“Aku bisa merebutnya tanpa menduakannya. Aku akan membuatnya bahagia di sisiku,” jawab Charles tanpa mengalihkan pandangannya dari mata Ahsin.Hening. Ahsin terdiam tanpa bergerak sedikitpun. Charles pun masih saja menantang, tanpa peduli yang dihadapi bosnya bekerja. Ferry menjadi kebingungan, tanpa tahu harus berbuat apa. “Charles, sebelum diketahui dengan jelas, tolong jaga dia untukku.”Charles tergelak. Ia tidak menyangka bosnya yang selama ini terlihat tegas bahkan kadang berdarah dingin tengah mengiba padanya. Namun, pada saat itu juga, Charles mengerti tindakan Ahsin. Gea akan menjadi kelemahan Ahsin. “Charles, Aku akan menjemputnya secepat mungkin,” potong Ahsin. “Oke, aku pegang ucapanmu.”****Setelah memutar, sopir kembali berpikir ulang. “Jika aku melepaskanmu, mereka akan mengejarku dan keluargaku tidak aman.”“Kau pikir mereka akan tetap membayarmu setelah kau tertangkap? Bahkan nyawamu terancam karena merupakan saksi kejahatan mereka,” sahut Gea. Tanpa sein Bamba
Charles terpana melihatnya. Tanpa sadar, botol di tangannya masih terangkat. “Gea, kenapa kau terlihat menakutkan?”“Aku tak mengerti maksudmu. Pulanglah, aku capek sekali,” ucap Gea sambil berdiri. Meski keheranan, Charles berdiri saja sambil terus menatap Gea yang memang terlihat kelelahan. *** Sepeninggalan Charles, bukannya istirahat, Gea kembali berdiri di dekat dinding kacanya. Ponsel jadulnya berdering. Ia bergegas mengambil ponselnya yang sejak tadi tergeletak di atas sofa. “Senior, semua instruksi Senior telah dilakukan.”“Siapa nama istrinya? Ayu ya. Sudah bertemu saudaranya?”“Sudah, sekarang dalam perjalanan kemari. Dia juga bersedia berjanji membawa Ayu dengan anak-anaknya ke luar provinsi.”Tiba-tiba Gea teringat suatu hal. “Tunggu, kau mengirim orang ke Purwakarta? Berapa banyak jumlah kalian?”“Tidak terlalu banyak, Senior. Hanya saja, posisi terpencar. Kebetulan ada anggota yang dekat di sana.”“Lalu Bambang?” “Masih bersembunyi. Identitas baru sudah siap.”“Ta
“Padahal biasanya sedikit-sedikit mengeluh pada Gea. Kenapa sekarang tidak memberitahunya?”“Mungkin karena malam jamuan kemarin.”Tok tok. “Ahsin.” Spontan keduanya menoleh ke arah suara. Noura masuk dengan membawa kotak bekal.“Aku membawakan makanan untukmu,” ucap Noura sambil langsung masuk. Ia meletakan kotak itu ke atas meja. Sesaat ia menoleh pada Ferry yang berdiri di belakang Ahsin. “Biarkan dia. Kami masih ada yang dikerjakan. Kau bawa apa?” Noura bergegas membuka kotak itu. “Dang dang … semua kesukaanmu.”Ahsin menatap kotak yang berisi nasi dibentuk segitiga, omelet, udang asam manis, selada, cookies, potongan markisa dan pir. Ia mengambil kotak itu. “Aku akan memakannya.”Noura tersenyum bahagia. Namun, keningnya segera mengerut karena Ahsin tak kunjung menyuap.Menyadari itu, Ahsin segera menyuap potongan markisa. “Kau tidak sibuk?” tanya Ahsin. “Kak, aku minta maaf soal kemarin.”Ahsin mengerutkan keningnya.“Dengan Gea kemarin. Mungkin karena masih kecapekan, aku
