Terlalu lama menunggu Drey pulang, Aku merebahkan kepala di atas meja. Tanganku meraih bingkai foto dan menatap lekat potret diriku dengan Drey. Di foto itu Drey mencium bibirku, foto kenangan saat pernikahan. Saat itu Drey memasangkan cincin di jariku dengan tersenyum manis, jantungku sangat berdebar.
Huh. Bila membayangkan membuat aku tersenyum miris. Kenyataan hidup tidak seindah apa yang aku harapkan.
“Aku tahu. Perubahan dalam diri seseorang pasti ada, tapi detik ini aku menyadari. Aku benar-benar tidak menyangka skenario Tuhan setelah aku menikah, kenyataan bahwa kamu menyukai wanita lain."
Aku mengelus wajah Drey di dalam foto tersebut. Mataku mulai memanas, Batinku terasa sakit dan cemburu. Tapi berusaha tetap tegar karena sekarang telah menjadi istri Drey.
Terkadang pemikiran bodoh memang ada, mengharapkan cinta kelak seindah kisah novel dan berakhir happy ending. Perasaan cemburu, sakit hati hanya dipendam dalam benak, hanya bisa menahan rasa
"Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Ryn. Aku menyakitimu lagi, maafkan aku,” lirih Drey.Suara Drey sangat lirih, namun aku masih bisa mendengar suara itu menelusup indra pendengaranku." Kamu memang menyakitiku, Drey," batinku.Drey semakin mengelus dahiku dan memainkan anak rambutku.Jika Anna tidak kembali ke Indonesia, mungkin Drey tidak akan berubah.Jika cinta pertama Drey bukan Anna, mungkin Drey tidak akan jatuh cinta kepadanya.Apa aku menyalahkan Anna? Tentu saja tidak. Aku tidak sepenuhnya menyalahkan Anna, karena memang masalah terjadi begitu saja. Walaupun masalah datang setelah kehadiran Anna.“Aku sungguh bingung, Ryn.” Drey memegang erat tanganku.Aku masih memejamkan mata dan berpura-pura tidur, tapi aku yakin, Drey mengetahui bahwa aku hanya berpura-pura tidur saja.Tiba-tiba Aku merasakan tetesan air jatuh membasahi ke tangan. Itu air mata Drey. Drey sekarang menangis? Menangisi telah menyakitiku atau menangisi ruma
“Aku tidak apa-apa,” dustaku.Tidak apa-apa? Rasanya aku ingin tertawa hambar mendengar perkataan diriku sendiri. Sok tegar dan sok kuat di depan suamiku.“Aku menyakitimu lagi. Kamu bilang tidak apa-apa?” Wajah Drey sendu menatap lekat bola mataku. “Aku bersalah, maafkan aku, Ryn. Aku menjadi suami yang buruk dan brengsek!”Aku mengigit bibir bawah. “Berhantilah meminta maaf, Drey,” perintahku. Karena bagiku, permintaan maaf tidak akan menyembuhkan hatiku yang terluka dan kecewa.Drey menggeleng kepala. “Aku sangat merasa bersalah. Aku bodoh! Pasti rasanya sakit, 'kan?” Drey meneteskan air mata kembali.Begitu juga denganku, aku tidak bisa menahan bendungan air mata. Aku menangis, setiap kali ingin terisak, aku menahan isakan yang akan keluar dari mulut dengan merapatkan bibir dan tersenyum joker.Drey menghapus jejak air mata di pipiku lalu membelai pipiku. “Jangan menangisi lelaki sepertiku, Ryn. Berhentilah menangis,” kata Drey. "Aku mohon, in
