Share

7. Mengumpulkan Informasi

Penulis: Mhyaa Selle
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-22 15:00:00

POV Alyera

 

"Apa-apaan ini, Bang?!"  

 

Aku menghampiri Bang Danu yang terlihat kaget dengan kedatanganku. Apalagi dia melihat kali ini wajahku tampak tak bersahabat.

 

Siapa yang tak marah, saat melihat anaknya di suruh angkat air dari rumah tetangga. Rasanya kepalaku sudah mengeluarkan asap saat ini juga. 

 

Bukan karena tak ingin anakku di suruh-suruh, tetapi ada alasan lain di balik kemarahanku ini.

 

"D-dek ... se-sejak kapan di situ?" tanya Bang Danu gugup.

 

Aku mengabaikan pertanyaannya. Tatapanku beralih pada Naifa yang sudah ke luar dari WC. Aku mendekat ke arah putriku lalu mengusap kepalanya.

 

"Naifa main dulu, ya! Soalnya Mama dan Papa mau ngobrol sesuatu hal yang sangat penting!" titahku pada gadis kecilku yang langsung mengiyakan dan berlalu pergi setelah meraih tanganku dan mencium dengan takzim. Hal itu juga yang ia lakukan pada papanya.

 

Aku kembali menghampiri pria yang tengah duduk di atas kursi roda setelah memastikan kalau Naifa sudah keluar dan tak akan mendengar apa yang akan kami bahas setelah ini.

 

"Sejak kapan Adek, datang?" tanyanya 

 

"Haruskah aku jawab, hmm ...?"

 

"Aku ingin tau karena setahuku Adek ...."

 

"Sejak Abang menyuruh Naifa untuk minta air di rumah tetangga!" bentakku seketika Bang Danu terlonjak.

 

"Jelaskan, Bang! Ada apa dan kenapa?!

 

"A-aku l-lupa ba-yar ---"

 

"Bayar apa, Bang?" potongku cepat 

 

Semoga Allah mengampuniku karena meninggikan suara di depan suami. Rasanya kesabaranku sudah berada di level tinggi.

 

"Bayar tagihan air leding, dan ... air leding kita mungkin diputuskan ... alirannya," sahutnya terbata meski sedikit ragu, mungkin juga takut kusembur kedua kalinya.

 

Aku menghela napas kasar. "Kenapa Abang, tak bayar? Bukankah biasanya bayar lewat M-Bangking dan juga ATM aku kan di tanganmu, Hmm ...!" ucapku memberi penekanan di akhir kalimat.

 

"Ka-karena uangnya ...."

 

"Karena uangnya kamu pakai buat bayar petugas di rumah sakit untuk buat dokumen palsu, iya kan?!" 

 

Bang Danu yang tadinya menunduk langsung mengangkat wajahnya menatapku.

 

Dadaku naik turun menahan emosi yang sejak tadi kutahan-tahan.

 

"Bukan begitu, Dek. Abang bisa jelaskan, kok, pasti kamu salah paham." Bang Danu hendak meraih tanganku namun kutepis seketika.

 

Tak Sudi aku disentuh oleh pria yang tega melakukan semua ini padaku dan putriku.

 

"Ayo jelaskan, Bang? Jelaskan menurut versimu!?"

 

"Intinya ... Kamu hanya salah paham, Dek. Pasti kamu dapat kabar burung, kan? Pasti Nella yang telah mengha ...."

 

Kedua alisku naik turun mendengar ucapan Bang Danu.

 

"Nella kenapa, Bang? Ada hubungan apa kamu sama dia?" cecarku menatapnya penuh intimidasi.

 

"Hah ... Nella ... aku gak ada hubungan apa-apa sama Nella, Dek. Percayalah, aku pikir Nella telah menghasut Adek untuk ...."

 

"Untuk ...?

 

Bang Danu semakin membuatku bingung dan ia terlalu bertele-tele.

 

"Tidak ada apa-apa, Dek. Lupakan soal Nella! Ayo ikut denganku, Dek!"

 

Bang Danu hendak menarik tanganku untuk ikut dengannya yang kewalahan mendorong kursi rodanya. 

