Jessica menghembuskan napas panjang setelah mendengarkan ceritaku. Aku sudah menceritakan apa yang terjadi olehku, termasuk masalah pernikahanku dengan Drey. Sekarang hanya Jessica yang tau Drey mencintai Kak Anna, kakak kandungku. Padahal Jessica awalnya mengira rumah tangga kami baik-baik saja, hanya ada masalah kecil. Ternyata masalahnya lebih besar.
“Bangsat. Keparat itu!” maki Jessica. “Sebenarnya apa tujuan Drey nikahi kamu kalau minta cerai?” Dia terseyum miring.
Aku mengangkat bahu. “Entah, Jes. Aku tak percaya dia tiba-tiba ingin menceriakan aku.” Aku menunduk lesu. Kita sedang berada di rooftop kampus. Duduk bersila dan makanan ringan serta air dingin di depan kita. Sebelum kita ke rooftop, kita mampir ke ke lowson di lobby.
“Sumpah, Ryn. Aku ngga nyangka. Kenapa sih kamu baru cerita?” Mata Jessica menuntutku untuk menjelaskan lebih gamblang. “Kamu itu kaya apa, ya. Kaya jadi orang ketiga cintanya Drey sama Anna.”
Di dalam perjalanan turun rooftop, aku dan Jessica berbincang-bincang.“Kalau bercerita untuk menemukan solusi tidak apa-apa, Ryn.”Jessica menepuk pundakku berkali-kali. Dia tersenyum sangat lebar, “Lagi pula kamu bercerita untuk tidak membawa beban sendirian. Aku tau, kamu membagi beban kepadaku agar melegakan. Biar kamu nggak berjalan sendiri, tapi orang-orang nggak liat ada bara api di kepalamu.”Aku mengangguk.“Jadi kamu lebih baik bercerita saja kepadaku, okay?” Jessica mengedipkan satu matanya.Untuk keberapa kali aku mengucapkan kata terima kasih untuk Jessica. “Thanks. Aku tadi nggak jelek-jelekin Drey, 'kan, Jess?”“Sedikit,” jawab Jessica jujur.Aku langsung terkesiap dan menepuk mulutku berkali-kali. “Astaga. Aku tidak sadar.”Jessica tertawa kecil melihat tingkahku, mungkin tingkahku yang konyol. “Sudahlah, Ryn.
[Author POV]Drey sedang tertawa-tawa bersama Zany di lowson lobby kampus membicarakan tentang kelucuan hari ini yang terjadi pada Zany, tanpa sengaja mata Drey melihat istrinya berjalan di depan lowson, dia melihat dari kaca sampai Auryn menghilang dari pandangannya.Tanpa Drey sadari, dia terdiam hingga melamun. Tidak bergeming. Tawanya telah mereda seketika saat melihat Auryn melewati lowson.Zany sang lawan bicara Drey langsung menatap Drey bingung apa yang terjadi padanya. “Kenapa?” tanya Zany sembari meminum teh kotak. Mereka sedang duduk di dalam lowson, duduk di kursi yang disediakan di sana.Drey masih tidak bergeming.Kening Zany berkerut. “Hei, Drey! Kenapa?” ulang Zany.Drey terkesiap, kesadaran telah pulih dan langsung memandang Zany, salah tingkah. “T-tidak, bukan apa-apa,” jawabnya.Zany menjadi curiga, dia ikut memalingkan wajahnya ke ara
