Aku membasuh muka di wastafel kamar mandi. Hari ini lelah sekali, memakai dres seberat itu dan mahkota di kepala, rasanya hari ini pusing.
Aku menatap pantulan wajahku di cermin, semua make up sudah terhapus dan hilang hingga menyisahkan wajah asli tanpa memakai make up. Sebenarnya aku tidak menyukai make up, karena sejak dulu aku selalu berpenampilan apa adanya. Setiap pergi ke kampus, hanya memakai bedak dan lip balm bibir agar tidak pucat serta tidak mengelupas.
Wajahku memancarkan aura kebahagiaan tergantikan dengan wajah gelisah sejak aku memperkenalkan Anna dengan Drey. Aku bertanya-tanya. Ada apa dengan mereka?
Apakah Drey dan Anna saling mengenal? Aku rasa tidak, karena Anna kuliah di Inggris dan baru kembali ke rumah. Okay, sebaiknya aku jangan berpikir negatif!
Lagi, aku menatap pantulan wajah di cermin. Kenapa tiba-tiba pipiku merona dan panas. Harum bau sedap malam pertama menempel di hidungku, aroma ini... layaknya parfum mempunyai harum sangat ciri khas. Pikiranku langsung kacau.
Astaga ... Kenapa tiba-tiba aku mengharapkan bercinta dengan Drey?
Aku segera menepis harapan itu dengan membasuh wajahku. Detik selanjutnya, tiba-tiba pintu kamar mandi diketuk dari luar.
“Ryn ...” panggil Drey memanggil namaku.
Aku terjingkat, kaget. Aku tidak mengerti saat Drey memanggil namaku, suaranya dingin. Aku menjadi gelisah, setelah aku memperkenalkan Drey kepada Anna, sikap dan suara Drey berubah 100℅.
Ada apa sebenarnya? Kenapa aku menjadi sangat gelisah.
“Apa kamu masih lama di kamar mandi?”
Aku terdiam. Pikiranku berkecamuk. Kenapa Drey tidak lagi memanggilku dengan sebutan sayang?
“Ryn ....”
“Iya, Drey. Aku masih lama di dalam kamar mandi,” kataku dengan cepat..
Aku berdiri tidak bergerak, menunggu jawaban Drey. Namun nihil, tidak ada suara Drey lagi, mungkin Drey sudah pergi dan tidak ada dibalik pintu.
Tidak butuh waktu lama, Aku segera menyelesaikan kegiatan membersihkan badan. Setelah selesai mandi, aku membuka pintu kamar mandi tetapi aku menutup pintu ketika mendengar suara Drey. Itu benar suara Drey sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon.
Aku mendengar baik-baik suara Drey, dibalik pintu kamar mandi.
“Aku telah menemukan seseorang yang salama ini aku rindukan dan seseorang yang telah menghilang meninggalkanku.”
Nada suara Drey terdengar sangat frustasi.
Aku mengeryit, tidak mengerti! Sungguh!
“Aku mencintai Ryn, tapi bukan dia yang selama ini aku harapkan. Bukan dia ...." Suara Drey memelan diakhir kalimat.
Tubuhku berdiri kaku. Seakan saraf-saraf membeku turun ke ujung jempol kaki, Aku terpaku. Apa maksudnya dari perkataan Drey? Aku tahu, Drey mencintaiku setulus hati. Lantas kalau bukan aku yang Drey harapan lalu siapa?
“Aku salah ... Aku menyesal telah menikah dengan Auryn. Bagaimana ini? Apa aku harus mengakhiri pernikahan ini?” Drey sedang bertanya kepada sahabatnya melalui telepon.
Sakit ... sakit sungguh. Aku tidak mengerti, kenapa rasa sakit ini lebih sakit daripada putus cinta. Lebih sakit lagi mendengar kalimat mengakhiri pernikahan, keluar dari mulut lelaki yang selama ini aku percayai dan lelaki yang aku cintai?
“Kenapa, Drey? Kenapa kamu ingin mengakhiri pernikahan kita? Apa yang sebenarnya telah terjadi?” Suaraku bergetar dan batin berkecamuk.
