Aku menggelengkan kepalaku.
Setelah Niko berangkat ke sekolah, Mas Gilhan juga pamit kantor.
Kini di rumah hanya tinggal aku, Bik Ana juga si kembar. Aku melangkah menuju anak tangga, hendak kembali ke kamar. Setelah mandi nanti, aku akan menyelidiki rumah ini. Aku sedikit heran, di rumah sebesar ini hanya memiliki satu asisten rumah tangga saja yang merangkap sebagai pengasuh juga. Saat menaiki anak tangga, Nayla dan Naura terlihat sedang menonton acara kartun di televisi, sedang Bik Ana sedang menyapu lantai. Dia memang wanita tangguh, bisa mengerjakan semuanya.
Sesuai yang kurencanakan, setelah selesai mandi dan berpakaian, aku segera turun ke bawah dan menuju dapur. Bik Ana tak ada di sini, mungkin sedang menemani si kembar bermain.
Oke, hari ini aku yang akan memasak sebab bosan juga rasanya kalau cuma bengong sendiri di kamar dan tak mengerjakan apa pun. Aku yang keseharian selalu menghabiskan waktu untuk bekerja di kantor, namun sekarang harus menghabiskan waktu di rumah, rasanya membosankan dan butuh penyesuaian.
Kukeluarkan sayuran dari kulkas lalu memontongnya, kemudian mencari daging ayam yang rencananya akan kumasak sup. Aku menautkan alis saat melihat beberapa daging yang tersimpan di dalam tupperware yang warna agak kehitaman. Daging apa ini? Kok warnanya aneh begini? Aku menautkan alis. Apa sudah jamuran atau apa, ya?
“Nyonya sedang apa di sini?!” Bik Ana tiba-tiba merampas apa yang sedang kupegang, lalu menyimpannya kembali ke dalam kulkas dan menutupnya lemari pendingin itu dengan kasar.“Bik, saya mau masak,” ujarku sedikit jengkel dengan tingkahnya.
“Tidak usah, biar saya yang akan memasak. Nyonya ke kamar saja!” ujarnya dengan nada perintah.
Aku menatapnya tak senang, dia terlalu sok berkuasa, padahal apa salahnya jika aku yang memasak, toh aku nyonya di rumah ini. Apalagi aku juga pandai memasak walau tak terlalu mahir.
“Bik, sayur-sayur sudah saya potong, tinggal mau motong daging saja,” ujarku dengan menunjuk meja yang terdapat sayur hasil potonganku.
“Sebaiknya Nyonya Sindi tak mengganggu pekerjaan saya! Masak, mencuci, beres-beres rumah juga mengurus anak-anak Tuan Gilhan adalah tugas saya.”
Dengan lancangnya, Bik Ana menarik tanganku lalu mendorongku keluar dari dapur.“Bik, jangan memperlakukan saya seperti ini! Saya tidak suka!” bentakku kepadanya.
“Maaf, Nyonya, saya hanya menjalankan perintah Tuan Gilhan saja. Kata beliau, Nyonya Sindy tak boleh mengerjakan apa-apa di rumah ini!” ujarnya dengan nada melemah namun tetap dengan tatapan tajam.
Dengan berdecak kesal, aku berlalu dari hadapannya dan menuju ruang tengah lalu duduk di depan televisi. Ke mana Nayla dan Naura tak terlihat? Sedang apa mereka? Aku bangkit dan hendak melangkah menuju kamar si kembar.
Belum sampai aku di depan kamar mereka, terlihat Bik Ana sudah masuk ke dalam kamar anak kembarku itu. Isshh ... apa sih maunya pembantu itu? Kuurungkan langkah dan berbelok menuju dapur, namun aku tak masuk ke dapur melainkan lorong di sebelah dapur yang akan menuju pintu belakang. Mungkin inilah saatnya aku menyelidiki halaman belakang yang didatangi suamiku tadi malam.
Taklama kemudian, langkahku telah tiba di depan pintu belakang. Lorong ini masih saja gelap, walau di siang hari ini karena sepertinya tak ada kontak lampu. Kukeluarkan ponsel dari saku celana panjang, lalu menyalakan sentarnya.
Pintu ini tergembok dan aku tak bisa membukanya, jadi aku takkan bisa untuk melihat ke halaman belakang sana. Aku memutar ingatan tadi malam, perasaan tadi malam pintu ini tertutup dengan sendirinya lalu siapa yang menggemboknya? Semua yang ada di rumah ini begitu aneh dan membuat kepalaku pusing memikirkannya.
