Dentum keras pintu terbuka membuat semua orang yang diskusi di kantor Gea tersentak. Melihat wajah Lyman marah, Anggi kembali menciut. Bagaimanapun Sinta putri pemilik perusahaan. Isu-isu kecurangan di perusahaan sudah rahasia umum di perusahaan, tetapi karyawan seperti dia hanya bisa bertahan jika ingin terus mendapatkan pekerjaan. Sesaat Anggi menyesali tindakannya. Seharusnya dari awal ia diam saja. “Gea!”Gea mengangkat teleponnya. “Pak Bagus, mohon kemari sekarang.”“Baik, Bu.”“Kenapa kau memanggil dia?” tanya Lyman.Gea abai. Ia memberi isyarat pada semua di sana untuk keluar. Anggi dan lainnya merapikan kertas-kertas yang bertebaran di atas meja dan segera keluar dari ruangan itu.“Kenapa kau lakukan ini pada adikmu?” “Dia terbukti mencuri desain orang lain,” sahut Gea santai sambil duduk di kursi kerjanya. “Banyak saksi melihat, apa yang harus aku lakukan? Masih untung aku tidak menyerahkan departemen hukum.”“Gea, dia adikmu. Haruskah kau mempermalukan dia seperti ini? Cep
“Dia juga mengusir Papa?” pekik Malika begitu melihat suaminya datang membawa box dari kantor. Sinta yang mendengar itu segera berlari keluar ke ruang tengah. “Pa?” Lyman mengangguk lesu. Ia meletakkan kotak itu ke lantai dan duduk ke sofa. Malika menuangkan segelas air. Lyman langsung menghabiskannya dengan sekali napas. Seketika napasnya terengah.“Gea mengusir Papa?” Sinta kembali bertanya. Ia tidak percaya kalau Gea seberani itu. Apalagi jika mengingat riwayat penyakit Papanya yang sewaktu-waktu bisa kumat. “Bagaimana dia mengusir Papa?” tanya Malika setelah napas Lyman terlihat tenang.“Dia memiliki bukti penyelewengan dana.”“Bukankah selama ini Papa selalu memberikan asupan kepada kepala badan hukum Zurra?” tukas Malika.“Dia mengancam Papa akan mengirim bukti itu ke badan hukum Buana.”Sinta bergegas duduk di samping Lyman. “Pa, Bukankah kepala keuangan juga dapat, bagaimana Kak Gea bisa mendapatkan bukti?”“Kamu lupa, Ferry telah memecatnya bahkan beberapa orang berada di
“Bagaimana dia bisa berada di Creep. Bukankah Creep komunitas bocil? Charles, Creep punya Gea?” cecar Ahsin.Charles yang masih syok menggeleng. “Tidak tahu. Ia tidak pernah cerita. Sepertinya tidak mungkin. Bocil?” “Bocah cilik. Creep rata-rata membernya di bawah usia dua puluh tahun.” Charles teringat, ia pernah bertemu delivery remaja yang mengantar makanan ke tempat tinggal Gea. Ingatannya bersambung pada kotak pizza yang diduduki Gea. “Entahlah. Kita fokus ke turnamen ini dulu.” Ia mencoba mengalihkan perhatian. “Tapi kenapa Nyonya tidak mengenakan topeng, malah Rouna yang mengenakan topeng? Lihatnya komentarnya,” sela Ferry. [Itu beneran Habbagea? Bukankah dia peretas bertopeng?][Jika memang Habbagea, bukankah dia member The Bumrad, mengapa sekarang di Creep?][Aku malah curiga, Rouna yang Habbagea.][Tidak. yang dipakai topeng Rouna beda dengan Habbagea?][Dia memang Habbagea. Aku mengenali sorot matanya. Wah, Creep beruntung sekali][Benar. Sepertinya Habbagea memang sela