“Aku tidak tahu. Kenapa aku bodoh! Aku tidak ingin menyakiti Auryn, tetapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku kembali mencintai Anna ...."
Anna? Aku terkejut, jantungku mulai berdebar tidak karuan. Ini tidak mungkin! Ini tidak mungkin, Drey mencintai kakakku. Tidak! Mungkin aku mendengar. Iya, aku salah mendengar.
"Anna, dia cinta pertamaku. Aku jatuh cinta kepadanya, ketika masih sekolah. Aku telah salah memilih seseorang. Seharusnya aku menikah dengan Anna bukan Auryn. Mereka kakak beradik, bodohnya aku tidak bisa membedakan.”
Jantungku semakin berdetak kencang, aku mendengar pengakuan sangat menyakitkan. Aku membekap mulutku. Gejolak emosi berusaha aku tahan, menahan rasa sakit hati yang kini meliputi hatiku. Jadi, selama ini Drey pernah jatuh cinta kepada Anna? Cinta pertama Drey adalah Anna?
“Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mengakhiri pernikahanku?”
Ya Tuhan! Kenapa ini begitu sakit. Suami yang baru beberapa jam lalu menikah denganku. Ternyata dia mencintai wanita lain? Anna, kakak kandungku!
Aku tidak ingin keluar dari kamar mandi sebelum Drey menyelesaikan obrolan dengan sahabatnya. Aku tidak ingin malam pertamaku menjadi kacau. Yang aku lakukan harus tenang dan jangan bertindak gegabah. Oke, Ryn. Tenang. Tarik napas lalu hembuskan.
Aku sadar dengan keterpakuanku saat ketukan pintu. Sebelum aku membuka pintu, aku menatap cermin dan membasuh wajahku. Aku menarik napas dalam-dalam, kedua pipiku tepuk-tepuk.
“Ryn, kamu sudah selesai mandi?”
Aku memutar kenop pintu. Aku melangkah menunduk lalu bertanya. “Sayang, mau mandi, bukan? Biarkan aku siapin baju.” Aku berkata tidak menatap lawan bicara dan melangkahkan kaki.
“Ryn ....”
Aku langsung menghentikan langkah kakiku ketika Drey mamanggilku. “Um, ada apa?” tanyaku, aku benar-benar tidak ingin melihat wajah Drey. Aku... Aku... Sakit hati. Aku kecewa. Sangat kecewa kepada Drey.
“Maaf,” kata Drey dengan suara pelan dan lirih.
Aku memberanikan diri untuk menatap wajah Drey dan aku tersenyum palsu. “Maaf untuk apa, Sayang?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Semuanya. Maafkan aku ... Aku sungguh minta maaf.” Raut wajah Drey frustasi dan terlihat berbeda. Drey masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah pintu kamar mandi tertutup dan bunyi shower berisik. Tubuhku merosot hingga bersandar lemas pada lemari besar. Aku duduk di lantai dengan tidak berdaya. Aku tahu, kenapa Drey meminta maaf kepadaku. Karena Drey merasa bersalah telah menyakitiku. Dia sudah berjanji tidak akan membuatku menangis. Tetapi ...?
Drey tidak menepati janji.
Aku menjambak rambutku, aku ingin menangis, tapi aku menahan agar tidak menangis dan tidak ada suara tangisan. Air mata sudah penuh dipelupuk mata mengalir mengalir deras membasahi pipiku. Sesakit inikah perasaan seorang wanita ketika mengetahui suami mencintai wanita lain dan ingin mengakhiri pernikahan?
Pernikahanku baru saja terjadi. Kenapa harus berakhir?
Malam pertama adalah malam paling istimewa namum sangat menyakitkan hatiku. Aku tidak menyangka, aku akan mendengar pengakuan dari Drey. Aku harap pernikahan ini didasari oleh cinta dan berjalan semestinya.
Tapi kenapa menjadi serumit ini? Rasa sakit di malam pertama, mendengar suamiku mencintai kakak kandungku.
Apa yang harus aku lakukan?