 

Aku hanya berdiri tak ada niat untuk membantunya. Karena percuma saja hanya buang-buang waktu dan tenagaku selama dua tahun lebih.

 

Aku hanya mengikuti Bang Danu ke kamar karena ia memang masuk ke kamar dan mengambil berkas lalu memperlihatkan padaku.

 

"Ini hasil pemeriksaan kakiku tadi pagi, Dek! Lihatlah dan percaya sama aku kalau itu hasil yang akurat dan aku memang sudah tidak bisa lagi jalan dan tidak bisa cari bekerja ...."

 

Bang Danu berhenti mengoceh panjang lebar saat aku merobek-robek berkas itu menjadi sebuah kepingan kecil dan kutabur di atas kepalanya.

 

Tampak wajahnya terkejut dengan tingkahku kali ini. Apakah aku keterlaluan?

Tentu tidak. Tidak sama sekali ... dia yang sudah keterlaluan.

 

"Apa-apaan kamu, Dek?!" berangnya seketika karena mungkin kertas ini menurutnya sangat mahal harganya.

 

"Kenapa, Abang marah, hah? Kita tidak butuh kertas ini, bukan? Ada atau tidaknya kertas ini hasilnya sama saja, iya, kan?"

 

Bang Danu meremas rambutnya dengan kasar. "Tapi kenapa kamu robek, hah? Aku sudah membayar mahal berkas ...."

 

Pria yang tengah duduk dikursi roda itu seketika menghentikan ucapannya. Mungkin ia baru sadar kalau ia sudah keceplosan mengatakan rahasianya sendiri dan membuatku mengepalkan tangan menahan geram.

 

"Ma-maksudku ... bukan begitu, yang sebenarnya ---"

 

"Sebenarnya kamu telah membohongiku selama ini, iya kan? Kamu juga tidak lumpuh lebih tepatnya pura-pura LUM-PUH!"

 

Aku melemparkan selembar kertas ke wajah suamiku yang baru saja kukeluarkan dari dalam tasku.

 

"Apa ini?" tanyanya seperti pura-pura bodoh.

 

"Baca ...! Kamu masih bisa melihat dengan jelaskan? Apa mata kamu mulai gak berfungsi dengan normal efek kelamaan duduk?" titahku menatapnya sinis.

 

"Dari mana Adek mendapatkan dokumen ini?" tanyanya semakin panik.

 

"Dari mana aku dapat, itu gak penting, Bang. Yang terpenting sekarang ini adalah berikan aku alasan atas semua kepura-puraanmu ini?"

 

Aku mendaratkan bokongku di kursi dengan asal, sembari berusaha keras menahan agar bulir bening yang sejak tadi kutahan tak jatuh di depan pria yang tak berhak aku tangisi.

 

Aku mendongak menatap langit-langit rumah dan tak berniat menatap ke arah pria yang sudah 8 tahun lebih menjadi suamiku.

 

Beruntung tadi pagi, aku tak benar-benar berangkat bekerja. Semalam aku sudah minta bantuan Nella untuk memintakan aku izin cuti untuk hari ini pada Mandor dengan alasan, aku ada urusan penting.

 

Setelah mengantar anakku ke sekolah, aku putar arah dan kembali ke arah rumah.

 

Aku memarkir motor di tempat yang agak jauh dari rumah, tetapi masih dapat melihat mobil dan motor yang lewat atau berhenti di depan rumah.

 

Tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di depan rumah dan tampak Ibu Mertua dan Bang Danu keluar dari rumah.

 

Aku terkejut bukan main, saat melihat pria yang selama ini kuanggap lumpuh ternyata bisa berjalan dengan normal ke arah mobil.

 

Aku berusaha meredam amarah dalam dadaku dan terus mengawasi dari kejauhan, sehingga mobil itu bergerak dengan kecepatan sedang dan aku segera membuntuti dengan jarak yang tak terlalu dekat. Supaya tak mencurigakan, agar misiku tuntas setuntas-tuntasnya.

 

Keningku mengerut saat melihat suamiku dan ibunya turun di pelataran rumah sakit.

 

"Bukankah ia bisa jalan? Kenapa ia ke rumah sakit?" gumamku dengan diri sendiri.