“Sedang apa di sini?!”
Ah, ini suara Bik Ana, tanpa menoleh pun aku sudah tahu akan pemilik suara sangar dan garang itu. Aku memutar badan, namun tak mendapati pembantu rese itu.
Eh, kok nggak ada siapa-siapa? Masa iya, aku berhalusinasi mendengar suaranya? Bulu kuduk mendadak meremang, aku segera berlari meninggalkan lorong gelap itu.
Saat aku tiba di ruang tengah, ternyata Bik Ana baru saja turun dari loteng kiri di sebelah ruangan dapur dengan membawa keranjang pakaian. Tampaknya, ia baru saja selesai menjemur pakaian.
Tunggu ... lalu suara siapa yang tadi itu?
Seketika leherku meremang.
Bersambung ....
Bik Ana mendekat kepadaku, namun aku segera berlalu menuju ruang keluarga yang terdapat televisi. Lebih baik menonton sinetron saja kalau mengerjakan apa pun tak dibolehkan.Kuraih ponsel lalu mengetik pesan yang akan kukirimkan kepada suamiku. Akan kuadukan perlakuan tak menyenangkan dari pembantu bertampang sangar itu. [Mas, aku tak senang dengan perlakuan Bik Ana kepadaku hari ini. Masa aku mau memasak saja gak dibolehin dan malah diusir dari dapur? Memangnya kamu pernah memberikan mandat kepadanya agar melarangku melakukan apa pun di rumah ini?] Segera kukirimkan pesan itu dan menunggu Mas Gilhan membukanya. Akan tetapi, jangankan dibaca, terkirimkan pun tidak, pesanku hanya centang satu saja. Ke mana suamiku itu? Aku tak habis akal, kuketik pesan untuk temanku yang masih bekerja di kantornya. [Mir, Mas Gilhan, suamiku ... sedang apa dia? Apa dia ada di ruangannya atau sedang keluar?] Pesan itu langsung kukirim kepada Mira, temanku. Lima menit kemudian, pesanku langsung mendap
#Suamiku_Menghilang_Setiap_MalamPart 6 : Ketindihan “Hahaa ... oke, oke. Jadi begini, Mas memang ada bilang kepada Bik Ana agar jangan membiarkan kamu melakukan pekerjaan apa pun di rumah ini sebab aku membawamu ke rumah ini sebagai istri, bukan sebagai ... hmm ... wanita yang akan disuruh-suruh melakukan pekerjaan apa pun. Kamu Ratu di rumah ini, Sayang, juga Ratu di hati, Mas. Jangan marah lagi, soalnya Mas sibuk sekali di kantor hari ini sehingga pegang ponsel saja tak sempat,” ujar suamiku dengan nada khasnya, lemah lembut dan bikin darah tinggi mendadak turun.“Mas, nggak gitu juga kali? Kalo cuma masak, masa aku juga nggak boleh? Aku bosan kalau cuma duduk bengong saja di rumah ini, udah gitu ... mau main sama di kembar juga nggak dibolehin sama pembantu songong itu!” Aku mengerucutkan bibir.“Hmm ... bukan maksudnya begitu, Bik Ana hanya menuruti perintahku saja kalau ia tak boleh membebankan pekerjaan apa pun kepadamu termasuk mengasuh dua putriku,” jawab saumiku lagi.Aku m
#Suamiku_Menghilang_Setiap_MalamPart 7 : Naura dan NaylaSetelah Mas Gilhan pamit ke kantor, aku melangkah masuk dan di ruang tengah. Di sana terlihat si kembar sedang membongkar keranjang mainannya. Bik Ana kayaknya lagi sibuk di dapur, bagus deh, aku jadi ada kesempatan untuk bermain bersama dua gadis kecil menggemaskan ini.“Mama Sindy, main yuk!” ajak salah satu dari putri tiriku itu, karena wajah, gaya rambut dan pakaian yang selalu sama, aku tak bisa membedakan keduanya.“Ayo!” jawabku dengan tesenyum dan duduk di antara mereka.“Nayla mau yang ini!” ujar anak tiriku itu sambil meraih sebuah boneka barby, aku langsung mengingat kalau yang duduk di sebelah kananku adalah Nayla jadi yang sebelah kiri pasti Naura.“Iya, Naura yang ini saja dan Mama Sindy yang ini,” ujar Naura dengan memberikan boneka barby dengan gaun pesta bewarna pink itu. “Hmm ... dan untuk Mama .... “ sambungnya dengan memberikan boneka barby dengan baju santai, celana pendek dan tanktop, ke udara.Eh! Aku ber
