Keadaan Siska di rumah sakit, semakin hari semakin membaik. Siska sudah mulai bisa berbicara dan tersenyum. Amar tak tega melihat Siska yang sedikit depresi, Amar tahu jika Siska sudah tidak mempunyai saudara lagi. Amar yang sedari tadi memperhatikan di depan pintu kini berjalan mendekati Siska. "Siska, gimana keadaanmu sekarang sudah membaik kah?" tanya dokter Amar pada Siska."Siska baik, dokter Amar. Terima kasih sudah menolong dan merawatku selama ini," jawab Siska pada dokter Amar.Amar mengangguk pelan. "Iya.""Maaf, dokter merepotkan.""Tak apa. Aku yakin kamu bisa berubah Siska, bukannya dulu kita juga sering bermain bersama, itu artinya kamu juga sahabatku sama seperti, Mitha." Amar menginggatkan masa indah waktu itu bersama Shelomitha."Dokter Amar, Siska minta maaf karena telah menjebak Dokter Amar, padahal Mbak Mitha sudah mau menerima Anda. Semua salahku, Siska mohon ampun." Siska menangis di hadapan Amar. "Semua sudah terjadi dan sudah takdir-Nya, Siska. Sudahlah jan
Shelomitha sibuk dengan pekerjaan, seharian berkutat dengan laptop membuatnya sampai lupa untuk makan. Namun merevisi pekerjaan tinggal sedikit lagi, Shelomitha berusaha menyelesaikan tugasnya. Selesai ia berjalan di warung sebelah dan membeli nasi di dekat Butik. Kali ini Shelomitha ingin sekali makan masakan nasi padang. Pramusaji datang membawakan seporsi nasi padang dengan ayam goreng juga teh manis sudah berada di depannya. Makanan yang sangat menggugah selera, Shelomitha tersenyum berdo'a dan memulai makan. "Mbak Mitha, lagi makan siang kah?" tanya lelaki yang berada di depan Shelomitha."Iya, Mas Bima. Mas Bima juga makan di sini?" tanya Shelomitha pada Bima yang tak lain adalah tetangga sebelah rumahnya."Iya. Bagaimana kabar, Raka juga Rania, Mbak Mitha."Shelomitha tersenyum dan mengangguk. "Alhamdulillah baik, Mas Bima." Shelomitha kembali makan. "Mas Bima kerja di mana?""Aku mengajar, Mbak.""Ohya. Bagus dong."Bima tersenyum ke arah Shelomitha. Selesai makan Shelomit
Shelomitha menatap pantai dari kejauhan, Ia memandang ombak-ombak kecil yang berlarian ke pinggiran pantai. Buih-buih kecil menyebar searah mata angin. Berserakan bebas lepas kemana pun mereka akan pergi. Deru ombak, menyiratkan satu nyanyian dengan keindahan tersendiri.Anak-anak kecil asik bercengkrama dengan ombak. Terdengar tawa ceria mereka yang membuat semangat Shelomitha untuk kembali bangkit.Shelomitha memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Matanya nanar menatap gulungan-gulungan ombak yang saling berkejaran kencang, namun pecah menghantam karang.Shelomitha melihat bocah kecil berlari kesana sini. Ada yang bermain layang-layang, membuat bangunan dari pasir, itulah anak-anak pantai. Tapi tidak dengan Rania juga Raka ia tetap berada dalam posisinya bermain di dalam rumah.Apakah hati mereka bahagia? Shelomitha pun tak tahu apa yang dirasakan oleh kedua anaknya. Shelomitha mencoba berbicara pelan kepada kedua anaknya."Raka, Rania sini, Nak." "Iya, Bunda." "Mau ikut