 

Daripada bertanya-tanya seperti orang bodoh, lebih baik aku ikuti saja mereka.

 

Bukankah aku memang bodoh? Sebodoh itu aku hingga selama ini tak sadar telah di tipu.

Aku tersenyum miris memikirkan diriku yang sangat mudah dikibuli oleh suami sendiri. 

 

Seketika kukepalkan tangan dengan kuat, rahangku mengeras, dadaku kembang kempis menahan amarah dan mataku memanas saat melihat Ibu dan anak yang saling membantu dalam hal kebohongan.

 

Aku terus mengawasi mertua dan suamiku dari kejauhan. Hingga berjam-jam lamanya dan mereka sudah selesai dengan urusannya itu.

 

Aku hendak berbalik dan sialnya aku menabrak seorang suster yang melintas di belakang.

 

"Maaf ... maafkan, aku." Aku mengatupkan tangan pada wanita yang berpakaian perawat dan ia melakukan hal yang sama.

 

Aku membantunya memungut berkas yang ia pegang tadi dan terus menunduk dan bersembunyi di balik kerumunan orang yang datang membantu.

 

Setelah itu, aku berlari keluar dan berniat bersembunyi. Untung saja saat tiba di parkiran aku melihat ada mobil yang pintunya terbuka sedikit.

 

Aku masuk ke mobil itu dan bersembunyi.

 

Ternyata ada orang di dalamnya dan terkejut melihat aku masuk ke mobilnya. Namun, spontan tangan ini membekap mulutnya agar ia tak teriak dan tidak menyuruhku keluar dari mobil karena aku melihat suami dan Ibu mertua berjalan ke luar rumah sakit.

 

Aku menghela napas lega saat melihat suamiku sudah pergi bersama ibunya.

 

Aku langsung saja meminta maaf pada pemilik mobil dan langsung berlari ke luar tanpa menoleh lagi dan aku mengabaikan teriakan, ocehan dan makian orang itu.

 

Lagi pula aku tak mengenalinya, aku hanya sedang kepepet saja dan tak sengaja masuk ke mobilnya.

 

Aku langsung saja menemui petugas yang baru saja suamiku temui.

 

Ternyata tak mudah mendapatkan informasi dari petugas itu. Ia seolah ketakutan dan selalu berkelit.

 

"Mohon maaf, Bu. Kami tidak bisa membocorkan informasi apa pun tentang pasien kami," kelitnya.

 

"Saya ini istrinya loh, masa saya tidak bisa tahu informasi apa pun tentang hasil pemeriksaan kaki suami saya!" omelku padanya yang menunduk.

 

Beribu cara kucoba dan bernegosiasi dengannya, tetap saja dia ngotot dengan pendiriannya.

 

Aku membuang napas kasar dan melangkah ke luar rumah sakit dengan tatapan kosong. Merasa gagal mendapatkan informasi untuk kujadikan barang bukti.

 

Hingga tiba di parkiran dan aku hendak mengeluarkan motor yang aku parkir secara sembunyi-sembunyi agar tak terlihat oleh suami dan mertuaku tadi.

 

Tiba-tiba petugas tadi memanggil dan mengatakan kalau ia bersedia memberi informasi apa pun yang aku mau.

Bahkan ia membawaku kembali masuk ke rumah sakit dan menyuruhku menemui dokter yang pernah menangani suamiku 2 tahun lalu.

 

Akan tetapi, ia memberi syarat agar aku tak mengadukan semua yang ia lakukan pada atasannya.

 

Aku mengangguk setuju karena aku butuh bukti dari dia dan aku kasihan juga padanya. Nampak sekali ia ketakutan saat menemuiku di parkiran. Seolah-olah ada yang mengancam dan menggertaknya.

 

Padahal aku tidak melakukan semua itu, bahkan aku merasa aneh dengan petugas itu. Kenapa ia cepat sekali berubah pikiran. Padahal tadi ia begitu keukeuh tak mau membantuku.

 

Ingin sekali aku bertanya kepadanya tentang apa yang membuatnya berubah pikiran, tetapi urung kulakukan karena takut ia juga berubah pikiran kembali.