#Suamiku_Menghilang_Setiap_MalamPart 8 : Ramalan BiancaBik Ana terlihat mempercepat langkahnya, sedang aku mengikutinya dari belakang. Sesampainya di depan pintu belakang, wanita yang selalu mengenakan pakaian berwarna putih itu menoleh ke belakang, mungkin memastikan tak ada yang membuntutinya.“Hey, siapa di sana?!” teriaknya lantang dengan membalik badan dan menatap ke sekeliling.Aku yang sedang bersembunyi di balik dinding jadi berdebar-debar, takut tertangkap olehnya. Dengan sambil berdoa dalam hati, aku memegangi dada, berharap ia tak tahu kalau aku sedang membuntutinya.Beberapa saat kemudian. Bik Ana tak kunjung keluar dari lorong itu, kuberanikan diri untuk kembali mengintip ke posisi ia berdiri tadi tapi tak ada siapa pun lagi di lorong depan pintu itu. Apakah dia sudah keluar? Tapi kok aku nggak dengar suara pintu terbuka, ya? Bagaimana ini, aku masuk atau tidak, ya? Jangan-jangan Bik Ana hanya sedang bersembunyi saja dan ingin menangkap basah siapa yang sedang membuntu
Suamiku Menghilang Setiap MalamBab 9 : Lingeri“A—apa, Bi?!” tanyaku dengan dada yang mendadak terasa sesak, jantung berdebar tak karuan, tubuh jadi panas dingin.“Ah, ya sudah ... anggap saja aku tak mengatakan apa pun, aku benci dengan perasaan aneh ini. Maafkan aku, Sin!” Bianca tiba-tiba memegangi kepalanya dengan tatapan mata yang nanar.“Bi, kalau ngomong itu jangan setengah-setengah, aku jadi merinding ini,” ujar Rahel dengan menyikut Bianca.“Jangan percaya dengan ucapanku yang tadi, aku cuma ngelantur!” Bianca bangkit dari kursinya, meraih tas dan pergi begitu saja.“Bi, kok langsung pergi sih?” teriak Sinta.Aku masih termenung, terus terang, aku takut akan kebenaran kata-kata dari sahabatku dari bangku kuliah itu. Dari dulu dia memang aneh, tapi terkadang apa yang diocehkannya itu menjadi kenyataan. Dia juga bisa merasakan adanya makhluk gaib dan aku percaya akan kelebihannya itu, walau terkadang teman-teman suka menetertawainya.Dulu, Bianca juga pernah meramalkan kalau a
Suamiku Menghilang Setiap MalamBab 10 : Dicumbu dalam kegelapanPintu kamar terbuka, terlihat Mas Gilhan muncul dai balik pintu. Jantung ini jadi berdebar cepat dan aku tak berani bergerak dari depan meja rias karena tak pede dengan lingeri yang kukenakan ini.“Sayang, ayo makan malam dulu!” Mas Gilhan menghampiriku.Aku meliriknya namun masih tetap pura-pura fokus dengan cermin di hadapan, jadi ningung harus melakukan apa.“Sayang, ayo!” Mas Gilhan mengulurkan tangannya.Dengan meremas jemari yang kini menjadi dingin dan gemetar, aku bangkit dari kursi dan memberanikan diri meliriknya.“Sayang, kamu baju baru?” tanya Mas Gilhan sambil tersenyum.“Iya, Mas, kamu suka gak?” tanyaku pelan dengan meliriknya sekilas lalu menundukkan wajah.“Hmm ... suka dong, tapi lapisi lagi pakaianmu ini jika mau keluar!” jawab Mas Gilhan dengan mengamatiku lalu menarikku ke dalam pelukannya.“Iya, Mas .... “ Aku mengangkat wajah lalu melingkarkan tangan di lehernya berharap lelaki ini mengerti mauku.