****
Hari sudah menjadi semakin larut malam. Sejak tadi aku dan Drey saling diam, aku hanya tidak ingin berbicara dengan siapapun. Aku berjalan menuju ke ranjang tempat tidur dan menyelimuti diriku sendiri.
“Kamu mau tidur, Ryn?” tanya Drey.
Aku tidak menjawab. Aku sudah menutupkan kedua mata, mengabaikan Drey. Lelaki itu mendesah frustasi, merasa bersalah.
Baru saja beberapa menit aku terlelap. Mataku terbuka saat merasakan sentuhan lembut di pipi. Apakah aku sedang bermimpi? Batinku. Aku memandang wajah Drey dua jengkal dari wajahku. Suamiku tersenyum manis kepadaku.
“Maaf ....” kata Drey begitu lembut di telingaku. Berulang kali Drey membelai rambut panjangku. “Dan maaf juga telah membangunkanmu dari tidur. Kamu pasti lelah.”
Aku tersenyum lalu menggeleng kepala.
Drey mengecup puncuk kepalaku. “Aku minta maaf jika aku menyakitimu. Sekarang Aku sudah menjadi milikmu, Ryn. Aku suamimu. Aku tidak akan pergi darimu."
“Ku mohon jangan pergi. Aku membutuhkanmu, Drey."
Satu minggu setelah hari pernikahanku.Aku kuliah kembali, karena aku masih kuliah. Drey, dia seorang dosen di kampusku. Seharusnya Drey mengambil cuti setelah kita menikah, tetapi dia tetap mengajar mahasiswa di kampus.Aku kecewa. Drey benar-benar berubah. Dia jarang meluangkan waktu untukku. Aku seperti diabaikan begitu saja. Cuti mengajar satu minggu, apakah Drey tidak bisa? Semua orang, ketika baru menikah, mereka pasti libur bekerja. Walaupun hari Ini Drey libur mengajar, aku rasa bukan waktu yang tepat.Aku mengecutkan bibir kesal. Baru pulang dari kampus, tiba-tiba Mamaku berkata; katanya semua barang-barang milikmu sudah dipindahkan ke rumah baru milik Drey. Apa rumah baru? Jujur, aku benar-benar terkejut.Sejak kapan Drey memiliki rumah? Dan Drey telah menyiapkan rumah untuk kita? Rumah yang katanya sudah milik Drey.“Sekarang Drey sudah pergi ke rumah baru," kata Mamaku. "Hm ... kira
"Brengsek kalian!"Akukeluar dari kamar dan dengan sengaja membanting pintu dengan keras. Drey dan Anna tersentak kaget. Mereka berpikir, mungkin aku akan semarah ini kepada mereka. Sejujurnya pikiranku kacau dan hatiku remuk berkeping-keping.Aku tidak tahu bagaimana cara meluapkan emosi. Apakah aku harus menampar pipi Drey dan menjambak rambut Anna? Aku tidak segila itu. Aku masih bisa mengontrol emosiku, tetapi rasanya sakit.Ya Tuhan, sesakit inikah aku melihat Drey dan Anna berciuman mesra di depan mataku sendiri?! Sesakit inikah ketika suamiku mencintai wanita lain, lebih sakit wanita yang dicintai Drey adalah kakak kandungku.Kenapa? Kenapa ini semua terjadi begitu saja. Kenapa setelah pernikahanku dengan Drey tidak berjalan mulus, semulus pantat bayi?Semua sudah jelas, aku tidak mungkin salah meliat. Semua nyata terjadi. Tapi aku tidak menyangka jika Kak Anna berciuman dengan Dre