 

Aku harus  mengumpulkan bukti secepat mungkin.

 

Jiwa dan ragaku terguncang saat mengetahuinya semua fakta tentang suamiku yang selama dua tahun lebih telah mengelabuiku.

 

Semua hasil medis suamiku di perlihatkan oleh dokter yang pernah menanganinya.

 

Aku langsung berterima kasih pada dokter dan petugas itu karena mau membantuku. 

 

Setelah itu aku pamit pulang setelah mengatupkan tangan pada kedua orang itu.

 

Selanjutnya, aku harus meminta penjelasan dari pria yang sudah memberikan satu putri padaku.

 

 

Bersambung...

 

 

 

Bab terkait

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   8. Skandal Nella dan ...?

    Hati siapa yang tak hancur saat mengetahui kebohongan demi kebohongan pria yang sangat dicintai, yang sangat disayangi dan sangat kita perjuangkan masa depannya.Sakit ... sungguh sakit dan sesak dada ini jika mengingat segala perjuangan dan kerja keras yang kulakukan selama ini, tetapi apa balasannya? Kebohongan dan pengkhianatan.Sekuat tenaga aku menahan diri ini agar tak tumbang saat ini juga."Dek ...."Bang Danu membuyarkan lamunanku saat ia meraih tanganku."Jangan menyentuhku!" bentakku saat lagi-lagi tangan Bang Danu, kutepis dengan kasar."Maafkan Abang, Dek!" mohonnya dengan wajah memelas."Ceraikan aku saat ini juga, Bang!" Pintaku dengan tegas.Hanya ini jalan satu-sat

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-22
  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   9. POV Author

    Setelah kepergian Alyera, Danu merasa frustrasi sekali. Ia meremas rambutnya dengan kasar, meninju dinding, dan menendang apa saja yang menghalangi jalannya.Ia emosi bukan karena kehilangan cintanya. Akan tetapi ia emosi karena kehilangan ATM berjalan yang ia punya.Pria itu belum benar-benar menyesali perbuatannya. Bahkan ia merasa apa yang ia lakukan masih bisa di maafkan dan diberi kesempatan kedua.Ia melampiaskan amarahnya dengan mengacak-acak semua barang yang ada di rumah itu. Sekali menggeser barang yang ada di atas nakas dengan tangan maka berjatuhan semua barang-barang.Suara pecahan kaca pun bersahutan.Ia bingung bagaimana caranya agar membujuk istrinya untuk kembali.Terpaksa ia menghubungi ibunya untuk membantu membujuk menantunya yang telah pergi entah ke mana.Alyera, istri yang sangat patuh pada suami. Namun, dibohongi selama dua tahun lebih lamanya, itu bukanlah hal yang harus dianggap sepele.Ini menyangkut sebuah hati yang retak, kekecewaan terdalam akan sebuah ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-23
  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   10. Bukankah Pria Itu ...?

    POV AlyeraAku mundur perlahan sambil membekap mulut ini agar tak mengeluarkan suara agar tak ketahuan oleh sepasang insan yang tengah memadu kasih dalam ikatan tanpa pernikahan.Aku menggeleng tak menyangka kalau sahabatku yang selalu jadi tempat curhatku kelakuannya seperti ini.Bahkan di tengah-tengah rintihan kenikmatan yang ia lakukan, masih sempat ia menyebut-nyebut namaku.Aku tak menyangka kalau gadis berambut sebahu itu adalah wanita hina dan murahan. Rela melakukan apapun demi mencapai tujuannya.Setelah berhasil keluar dari rumah Nella, aku segera menghampiri putriku."Maafkan, Mama Nak, kalau tadi kelamaan di dalam. Yuk berangkat," kataku sambil memperbaiki tempat duduk Naifa lalu aku pun naik di motor dan menghidupkannya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-23
  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   11. Meminta Imbalan