"Saya sudah menjodohkan, Bima dengan gadis pilihan saya dan masih gadis tentunya." Shelomitha tak menjawab. "Raka bawa adikmu, masuk, Nak.""Iya, Bunda.""Mama, keterlaluan. Apa pantas ngomong begitu, Ma. Malu." "Kamu ini ya, Bima.""Sudah ayo kita pulang, Ma.""Mama ngak suka ya, Bima.""Tenang, Ibu. Dan maaf, saya tidak pernah mengganggu putra, Ibu. Sepertinya Ibu salah sasaran. permisi." Shelomitha pergi lalu Mang Kardi menutup pintu gerbang. Wanita paruh baya itu, menggeleng pelan. "Mama keterlaluan, malu-maluin saja.""Dih malu kenapa, Mama ngak suka saja ya kamu bergaul sama dia, janda pula, banyak gadis lain yang cantik, Bima.""Sudahlah. Keterlaluan, Mama." Bima melangkah pergi meninggalkan, Mamanya sendirian. Shelomitha hanya tersenyum, menginggat ucapan wanita oaruh baya itu. Hatinya sedikit tidak enak karena perkataan wanita tadi. Tapi bukankah benar ia hanya seorang janda, seorang janda anak dua siapa juga yang mau? "Bunda, jangan sedih gitu.""Enggak, Bunda baik-b
Siska menyiapkan sarapan pagi, di apartemen Amar, memasak ayam geprek untuk dokter Amar. Selesai memasak Siska memanggil Amar dan mengajak untuk sarapan pagi. Selesai makan Siska memberanikan diri untuk bicara."Dokter Amar, hari ini Siska akan pindah saja?" "Pindah kemana? Memang kamu ada tempat tinggal," jawab Ammar pada Siska."Siska tidak tahu, Dokter Amar, bisakah Anda mencarikan pekerjaan untukku." "Apartemen sebelah ini punyaku Siska, kalau kamu tidak nyaman tinggal disini pindahlah di sebelah, untuk pekerjaan nanti saya akan carikan, apa kamu menjaga putri saya Zahra saja, nanti aku akan membayarmu," ucap Amar pada Siska."Boleh dokter Amar, biar aku menjaga Zahra saja." "Baiklah nanti sepulang kerja, aku akan mengajakmu ke rumahku, sekarang aku berangkat kerja dulu." Pamit Amar pada Siska."Terima kasih buat semuanya, dokter. Meskipun Anda tahu, saya bukan perempuan baik-baik, tapi Anda masih mau menolongku." "Sama-sama Siska."Siska merapikan tempat makan lalu mencuci p
"Bunda, Raka hari ini ada tugas bikin kolase membuat ikan, dengan bahan biji-bijian, Bunda bisa ngak?" Raka bertanya pada sang Bunda. "Minta sama Simbok buat siapin bijinya sayang, nanti, Bunda ajarin bikin caranya." "Baik, Bunda." Raka berlalu pergi dan menemui Mbok Darmi untuk menyiapkan bahannya. Sudah terkumpul semua bahannya saatnya Shelomitha membantu Raka menempel bahan biji-bijian kedelai dan kacang hijau juga jagung. "Bisa ngak?""Oh begitu caranya, bisa, Bunda.""Ok. Kalau begitu kerjakan."Raka menata dan menempel biji-bijian dengan rapi, selang beberapa menit tugas menghiasan ikan dengan kolase sudah siap."Bagus ngak, Bunda?''"Itu bisa. Bagus lagi. "Makasih sudah bantuin Raka, Bunda." Shelomitha tersenyum. "Sama-sama sayang. Bunda akan selalu ada buat, Raka."Raka mengangguk mengiyaka. "Tapi, kok murung begitu kenapa nih?" tanyanya penasaran. "Bunda, Raka kangen sama ...," ucapnya seraya nyengir kuda."Kangen siapa? Papa?"Raka menggeleng. "Lalu?""Om, Arya."Be
Syerli menatap lekat foto suaminya Bramantyo, apa yang sebenarnya terjadi dengannya? Apa kekecewaanya pada Shelomitha membuatnya berubah seperti ini, ia memang telah menjadi suaminya namun jiwanya tetap bersama wanita itu.Apa yang harus Syerli lakukan agar Bramantyo bisa mencintainya dengan tulus, kehidupannya dengan anak-anaknya sudah kembali. Bramantyo mencukupi kebutuhannya, namun tidak dengan hatinya. Kasih sayangnya terhadap Sultan juga Fino pun sangatlah baik."Assalamu'alaikum." Bramantyo datang setelah pulang bekerja. "Wa'alaikumsalam, Mas. Sudah pulang?"Syerli membawakan tas milik Bramantyo. "Kenapa, Li wajahmu agak pucat? Mau kedokter?" tanyanya. Bramantyo menatap istrinya karena ia melihat wajah istrinya tidak begitu sehat."Syerli tidak apa-apa, Mas, hanya saja agak mual mungkin masuk angin," jawab Syerli pada Bramantyo suaminya."Ya sudah, Mas mandi dulu, bikin teh hangat biar tubuhmu hangat." "Iya, Mas. Mas juga mau sekalian dibikinin kopi?" tanyanya. "Boleh sayan