“Lagi pula Ahsin akan selalu melindungiku.”“Ahsin? Tunggu, kau sudah tahu?”Gea mengangguk. “Iya, dia hanya pura-pura. Kemarin aku menyusup situs rumah sakit. Ia baik-baik saja, bahkan tidak lumpuh. Hanya saja masih dalam perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut karena tubuhnya masih lemah saat ini.”Charles menatap dalam dua manik hitam di depannya. “Jangan terlalu menyalahkannya. Sebagai laki-laki, aku dapat memahaminya.”Seketika Gea merasakan matanya memanas. “Aku tak menyalahkannya, tapi kau tau aku. Ini sangat melukaiku.”Charles menyandarkan punggungnya. “Kau benar-benar mencintainya.”“Dia keluargaku. Tiba-tiba aku merasa terlempar seperti yang dilakukan ayahku beberapa tahun yang lalu.”“Ahsin beda.”“Aku tau. Tapi seperti kau bilang, perasaan bukan buatan yang bisa dihapus dan dipindah geserkan.”Charles kembali terdiam. Menatap teman lama yang baru saja ditemuinya. Dulu ia merasa mengenali Gea, ternyata tak sesimpel saat bertemu langsung. Dulu ia berpikir akan cukup puas men
“Kok, bisa?” seru Gea heran. “Nggak tau, Mbak,” jawab Yuri. Anggi menjadi cemas. “Mbak,” lirih Anggi sambil memegang tangan Devina. Devina hanya bisa memberi semangat dengan menepuk tangannya. “Pencurinya sangat handal, bahkan telah merusak bukti sebelum masuk ke sini,” seru Sinta. “Sungguh ini punyaku, Mbak,” keukeh Anggi meski wajahnya terus saja meringis. Gea mengangkat ponselnya. “Paman, tolong ke sini. Bawa dua orang sekuriti.”Senyum Sinta makin lebar, Anggi tambah ketakutan. “Mengaku saja, Anggi. Kau dengar tadi Kak Gea akan memaafkan jika mengaku sekarang.”“Aku tidak melakukannya,” sahut Anggi. Tak lama datang Paman Bagus dan dua orang sekuriti. “Paman, aku mau ke kantor pengawasan. Jaga semua orang di sini, jangan sampai ada yang keluar,” pinta Gea. “Mbak Gea, bukankah kami tidak terlibat?” tanya salah seorang staf. “Kalian akan jadi saksi, termasuk apa yang telah aku ucapkan tadi. Jika aku menemukannya, aku akan mengirim langsung. Yuri, meski file itu di tanganku,
Dentum keras pintu terbuka membuat semua orang yang diskusi di kantor Gea tersentak. Melihat wajah Lyman marah, Anggi kembali menciut. Bagaimanapun Sinta putri pemilik perusahaan. Isu-isu kecurangan di perusahaan sudah rahasia umum di perusahaan, tetapi karyawan seperti dia hanya bisa bertahan jika ingin terus mendapatkan pekerjaan. Sesaat Anggi menyesali tindakannya. Seharusnya dari awal ia diam saja. “Gea!”Gea mengangkat teleponnya. “Pak Bagus, mohon kemari sekarang.”“Baik, Bu.”“Kenapa kau memanggil dia?” tanya Lyman.Gea abai. Ia memberi isyarat pada semua di sana untuk keluar. Anggi dan lainnya merapikan kertas-kertas yang bertebaran di atas meja dan segera keluar dari ruangan itu.“Kenapa kau lakukan ini pada adikmu?” “Dia terbukti mencuri desain orang lain,” sahut Gea santai sambil duduk di kursi kerjanya. “Banyak saksi melihat, apa yang harus aku lakukan? Masih untung aku tidak menyerahkan departemen hukum.”“Gea, dia adikmu. Haruskah kau mempermalukan dia seperti ini? Cep
“Dia juga mengusir Papa?” pekik Malika begitu melihat suaminya datang membawa box dari kantor. Sinta yang mendengar itu segera berlari keluar ke ruang tengah. “Pa?” Lyman mengangguk lesu. Ia meletakkan kotak itu ke lantai dan duduk ke sofa. Malika menuangkan segelas air. Lyman langsung menghabiskannya dengan sekali napas. Seketika napasnya terengah.“Gea mengusir Papa?” Sinta kembali bertanya. Ia tidak percaya kalau Gea seberani itu. Apalagi jika mengingat riwayat penyakit Papanya yang sewaktu-waktu bisa kumat. “Bagaimana dia mengusir Papa?” tanya Malika setelah napas Lyman terlihat tenang.