Hari ini gelap tiga bulan aku dan Drey membina keluarga. Kehangatan dan keromantis keluarga tercipta. Meskipun aku tahu, cinta Drey masih belum sepenuhnya untukku. Tapi Drey memperlakukanku dengan baik.Ketika mengharapkan kebahagian rumah tangga, tapi ada orang ketiga. Dulu Drey mencintaiku, sangat mencintai. Jadi dia menikahiku. Namun setelah pernikahan hal yang tidak terduga, kakakku mencintai suamiku.Itu sungguhan. Nyata terjadi kepadaku.Dan kini kisah cintaku klise garis berwarna hitam dan putih, terlalu rumit untuk dipahami.Drey mencintai kakakku, namanya Anna. Tapi faktanya aku dan Drey yang menikah. Masalah datang bertubi-tubi menghantam keteguhan cinta dan sedikit demi sedikit membuat lubang yang menyakitkan pada hatiku.Hari ini aku berangkat ke kampus bersama dengan Drey. “Nanti malam ke rumah mama, ya?” kata Drey setelah mobilnya terparkir di tempat par
“Auryn, aku mencintamu!” ucapnya dengan cepat. Yaya, sudah bisa ditebak dia malu untuk mengatakan, jadi berkata dengan cepat.Aku terkejut bukan main ketika dia mengatakan mencintaiku. Dan aku heran, keherananku bertambah dua kali lipat. Pasti dia bercanda. Aku sedikit risih dengan sikap mahasiswa itu sedang berlutut di depanku, aku hendak menyuruhnya untuk berdiri tapi seruan seseorang membuatku mengurungkan niatku.“Hei! Ucapanmu kurang jelas, kami di sini tidak mendengar. Ayo katakan lebih keras lagi!” seru mahasiswa di bawah pohon rindang.Aku segera memalingkan wajah ke arah gerombolan mahasiswa di sana, tidak lain yang berseru adalah Tedy, mahasiswa paling jail. Oh, rupannya begitu, mahasiswa yang di depanku sedang dikerjain oleh anak jail itu.“SARANGHAE AURYN! AKU MENCINTAIMU!” serunya dengan lantang masih menundukkan kepalanya dalam-dalam. Mungkin dia sangat malu.Aduh, ada ada aja.Gerombolan mahasiswa nakal itu tertawa terbahak-ba
“Hey!”Tepukan di pundak Drey membuatnya menoleh seketika lalu menatap ke bawah lagi. Lelaki itu sudah tahu siapa gerangan yang menepuk pundaknya.“Nggak masuk ke ruangan? Bukannya bentar lagi kamu mengisi kelas, Drey?”Drey diam.Wanita itu bernama Anna. Dia memperhatikan Drey tengah asik memandang ke bawah membuatnya semakin penasaran, sebenarnya apa yang Drey lihat?Di bawah, lebih tepatnya di halaman kampus melihat Auryn bersama mahasiswa kedokteran. Anna juga tidak kalah heran lantas mengeryit dahi dan bergumam, “Auryn? Apa yang dia lakukan di sana?”Drey masib diam, matanya terfokus ke arah Auryn berdiri di sana.“Kau cemburu?” duga Anna.Cemburu? Satu kata itu membuat pikiran Drey sadar. Ah, mungkinkah dia cemburu? Cemburu ketika memperhatikan istrinya yang sedang digoda. Itu tidak mungkin!Drey malah pergi dari tempat itu setelah Auryn hilang dari pandangannya. Ya, saat itu juga Auryn pergi meningg
“Aku telah berbuat salah kepadamu?”Drey masih diam.“Drey?!” Aku terus memaksa Drey untuk berbicara denganku. Aku pusin, kesal dan bingung memikirkan kenapa Drey hanya diam saja. “Jangan membuat aku bingung dong, Drey. Katakan salahku? Apa yang membuat kamu marah?”Kemudian aku memasang wajah cemberut dan memilih berdiri meninggalkan Drey yang tak kunjung mengatakan apapun, saat hendak pergi tanganku tiba-tiba ditarik oleh Drey. Aku kaget setengah mati karena terjatuh di atas tubuh Drey.Itu memalukan! Aku segara bangkit berdiri, tapi tangan Drey memegang menahanku.Suasana mendadak canggung.Aku berusaha untuk berdiri karena jarak wajahku dengan Drey sangat dekat, apalagi posisiku berada di atas tubuhnya. Mataku melotot karena Drey menahan tubuhku semakin kuat.“Lepas—”“Aku marah kepadamu,” bisiknya lirih tepat di telingaku.Tubuhku langsung kaku di tempat mendengar bisikan dari Drey yang membuatku merinding.