Jam 6 pagi aku terbangun, tanganku meraba ke badan di sampingku. Aku merasa Drey sudah bangun dari tidurnya, dugaanku benar. Aku mengeryit dahi ketika tidak ada Drey, hanya ada satu lembar kertas putih bertulis pesan entah apa.Aku mulai membaca kertas itu, mataku menyipit khas orang bangun tidur. "Maaf, Ryn. Aku berangkat ke kampus sangat pagi. Ada sesuatu yang membuatku harus berangkat pagi. Anna memintaku untuk bertemu di kampus. Aku hanya membantu Anna karena dia sekarang menjadi dosen baru."Sepagi ini Drey berangkat ke kampus hanya untuk membantu Anna?Aku merobek-robek kertas itu menjadi kepingan kertas yang tidak terbentuk. "Huh." Aku menghela napas kasar dengan bibir cemberut.Anna lagi dan L A G I.Kenapa, sih! Drey sekarang berubah, lebih mementingkan Anna daripada aku. Haruskah aku mencoba untuk lebih sabar lagi?Aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi, aku masih memikirkan Drey dengan Anna. Drey semakin menjauh dari
Aku melamun, menompangkan daguku. Aku sadar sejak tadi sahabatku, Viola dan Jessica memandang punggungku dari jauh dengan ekspresi penuh curiga.Bagaimana tidak curiga? Yang biasanya di kampus selalu bersikap calm down tiba-tiba aku berubah menjadi Auryn suka melamun dan sering diam di kelas. Satu kelas saja menyadari perubahanku, mereka selalu bertanya kepadaku."Ada apa?""Apa kamu baik-baik saja?""Kamu punya masalah?""Ayo katakanlah, jangan dipendam sendiri, Ryn."Aku menjawab hanya gelengan kepala dan senyuman palsu dari bibir pucatku. Aku dulu ramah senyum, sekarang menjadi cuek dengan orang sekitar. Aku kemarin sengaja bolos mata kuliah, moodku buruk!Viola mendengar kabar dari mahasiswa lain, bahwa aku datang ke ruangan dosen Drey tapi setelah itu wajahku tampak sendu berjalan keluar kampus. Viola Dan Jessica tahu, hubunganku dengan Drey sangat dekat hingga menikah, tapi siapa sangka semua berubah semenjak menikah.
[ Author POV ]Selesai memberi materi kepada mahasiswa. Drey kembali ke ruangannya dan duduk di kursi, merebahkan badannya untuk mengambil waktu istirahat. Perut kosong karena sejak tadi pagi belum mengisi perutnya. Rasanya tidak napsu untuk sarapan. Sekarang cacing di perut mulai berdemo. Jadi, Drey tidak perlu menunggu perut sakit baru makan. Rasa lelah dan lapar, dia hempasan jauh dari perasaan bayang-bayang Anna mulai mengusik pikirannya. Drey akui, dia masih memikirkan wanita itu. Wanita yang menjadi cinta pertamanya dan dulu berjanji akan menikah.Anna memilih menempuh pendidikannya di Inggris dan terpaksa meninggalkan Drey, sementara Drey kuliah di Jakarta.Beribu pertanyaan membentuk gundukan piramid yang tidak berujung. Hingga sebuah pertanyaan, kenapa memilih menikah dengan Auryn bukan Anna? Setiap kali Drey melihat Auryn, dia teringat dengan seseorang, namun Drey sudah berusaha melupakan Anna. Tetapi cintanya bersemi kembali kala ke
Aku merasa Drey tidak akan mengakhiri pernikahan kita, pernikahan baru berjalan satu minggu. Tidak mungkin Drey meminta cerai secepatnya. Sementara Drey dan Aku tidak ingin menyakiti ibuku dan ibunya. Bila kita berpisah, bukan hanya aku yang tersakiti, namun Ibu Drey.Ngomong-ngomong, umurku masih 20 tahun, sedangkan Drey 25 tahun. Drey lebih tua dariku. Sekarang, aku kuliah jurusan psikologi dan Drey menjadi dosen departemen ekonomi.“Drey ..." panggilku. "Kamu sudah pulang?” Mataku sudah berkaca-kaca melihat Drey pulang ke rumah.Aku menyambut kedatangan Drey yang baru saja masuk ke kamar dan meletakan tas punggung. Wajahnya terasa lelah dan letih itu menoleh ke arahku.Dheg. Aku tercengang melihat sorot mata Drey. Tatapannya sangat berbeda dan lebih dingin. Aku terpaksa menarik sudut bibir membentuk senyuman.
“Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku, ya, Ryn!” pesan Drey kepadaku saat kita sudah berdiri di halaman kampus. “Hari ini aku nggak ada jadwal mengajar di kampus kok, Ryn. Jadi, sedikit banyak waktu luang.”Aku mengangguk paham. Rumah tangga kita adem ayem. Aku pikir, Drey sebisa mungkin memperhatikan dan peduli denganku. Mungkin satu alasan, aku istrinya. Sudah sepantasnya menjadi tanggung jawab suami."Oke, deh. Aku ke kelas dulu, ya."Drey mengecup keningku lalu. “Jangan kebanyakan melamun, kuliah dengan serius supaya cepet wisuda,” nasihat Drey Dan menyentil dahiku dengan jarinya."Aw ..., Sakit," ringisku sembari mengelus keningku."Sudah sana, kamu ke kelas," usir Drey.Aku mengangguk dan meninggalkan Drey di sana. Baru saja berjalan lima langkah, ada seseorang yang memanggil namaku. Aku hapal siapa gerangan pemilik suara yang memanggilku.“Kenapa Drey?” tanyaku bingung. Drey menghampiriku. Berdiri dihadapanku.Drey menyo
Lima belas menit berlalu .... Belum ada tanda-tanda Profesor psikolog Pak Raffa tak kunjung datang. Hingga menit ke dua puluh, ada seseorang masuk ke kelas. Sontak seluruh mahasiswa yang berada di kelas seketika menghentikan kegiatan mereka.“Selamat pagi semua!”Selamat pagi? Tumben sekali Profesor Raffa mengucapkan selamat pagi, biasanya datang selalu menyapa dengan, apakah kalian sudah siap dengan materi hari ini? Eh bentar, suara Profesor Raffa berubah menjadi lembut? Jangan-jangan yang datang seorang bidadari? Eh ralat, maksudnya seorang wanita.Tapi siapa?Jessica menyenggol lenganku. “Angkat kepala, Ryn. Liat di depan siapa yang masuk ke kelas kita,” bisik Jessica.Aku menurut, sesaat badanku kaku melihat wanita di depan sana. Kak Anna, kenapa dia masuk ke kelas ini? Kenapa harus bertemu di saat aku berusaha menyembuhkan luka hatiku dan belajar menjadi istri yang baik. Rasanya seperti ada busur panah menusuk hatiku, wanita yang aku sengaja menjau
Air mata Drey terus mengalir dan tiada henti. Penyesalan yang ada didalamnya semakin Dreyrasakan. Sejak tadi Drey tidak mampu membaca guratan tinta Auryn, tapi dia membaca hingga selesai. Dengan tangan gemetaran, Dreymemeluk buku diary tersebut dengan isak tangis.Di sini yangtersisa hanyalah barang-barangAuryn, termasuk novel yang seringAurynbaca. Semua masih tertinggal di sini. Sang pemiliklah yang menghilang.Bukan Aurynyang jahat di sini telah meninggalkan Drey, namun Drey yang jahat. Dreymengakui dirinya. Kepergian Aurynbukan membuatnya bahagia, namun hanya menyakitinya. Bukan menenangkannya, namun malah menaruh dirinya dalam jurang kesepian.Dengan mata berair, Dreymeletakkan kembali buku Diary milik Auryn.***[Auryn POV]Di antara keputusan. Inilah keputusan paling terberat yang aku buat. Ini memang keputusan yang paling gila. Bagaimana tidak gila? Ak
Untuk Drey,Drey … maafkan keputusanku yang mengerikan ini. Sepertinya aku membutuhkan waktu. Aku pergi, aku meninggalkanmu. Maaf … ini yang aku inginkan walaupun sangat berat. Maaf juga, waktu itu. Aku melakukan percobaan mengakhiri hidup di bak mandi. Saat itu aku sangat putus asa. Aku benar-benar kecewa. Aku seakan merasa tidak ingin di dunia ini. Keberadaanku yang tak aku inginkan. Aku tidak ingin benar-benar tertekan dengan pernikahan kita.Terima kasih … terima kasih telah menyelamatkanku waktu. Aku pergi, Drey. Aku tidak berpamitan padamu karena saat melihatmu, kekecewaan yang aku rasakan memuncak. Aku ingin pergi tanpa ada rasa bersalah padaku.Perpisahan ini memang harus. Aku harap kamu menjadi lebih baik ketika aku pergi. Biarkan aku pergi, jangan mencariku. Oh, ya. Tentang perceraian. Aku sudah menyiapkan surat cerai kita. Kamu jangan khawatir. Kamu bisa menikah dengan Anna. Kalian bisa hidup bahagia. Kalian bisa bersatu.J