[Auryn POV]Drey mengirim pesan usai mata kuliah selesai. Drey menyuruhku untuk menunggu di depan gerbang kampus, mungkin mengajak pulang bersama setelah beberapa hari ini kita tidak pulang bersama lagi. Tidak ada raut senang, aku hanya menunggu Drey dengan tatapan datar dan berdiri di depan gerbang.“Ryn?”Aku menoleh ke sumber suara. “Hm, Dave, ya?” Di sana ada Dave, mahasiswa yang pernah menyatakan cinta kepadaku. Ini pertama kalinya dia menyapaku. Aku menatapnya intens dan heran. Ada apa?Dave mendekatiku. “Kamu bahagia dengan pernikahanmu?”Aku mengernyit heran. Tiba-tiba Dave melontarkan pertanyaan itu. Untuk apa dia bertanya seperti itu?“Ba-bahagia kok,” jawabku dengan nada sedikit gemetar. Aku menetralkan nada suara agar Dave yakin dengan jawabanku. “Ada apa, Dav? Tumben.”Dave menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Tak apa. Aku hany
Hatiku seperti tertusuk beribu-ribu panah dan menancap pada relung hati. Rasanya mau pingsan saja.Aku tidak bisa lagi menahan mendungan air mata yang kini telah memenuhi pelupuk mata. Demi Tuhan, pemandangan yang selama ini tidak pernah aku duga, pemandangan yang selama ini aku tidak diharapkan telah di depan mataku sendiri.Pemandangan itu sangat menyakitkan bagiku. Pemandangan yang membuat hatiku hancur berkeping-keping, sangat hancur.Aku menangis terisak. Air mata bercucuran deras, hingga pandangan aku buram. Aku seka air mata yang memenuhi pelupuk mata dengan kasar.Drey sejak tadi mengeratkan genggaman pada tangan kiriku, berharap genggaman itu menguatkan hatiku. Nyatanya tidak sama sekali. Dengan keberanian aku datang ke rumah mama Katerina, walaupun hatiku sama sekali tidak kuat untuk menahan nestapa.Aku sudah tidak mampu lagi menahan isak tangis, terisak pilu melihat pemandangan itu. Tangan dan bibirku bergetar hebat. Drey yang be
“Aku belum siap Papa pergi, aku sayang papa.”Tante Arumi mengandeng tanganku. Langkah kakiku begitu terasa berat saat menuju di mana Papa akan di makamkan hari ini, di kuburan terdekat. Aku masih tidak rela atas kepergian papa yang begitu saja tanpa terduga.Aku masih terpukul. Aku masih syok.“Ayo, sayang ke sana,” ajak Arumi agar berdiri tepat di pemakaman papa. Jasad papa berada di peti akan di kubur bersama tanah dan peti.Aku, Kak Anna dan Mama Katerina tidak bisa manahan tangis saat papa akan di kubur bersama peti putih. Tiba-tiba Kak Anna merengkuh tubuhku, kita saling membagi kesedihan dan kekuatan setelah sekian lama tidak saling berpelukan.Pemandangan itu begitu menyakitkan.Tangisku pecah kembali ketika papa benar-benar sudah terkubur di dalam sana. Pandanganku memburam, kepalaku pusing, dan dadaku sesak. Aku tidak kuat untuk berdiri. Sesaat aku meliha
“Sudahlah, kamu jangan nangis. Kamu jadi terlihat lebih cantik.”“Pa-pa ....”“Iya, sayang? Berhentilah menangis.”“Ja-jangan pergi.” Aku tergagap dan mencoba menyentuh tangan papa.“Tidak ada yang abadi di dunia, sayang. Tapi papa nggak pergi, papa selalu ada di samping kamu. Walaupun kamu nggak bisa liat papa.”“....”“Selamat tidur, putriku.”“Pa-papa ....”Aku melihat papa semakin menghilang dari pandanganku. Aku berusaha meraih tangan papa, menyentuh kulit papa. Tapi sama sekali tidak bisa disentuh, usahaku nihil. Papa semakin mengabur, terlihat samar-sama lalu menghilang.“Papa, jangan pergi! Papa jangan bercanda, plissss! Ini nggak lucu, Pa!” Dengan sekuat tenaga aku berteriak memanggil papa. “PAPAAAAAAA!!!!”....“Hahhh!”