Gea memeriksa isi kertas itu. “Kau tau aku menyukai croissant?” Ricky tersipu. “Maaf Kak. Tapi aku cuma tau informasi yang beredar. Benar tidaknya, apa salahnya aku coba.”Gea tertawa kecil. Sebuah mobil menepi. Sang sopir memastikan nama pelanggan yang segera dibenarkan Gea. Ricky terus menatap mobil yang membawa Gea hingga hilang dari pandangannya. Ia berbalik, tapi baru sampai pintu menepi sebuah mobil. Ia menoleh ke belakang. Ahsin bergegas keluar. “Maaf, Gea ada di sini?”Ricky mengerutkan keningnya. “Habbagea,” ralat Ahsin. “Anda?” “Saya suaminya.”Ricky memandangi Ahsin dari atas sampai bawah. “Bagaimana saya bisa mempercayai Anda?” Ahsin memperlihatkan foto nikahnya di ponsel. Ricky berkali-kali memandangi Ahsin dengan foto di ponsel.“Dia baru saja pergi,” tunjuk Ricky.“Kenapa tidak bilang dari tadi?” protes Ahsin. Ricky kesal. “Bukankah aku harus memastikan kebenarannya?” “Kau tau ke mana dia?” Ricky menjawab dengan gelengan kepala. Ahsin berdecak kesal. Ia meng
“Lepaskan!” teriaknya sambil berontak. Sayangnya, tenaganya tidak berbanding dengan Bei yang telah terminum obat afrodisiak.“Bei, lepaskan!” Pengaruh obat yang memasuki tubuh Bei makin merajalela. Wajahnya memerah. Mengabaikan jeritan wanita yang pernah ia cintai. Ia mulai merobek kain bagian bahu Gea. “BEI!” Dentum pintu terbuka. Ahsin yang baru muncul langsung menarik kerah baju Bei. Begitu berhasil menarik, ia mendorong badan Bei ke dinding. Badan Bei yang membentur dinding sektika terkulai ke lantai. Dengan amarah, berkali-kali ia melayangkan tinjunya sehingga mulut Bei mengeluarkan darah. Gea yang sejak tadi ketakutan, kembali ia mempunyai kekuatan menarik badan Ahsin. “Sudah cukup! Sepertinya dia kena bius.” “Tangan mana yang menyentuhmu,” seru Ahsin dengan emosi masih meluap. “Sudah cukup. Kamu akan kena masalah jika dia kenapa-napa. Panggil ambulans. Anggaplah, ini sebagai balas budi karena menjagaku dua tahun di luar negeri.”Emosi Ahsin menyurut. Ia menelpon Ferry. “
“Sinta, apa yang kau lakukan?”“Aku akan membuktikannya pada Kakak,” sahut Sinta, kemudian mengiris cepat pergelangannya. Seketika keluar cairan merah dari pergelangannya.“Sinta!” Bei melompat turun menarik badan Sinta. “Kenapa kau lakukan ini?”“Kakak sudah percaya padaku?”Bei mengangguk cepat. Sinta menghitung detik dalam hati. Hingga dalam hitungan ketiga ia memejamkan mata. *** Sinta turun dari mobil Bei dengan bangga. Beberapa gadis menatapnya iri sambil saling berbisik. Pamor Prayoga memang tidak dapat diremehkan di kalangan gadis pengincar pengusaha atau tajir. Sayangnya, Bei baginya hanya alat. Ia ingin naik ke yang lebih tinggi. “Sinta, gaunmu indah sekali,” puji seorang gadis yang mengenakan gaun hitam bermanik mutiara. “Tentu saja. Putra Prayoga tidak akan membelikanku pakaian murahan,” sahut Gea dengan percaya diri. Kepercayaan dirinya meningkat ketika mengingat gaun yang dikenakannya sekarang hasil rebutan dari Gea. Sebenarnya, diam-diam ia mengakui Gea memiliki pand
“Sudah tersebar keluar rupanya.” Hanya sepersekian detik ia berhasil mengubah wajahnya dengan raut sedih. “Jangan khawatir. Aku akan bantu melampiaskan amarahmu malam ini. Lihat saja,” ucap Inka sambil terus berlalu. Mendekat ke arah perkumpulan Gea. Sinta tersenyum miring. “Ingin membantuku? Bilang saja kau takut disaingi,” gumam Sinta. Inka melangkah pelan mendekati Gea. “Aaa ….” Ia pura-pura terpeleset, kemudian menyiramkan minuman yang dipegangnya ke arah Gea. Terlihat noda merah di gaun putih