“Sekarang biarkan dia pergi, Nak,“ kata Mama Davina.Wanita itu melepaskan pelukannya dan menepuk pundak Drey berkali-kali.Drey menatap sendu cincin yang berada di tangannya, digenggam erat dengan air mata sudah bercucuran. Cincin itu belum genap satu tahun melingkar di jari Auryn, namun kini cincin itu sudah kembali pada DreyDalam tangisan disertai derasnya air mata.Drey sempat berpikir. Apakah perpisahan ini akan membuat Aurynbahagia? Lalu bagaimana dengan dirinya? Drey bisa mati tanpa Auryn. Dreyberada dipihak tersakitisetelah ditinggalkan oleh Auryn.Mama Davina ikut meneteskan air mata melihat anaknyamenangis—batin seorang Ibu ikut merasa sakit.Dreymenangis dalam penyesalan atas perbuatan bodoh selama ini. Sungguh ini begitu menyakitkan. Penyesalan yang sulit sekali di maafkan. “Pasti Auryn nggak akan maafin aku, Ma. Dia sangat membenciku! Tapi Aku mencintainya,” isak Dre
[Author POV]Jantung Drey berdebar. Dia berteriak frustasi di depan Mama Davina. Dia hancur saat Mamanya memberi tahu bahwa Auryn pergi, Drey marah kepada Mama Davina. Lelaki itu menatap Mama dengan sorot mata redup.“Kenapa Mama membiarkan dia, Ma?!” Drey berteriak kepada Mama, seharusnya Mama Davina tidak membiarkan Auryn pergi, itu yang ada dipikiran Drey. “Kenapa, Ma?” Drey menuntut.Mama Davina hanya bisa menunduk setelah melihat kemarahan dari Drey.“Jawab, Ma!” Getar hati Drey sangat luar biasa. Dia kecewa dan malu pada dirinya sendiri.Kepala Mama Davina mendongak. “Maaf,” kata Mama Davina.Drey mengacak-acak rambut hingga berantakan. SIAL. Kenapa menjadi seperti ini. Auryn benar-benar meninggalkan Drey tanpa berpamitan lebih dahulu. “Aku mencintai dia, Ma. Aku telah menyesali semuanya … tapi aku terlambat menyadari.”“Mencintai Ryn?” Mama tersenyum
[Author POV]Esok harinya aku kembali ke rumah Drey. Mama Davina yang menyuruhku, awalnya aku di rumah Mama Katerina untuk beberapa hari.Sekarang akumenatap kosong ke arah jendela kamaryang menyajikan keindahan halaman rumah Dreyyangdijadikan sebagai tamanbunga. Bunga-bunga yang aku tanam dan dia rawat sudah mekar dan tumbuh cantik.Apa yang telah terjadi beberapa hariterus berputar dalam benakku.Kalimat yangakubenci telah terucap dari bibirku sendiri. Akuingin menceraikanDrey, tapi Dreymenolak dengan tegas. Akusudah pernah memohon agar Dreymenceraikan diriku, Drey menolak dan menahanku.Bukankah aku pernahmeminta satu permintaan?SeharusnyaDreytidak menahan kembali permintaanku, seharusnya dia mengabulkan?Akutau, perceraian adalah perkara hal yang tidak gampang. Kedua pihak harus sama-sama menyetujui. Pilihan yang terbaikkah j