“Dia memiliki bukti penyelewengan dana.”“Bukankah selama ini Papa selalu memberikan asupan kepada kepala badan hukum Zurra?” tukas Malika.“Dia mengancam Papa akan mengirim bukti itu ke badan hukum Buana.”Sinta bergegas duduk di samping Lyman. “Pa, Bukankah kepala keuangan juga dapat, bagaimana Kak Gea bisa mendapatkan bukti?”“Kamu lupa, Ferry telah memecatnya bahkan beberapa orang berada di
“Bagaimana dia bisa berada di Creep. Bukankah Creep komunitas bocil? Charles, Creep punya Gea?” cecar Ahsin.Charles yang masih syok menggeleng. “Tidak tahu. Ia tidak pernah cerita. Sepertinya tidak mungkin. Bocil?” “Bocah cilik. Creep rata-rata membernya di bawah usia dua puluh tahun.” Charles teringat, ia pernah bertemu delivery remaja yang mengantar makanan ke tempat tinggal Gea. Ingatannya bersambung pada kotak pizza yang diduduki Gea. “Entahlah. Kita fokus ke turnamen ini dulu.” Ia mencoba mengalihkan perhatian. “Tapi kenapa Nyonya tidak mengenakan topeng, malah Rouna yang mengenakan topeng? Lihatnya komentarnya,” sela Ferry. [Itu beneran Habbagea? Bukankah dia peretas bertopeng?][Jika memang Habbagea, bukankah dia member The Bumrad, mengapa sekarang di Creep?][Aku malah curiga, Rouna yang Habbagea.][Tidak. yang dipakai topeng Rouna beda dengan Habbagea?][Dia memang Habbagea. Aku mengenali sorot matanya. Wah, Creep beruntung sekali][Benar. Sepertinya Habbagea memang sela
“Gea!” Ahsin memegang bahu Gea. “Tenangkan dirimu.”“Bagaimana bisa tenang, Paman begini karena aku,” sahut Gea panik. “Gea, dengarkan aku.” Ahsin mengguncang bahu Gea. Seketika Gea terdiam. “Jangan menyalahkan diri. Paman melakukannya dengan senang hati. Kau juga lihat ‘kan senyumnya kemarin?”“Tapi ….”Ahsin mengusap wajah istrinya yang basah. “Selain itu, ternyata Paman mempunyai kanker paru-paru, jadi tusukan itu memparah kesehatannya yang buruk.”Gea menggenggam tangan Ahsin. “Kita ke sana ya. Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya.”“Paman belum sadar.”“Dia pasti dengar. Seperti kau bilang kemarin, kau mendengarnya hanya saja tidak bisa memberi respon.”Ahsin menghela napasnya. Ia merapikan rambut Gea. “Kau tidak menanyakan keadaanku? Kau tidak lihat, aku juga mengenakan gelang pasien?” Gea tergagap. Ia baru menyadari gelang yang dikenakan Ahsin. “Bukankah kau kelihatan baik-baik saja sekarang?” kilahnya.“Setidaknya kau bertanya perasaanku?” protes Ahsin dengan memasang
Ahsin sudah merasakan separuh nyawanya melayang. Ia tidak akan pernah rela Gea terluka untuknya. Namun, sepersekian detik ia dikejutkan fakta lain. “Paman?” seru Ahsin. Gea berbalik. Matanya membesar begitu melihat pisau yang dipegang Noura itu berada di badan Tuan Mirja.Noura tersentak. Pisau di tangannya terlepas. Badannya mendadak gemetaran. Ia sulit mempercayai penglihatannya. Bagaimana Tuan Mirja tiba-tiba menghalanginya? Melihat Noura yang syok, Ferry tidak membuang kesempatan itu. Ia berhasil meringkus Noura, sedang bodyguard lain menangkap anak buah Noura. Ferry menyerahkan Noura ke bodyguard lain. Ia segera menelpon ambulan.Ahsin menyambut tubuh Tuan Mirja yang hampir menyentuh tanah. “Kenapa Paman lakukan ini?” sesal Gea. Air matanya mendadak tumpah ruah. Tuan Mirja menyentuh pipi gigi dengan tangannya yang berlumuran darah. Ia menyunggingkan senyum. “Jangan menangis. Paman bahagia bisa melakukan ini. Keinginan Paman untuk menyelamatkan ibumu akhirnya tertunaikan hari