Gea. “Maaf, maaf. Aku tidak sengaja.” Inka meletakkan cangkirnya kemudian mengatupkan tangannya ke arah Gea dengan raut penuh sesal. “Maafkan aku.” “Tidak apa.” Gea masih syok gaunnya yang tiba-tiba basah. “Ada apa?” Datang Ferry bersama Ricky. Ferry membeliak ketika melihat majikannya basah dari pinggang ke bawah. Ia bergegas melepas jasnya dan menyerahkan pada Gea. “Nyonya, tutup dengan ini.”Gea menyambutnya. “Terima kasih, Ferry,” ucap Gea kemudian mengikuti ke pinggangnya. “Aku
Gea menepuk pipi Ahsin. “Kakek bilang, kau yang memilih gaun ini. Yang aku heran, bagaimana kau tau ukuran badanku?” Ahsin memutar badan Gea dan mendudukkan ke atas meja rias. “Apa yang tidak kuketahui dari badanmu? Ukuran pinggang, dada dan ….”Mendadak Gea merasakan wajahnya memanas. Ia mendorong badan Ahsin hingga terhuyung. Ia bergegas turun. “Mungkin acara sudah dimulai. Ayo kita keluar.” Ahsin tersenyum lebar sambil membiarkan dirinya diseret Gea. *** Sinta dan Bei menaruh perhatiannya pada acara yang sudah dimulai. Kini giliran seorang kakek yang naik panggung. Tepuk meriah mengiringi langkah kakek itu.“Dari namanya, dia sangat berwibawa, banyak orang menghormatinya. Siapa sangka dia juga jatuh dalam pesona Kak Gea,” cibir Sinta. “Iya, siapa pun tidak akan ada yang menyangka kalau dia menjalin hubungan dengan wanita muda. ”“Kak Bei, kesempatan kita semakin kecil,” sahut Sinta sambil meraih tangan Bei Prayoga. “Tenang saja, begitu kita bertemu cucunya, kita akan beberkan
“Gea!” Ahsin memegang bahu Gea. “Tenangkan dirimu.”“Bagaimana bisa tenang, Paman begini karena aku,” sahut Gea panik. “Gea, dengarkan aku.” Ahsin mengguncang bahu Gea. Seketika Gea terdiam. “Jangan menyalahkan diri. Paman melakukannya dengan senang hati. Kau juga lihat ‘kan senyumnya kemarin?”“Tapi ….”Ahsin mengusap wajah istrinya yang basah. “Selain itu, ternyata Paman mempunyai kanker paru-paru, jadi tusukan itu memparah kesehatannya yang buruk.”Gea menggenggam tangan Ahsin. “Kita ke sana ya. Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya.”“Paman belum sadar.”“Dia pasti dengar. Seperti kau bilang kemarin, kau mendengarnya hanya saja tidak bisa memberi respon.”Ahsin menghela napasnya. Ia merapikan rambut Gea. “Kau tidak menanyakan keadaanku? Kau tidak lihat, aku juga mengenakan gelang pasien?” Gea tergagap. Ia baru menyadari gelang yang dikenakan Ahsin. “Bukankah kau kelihatan baik-baik saja sekarang?” kilahnya.“Setidaknya kau bertanya perasaanku?” protes Ahsin dengan memasang
Ahsin sudah merasakan separuh nyawanya melayang. Ia tidak akan pernah rela Gea terluka untuknya. Namun, sepersekian detik ia dikejutkan fakta lain. “Paman?” seru Ahsin. Gea berbalik. Matanya membesar begitu melihat pisau yang dipegang Noura itu berada di badan Tuan Mirja.Noura tersentak. Pisau di tangannya terlepas. Badannya mendadak gemetaran. Ia sulit mempercayai penglihatannya. Bagaimana Tuan Mirja tiba-tiba menghalanginya? Melihat Noura yang syok, Ferry tidak membuang kesempatan itu. Ia berhasil meringkus Noura, sedang bodyguard lain menangkap anak buah Noura. Ferry menyerahkan Noura ke bodyguard lain. Ia segera menelpon ambulan.Ahsin menyambut tubuh Tuan Mirja yang hampir menyentuh tanah. “Kenapa Paman lakukan ini?” sesal Gea. Air matanya mendadak tumpah ruah. Tuan Mirja menyentuh pipi gigi dengan tangannya yang berlumuran darah. Ia menyunggingkan senyum. “Jangan menangis. Paman bahagia bisa melakukan ini. Keinginan Paman untuk menyelamatkan ibumu akhirnya tertunaikan hari