[Author POV]Raut sedih di wajah Dreynampak saatZanymembuka pintu rumahnya. Zanymenggunakan baju rumah, diaterlihatbaru saja mandi karena rambut terlihat basah. Dia terkejut dengan kedatangan Dreysecara tiba-tiba. Mata Dreyterlihat begitu sembab, bibirnya pucat dan sorotan mata ingin menangis. Tergambar jelas kesedihan cukup mendalam dari sorot matanya.“Astaga. Kamu kenapa, Drey. Masuk dulu,” perintah Zanytidak tega melihat Drey datang-datang seperti orang yang baru mengalami kejadian menyedihkandan seperti mayat hidup.Drey berjalan dengan tertatih mendekat Zany yang menatapnya sendu penuh rasa khawatir melihatnya. Keadaan benar-benar menyedihkan, satu kalimat yang Zany sematkan di mulutnya karena melihatnya seperti ini, “Are you ok, Drey?”“Zany ...” panggil Drey lirih. “Ucapkan kalimat untukku,” pinta Drey dengan pasrah.“
Aku melepaskan dengan kasar genggaman dari Drey. Melihat Dreydihadapanku dengan raut berbedamembuat hatikusemakin teriris, sakit tentunya. Dreytelah bermain di belakangkudankenyataan Anna hamil harus aku telan bulat-bulat, dijajal dengan paksa.“Kenapa kamu tidak mengatakan jujur kepadaku?” Aku bertanya dengan menuntut penjelasan Drey, perihal Anna hamil. “Aku dibuat bingung dengan masalah ini.” Aku terkekeh dibuat-buat. “Semua membingungkan. Aku tidak mengerti mengapa. Apa Aku bukan istri yang kamu harapkan?” Pandanganku melihat ke arah Drey dan Mama Katerina.Mama Katerinamembelai pipiku, dia seperti memberikan kekuatan agar aku sabar menghadapi semua ini.“Maafkan, Aku. Aku telah menyakitimu lagi. Ini semua salahku.” KepalaDreymenunduk dalam-dalam di pangkuanku. Air matanya menetes mengenai tangankudan membasahiselimut“Akumohon,
Akuterbangun dari tidur, badanku terasa agak panas. Ah, mungkin aku masuk angin. Tubuhku masih gemetaran. Kepalaku berdengung. Dadaku lebih sesak daripada saat di dalam air tadi. Di saat merasa badan tidak enak, tangan seseorang membelai dahiku dengan sangat lembut. Mama, aku melihat Mama di sampingku. Memperhatikan dengan sorot mata yang redup. Mata Mama terlihat memerah dan sepertinya baru saja menangis.“Mama … kenapa menangis?”Mama mengusap pipi dan di sudut matanya untuk menghapus bekas air mata. Mama menyembunyikan dariku, tapi aku tidak bisa dibohongi. Ya, aku yakin Mama baru saja menangis.Mama tersenyum. “Tidak, sayang. Mama nggak habis nangis kok.”Bohong. Aku tahu mama berbohong. Kuputar kepala untuk melihat jam dinding yang menunjukan pukul 9 pagi dan aku sama sekali melihat keberadaan Drey.Di mana dia?“Drey udah pergi ke kampus, baru aja,” kata Mama seperti membaca pikiranku. &
Aku mati?Apakah ini akan berakhir? Apakah ini terakhirku untuk hidup.Cara ini akan berhasil. Aku menang. Aku akan membawa mati anak Drey. Aku sudah ikhlas dan aku yakin ini yang terbaik untuk semuanya. Mataku sudah tidak bisa melihat apa-apa selain kegelapan.Arrgh, kepalaku terasa sakit sekali hingga ujung kakiku. Dadaku sesak sekali, hidungku sudah teramat perih kemasukan air. Tubuhku membutuhkan udara, tapi aku semakin lemah di dalam bak mandi. Aku tak ingin keluar dari sana. Aku mencoba untuk mengakhiri hidup. Aku tak ingin cara ini sia-sia.Biarkan aku mengakhiri penderitaan.“Maafkan aku. Aku membunuh anak kita, Drey, “ batinku berkata.Rasa sakit sudah tidak bisa aku tahan. Rasa sakit yang membuat aku kehilangan segalanya dan semuanya lenyap.***Sesuatu menabrak keras di kepalaku. Aku merasa ada sesuatu yang menyentuh bibirku. Aku bernapas. Terbatuk-batuk dan memuntahkan apa saja yang mengganjal di tenggor