Raka berlari mencari Shelomitha, namun Bundanya itu masih bekerja di Butik, Raka mendengus kesal. Ia sama Rania menunggu Shelomitha di depan pintu sambil bermain di depan rumah. Dan akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga."Bunda lama sekali pulangnya?" tanya Raka antusias ia ingin segera memberi tahu Bundanya."Ada apa sayang? tumben nungguin, Bunda?" tanya Shelomitha tak mengerti, tidak biasanya Raka bicara seperti ini."Ma coba lihat ini.""Apa?""Ini." Raka menyerahkan satu lembar kertas.Glek. Shelomitha menelan saluva yang terasa begitu pahit. Ya Allah, Arya mau lomba di kota ini, hati Shelomitha sedikit bergetar, ia tahu dengan perasaanya. Ada yang berdetak di dalam tubuhnya, melihat kertas yang diberikan anaknya Raka."Bunda kita lihat ya? Ayolah, Bunda?" Raka juga Rania memohon pada Shelomitha."Hemm, baiklah tapi ada syaratnya?" tanyanya pada Rania juga Raka."Apa, syaratnya, Bunda," jawab keduanya bersamaan, berharap Bundanya mengiyakan."Boleh. Sih tapi kita lihatnya d
a few full moons laterKeluarga besar Arya dan Bramantyo, begitu antusias ingin berkunjung di Gunung Tangkupan Perahu tempat wisata terkenal di Jawa Barat, tempat wisata Legenda Sangkuriang. Arya lagi ada tugas di Bandung sekalian semua ikut liburan karena sekalian, weekend bersama keluarga tercinta. "Fino sakit, aku gak jadi ikut ya, Arya.''"Iya, baiklah next time kita ngumpul lagi. Semoga cepat sembuh, Fino. Mas.''''Aamiin.""Titip Sultan dan Mama saja ya.''"Hu um, beres, Mas."Semua sudah siap berangkat ada Sultan, Raka, Rania, Yusuf dan Senja anak bungsu Shelomitha dan Arya. Satu keluarga besar berkumpul mempersiapkan liburannya.Mobil disewa dan meluncur menuju lokasi tempat wisata, udara yang sejuk dan asri tentunya, serta banyak pohon tinggi menjulang. Membuat mereka takjub dengan pemandangannya, mereka langsung bergegas berjalan menuju area dimana rasa penasaran mereka akan cerita legenda Sangkuriang. Seorang anak yang mencintai Ibu kandungnya.Perjalanan hampir enam jam.
Shelomitha duduk menyusui baby Yusuf di kamarnya sambil menunggu video call-nya pada suaminya Arya di terima. Karena ada sesuatu yang harus Shelomitha bicarakan. "Assalamu'alaikum, sayang," ucapan salam terdengar bersamaan dengan munculnya wajah tampan Arya yang tersenyum seperti biasa."Wa'alaikumsalam. Mas, sudah sampai kantor?""Ya, sudah sejak tadi. Kenapa sayang?""Ada file ketinggalan ini di rumah, penting ngak ini, Mas?'Hening. Shelomitha hanya menatap wajah suaminya yang ada di layar ponselnya. Orang yang selalu bisa membuatnya tenang. Sementara Arya masih sedikit sibuk menatap layar laptopnya. "Tidak, sayang, itu buat meeting besok." "Oh, begitu."Shelomitha senang menatap wajah suaminya itu, entah baru saja berpisah ia sudah sangat rindu. "Ada lagi sayang yang mau dibicarakan.""Tidak, hanya rindu.''Arya tersenyum di balik layar ponsel milik Shelomitha. "Sama dong."Shelomitha masih diam. Ia sibuk menyusui Yusuf sesaat ia menangis. "Ok. Yusuf nangis. Sudah dulu ya, M