    11.Aku menatap pria itu dari bawah sampai atas, pakaian yang ia kenakan termasuk pakaian termahal karena aku tahu jenis bahannya meski kuliat dari kejauhan.Tatapan matanya sangat tajam seolah ia ingin menelanku hidup-hidup.Ya Allah cobaan apalagi ini, kenapa aku harus mendapatkan musibah di saat-saat seperti ini.Ini namanya sudah jatuh tertimpa tangga pula, mengesedih.Di saat pikiran sedang kacau karena urusan rumah tangga, sekarang aku harus berhadapan dengan manusia arogan karena tak sengaja menabrak mobilnya.Aku yakin sekali, kalau biaya perbaikan mobilnya pasti sangat mahal. Gajiku sebulan pun pasti tidak akan cukup.Aku menghela napas panjang karena harus dipertemukan dengan pria berwajah bengis seperti dia.Eh ... ngomong-ngomong soal wajah dan suara sepertinya saya pernah melihat dan mendengar suaranya.Tapi di mana? Aku memutar-mutar bola mata agar bisa mengingat pria itu.Astaga ... lidahku langsung k

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-23
  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   12. Dia Lagi, Dia Lagi

    Aku langsung berbalik meninggalkan pria arogan itu dengan wajah masam dan beribu tanya.Kira-kira imbalan apa yang akan dia minta padaku. Awas aja kalau dia minta aneh-aneh dan melampaui batas.Aku terus ngedumel sepanjang jalan menuju ruang kerjaku setelah menekan ID di mesin pendeteksi kehadiran yang ada di depan. Aku mengabaikan tatapan aneh para pekerja lain yang sudah mulai bekerja di tempat masing-masing, sedangkan aku baru saja tiba di jam segini.Aku melangkah masuk ke ruang kerja sambil mengembuskan napas panjang dan mempersiapkan diri untuk kena teguran atasan."Kak Ely, Supervisor memanggil kakak ke ruangannya!" kata Ani menyampaikan pesan dari Pak Heri."Sekarang banget, An?""Iya, Kak.""Tolong sampaikan sama Pak Heri ya, tunggu sebentar soalnya aku mau ke toilet dulu," kataku pada Ani yang mengangguk pelan.&nbs

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-24
  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   13. Ajakan Makan Siang

    "Bolehkah, saya masuk Pak Heri?" tanya pria yang baru saja menyahuti supervisor dan membuat tubuh ini menegang tiba-tiba.Benar-benar tidak sabar pria ini. Kenapa ia harus datang ke sini dan menemui atasanku? Aku kan sudah berjanji akan menyicil uang ganti rugi secara bertahap.Bagaimana kalau ia akan melaporkan aku pada atasan dan meminta jaminan pada Pak Heri. Bisa-bisa aku dipecat karena dianggap membawa-bawa nama pabrik dalam masalah.Aku mengelap keringat di dahi dengan ujung jilbabku."Silakan Pak Adnan, mari masuk! Saya memang sedang menunggu Anda," ucapan Pak Heri membuatku tambah terkejut dan jantung ini kembali memompa lebih cepat dari sebelumnya.Apa tadi katanya? Sedang menunggu? Bukankah yang Pak Heri tunggu adalah anak dari Pak Syam Erlangga, apa pria ini ...

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   14. POV Danu 3

    "APA? Alyera pergi dari rumah ini?!" pekik seseorang yang suaranya sangat aku kenali.Aku mengangkat wajah yang tadi tertunduk karena tidak berani menatap wajah sangar Bapak, lalu menatap ke arah sumber suara.Tepatnya di ambang pintu, tiga orang tengah berdiri menatap tajam ke arahku. Barang yang ia bawa sudah berada di lantai.Mata ini membulat seakan ingin keluar dari tempatnya, panik sekaligus takut melihat ketiga orang itu yang tak lain adalah Ibu Mertua, Bapak Mertua dan Adik iparku.Benar-benar tamat sudah riwayatku kali ini, di sini hanya ibuku yang akan membelaku, Bapak kandungku sudah pasti akan menelanku hidup-hidup, di tambah kedatangan keluarga istriku yang mendadak datang di waktu yang tidak tepat."Dasar mantu kurang ajar," teriak Bapak mertuaku yang langsung menghampiriku dan memberi pukulan di pipiku. "berani-beraninya kamu membohongi putriku, membohongi kami sem