Gea tertawa. “Sekarang kau mengakui kehebatan seseorang yang hanya bisa belajar dengan otodidak?” ejek Gea lemas.Noura tersentil, tapi bukan waktunya memikirkan harga diri. Sudah berapa lama High tidak bisa diakses dan entah berapa milyar kerugian yang ia alami.Pria besar itu menyeret Gea dan mendudukkan ke kursi yang berhadapan dengan laptop. Noura mengambil pisaunya dan menodongkan ke leher. “Bersihkan.”“Kau pikir aku sebodoh itu? Kau akan membunuhku begitu Highmu kembali.”Plak. Sebuah tamparan mendarat ke pipi Gea. “Jangan keras kepala. Jika tidak, kau akan memohon kematian kepadaku.” Peuh. Gea menyemburkan ludahnya yang merah ke muka Noura, kemudian ia memasang wajah ejek. Plak. “Cepat lakukan!” teriak Noura. Ia semakin kesulitan mengendalikan emosinya. Kalau saja bukan karena ingat kerugian dan tuntutan yang akan dialaminya, ia tidak akan sesabar ini. “Begitu cara meminta. Noura, sekarang kau yang membutuhkanku.”Noura mengerjap. Terlihat kebimbangan di matanya. Gea teru
Tuan Mirja beralih pada dokter Austin. “Seberapa buruk, dokter?”“Seharusnya tidak apa, selama emosinya tidak dirangsang dan energinya tidak dikuras.”Mendadak Tuan Mirja jadi panik. “Dalam situasi ini bagaimana dia bisa tenang?” tukas Tuan Mirja. “Maafkan saya,” jawab dokter Austin. Tuan Mirja beralih pada Erwin. “Erwin, aku harus pergi. Tolong jaga Tuan Besar. Langsung saja telepon jika ada kabar.”Erwin mengangguk. Tuan Mirja berlalu, tetapi baru beberapa langkah ia berhenti. “Dokter, bisakah saya meminta waktu tinggal di sini sementara. Saya tidak bisa membayangkan kondisi ayah jika keduanya kenapa-napa.”“Saya mengerti. Pergilah.”“Terima kasih.” Tuan Mirja segera bergegas keluar. ***“Presdir, kemana saja? High diserang. Kami kewalahan.”Dengan gugup Noura membuka aplikasi lewat ponselnya. Benar saja, aplikasi tidak bisa diakses. Parahnya tampilan depan memperlihatkan tengkorak warna merah dengan dua tulang yang disilang. Ponselnya kembali berdering. Kali ini dari kepala bag
“Kau juga tahu itu?” Gea tersengal. Matanya memerah. Selain kesulitan bernapas, ia merasakan matanya nyaris keluar akibat urat lehernya yang dicekik. Tubuhnya bergerak-gerak ingin melakukan perlawanan, tapi apa yang dapat dilakukannya dengan tangan terikat.Noura melepas cekikannya. Napas Gea memburu. Berkali-kali ia batuk. "Aku tidak tahu siapa dia saat itu. Aku kira dia hanya seorang kuli,” ucapnya dengan napas masih tersengal.“Kuli?” Noura tergelak. "Kau pandai berbohong. Kenapa tidak menulis skenario saja? Mana ada orang ngajak nikah seorang kuli? Munafik!”Plak. Sebuah tamparan mendarat di pipi Gea. Seketika pipi putih itu menjadi memerah. Gea tersenyum sinis. “Aku munafik, lalu kau? Kau pura-pura bersikap manis, padahal di belakang menyerang perusahaannya. Merusak rem mobilnya. Ah, aku masih ingat kau memanggilnya Kak Ahsin.” Gea meniru nada Noura di ujung kalimatnya. Amarah Noura memuncak. Ia mendorong dengan segenap tenaga sehingga Gea terlempar dengan kursi. Gea meringis.