Suamiku Menghilang Setiap MalamBab 11 : Nyata atau Mimpi?“Selamat pagi, Sayang.” Terasa sebuah kecupan mendarat di dahi juga suara lembut khas suamiku.Aku membuka mata dan mendapati diriku sedang terbaring di tempat tidur, padahal tadi malam aku ingat betul kalau sedang duduk meringkuk dengan memeluk lutut yang mungkin telah ketiduran, tapi kini aku tertidur dengan posisi seperti biasanya, di samping suamiku, lengkap dengan selimut.“Sayang, kok bengong saja? Kamu kenapa?” tanya Mas Gilhan menyentuh pipiku, ia berbaring menyamping dengan menghadap kepadaku.“Mas, tadi malam kamu ke mana?” tanyaku dengan berusaha mengingat apa yang terjadi setelah aku duduk meringkuk dengan memeluk lutut saat putus asa mencari keberadaan suamiku itu.“Maksudmu apa, Sayang? Aku tak ada ke mana pun. Hmm ... bangunlah, hari ini kita ajak anak-anak jalan keluar,” ujar Mas Gilhan sambil beranjak dari tempat tidur.“Mas, tadi malam ... pas mati lampu, kamu ke mana?” Aku beranjak bangkit lalu menarik tanga
Suamiku Menghilang Setiap MalamBab 12 : Sendiri di RumahAku tak jadi membalas pesan Bianca, tapi melakukan panggilan video saja, biar lebih enak ngobrolnya.“Bi, kamu lagi di mana?” tanyaku saat panggilan telah tersambung kepada temanku dengan rambut potongan bob itu.“Lagi di rumah, kamu udah baca chat dari aku ‘kan? Kalau kamu merasa tak mau percaya, nggak apa-apa kok,” jawabnya.“Udah, emang kamu mimpiin aku kenapa tadi malam?” tanyaku penasaran.“Hmm ... itu cuma mimpi sih, kamu boleh percaya atau tidak, semuanya hanya firasatku saja.” Bianca terlihat sedang duduk di atas tempat tidurnya.“Apa itu? Cepat ceritakan!” desakku penasaran.“Tadi malam ... aku mimpiin kamu ... hendak dibunuh oleh makhluk bertubuh hitam besar, berbulu, berkuku panjang juga bertaring .... “ ujar Bianca dengan raut cemas.Aku menelan ludah sebab yang dikatakan Bianca memang sudah terjadi kepadaku, hanya saja aku masih belum bisa membedakan itu mimpi atau nyata.“Bi, yang kamu mimpiin itu memang sudah kua
Season 2 (Bayi Setan 26)Part 26Beni memegangi dadanya, ia benar-benar tak mengerti, Vinna kini mengeluarkan suara Anita, istrinya. Apa wanita di hadapannya sedang kesurupan? Ia bergumam sendiri.“Pak Beni, istri saya kesurupan arwah istrimu. Coba berbicara dengannya, bujuk dia untuk mau meninggalkan tubuh istri saya! Meminta maaflah agar semua permasalahan kalian selesai dan dia dapat tenang di alam sana!” ujarVidan kepada Beni.Beni mengangguk dan berlutut di hadapan Vinna.“Anita, kumohon ... maafkanlah aku! Aku menyesal tidak mempercayaimu. Maafkan aku juga ... baru datang sekarang ke makammu sebab aku tak tahu kalau kamu meninggal karena tabrakan. Bagaimana bisa kamu ada di kota ini? Aku mencarimu ke sana ke mari satu tahun ini. Maafkanlah aku ... aku ikhlas melepasmu dan tunggu aku di akhirat nanti, aku akan menyusulmu nanti. Tenanglah di alam sana, keluarlah dari tubuh Vinna, kasihan dia ... dia wanita baik yang sudah nerawat juga menyayangi putramu seperti anaknya sendiri. Ik
Season 2 (Bayi Setan 25)Part 25Setelah selesai ziarah ke makam Ibu dari Baby Vallen, Vidan mengantar Vinna pulang bersama bayinya.“Dek, Abang langsung berangkat kerja, ya!” ujar Vidan kepada istrinya.“Iya, Bang, hati-hati!”“Assalammualaikum.”“Waalaikumsalam.”Vinna segera masuk sambil menggendong Baby Vallen. Ia tersenyum kepadanya lalu meletakkan sang bayi berusia 4 bulan itu ke tempat tidur. Ditatapnya lekat bayi mungil yang sudah ia anggap seperti anak sendiri itu, kasih sayangnya takkan berubah walau kini ia sudah mengetahui asal-usul Baby Vallen yang ternyata dilahirkan oleh seorang mayat dan di dalam kubur pula. Akan tetapi, ia yakin bayinya itu bisa hidup layaknya manusia normal lain.“Mama yakin, kamu akan tumbuh menjadi anak yang baik, Vallen! Ayo minum susumu dulu!” Vinna menyumpalkan botol susu ke mulut Baby Vallen.Baby Vallen yang biasanya menolak susu formula, kali ini ia malah menghisapnya dengan lahab. Vinna tersenyum senang melihat kemajuan Baby Vallen yang suda