[Flashback on]“Selamat sayang atas pernikahanmu.”Ucapan selamat dari papa, papa orang pertama yang teristimewa saat mengucapkan selamat karena saat itu papa berkata :“Sayang kamu tau nggak?”Aku menggeleng.“Papa itu pengen gendong cuci sebelum Papa tua, kalau Papa tua nggak bisa main sepeda sama cucu-cucu papa dong. Segera bikinin Papa cucu yah, kalau bisa bikinin cucu yang banyak. Papa bakalan seneng karena nanti rumah Papa ramai menjadi keluarga besar, nggak bakalan sepi hahaha. Papa udah nggak sabar pengen gendong nih.Aku waktu itu mencubit lengan papa karena merasa malu saat papa mengatakan itu di depan keluarga Drey. Ingin mengendong cucu? Duh, baru saja menikah di hari pertama. Papa sudah meminta cucu segala.“Papa apa-apaan, sih!” bisikku malu dan kesal.“Lho, Papa, 'kan cuma minta dibuatin cucu. Emang itu salah, Ryn?”
Aku tahu tidak sepantasnya beralut-larut dalam kesedihan dan terpuruk dengan kepergian Papa. Apa gunannya terus menangis? Tangis tidak akan mengembalikan Papa.Jadi, hari ini aku memutuskan untuk kuliah kembali setelah beberapa hari cuti. Well, aku akan baik-baik saja. Jangan bersedih lagi. Aku harus bersemangat, sebentar lagi akan bertemu dua sahabatku.“Kalau udah selesai hubungi aku, ya. Nanti kita pulang bareng, Ryn. Jangan pulang sendiri dong kaya hari itu.”Aku memajukan bibir beberapa senti. Lagi pula aku pulang sendiri karena Drey tidak bisa dihubungi dan pergi entah kemana tanpa kabar.“Iya iya,” kataku. “Nanti aku telfon kalau kelas sudah selesai. Tapi kalau kamu sibuk biar aku pulang sendiri aja.”“Hari ini aku nggak sibuk, Ryn,” tutur Drey.“Kalau kamu ada urusan mendadak gimana dong? Aku bakal
Air mata Drey terus mengalir dan tiada henti. Penyesalan yang ada didalamnya semakin Dreyrasakan. Sejak tadi Drey tidak mampu membaca guratan tinta Auryn, tapi dia membaca hingga selesai. Dengan tangan gemetaran, Dreymemeluk buku diary tersebut dengan isak tangis.Di sini yangtersisa hanyalah barang-barangAuryn, termasuk novel yang seringAurynbaca. Semua masih tertinggal di sini. Sang pemiliklah yang menghilang.Bukan Aurynyang jahat di sini telah meninggalkan Drey, namun Drey yang jahat. Dreymengakui dirinya. Kepergian Aurynbukan membuatnya bahagia, namun hanya menyakitinya. Bukan menenangkannya, namun malah menaruh dirinya dalam jurang kesepian.Dengan mata berair, Dreymeletakkan kembali buku Diary milik Auryn.***[Auryn POV]Di antara keputusan. Inilah keputusan paling terberat yang aku buat. Ini memang keputusan yang paling gila. Bagaimana tidak gila? Ak
Untuk Drey,Drey … maafkan keputusanku yang mengerikan ini. Sepertinya aku membutuhkan waktu. Aku pergi, aku meninggalkanmu. Maaf … ini yang aku inginkan walaupun sangat berat. Maaf juga, waktu itu. Aku melakukan percobaan mengakhiri hidup di bak mandi. Saat itu aku sangat putus asa. Aku benar-benar kecewa. Aku seakan merasa tidak ingin di dunia ini. Keberadaanku yang tak aku inginkan. Aku tidak ingin benar-benar tertekan dengan pernikahan kita.Terima kasih … terima kasih telah menyelamatkanku waktu. Aku pergi, Drey. Aku tidak berpamitan padamu karena saat melihatmu, kekecewaan yang aku rasakan memuncak. Aku ingin pergi tanpa ada rasa bersalah padaku.Perpisahan ini memang harus. Aku harap kamu menjadi lebih baik ketika aku pergi. Biarkan aku pergi, jangan mencariku. Oh, ya. Tentang perceraian. Aku sudah menyiapkan surat cerai kita. Kamu jangan khawatir. Kamu bisa menikah dengan Anna. Kalian bisa hidup bahagia. Kalian bisa bersatu.J