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   15. Apakah Ini Mimpi

    POV AlyeraPria ini mendekat dan langsung membuka sabuk pengamanku, lalu membuka pintu mobil di sampingku."Kamu jangan coba-coba menyentuhku," omelku padanya saat membuka pintu mobil, "akan kupatahkan tanganmu itu kalau berani macam-macam.""Aku bisa membukanya sendiri," imbuhkum"Jangan sok alim ... bahkan kamu pernah menyentuh wajahku, bibirku, dan kita bahkan lebih dekat dari ini," sindirnya sambil menatap dengan penuh ejekan."Waktu ... waktu itu saya terpaksa dan tidak disengaja karena saya dalam keadaan terdesak. Saya tidak ingin Anda teriak dan mengacaukan persembunyianku," balasku gugup."CK, sembunyi dari seorang suami yang pura-pura lumpuh seumur hidup?" tanyanya sambil terkekeh.Aku menatapnya penuh selidik dan kenapa dia bisa tahu soal suamiku."Anda jangan sok tahu," omelku tidak terima diejek oleh

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-27

Bab terbaru

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   43. Job Misterius

    POV Alyera "Kamu ngapain, jalan sambil nunduk? Mikirin apa? Kamu beruntung karena aku datang tepat waktu kalau tidak ... mungkin jidatmu sudah selebar tiang tadi," katanya sambil bertanya, disertai dengan sindiran serta kekehan.Aku memilih memalingkan wajah ke luar jendela menatap pohon yang masih terkena cahaya langit yang mulai redup berganti cahaya malam.Ucapan pria cambang ini benar-benar bikin jengkel, asli."Kok, gak dijawab?" tanyanya lagi membuatku menarik napas dalam."Saum," jawabku singkat."Apa hubungannya, puasa dengan bicara?""Saum bicara," balasku lagi dengan memutar bola mata."Emang ada saum bicara, tapi ngebalas terus dari tadi," kekehnya sembari menatap lurus ke depan. Aku memilih diam tak menjawab lagi."Biar aku tebak," katanya antusias."Gak lagi pengen main tebak-tebakan," protesku"Kamu pas jalan tadi pasti sambil mikirin suami kamu," ujarnya sok tahu banget."Calon mantan suami," ujarku penuh penekanan."Sama aja, kan baru calon berarti masih.""Terserah T

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   42. POV Danu 7

    Hari-hariku semakin kacau, kala pulang ke rumah untuk makan siang. Akan tetapi, Nella belum masak sama sekali.Bahkan istriku itu masih betah berlabuh di pulau mimpi dan melukis pulau Kalimantan di sarung bantal.Aku hanya bisa membuang napas kasar, mau marah juga tidak bisa karena sudah bisa ditebak kalau aku akan kalah berdebat sama Nella."Yank! Bangun!" Aku menggoyangkan tubuh Nella yang masih terbungkus selimut itu."Ini udah tengah hari, loh. Udah mau masuk waktu salat Zuhur," ujarku lagi, tetapi Nella tetap bergeming.Saat menyebut salat Zuhur ada yang bergetar di dalam hati. Entah sejak kapan terakhir kali aku melakukan salat. Sudah sangat lama sekali aku tidak melaksanakan kewajibanku sebagai umat yang mengaku beragama muslim.Mungkin aku bisa bisa dinobatkan jadi duta Islam KTP, karena mengaku Islam, tetapi tidak melaksanakan kewajiban.Aku mendadak ingat, Ely. Dia selalu mengingatkan aku untuk salat sambil duduk. Meski aku lebih memilih berbohong dan mengaku sudah mengerjak

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   41. POV Danu 6

    "Minggu depan aku akan menikah dengan kekasihku," ucap Nella sambil menatap langit-langit kamar, seolah ada yang membuatnya resah.Lain halnya denganku, aku senang mendengar dia akan menikah. Setidaknya dia tidak memintaku lagi datang kemari, sekedar memuaskan hasratnya.Malam ini aku hanya terpaksa melakukannya karena dia memintaku. Hanya sebagai balas budi ... itu saja. Semenjak mengetahui kalau asetnya juga dipakai oleh bandot tua, aku jadi jijik padanya.Meski kuakui, kalau dia pernah membuatku melayang tinggi ke langit ke tujuh. Tapi, malam ini tidak sama sekali.Aku hanya berusaha membuatnya puas dengan permainanku karena lagi-lagi aku ingin membalas jasanya yang telah membelikanku motor. Meski ngutang, tetapi wanita ini tidak pernah menagih seperti para wanita rentenir."Pakai aja uangnya buat kamu makan sama beli kuota!" ucap Nella menolak setiap aku menyetor upah ngojekku. Itulah yang membuat aku ingin membalas jasanya. Kalau bukan karenanya, mungkin aku sudah hidup gembel di