“Bagaimana orang asing bisa masuk ke komplek ini?” gumam Ferry. Ahsin hanya bisa terdiam. Selama ini ia hanya curiga kepada pamannya hingga tak terpikirkan ada kemungkinan lain. “Ya.” Ahsin menoleh ke arah Ferry. “Bos, mobil yang dideskripsikan Tuan Muda ternyata kosong.”Ahsin dan Ferry tersentak. Sesaat mereka saling tatap. “Kalian di mana?” tanya Ferry. “Kami di luar kota arah timur.”“Kita dikecohkan,” gumam Ahsin sambil menggenggam kepalan tangannya. “Terus lakukan pencarian!”“Baik, Tuan Muda,” sahut seorang pria lewat telepon itu. Dokter Austin menatap cemas. Tuan Mirja bergabung bersama mereka. “Kau sudah menemukan mereka?”Ahsin menggeleng. “Ferry, hubungi Ricky!”“Baik, Bos.” Ferry langsung menekan nama Ricky dan mengaktifkan speaker ponselnya.“Hallo, Kak Ferry!”“Ricky, Tuan Muda mau bicara.”“Ricky, Gea diculik.”“APA?” pekik Ricky. “Kami kesulitan mencarinya. Dia tidak membawa ponsel juga bros yang kau berikan. Aku tidak tahu bagaimana kalian bisa melakukannya ta
“Eh, sadarkah kau beberapa hal yang dilakukan ibumu untukmu? Dari sini kita melihat ibumu sangat mencintaimu meski dia mengambil keputusan yang merugikannya.”“Di antaranya?”“Dia memberimu Gea Mas'udi. Dulu aku sempat bertanya-tanya mengapa nama belakangmu Mas'ud? Nama keluarga dari ibumu, bukan ayahmu. Dalam Islam itu tidak dibolehkan. Seorang anak harus mengikuti ayahnya.” Satu lagi pemahaman baru yang ia dapatkan. Mendadak kepalanya menjadi kusut. Ia memilih merebahkan kepala ke pangkuan Ahsin. Spontan Ahsin merapikan rambutnya. “Ternyata itu nama asli, bukan sematan. Nama yang tak bisa dihilangkan, seperti kebiasaan banyak orang ketika menikah berpindah ke nama suami. Mas'ud bukan nama belakang, tapi memang bagian dari namamu. Sehingga kemana pun kamu pergi Mas'ud ada dalam namamu. Dari situ, dapat kita pahami, ibumu ingin mengenalkan pada orang bahwa kamu putri Mas'ud. Meski disematkan nama ayahmu, orang-orang akan bisa mengenalimu bagian dari Mas'ud.”“Otakku makin kusut,” sun
“Ahsin, Gea, kalian ada di sini?” tanya Tuan Mirja begitu sampai ke ruang tengah. “Iya, Paman,” sahut Ahsin canggung. “Kenapa Ayah memanggilku?” tanya Tuan Mirja sambil duduk di sofa yang bersisian dengan Kakek. “Ayah tidak apa-apa, kan?” Kakek menggeleng. Ia menunjuk giok di atas meja itu dengan dagu. Melihat itu, seketika Tuan Mirja berubah raut mukanya. Gea yang sejak tadi memperhatikan Tuan Mirja dapat melihat ada luka yang sangat dalam wajah itu. “Paman, maaf. Saya baru menemukan giok ini di perbendaharaan ibu. Saya baru tahu kalau giok ini milik keluarga Buana. Paman, maaf, izinkan saya minta Paman menceritakannya kenapa giok ini ada di tangan ibu?” ucap Gea hati-hati.Tuan Mirja mengambil giok itu dengan raut sedih. Terlihat sebutir cairan bening menetes di pipi. “Kakek pasti sudah cerita pada kalian hubungan Paman dengan ibumu.”Gea mengangguk. Tuan Mirja menghela napas beratnya. Baru kali ini, Ahsin merasa iba dengan pamannya. “Aku sangat mencintai ibumu, bahkan aku tak
“Pamanmu berubah setelah seorang gadis yang bernama Atmiati Mas’ud bekerja di Buana. Sejak itu semuanya telah berubah.”Ahsin dan Gea saling tatap. Gea menahan napasnya. Meski ingatannya samar, Gea percaya ibunya orang baik. Namun, kenapa ibunya menjadi penyebab kekacauan yang dibuat Tuan Mirja? Ia berpikir, mungkinkah dulu ayahnya Ahsin dan Tuan Mirja memperebutkan ibunya?“Maksud Kakek gimana?” tanya Gea cemas. Ia merasakan jelas tangannya kini menjadi dingin. Beruntungnya, Ahsin masih menggenggam tangannya. Setidaknya kehangatan itu dapat membuatnya sedikit lebih tenang. Namun, kemungkinan lain yang kembali membuatnya cemas. Ia takut ibunya mempunyai masa lalu yang membuat dirinya dibenci. “Mirja dan ibumu sempat menjadi sepasang kekasih.”Ahsin dan Gea tersentak, kemudian keduanya saling tatap. “Ibumu sebenarnya karyawan potensial di perusahaan. Kakek juga menyukai kepribadiannya. Sayangnya, Mirja saat itu telah ditunangkan sejak kecil demi memperkuat hubungan dua keluarga, terl