Malam ini aku dan Drey pergi ke rumah Mama Davina, ibu kandung Drey. Aku tahu, Drey sangat menghormati Mama Davina, bahkan Drey sangat penurut. Drey juga anak satu-satunya Mama Davina.“Nanti di depan Mama, panggil aku sebutan seperti biasa. Tapi jangan menunjukkan sikap canggung, aku nggak mau Mama khawatir tentang hubungan kita.”Penjelasan dari Drey membuat aku bingung. Apa maksudnya? Apa Drey ingin menyembunyikan masalah keluarga beberapa hari yang lalu? Maksudnya, Drey tidak ingin Mama Davina tahu bahwa dia mencintai kakakku.“Aku mengerti,” kataku lalu keluar dari mobil dan mengetuk pintu rumah Mama Davina.“Wah mantuku sayang datang ke rumah mama, masuk, Nak," sambut Mama Davina sambil mendekati kami.Drey mencium punggung tangan Mama Davina, begitu juga denganku dan kemudian mama Davina merangkulku membawa ke ruang keluargaAku tersenyum lebar membalas sambutan Mama Davina. “Mama apa kabar?”“Mama baik dan sehat dong!” ja
“Kenapa kamu menjadi cemberut?” tanya Drey setelah kami pulang dari rumah mama Davina.Ya, setelah membicarakan soal anak. Drey langsung berpamitan pulang, padahal Aku ingin bersama dengan mama Davina lebih lama. Tapi Drey memaksa agar pulang cepat.Aku melempar tas ke tempat tidur dan duduk di tepi ranjang dengan muka yang ditekuk.“Kenapa kamu malah marah?”“Kesal!”“Tidak boleh kesal sama suami.”“Habisnya kamu nyebelin. Aku, kan pengen ngobrol banyak sama mama Davina.”“Terus?”“Kamu malah ngajak pulang!” Aku mengecutkan bibir.“Kan sudah malam. Jangan marah lagi, ya.”Drey menggodaku dengan jurus gelitikan.Aku memekik kegelian saat Drey mengelitik pinggangku. “Ah geli!”“Makanya jangan marah dong.”Aku mengangguk pasti, memohon agar Drey menghentikan gelitikan. Drey menurut permohonanku, tiba-tiba dia memberi sesuatu.Aku mengeryit kening ketika Drey menyodorkan benda tipis kepadaku.
Air mata Drey terus mengalir dan tiada henti. Penyesalan yang ada didalamnya semakin Dreyrasakan. Sejak tadi Drey tidak mampu membaca guratan tinta Auryn, tapi dia membaca hingga selesai. Dengan tangan gemetaran, Dreymemeluk buku diary tersebut dengan isak tangis.Di sini yangtersisa hanyalah barang-barangAuryn, termasuk novel yang seringAurynbaca. Semua masih tertinggal di sini. Sang pemiliklah yang menghilang.Bukan Aurynyang jahat di sini telah meninggalkan Drey, namun Drey yang jahat. Dreymengakui dirinya. Kepergian Aurynbukan membuatnya bahagia, namun hanya menyakitinya. Bukan menenangkannya, namun malah menaruh dirinya dalam jurang kesepian.Dengan mata berair, Dreymeletakkan kembali buku Diary milik Auryn.***[Auryn POV]Di antara keputusan. Inilah keputusan paling terberat yang aku buat. Ini memang keputusan yang paling gila. Bagaimana tidak gila? Ak
Untuk Drey,Drey … maafkan keputusanku yang mengerikan ini. Sepertinya aku membutuhkan waktu. Aku pergi, aku meninggalkanmu. Maaf … ini yang aku inginkan walaupun sangat berat. Maaf juga, waktu itu. Aku melakukan percobaan mengakhiri hidup di bak mandi. Saat itu aku sangat putus asa. Aku benar-benar kecewa. Aku seakan merasa tidak ingin di dunia ini. Keberadaanku yang tak aku inginkan. Aku tidak ingin benar-benar tertekan dengan pernikahan kita.Terima kasih … terima kasih telah menyelamatkanku waktu. Aku pergi, Drey. Aku tidak berpamitan padamu karena saat melihatmu, kekecewaan yang aku rasakan memuncak. Aku ingin pergi tanpa ada rasa bersalah padaku.Perpisahan ini memang harus. Aku harap kamu menjadi lebih baik ketika aku pergi. Biarkan aku pergi, jangan mencariku. Oh, ya. Tentang perceraian. Aku sudah menyiapkan surat cerai kita. Kamu jangan khawatir. Kamu bisa menikah dengan Anna. Kalian bisa hidup bahagia. Kalian bisa bersatu.J