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   40. POV Danu 5

    "Bang Danu! Bangun!" samar kudengar suara seseorang memanggil. Lebih tepatnya membangunkan karena terasa tubuhku terguncang."Hem ... Apaan sih, Ly. Aku masih ngantuk ini!" balasku dengan malas dan kembali merapatkan selimut, dan meringkuk sembari memeluk guling."Kok, Ely sih, Bang! Ini aku Nella," protes seseorang yang langsung membuatku terperanjat karena baru sadar kalau aku sedang di rumah Nella, sahabat istriku yang sudah kunikmati keindahan tubuhnya."Eh ... maaf Nella Sayang. Aku lupa kalau sekarang aku ada di rumahmu. Biasanya kan aku dibangunkan sama Ely," balasku sambil menatap wanita yang kini memasang muka cemberut karena merajuk."Apa kejadian yang semalam kamu juga lupa, Bang?" tanyanya membuat aku kembali panas dingin."Oh, jelas tidaklah. Masa lupa sih, sama permainanmu yang sungguh sangat agresif, tapi aku suka," balasku sambil mengecup pipinya yang memerah dan Nella langsung senyum malu-malu.Ah, wanita. Hanya modal rayuan maut saja, sudah luluh mau diapain juga. It

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   39. POV Danu 4

    "Pergi kamu dari sini! Jangan pernah nampakkan wajahmu di depanku. Sekarang aku sudah tidak punya anak sama sekali." Bapak melempar tas berisi pakaian ke hadapanku sembari menyuruhku pergi dari rumahku sendiri.Rumah itu memang dibangun memakai dana dari Bapak, tetapi aku berhak tinggal karena aku anaknya satu-satunya. Eh ... malah mau dijual rumah itu, terus diberikan sama Ely. Padahal yang anaknya itu aku, bukan Ely. Ely itu hanya menantu, menantu itu orang luar yang tidak berhak sama sekali.Aku meraih tas itu, lalu bangkit dan pergi tanpa berpamitan pada Bapak dan Ibu. Kulihat Ibu menangis pilu menatap kepergianku, tetapi tak dapat mencegah karena mungkin tidak berani melawan suaminya yang tua bangka itu.Para tetangga masih saja sibuk menonton drama yang sebenarnya sudah selesai. Begitulah parah tetangga, selalu penasaran dengan masalah orang. Bukan untuk simpatik, melainkan ingin menertawakan.Aku yakin seratus persen kalau mereka sedang menertawakan diriku, bahkan mungkin ada

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   38. Datang Tepat Waktu

    "Sekarang kamu tidak bisa berbuat apa-apa, Sayang. Karena apa? Karena kamu memang masih begitu sangat sangat mencintaiku." Bang Danu semakin mendekat dan menyeringai menjijikkan."Bismillah." Kuangkat kakiku tinggi-tinggi hingga lututku mendarat di selangkangannya."Auw ... Auw ... Arggggg." Bang Danu spontan memegang benda pusakanya dan menjerit-jerit."Syukurin." Kini giliran aku yang menyeringai sinis padanya."Kalau kamu berpikir aku sangat ingin kembali dengan pria sepertimu, kamu salah. Tidak pernah terlintas dipikiranku sama sekali untuk mengambil apa yang sudah aku muntahkan." Aku berpangku tangan di depan Bang Danu yang masih meringis."Kamu jangan besar kepala dan mengkhayal setinggi langit! Karena, kalau itu jatuh sakit. Aku tekankan sekali lagi, aku tidak butuh suami benalu sepertimu.""Ely, Sayang. Kenapa kamu jadi ganas dan bar-bar begini?" tanyanya dengan sekuat tenaga menahan sakitnya.""Aku benar-benar ingin kembali padamu, Sayang.""Ya, ampun. Siapa yang mau lelaki b