Gea tertawa. “Sekarang kau mengakui kehebatan seseorang yang hanya bisa belajar dengan otodidak?” ejek Gea lemas.Noura tersentil, tapi bukan waktunya memikirkan harga diri. Sudah berapa lama High tidak bisa diakses dan entah berapa milyar kerugian yang ia alami.Pria besar itu menyeret Gea dan mendudukkan ke kursi yang berhadapan dengan laptop. Noura mengambil pisaunya dan menodongkan ke leher. “Bersihkan.”“Kau pikir aku sebodoh itu? Kau akan membunuhku begitu Highmu kembali.”Plak. Sebuah tamparan mendarat ke pipi Gea. “Jangan keras kepala. Jika tidak, kau akan memohon kematian kepadaku.” Peuh. Gea menyemburkan ludahnya yang merah ke muka Noura, kemudian ia memasang wajah ejek. Plak. “Cepat lakukan!” teriak Noura. Ia semakin kesulitan mengendalikan emosinya. Kalau saja bukan karena ingat kerugian dan tuntutan yang akan dialaminya, ia tidak akan sesabar ini. “Begitu cara meminta. Noura, sekarang kau yang membutuhkanku.”Noura mengerjap. Terlihat kebimbangan di matanya. Gea teru
Tuan Mirja beralih pada dokter Austin. “Seberapa buruk, dokter?”“Seharusnya tidak apa, selama emosinya tidak dirangsang dan energinya tidak dikuras.”Mendadak Tuan Mirja jadi panik. “Dalam situasi ini bagaimana dia bisa tenang?” tukas Tuan Mirja. “Maafkan saya,” jawab dokter Austin. Tuan Mirja beralih pada Erwin. “Erwin, aku harus pergi. Tolong jaga Tuan Besar. Langsung saja telepon jika ada kabar.”Erwin mengangguk. Tuan Mirja berlalu, tetapi baru beberapa langkah ia berhenti. “Dokter, bisakah saya meminta waktu tinggal di sini sementara. Saya tidak bisa membayangkan kondisi ayah jika keduanya kenapa-napa.”“Saya mengerti. Pergilah.”“Terima kasih.” Tuan Mirja segera bergegas keluar. ***“Presdir, kemana saja? High diserang. Kami kewalahan.”Dengan gugup Noura membuka aplikasi lewat ponselnya. Benar saja, aplikasi tidak bisa diakses. Parahnya tampilan depan memperlihatkan tengkorak warna merah dengan dua tulang yang disilang. Ponselnya kembali berdering. Kali ini dari kepala bag
“Kau juga tahu itu?” Gea tersengal. Matanya memerah. Selain kesulitan bernapas, ia merasakan matanya nyaris keluar akibat urat lehernya yang dicekik. Tubuhnya bergerak-gerak ingin melakukan perlawanan, tapi apa yang dapat dilakukannya dengan tangan terikat.Noura melepas cekikannya. Napas Gea memburu. Berkali-kali ia batuk. "Aku tidak tahu siapa dia saat itu. Aku kira dia hanya seorang kuli,” ucapnya dengan napas masih tersengal.“Kuli?” Noura tergelak. "Kau pandai berbohong. Kenapa tidak menulis skenario saja? Mana ada orang ngajak nikah seorang kuli? Munafik!”Plak. Sebuah tamparan mendarat di pipi Gea. Seketika pipi putih itu menjadi memerah. Gea tersenyum sinis. “Aku munafik, lalu kau? Kau pura-pura bersikap manis, padahal di belakang menyerang perusahaannya. Merusak rem mobilnya. Ah, aku masih ingat kau memanggilnya Kak Ahsin.” Gea meniru nada Noura di ujung kalimatnya. Amarah Noura memuncak. Ia mendorong dengan segenap tenaga sehingga Gea terlempar dengan kursi. Gea meringis.