Shelomitha menangis ia terharu ternyata cinta bisa membuatnya kuat, kuat untuk menjalani proses yang ia takuti berjalan lancar. Besoknya masih setia Arya menunggu istrinya. "Dokter kapan boleh pulang?" tanya Arya pada sang dokter."Hari ini boleh pulang, Ibu Mitha juga sudah sehat, bayinya juga sehat jangan lupa asinya ya Ibu diberikan." "Iya, dokter." Shelomitha dituntun Arya menuju mobil, sedangkan anak kecilnya digendong Mama Wulan. Mobil melaju menuju rumah Mereka, selang tiga puluh menit mobil sudah terparkir di halaman rumah. Arya menuntun sang istri di kamar baru untuk si kecil dan Shelomitha."Mas, ini bagus banget kamarnya, Makasih ya?" tanya Mitha pada suaminya."Sama-sama sayang, aku gak tega kalau di kamar atas, takut nanti kamu jatuh." Arya mendisain kamar begitu bagus, tempat tidur besar dan box untuk sikecil. Dan ranjang besar untuknya dan istrinya, dengan motif biru. Arya berjalan masuk kamar melihat Shelomitha sedang belajar menyusui sikecil, Arya mengecup kenin
"Apa yang terjadi, Mas?""Aku tahu siapa yang memukuliku saat itu.""Hah, siapa?""Apa, Dokter Amar teman kita juga."Shelomitha mengangguk. "Hu um.""Wajahnya aku kenal banget, di dalam mimpi wajah Amar yang kulihat sayang." Jelas Arya menginggat mimpinya."Apa, jadi yang membuat, Mas Arya kecelakaan karena ulah Ammar?" tanya Shelomitha pada suaminya."Sebenarnya aku digebukin, terus aku lari naik motor aku tak sadar ada sebuah truk menghantam motorku.""Astaghfirullah. Ya Allah bener-bener jahat banget dia," lirih Shelomitha mendengus kesal."Ya sudah sayang, itu kan sudah lama, yang penting sekarang kamu sudah bener-bener menjadi istriku, kan." Shelomitha gak habis pikir Amar teryata begitu licik, ingin menyakiti Arya dulu, sudahlah biar Allah yang membalaskan kejahatannya. Kejadiannya juga sudah begitu lama, namun dengan mendengar cerita suaminya perut Shelomitha mendadak sakit.-Namun Shelomitha tahan hingga pagi pun tiba, selesai salat subuh ia berdoa. Ya Alloh yaa Robbana di
Mereka bangun dan menjalankan kewajibanya dimusholla rumahnya. Arya mengajari anak-anaknya mengaji juga Sultan yang masih menginap duirumah sang paman, ia ingin belajar mengaji bersama adik-adiknya. Dan juga memberikan penjelasan, "Apapun masalahnya jangan pernah tinggalkan salat, kunci dari kita hidup didunia ini adalah satu yaitu shalat. Maka, apapun masalah yang kita hadapi, hamparkanlah sajadah dan sholatlah, bertumpulah pada kekuatan Allah.""Sudah mengerti apa yang ayah sampaikan, mugkin ada yang perlu ditanyakan?" tanya Arya pada anak-anaknya juga Sultan."Kalau kita sakit, apa tetap harus salat ayah?" tanya Raka pada Ayahnya."Iya, Nak, bisa dengan tayamum, bisa juga duduk ataupun tertidur," jawab Arya lembut.Sementara Shelomitha menyiapkan makanan, kandungan Shelomitha sudah mulai membesar, ia harus banyak makan sayur-sayuran biar proses melahirkan nanti ia bisa kuat. Sarapan pagi sudah tersedia, ada bakwan jagung kesukaan Rania ayam geprek.Mereka menikmati makanan dengan
Malam semakin larut hanya terdengar suara ombak dan angin kencang. Shelomitha sudah tidur dalam mimpinya sementara Arya gelisah memikirkan mimpinya yang baru saja ia alami. Gadis yang bernama Dara itu semakin mendekat seperti tidak asing wajahnya diingatan Arya. Arya berjalan menuju balkon dan duduk di kursi, ia menatap angin juga suara ombak yang menentramkan jiwanya. Ia terus menginggat siapa Dara sebenarnya, sementara ingatannya belum begitu jelas menangkap siapa wanita dalam mimpinya itu Ia menatap langit yang semakin gelap, dengan bintang yang tak berani menujukkan sinarnya, ia takut jika perasaannya melukai hati Shelomitha istrinya. Jika Mitha tahu siapa Dara yang berada dalam mimpinya. Ia takut ditinggalkan. Shelomitha terbangun melihat sang suami tidak ada ditempatnya, ia lalu menghampiri suaminya yang duduk sendiri dikursi depan kamarnya, apa yang terjadi dengannya ya? Tidak seperti biasanya. Shelomitha lalu mendekati suaminya."Mas kenapa, mimpi buruk kah?" tanya Shelomitha