Season 2 (Bab 24) Part 24 “Pertama saya melihat adegan perkosaan yang terjadi di sebuah makam, lalu malam berikutnya ... adegan sang wanita yang dituduh suaminya berselingkuh karena ketika ia pulang dari merantau ... istrinya itu sedang dalam keadaan hamil,” ujar Vinna dengan memegangi kepalanya. “Orang yang sudah meninggal, rohnya sudah kembali ke alam barzah dan takkan bisa masuk ke alam mimpi kita lagi. Adapun jika hal itu seolah-olah mereka mampu lakukan, hanyalah itu hasil kerjasama dengan jin qarin. Karena jin qarin adalah jin yang senantiasa menyertai kehidupan seseorang ketika masih hidup di dunia, sehingga jin qarin tersebut mengetahui dengan detil kondisi orang yang sudah meninggal tersebut. Sehingga jin qarin itulah yang datang dan mengabarkan kondisi orang yang sudah meninggal tersebut. Orang-orang pun menyangka bahwa itu adalah arwah orang yang sudah meninggal dunia," jelas Sang Ustadz. “Satu misteri yang belum terkuak ... mengapa bayi ini diletakkan di depan rumah ka
Season 2 (Bayi Setan 23)Part 23Vinna kembali kesurupan, Vidan lumayan kewalahan karena amukannya. Sedang Pak Ustad menggendong Baby Vallen dan membaringkannya di sofa.“Tolong, Pak Ustazd!” ujar Vidan karena kini lehernya dicekik oleh istrinya yang kini sedang dikuasai oleh mahkluk gaib.Sang Ustazd mengeluarkan tasbihnya dan mulai membacakan ayat-ayat suci Al-qur’an. “Jangan mengusik ketenanganku!” Suara yang keluar dari mulut Vinna terdengar bergetar.“Kami takkan mengusikmu, jika kamu tak mengganggu duluan. Keluarkan dari tubuh Vinna!” perintah Sang Ustazd.“Aku tidak mau!” jawab makhluk yang kini sedang mengusai tubuh Vinna.“Kalau kamu tidak mau keluar secara baik-baik, maka saya akan memaksamu! Allahuakbar .... “ Sang ustazd berpakaian serba putih itu semakin mengeraskan bacaannya yang membuat Vinna semakin meronta-ronta dan berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Vidan.Vinna yang sedang dikuasai makhluk astral itu menarik dirinya dari pelukan Vidan dan mendorongnya, ia jug
Season 2 (Bayi Setan 22)Part 22Sorenya, seperti yang dikatakan Bang Vidan, temannya yang Ustazd itu datang ke rumah. Aku dan Baby Vallen segera masuk ke dalam kamar, agar tak diajak ke ruang tamu.“Dek, bikinin minuman dan setelah itu antar ke ruang tamu, ya!” Bang Vidan menahan pintu kamar yang hendak kututup.“Abang saja yang bikin, Baby Vallen ngantuk dan minta diboboin,” bantahku.“Dek, buka gak!” Bang Vidan membuka pintu yang belum sempat kututup dengan rapat itu, aku jadi kesal kepadanya.“Ada apa sih, Bang? Bikin sendiri saja minumannya!” ujarku sinis.“Masalah minuman, Abang bisa bikin sendiri tapi Abang mau kamu bawa bayimu itu ke ruang tamu biar dibacain doa sama Pak Ustazd. Sekalian kamu ceritain mimpi-mimpimu yang seolah bersambung itu, lalu semua keanehan pada bayimu. Sekarang sudah saatnya kamu tahu, siapa bayi yang kamu sayangi selama ini.” Bang Vidan berkata dengan serius.Aku menggeleng sambil membawa Baby Vallen menuju tempat tidur.“Vinna, apa kamu tak merasa aneh
