih baik jujur, bukan?""Lancang kamu!" bentak perempuan yang duduk di atas kursi roda itu.Bukan aku ingin menjadi wanita yang jahat, hanya saja mereka sudah lebih dulu menjahatiku. Mungkin dulu ibuku diam, dan menerima semuanya. Namun, aku tak terima. Mereka harus mendapatkan sanki atas apa yang sudah dilakukannya.Kulihat Pak Akbar menarik rambutnya kasar, lalu menatapku dan Lusi secara bergantian. Bisa kulihat jelas bahwa dia tengah tertekan dengan keadaan saat ini.
Aku dan Kekasih Suamiku (25).“Dari mana kamu yakin bahwa orang tuaku lah yang telah membuat hidup mamamu menjadi seperti ini? Dan juga, bagaimana kamu bisa yakin bahwa orang tuaku pula telah merebut semua milik mamamu?” tanyaku ketika telah duduk berhadapan dengan Lusi di meja nomor 8.Dia tampak santai, raut tenang tergambar jelas di wajahnya. Semua ini terlihat berbanding terbalik dengan apa yang biasa dia tunjukkan padaku. Jika biasanya dia selalu saja terlihat menjengkelkan tapi kali ini dia terlihat jauh lebih tenang.“Kamu tau hanya dari ucapan mamamu, kan?”“Mana mungkin aku bisa mempercayai orang lain, sedang aku yakin Mama tidak akan pernah berbohong kepadaku,” tandasnya begitu percaya dengan mamanya.Memang, kuakui bahwa di dunia ini tidak ada orang yang patut kita percayai selain perempuan yang telah melahirkan kita. Namun, bukankah seharusnya kitak boleh menelan kebenaran itu secara mentah-me
Aku dan Kekasih Suamiku (24).Aku masih tertegun setelah mendengar penuturan Mas Chandra mengenai alasannya mengenai foto itu. Rasanya kini untuk percaya dengannya terlihat sangat lah sulit, karena aku pernah dikecewakan olehnya."Hanan, kamu percaya, kan?" ucapnya lagi ketika aku masih terdiam.Jika dilihat dari gerak-gerik dan mimik wajahnya, dia terlihat seperti benar-benar tidak berbohong. Namun, bukankah tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengannya?"Terserah, sekarang kamu kamu percaya atau tidak denganmu. Namun, yang pasti aku telah mengatakan semua kejujuran ini padamu."Hatiku bimbang, sejujurnya aku sangat ingin percaya padanya. Aku juga tidak ingin rumah tanggaku hancur hanya karena wanita seperti Lusi."Baik, aku percaya. Tapi jangan memaksaku untuk bersikap baik seperti dulu lagi," tuturku setelah beberapa saat memikirkan mengenai hal ini.Mas Chandra tersenyum, sepertinya dia memang menunggu jawaban ini dar
Aku dan Kekasih Suamiku (23).Pak Akbar masih menatapku heran, ketika dengan sengaja aku mengatakan tentang hubungan saudara antara diriku dan juga Lusi. Hatiku sudah terlanjur panas, terlebih setelah aku mengetahui semua kebenaran yang terjadi antara mama, papa dan juga Pak Akbar."Apa maksud kamu?"Aku memutar bola mata malas, lalu berdiri dan berjalan sedikit menjauh darinya. Bagaimana bisa, aku berbaik hati pada orang yang telah berbuat buruk pada mamaku. Bahkan dia juga tidak berniat mengakuiku sebagai anaknya."Tentunya Anda ingat bukan dengan Anisa dan Oki Wijaya? Sudah lah, aku lelah dengan sandiwara ini, Pak. Lebih baik, jika Anda dan istri Anda masih memiliki dendam pada kedua orang tuaku, jangan bawa-bawa aku dan Mas Chandra. Setidaknya aku hanya ingin rumah tanggaku ini baik-baik saja. Terlepas bahwa ternyata Anda adalah ayah kandungku, itu sudah bukan menjadi prioritasku lagi karena bagiku ayahku cuma satu, yaitu Papa Oki Wijaya."
Aku dan Kekasih Suamiku (22)."Jadi, kamu menuduh kami telah mencelakakan mamanya Lusi?" sahut papa ketika aku berbicara demikian."Oh ... Bukan begitu, bukan ....""Lalu? Dengan nada bicaramu seperti itu tandanya kamu menuduh kami melakukan hal itu, Nan. Papa kecewa, bisa-bisanya kamu bersikap seperti itu," tandas papa dengan raut wajah kecewa.Aku menunduk dalam, seharusnya aku memang tidak berkata seperti itu karena mungkin hal itu akan menyakiti hati kedua orang tuaku. Namun, aku hanya ingin mencari kebenaran atas apa yang telah menimpaku ini. Apa aku salah?Mama hanya diam, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. Membenarkan pertanyaanku, atau justru sama kecewanya dengan papa?Kedua bahu papa naik turun, menandakan bahwa dia terlihat sedang menahan amarah."Ma, Pa. Bukan begitu maksudku, hanya saja aku benar-benar sedang ingin mencari kebenaran. Hidupku sudah terlalu penat dengan semua masalah ini. Bukankah lebih
Aku dan Kekasih Suamiku (21)**Siang ini aku berencana untuk menyegarkan pikiranku dengan berjalan-jalan di Mall besar kota. Setelah tragedi Mas Chandra kemarin, dia belum berani pulang ke rumah. Entah, dia pergi kemana setelah aku mengusirnya.Tidak ada sesuatu yang penting, aku hanya ingin menyegarkan pikiranku sejenak dengan berjalan-jalan dan menikmati hari. Usai kunjunganku ke rumah kakek, aku juga belum bertemu dengan Pak Akbar yang ternyata adalah ... Ayahku.Ah, memuakkan sekali. Ternyata, selama ini aku telah mengenal pria yang dulu telah mengkhianati mama sedalam itu. Bahkan mungkin bisa saja mama depresi karena ulah pria itu.Dan sekarang, anak perempuannya pun juga ingin merusak rumah tanggaku. Bukan kah hal itu adalah suatu kebetulan yang sangat mengejutkan. Atau ... Sebenarnya ini bukan kebetulan? Melainkan direncanakan. Entahlah.Kedua mataku tertuju pada sebuah toko baju yang sering kukunjungi. Jika biasanya aku akan datang
Aku dan Kekasih Suamiku (20)."Sudah berapa lama kamu kenal orang ini?" tanya kakek tanpa menjawab pertanyaanku.Aku menghela nafas panjang, sepertinya orang yang aku tanyakan ini memang benar ayahku."Kek, tolong. Apa benar, orang ini ayahku?" ucapku sekali lagi.Kakek menatap Bibi Wulan seperti meminta persetujuan, lalu berbalik menatapku setelah Bibi Wulan menganggukkan kepalanya. Jantungku berdetak dua kali lipat dari sebelumnya, menunggu saat kakek akan menjawab pertanyaanku."Iya. Itu memang ayahmu," jawab kakek membuat duniaku seketika berhenti berputar.Aku terpaku, semua ini benar-benar membuatku sangat terkejut. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Benar hanya kebetulan, atau memang sudah di rencanakan?"Selama ini kami benar-benar kehilangan kontak dengannya karena kami memang tidak ingin mengenalnya lagi. Sikap dan perbuatannya dulu sangat membuat kami terutama Kakekmu ini sakit hati, hingga akhirnya aku memutuskan un