Senja mulai meninggalkan tugasnya,berganti dengan petang. Arya sudah kembali pulang ke rumah bersama anak-anaknya. Arya mencari istrinya lalu memeluknya dari belakang."Ayo sayang temani aku ke undangan, Amanda?" "Hmm, sayang biarkan aku di rumah saja, aku malas," jawab Shelomitha malas. "Baiklah, kalau gitu aku juga gak hadir deh." "Lo kok tiduran, bukannya undanganya jam tujuh sayang?" tanya Shelomitha bingung."Ya buat apa aku datang kalau istriku tidak ikut, ya sudahlah tidur saja," jawab Arya pada istrinya."Hmm ya sudah baiklah, aku ikut," ucap Shelomitha ragu yang sejujurnya ia malas ketemu Amar."Beneran sayang." ''Hu um, tapi gaka malu ajakin, Mitha, hmm Mitha kan!" ucap Shelomitha yang dipotong oleh suaminya."Aku tidak malu sayang, aku menyukaimu titik, sudah ganti pakaianmu, aku tunggu dibawah ya." Fiko pergi dan mencium pipi istrinya.Shelomitha menatap ke arah cermin, ia sungguh takut, bagaimana jika Arya diejek sama temanya, gelisah Shelomitha memikirkan. Ia lalu m
Beberapa bukan berlalu, Bramantyo sudah sampai di Surabaya, keadaanya yang semakin pulih namun, ia masih menggunakan kursi roda kakinya masih belum bisa untuk berjalan. Sementara Syerli selalu setia menemani sang suami, meskipun kadang Bramantyo bersikap kasar, namun tak ia hiraukan, Syerli lebih memilih mengalah dari pada harus mementingkan egonya.Ia tahu jika suaminya akan berubah menyayanginya seperti dulu lagi, sejak ketemu Shelomitha adik semesternya di kampus. Bramantyo sudah mulai melupakannya, semoga saja Bramantyo berubah seperti dulu, disitulah Syerli mslasih bertahan akan tetap setia mendampinginya. "Li, tolong ambilkan air putih," suruh Bramantyo pada istrinya yang lagi membereskan baju miliknya."Baiklah, sebentar ya," jawab Lili sambil melangkah pergi ke dapur, tumben agak lembut nyuruhnya. Bramantyo melihat lalu lalang kendaraan dari jendela rumahnya, ia menatap kakinya sampai kapan itu berakhir, ia jadi lumpuh karena kesalahannya mabuk bersama Siska. Ia menarik napa
Shelomitha membantu di dapur, menyiapkan sarapan pagi, telur balado dan mie goreng sudah siap dimeja makan, mereka berkumpul sarapan tanpa Arya juga Sultan, mereka hanya diam menikmati sarapan pagi. Sementara Shelomitha hanya menatap makanan tanpa disentuh, namun ia ingat pesan suaminya harus makan yang banyak. "Bunda, Ayah lama sekali sih belum juga pulang Raka dan Rania sudah rindu," seru Raka juga Rania cemberut, mereka sudah merindukan Ayahnya."Sabarlah sayang, kalau semua sudah beres, Ayah pasti akan pulang, ayo semangat sekolahnya, jangan pada cemberut nanti cantik dan gantengnya hilang lo." Mitha menenagkan kedua anaknya."Hmm, Bunda." "Nah begitu kan anak pinter, ayo berangkat nanti telat." Suruh Shelomitha kepada anak-anaknya yang masih cemberut.Mereka diantar Mang Kardi ke sekolah, sedangkan Shelomitha sibuk mengecek file yang dikirim rekannya kerjanya Ana, sementara Aeya dan Sultan masuk ke dalam rumah. Rumah terlihat sepi, Arya menyuruh Sultan untuk istirahat dikamarny