Season 2 (Bayi Setan 21)Part 21Berhari-hari, aku terus memikirkan kisah mimpiku yang seolah bersambung dari satu kejadian ke kejadian yang lain. Apa semua ini ada hubungannya dengan Baby Vallen? Aku-mulai menduga-duga, tapi tak juga menemukan jawaban dari teka-teki ini.“Kenapa, Dek?” Bang Vidan membuatku terkejut karena tiba-tiba sudah berada di dekatku, entah kapan ia pulang, aku tak menyadarinya.“Nggak kenapa-kenapa, Bang, cuma kepikiran terus sama mimpiku beberapa malam ini. Mimpi itu seolah bersambung, dan aku bingung ... siapa wanita yang selalu hadir dalam mimpiku. Dia seolah mau menyampaikan sebuah pesan, tapi aku tak mengerti,” ujarku dengan menghentikan aktifitas memotong sayuran.“Oh begitu, sore nanti teman Abang yang Pak Ustazd yang kemarin akan ke sini lagi. Coba kamu ceritakan kepadanya tentang mimpimu itu, Dek, siapa tahu dia bisa menafsirkan artinya,” ujar Bang Vidan.Aku menautkan alis, kok Pak Ustazd itu jadi sering ke sini sih? Emangnya bisnis apa sih Bang Vidan
Season 2 (Bayi Setan 20)Part 20Tangis Baby Vallen semakin menjadi saja saat ustaz itu menggendongnya, dengan sambil membacakan doa-doa yang keluar dari mulutnya walau ia hanya membacanya pelan.“Bang, mau diapakan bayi? Dia hanya rewel karena lapar saja, tak perlu dibacakan doa seperti itu!” Aku berusaha mengambil Baby Vallen, tapi Bang Vidan malah menarikku duduk di sampingnya.“Kita lihat saja dulu, semoga Pak Ustaz bisa membuatnya tenang!” ujar Bang Vidan dengan sambil menggenggam tanganku.“Owee ... oweeee ... oweee .... “Aku tak tahan melihat bayiku menangis seperti itu, dada ini terasa sesak dengan hati yang nyeri seperti teriris sembilu. Dengan napas yang memburu cepat, tubuhku terasa amat panas dengan emosi yang memuncak. Tiba-tiba, pikiranku terasa melayang, otak itu seperti kesentrum yang membuatku tubuhku gemetar. Seperti ada yang sesuatu yang memasuki tubuh ini dan mengendalikannya. Aku melepaskan cengkraman tangan Bang Vidan dari lenganku lalu berlari menghampiri sang
Season 2 (Bayi Setan 19)Part 19“Bang, aku mimpi aneh,” jawabku dengan sembari bangun dari tempat tidur, lalu menoleh Baby Vallen yang masih terlelap di sampingku.“Makanya, sebelum tidur itu berdoa dulu,” jawab Bang Vidan sambil beranjak dari tempat tidur, lalu membuka seragamnya.“Abang udah pulang kerja?” tanyaku lagi, lalu menurunkan kaki ke lantai. Vito terlihat masih terlelap, entah pukul berapa ia tidur tadi malam, aku tak sadar lagi.“Iya, kamu baru bangun Vinna? Nggak sholat subuh dong kamu,” ujarnya sambil membuka pintu kamar lalu melangkah keluar.“Nggak terbangun, Bang.” Aku mengekor di belakangnya yang kini sedang menuju dapur.Bang Vidan masuk ke kamar mandi, sedang aku menuju lemari es, melihat stok persediaan makanan untuk sarapan juga makan siang. Hanya tinggal hari ini dan besok saja Vito masih libur dan bisa bermalas-malasan di rumah, lusa dia sudah masuk sekolah. Jadi, biarlah hari ini dia bangunnya siang pun.Aku mulai memasak untuk sarapan, sedangkan Bang Vidan
Season 2 (Bayi Setan 18)Bab 18“Vito, malam ini kamu temani Mamamu, tidur di sini saja, ini udah Papa bentangin kasur di bawah. Papa harus kerja, kalau ada apa-apa, segera telepon Papa.” Bang Vidan membentangkan kasur untuk Vito dan menyuruhnya tidur di kamar kami.“Bang, Vito bisa tetap tidur di kamarnya kok, aku nggak apa-apa tidur berdua saja dengan Baby Vallen,” ujarku saat melihat tampang manyun Vito yang langsung berbaring di kasurnya dengan pandangan tak lepas dari ponsel ditangannya.“Nggak apa-apa, Vito akan tetap tidur di kamar ini untuk menemani kamu. Ya sudah, Abang berangkat kerja dulu.” Bang Vidan meraih jaketnya di belakang pintu kamar lalu melangkah keluar.Aku mengekor di belakang Bang Vidan untuk mengantarnya ke depan pintu.“Abang berangkat dulu, Dek, assalammualaikum.” Bang Vidan mengulurkan tanganya kepadaku.Aku langsung salim kepadanya dan tersenyum tipis.“Waalaikumsalam. Hati-hati, Bang,” jawabku.Bang Vidan naik ke motornya dan keluar dari perkarangan rumah.