“Sekarang biarkan dia pergi, Nak,“ kata Mama Davina.Wanita itu melepaskan pelukannya dan menepuk pundak Drey berkali-kali.Drey menatap sendu cincin yang berada di tangannya, digenggam erat dengan air mata sudah bercucuran. Cincin itu belum genap satu tahun melingkar di jari Auryn, namun kini cincin itu sudah kembali pada DreyDalam tangisan disertai derasnya air mata.Drey sempat berpikir. Apakah perpisahan ini akan membuat Aurynbahagia? Lalu bagaimana dengan dirinya? Drey bisa mati tanpa Auryn. Dreyberada dipihak tersakitisetelah ditinggalkan oleh Auryn.Mama Davina ikut meneteskan air mata melihat anaknyamenangis—batin seorang Ibu ikut merasa sakit.Dreymenangis dalam penyesalan atas perbuatan bodoh selama ini. Sungguh ini begitu menyakitkan. Penyesalan yang sulit sekali di maafkan. “Pasti Auryn nggak akan maafin aku, Ma. Dia sangat membenciku! Tapi Aku mencintainya,” isak Dre
[Author POV]Jantung Drey berdebar. Dia berteriak frustasi di depan Mama Davina. Dia hancur saat Mamanya memberi tahu bahwa Auryn pergi, Drey marah kepada Mama Davina. Lelaki itu menatap Mama dengan sorot mata redup.“Kenapa Mama membiarkan dia, Ma?!” Drey berteriak kepada Mama, seharusnya Mama Davina tidak membiarkan Auryn pergi, itu yang ada dipikiran Drey. “Kenapa, Ma?” Drey menuntut.Mama Davina hanya bisa menunduk setelah melihat kemarahan dari Drey.“Jawab, Ma!” Getar hati Drey sangat luar biasa. Dia kecewa dan malu pada dirinya sendiri.Kepala Mama Davina mendongak. “Maaf,” kata Mama Davina.Drey mengacak-acak rambut hingga berantakan. SIAL. Kenapa menjadi seperti ini. Auryn benar-benar meninggalkan Drey tanpa berpamitan lebih dahulu. “Aku mencintai dia, Ma. Aku telah menyesali semuanya … tapi aku terlambat menyadari.”“Mencintai Ryn?” Mama tersenyum
[Author POV]Esok harinya aku kembali ke rumah Drey. Mama Davina yang menyuruhku, awalnya aku di rumah Mama Katerina untuk beberapa hari.Sekarang akumenatap kosong ke arah jendela kamaryang menyajikan keindahan halaman rumah Dreyyangdijadikan sebagai tamanbunga. Bunga-bunga yang aku tanam dan dia rawat sudah mekar dan tumbuh cantik.Apa yang telah terjadi beberapa hariterus berputar dalam benakku.Kalimat yangakubenci telah terucap dari bibirku sendiri. Akuingin menceraikanDrey, tapi Dreymenolak dengan tegas. Akusudah pernah memohon agar Dreymenceraikan diriku, Drey menolak dan menahanku.Bukankah aku pernahmeminta satu permintaan?SeharusnyaDreytidak menahan kembali permintaanku, seharusnya dia mengabulkan?Akutau, perceraian adalah perkara hal yang tidak gampang. Kedua pihak harus sama-sama menyetujui. Pilihan yang terbaikkah j