“Bagaimana orang asing bisa masuk ke komplek ini?” gumam Ferry. Ahsin hanya bisa terdiam. Selama ini ia hanya curiga kepada pamannya hingga tak terpikirkan ada kemungkinan lain. “Ya.” Ahsin menoleh ke arah Ferry. “Bos, mobil yang dideskripsikan Tuan Muda ternyata kosong.”Ahsin dan Ferry tersentak. Sesaat mereka saling tatap. “Kalian di mana?” tanya Ferry. “Kami di luar kota arah timur.”“Kita dikecohkan,” gumam Ahsin sambil menggenggam kepalan tangannya. “Terus lakukan pencarian!”“Baik, Tuan Muda,” sahut seorang pria lewat telepon itu. Dokter Austin menatap cemas. Tuan Mirja bergabung bersama mereka. “Kau sudah menemukan mereka?”Ahsin menggeleng. “Ferry, hubungi Ricky!”“Baik, Bos.” Ferry langsung menekan nama Ricky dan mengaktifkan speaker ponselnya.“Hallo, Kak Ferry!”“Ricky, Tuan Muda mau bicara.”“Ricky, Gea diculik.”“APA?” pekik Ricky. “Kami kesulitan mencarinya. Dia tidak membawa ponsel juga bros yang kau berikan. Aku tidak tahu bagaimana kalian bisa melakukannya ta
“Eh, sadarkah kau beberapa hal yang dilakukan ibumu untukmu? Dari sini kita melihat ibumu sangat mencintaimu meski dia mengambil keputusan yang merugikannya.”“Di antaranya?”“Dia memberimu Gea Mas'udi. Dulu aku sempat bertanya-tanya mengapa nama belakangmu Mas'ud? Nama keluarga dari ibumu, bukan ayahmu. Dalam Islam itu tidak dibolehkan. Seorang anak harus mengikuti ayahnya.” Satu lagi pemahaman baru yang ia dapatkan. Mendadak kepalanya menjadi kusut. Ia memilih merebahkan kepala ke pangkuan Ahsin. Spontan Ahsin merapikan rambutnya. “Ternyata itu nama asli, bukan sematan. Nama yang tak bisa dihilangkan, seperti kebiasaan banyak orang ketika menikah berpindah ke nama suami. Mas'ud bukan nama belakang, tapi memang bagian dari namamu. Sehingga kemana pun kamu pergi Mas'ud ada dalam namamu. Dari situ, dapat kita pahami, ibumu ingin mengenalkan pada orang bahwa kamu putri Mas'ud. Meski disematkan nama ayahmu, orang-orang akan bisa mengenalimu bagian dari Mas'ud.”“Otakku makin kusut,” sun
“Ahsin, Gea, kalian ada di sini?” tanya Tuan Mirja begitu sampai ke ruang tengah. “Iya, Paman,” sahut Ahsin canggung. “Kenapa Ayah memanggilku?” tanya Tuan Mirja sambil duduk di sofa yang bersisian dengan Kakek. “Ayah tidak apa-apa, kan?” Kakek menggeleng. Ia menunjuk giok di atas meja itu dengan dagu. Melihat itu, seketika Tuan Mirja berubah raut mukanya. Gea yang sejak tadi memperhatikan Tuan Mirja dapat melihat ada luka yang sangat dalam wajah itu. “Paman, maaf. Saya baru menemukan giok ini di perbendaharaan ibu. Saya baru tahu kalau giok ini milik keluarga Buana. Paman, maaf, izinkan saya minta Paman menceritakannya kenapa giok ini ada di tangan ibu?” ucap Gea hati-hati.Tuan Mirja mengambil giok itu dengan raut sedih. Terlihat sebutir cairan bening menetes di pipi. “Kakek pasti sudah cerita pada kalian hubungan Paman dengan ibumu.”Gea mengangguk. Tuan Mirja menghela napas beratnya. Baru kali ini, Ahsin merasa iba dengan pamannya. “Aku sangat mencintai ibumu, bahkan aku tak
“Pamanmu berubah setelah seorang gadis yang bernama Atmiati Mas’ud bekerja di Buana. Sejak itu semuanya telah berubah.”Ahsin dan Gea saling tatap. Gea menahan napasnya. Meski ingatannya samar, Gea percaya ibunya orang baik. Namun, kenapa ibunya menjadi penyebab kekacauan yang dibuat Tuan Mirja? Ia berpikir, mungkinkah dulu ayahnya Ahsin dan Tuan Mirja memperebutkan ibunya?“Maksud Kakek gimana?” tanya Gea cemas. Ia merasakan jelas tangannya kini menjadi dingin. Beruntungnya, Ahsin masih menggenggam tangannya. Setidaknya kehangatan itu dapat membuatnya sedikit lebih tenang. Namun, kemungkinan lain yang kembali membuatnya cemas. Ia takut ibunya mempunyai masa lalu yang membuat dirinya dibenci. “Mirja dan ibumu sempat menjadi sepasang kekasih.”Ahsin dan Gea tersentak, kemudian keduanya saling tatap. “Ibumu sebenarnya karyawan potensial di perusahaan. Kakek juga menyukai kepribadiannya. Sayangnya, Mirja saat itu telah ditunangkan sejak kecil demi memperkuat hubungan dua keluarga, terl