“Sekarang biarkan dia pergi, Nak,“ kata Mama Davina.Wanita itu melepaskan pelukannya dan menepuk pundak Drey berkali-kali.Drey menatap sendu cincin yang berada di tangannya, digenggam erat dengan air mata sudah bercucuran. Cincin itu belum genap satu tahun melingkar di jari Auryn, namun kini cincin itu sudah kembali pada DreyDalam tangisan disertai derasnya air mata.Drey sempat berpikir. Apakah perpisahan ini akan membuat Aurynbahagia? Lalu bagaimana dengan dirinya? Drey bisa mati tanpa Auryn. Dreyberada dipihak tersakitisetelah ditinggalkan oleh Auryn.Mama Davina ikut meneteskan air mata melihat anaknyamenangis—batin seorang Ibu ikut merasa sakit.Dreymenangis dalam penyesalan atas perbuatan bodoh selama ini. Sungguh ini begitu menyakitkan. Penyesalan yang sulit sekali di maafkan. “Pasti Auryn nggak akan maafin aku, Ma. Dia sangat membenciku! Tapi Aku mencintainya,” isak Dre
[Author POV]Jantung Drey berdebar. Dia berteriak frustasi di depan Mama Davina. Dia hancur saat Mamanya memberi tahu bahwa Auryn pergi, Drey marah kepada Mama Davina. Lelaki itu menatap Mama dengan sorot mata redup.“Kenapa Mama membiarkan dia, Ma?!” Drey berteriak kepada Mama, seharusnya Mama Davina tidak membiarkan Auryn pergi, itu yang ada dipikiran Drey. “Kenapa, Ma?” Drey menuntut.Mama Davina hanya bisa menunduk setelah melihat kemarahan dari Drey.“Jawab, Ma!” Getar hati Drey sangat luar biasa. Dia kecewa dan malu pada dirinya sendiri.Kepala Mama Davina mendongak. “Maaf,” kata Mama Davina.Drey mengacak-acak rambut hingga berantakan. SIAL. Kenapa menjadi seperti ini. Auryn benar-benar meninggalkan Drey tanpa berpamitan lebih dahulu. “Aku mencintai dia, Ma. Aku telah menyesali semuanya … tapi aku terlambat menyadari.”“Mencintai Ryn?” Mama tersenyum
[Author POV]Esok harinya aku kembali ke rumah Drey. Mama Davina yang menyuruhku, awalnya aku di rumah Mama Katerina untuk beberapa hari.Sekarang akumenatap kosong ke arah jendela kamaryang menyajikan keindahan halaman rumah Dreyyangdijadikan sebagai tamanbunga. Bunga-bunga yang aku tanam dan dia rawat sudah mekar dan tumbuh cantik.Apa yang telah terjadi beberapa hariterus berputar dalam benakku.Kalimat yangakubenci telah terucap dari bibirku sendiri. Akuingin menceraikanDrey, tapi Dreymenolak dengan tegas. Akusudah pernah memohon agar Dreymenceraikan diriku, Drey menolak dan menahanku.Bukankah aku pernahmeminta satu permintaan?SeharusnyaDreytidak menahan kembali permintaanku, seharusnya dia mengabulkan?Akutau, perceraian adalah perkara hal yang tidak gampang. Kedua pihak harus sama-sama menyetujui. Pilihan yang terbaikkah j