[Author POV]Raut sedih di wajah Dreynampak saatZanymembuka pintu rumahnya. Zanymenggunakan baju rumah, diaterlihatbaru saja mandi karena rambut terlihat basah. Dia terkejut dengan kedatangan Dreysecara tiba-tiba. Mata Dreyterlihat begitu sembab, bibirnya pucat dan sorotan mata ingin menangis. Tergambar jelas kesedihan cukup mendalam dari sorot matanya.“Astaga. Kamu kenapa, Drey. Masuk dulu,” perintah Zanytidak tega melihat Drey datang-datang seperti orang yang baru mengalami kejadian menyedihkandan seperti mayat hidup.Drey berjalan dengan tertatih mendekat Zany yang menatapnya sendu penuh rasa khawatir melihatnya. Keadaan benar-benar menyedihkan, satu kalimat yang Zany sematkan di mulutnya karena melihatnya seperti ini, “Are you ok, Drey?”“Zany ...” panggil Drey lirih. “Ucapkan kalimat untukku,” pinta Drey dengan pasrah.“
Aku melepaskan dengan kasar genggaman dari Drey. Melihat Dreydihadapanku dengan raut berbedamembuat hatikusemakin teriris, sakit tentunya. Dreytelah bermain di belakangkudankenyataan Anna hamil harus aku telan bulat-bulat, dijajal dengan paksa.“Kenapa kamu tidak mengatakan jujur kepadaku?” Aku bertanya dengan menuntut penjelasan Drey, perihal Anna hamil. “Aku dibuat bingung dengan masalah ini.” Aku terkekeh dibuat-buat. “Semua membingungkan. Aku tidak mengerti mengapa. Apa Aku bukan istri yang kamu harapkan?” Pandanganku melihat ke arah Drey dan Mama Katerina.Mama Katerinamembelai pipiku, dia seperti memberikan kekuatan agar aku sabar menghadapi semua ini.“Maafkan, Aku. Aku telah menyakitimu lagi. Ini semua salahku.” KepalaDreymenunduk dalam-dalam di pangkuanku. Air matanya menetes mengenai tangankudan membasahiselimut“Akumohon,
Akuterbangun dari tidur, badanku terasa agak panas. Ah, mungkin aku masuk angin. Tubuhku masih gemetaran. Kepalaku berdengung. Dadaku lebih sesak daripada saat di dalam air tadi. Di saat merasa badan tidak enak, tangan seseorang membelai dahiku dengan sangat lembut. Mama, aku melihat Mama di sampingku. Memperhatikan dengan sorot mata yang redup. Mata Mama terlihat memerah dan sepertinya baru saja menangis.“Mama … kenapa menangis?”Mama mengusap pipi dan di sudut matanya untuk menghapus bekas air mata. Mama menyembunyikan dariku, tapi aku tidak bisa dibohongi. Ya, aku yakin Mama baru saja menangis.Mama tersenyum. “Tidak, sayang. Mama nggak habis nangis kok.”Bohong. Aku tahu mama berbohong. Kuputar kepala untuk melihat jam dinding yang menunjukan pukul 9 pagi dan aku sama sekali melihat keberadaan Drey.Di mana dia?“Drey udah pergi ke kampus, baru aja,” kata Mama seperti membaca pikiranku. &
Aku mati?Apakah ini akan berakhir? Apakah ini terakhirku untuk hidup.Cara ini akan berhasil. Aku menang. Aku akan membawa mati anak Drey. Aku sudah ikhlas dan aku yakin ini yang terbaik untuk semuanya. Mataku sudah tidak bisa melihat apa-apa selain kegelapan.Arrgh, kepalaku terasa sakit sekali hingga ujung kakiku. Dadaku sesak sekali, hidungku sudah teramat perih kemasukan air. Tubuhku membutuhkan udara, tapi aku semakin lemah di dalam bak mandi. Aku tak ingin keluar dari sana. Aku mencoba untuk mengakhiri hidup. Aku tak ingin cara ini sia-sia.Biarkan aku mengakhiri penderitaan.“Maafkan aku. Aku membunuh anak kita, Drey, “ batinku berkata.Rasa sakit sudah tidak bisa aku tahan. Rasa sakit yang membuat aku kehilangan segalanya dan semuanya lenyap.***Sesuatu menabrak keras di kepalaku. Aku merasa ada sesuatu yang menyentuh bibirku. Aku bernapas. Terbatuk-batuk dan memuntahkan apa saja yang mengganjal di tenggor