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   37. Tatapan Liar Bang Danu

    "Maaf ... aku tidak bisa," ucapku pada Nella yang terus saja membujuk agar aku meminta bos untuk menerimanya kembali.Padahal dia tau benar siapa aku, apa posisiku di kantor tidaklah penting. Siapa aku yang harus meminta dengan Tuan Adnan ini dan itu.Beliau sudah banyak membantu dan rasanya aku tidak punya muka lagi jika harus meminta bantuan lagi.Bukan aku egois, bukan pula aku marah pada Nella, bukan. Hanya saja, aku benar-benar tidak bisa membantu untuk saat ini."Jadi kamu betul-betul tidak mau membantuku?" tanya Nella dengan tatapan tajam.Aku mengangguk perlahan. "Maaf, Nella.""Ternyata aku salah memanggilmu ke sini. Aku salah karena menganggap kamu itu baik, aku pikir kamu masih Ely yang dulu, sahabatku yang selalu peduli sama semua orang. Sahabat yang selalu menolong orang tanpa pamrih," ujar Nella tampak geram."Aku masih Ely yang dulu, Nel," balasku menatapnya dengan senyuman."Bukan! Kamu bukan Ely yang dulu. Kamu sudah berubah El," ujarnya sengit."Bukan aku yang beruba

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   36. Mendadak Naik Pitam

    "Dek! Gak usah jemput Kakak ya! Soalnya kakak lagi ada urusan dulu sama teman. Kak Ely titip Naifa ya!" pintaku pada Amran melalui percakapan di ponsel sambil berjalan ke luar dari kantor.Hari ini adalah hari pertamanya kerja sebagai mandor di pabrik yang pernah menjadi tempatku berkerja sehari-hari.Karena motor hanya satu terpaksa Amran yang membawa motor itu dan demi alasan keamanan, adikku dengan senang hati mengantar jemput aku setiap hari.Karena semalam, Nella terus memohon untuk ditemui, dengan terpaksa juga aku harus menemuinya.Hati nurani telah mengalahkan logikaku. Harusnya aku menolak tegas karena sudah jelas, Nella selalu ingin memanfaatkan aku saja.Selama ini dia baik dan memperingatkanku untuk menyelidiki suamiku, hanya untuk kepentingannya sendiri. Bukan demi kebaikanku.Sepulang dari kantor baru sempat mengabarkan pada adikku itu karena aku terlalu sibuk dalam kerjaan seharian ini. Tuan Adnan banyak jadwal meeting dan aku tidak boleh lengah dan salah saat bekerja.

  • Suamiku Ternyata Pura-Pura Lumpuh   35. Haruskah Aku Menemuinya

    "Alyera! Kamu tidak kenapa-kenapa?" tanya pria itu mendadak panik dan hendak menyentuhku, tetapi mungkin ia mengingat teguranku selama ini agar tidak ada kontak fisik membuat ia urung melakukan dan menarik kembali tangannya."Kamu baik-baik saja?" tanyanya sekali lagi membuatku menggeleng pelan tanpa membalas ucapannya. Aku sangat sok dengan kejadian ini sehingga aku mendadak bungkam."Ada yang sakit? Atau Daffa berbuat apa sama kamu?" Lagi-lagi pria cambang ini bertanya.Baru hendak membuka mulut untuk menjawab tiba-tiba aku menangkap dari ekor mataku kalau Daffa hendak melayangkan tendangan pada Tuan Adnan."Awas Tuan," teriakku lantang dan langsung memeluk Tuan Adnan sambil memutar tubuhnya, sehingga tendangan Daffa langsung mendarat di tubuhku."ALYERA ...," pekik Tuan Adnan saat kami berjatuhan di lantai karena aku menjadi tameng untuknya.Sesaat aku melupakan sakit yang diterima tubuhku karena pukulan pria brengsek itu. Aku malah terpana pada sorot mata elang Tuan Adnan yang tib

DMCA.com Protection Status