[Author POV]Raut sedih di wajah Dreynampak saatZanymembuka pintu rumahnya. Zanymenggunakan baju rumah, diaterlihatbaru saja mandi karena rambut terlihat basah. Dia terkejut dengan kedatangan Dreysecara tiba-tiba. Mata Dreyterlihat begitu sembab, bibirnya pucat dan sorotan mata ingin menangis. Tergambar jelas kesedihan cukup mendalam dari sorot matanya.“Astaga. Kamu kenapa, Drey. Masuk dulu,” perintah Zanytidak tega melihat Drey datang-datang seperti orang yang baru mengalami kejadian menyedihkandan seperti mayat hidup.Drey berjalan dengan tertatih mendekat Zany yang menatapnya sendu penuh rasa khawatir melihatnya. Keadaan benar-benar menyedihkan, satu kalimat yang Zany sematkan di mulutnya karena melihatnya seperti ini, “Are you ok, Drey?”“Zany ...” panggil Drey lirih. “Ucapkan kalimat untukku,” pinta Drey dengan pasrah.“
Aku melepaskan dengan kasar genggaman dari Drey. Melihat Dreydihadapanku dengan raut berbedamembuat hatikusemakin teriris, sakit tentunya. Dreytelah bermain di belakangkudankenyataan Anna hamil harus aku telan bulat-bulat, dijajal dengan paksa.“Kenapa kamu tidak mengatakan jujur kepadaku?” Aku bertanya dengan menuntut penjelasan Drey, perihal Anna hamil. “Aku dibuat bingung dengan masalah ini.” Aku terkekeh dibuat-buat. “Semua membingungkan. Aku tidak mengerti mengapa. Apa Aku bukan istri yang kamu harapkan?” Pandanganku melihat ke arah Drey dan Mama Katerina.Mama Katerinamembelai pipiku, dia seperti memberikan kekuatan agar aku sabar menghadapi semua ini.“Maafkan, Aku. Aku telah menyakitimu lagi. Ini semua salahku.” KepalaDreymenunduk dalam-dalam di pangkuanku. Air matanya menetes mengenai tangankudan membasahiselimut“Akumohon,
Akuterbangun dari tidur, badanku terasa agak panas. Ah, mungkin aku masuk angin. Tubuhku masih gemetaran. Kepalaku berdengung. Dadaku lebih sesak daripada saat di dalam air tadi. Di saat merasa badan tidak enak, tangan seseorang membelai dahiku dengan sangat lembut. Mama, aku melihat Mama di sampingku. Memperhatikan dengan sorot mata yang redup. Mata Mama terlihat memerah dan sepertinya baru saja menangis.“Mama … kenapa menangis?”Mama mengusap pipi dan di sudut matanya untuk menghapus bekas air mata. Mama menyembunyikan dariku, tapi aku tidak bisa dibohongi. Ya, aku yakin Mama baru saja menangis.Mama tersenyum. “Tidak, sayang. Mama nggak habis nangis kok.”Bohong. Aku tahu mama berbohong. Kuputar kepala untuk melihat jam dinding yang menunjukan pukul 9 pagi dan aku sama sekali melihat keberadaan Drey.Di mana dia?“Drey udah pergi ke kampus, baru aja,” kata Mama seperti membaca pikiranku. &
Aku mati?Apakah ini akan berakhir? Apakah ini terakhirku untuk hidup.Cara ini akan berhasil. Aku menang. Aku akan membawa mati anak Drey. Aku sudah ikhlas dan aku yakin ini yang terbaik untuk semuanya. Mataku sudah tidak bisa melihat apa-apa selain kegelapan.Arrgh, kepalaku terasa sakit sekali hingga ujung kakiku. Dadaku sesak sekali, hidungku sudah teramat perih kemasukan air. Tubuhku membutuhkan udara, tapi aku semakin lemah di dalam bak mandi. Aku tak ingin keluar dari sana. Aku mencoba untuk mengakhiri hidup. Aku tak ingin cara ini sia-sia.Biarkan aku mengakhiri penderitaan.“Maafkan aku. Aku membunuh anak kita, Drey, “ batinku berkata.Rasa sakit sudah tidak bisa aku tahan. Rasa sakit yang membuat aku kehilangan segalanya dan semuanya lenyap.***Sesuatu menabrak keras di kepalaku. Aku merasa ada sesuatu yang menyentuh bibirku. Aku bernapas. Terbatuk-batuk dan memuntahkan apa saja yang mengganjal di tenggor