Ayah Romi tiba di rumahnya dan merasa bahwa suasananya nampak sepi. "Kemana mereka?" tanya Ayah Romi pada Tenzo yang membawa tasnya.
"Mungkin di kamar, Tuan" jawab Tenzo, pria baya itu juga merindukan keceriaan Teresia karena sudah menganggap Teresia seperti anaknya sendiri.
Ayah Romi bergegas untuk ke kamar Arga dan Teresia, ia begitu merindukan keceriaan Teresia saat di luar kota kemarin tak mendengar suara wanita itu membuatnya sangat kebosanan.
"Tere?" Ayah Romi mengetuk pelan dan kemudian membuka pintu kamar sang putra dan menantunya, namun nihil tak ada siapapun di dalam kamar itu.
Ayah Romi bergerak masuk ke dalam, namun ia mendengar suara jeritan Teresia di kamar mandi. Bergegas mendekat dan ingin membukanya jika saja ia tak mendengar suara tawa Arga.
Hati Ayah Romi mendadak menghangat mengetahui di balik pintu ini kedua manusia yang dulu ia harapkan bisa dekat, kini tengah bersama.
Senyumnya
Nampak hari ini Arga terlihat berbeda dari hari biasanya.Karena saat ini Arga sudah merencanakan pesta pernikahan yang akan ia adakan ulang untuk merayakan pernikahannya dengan Teresia yang saat itu digelar sangat sederhana.Arga meminta bantuan Gerald untuk mengumpulkan semua hal yang dibutuhkan. Meski di samping itu dia juga direpotkan oleh pekerjaannya yang tak boleh ditunda.Mungkin dia akan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan kantornya jika ia sibuk dan fokus untuk membuat pesta resepsi.Arga juga berniat untuk mengundang banyak orang, meski nanti dia akan tersiksa namun jika ada Teresia di sampingnya, Arga yakin dia mampu melewatinya.Arga hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Teresia, ia juga mau menyatakan perasaan cintanya pada Teresia."Pak Arga, ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda" Arga mengangkat kepalanya dan melihat Gerald yang datang menemuinya di ruang kerjanya sembari meletakkan kembali surat-surat yang
Teresia berulang kali melihat ponsel dan jendela. Pesannya sudah Arga baca namun pria itu tak kunjung membalasnya setelah mengirimkan pesan bahwa pria itu akan pulang larut malam karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini.Namun kini jam sudah hampir menunjukan jam satu malam, Arga tak kunjung pulang dan bahkan pesan Teresia yang baru dikirim pun tak dibaca.Perasaan gusar kembali merasuki Teresia, ia takut kejadian kemarin saat Arga kecelakaan kembali menghantuinya."Tere? Kamu belum tidur?" Teresia menoleh dan melihat Ayah mertuanya yang mendekat membawakan segelas air di tangannya."Ayah, belum Yah. Aku tunggu Arga" ujar Teresia dengan senyum malunya.Ayah Romi tersenyum dan mengangguk. Ia mengambil duduk di sofa ruang tamu untuk menemani Teresa sejenak."Arga bilang banyak pekerjaan hari ini, Ayah tau dia pasti ingin menyelesaikan semuanya hari ini agar besok harinya dia tidak perlu lembur lagi" hibur Ayah Romi pada Teresia ya
Arga mengerjapkan kedua matanya yang terasa sangat berat, sesaat Arga lupa terhadap apa yang sudah terjadi padanya. Sampai ingatan tentang Sony dan seseorang yang membiusnya itu masuk ke dalam otaknya. Arga mendadak bangkit dari tidurnya dan melihat sekelilingnya dan menduga bahwa dirinya sekarang berada di kamar hotel mewah. Tak ada siapapun di kamar ini, dan hal itu memberikan kesempatan untuk Arga pergi. Arga mencoba bangkit dari atas ranjang meski harus tersungkur karena efek biusnya masih belum hilang di tubuhnya. Arga harus pulang dan bertemu Teresia, ia tidak akan membiarkan Sony mengacaukan kehidupan pernikahannya yang bahagia. "Wow, sepertinya kamu sudah bangun dari tidur lelapmu" Arga mengangkat pandangnya dan melihat Sony yang sudah datang bersama dua orang pria di belakangnya dan menatap Arga dengan senyum miring. "Sony ... Tolong biarkan aku pergi, aku harus pulang. Teresia menungguku" ujar Arga dengan suara lirihnya. Rasanya tenaganya belum pulih betul. Son
Teresia memegang dadanya yang berdebar dengan begitu kuat saat mobil yang Revo kendarai memasuki halaman hotel yang Arga kirimkan melalui pesan padanya."Kok, gue jadi deg-deg an gini ya?" Teresia mengatur napasnya dan menenangkan debaran jantungnya yang terasa menggila."Kamu hanya gugup aja" Teresia mengangguk, ia sepertinya setuju dengan apa yang Revo katakan."Ayo keluar" Revo membuka pintu mobilnya lebih dulu dan meninggalkan Teresia yang berkerut kening menatap adik iparnya itu."Lo ikut ke dalam?" tanya Teresia turun dari mobilnya dan bertanya pada Revo.Pria itu melebarkan senyumnya dan mengangguk kuat "aku penasaran kejutan apa yang Kakakku buat"Teresia mendengus geli dan berjalan bersisian dengan Revo. Dirinya sendiri pun tengah menebak-nebak apa yang sedang Arga persiapkan untuknya.Mereka bersama-sama menuju resepsionis dan menanyakan di mana kamar Arga. Setelah mendapat lantai berapa dan nomor kamar Arga, Rev
Saat itu adalah saat ajaran baru dimulai.Arga yang terlihat ramah pada semua orang itu sudah menjadi idola sekolah meski saat itu dia baru masuk ke SMA tersebut.Tak hanya pada pria, namun dengan wanita Arga pun terlihat sangat ramah dan banyak yang salah paham padanya jika menganggap Arga memberikan perhatian lebih.Padahal itu adalah kelebihannya, ia sangat suka berinteraksi dengan orang baru.Banyak yang menyatakan cinta pada Arga saat ia menjadi murid baru di SMA nya tersebut namun dengan sangat sopan Arga tolak, karena ia memegang teguh prinsipnya. Tidak pacaran sampai ia bisa mencari uang sendiri."Hai Arga, Aku Iren. Kita satu kelas, boleh bareng?" Arga yang tengah membaca buku sembari berjalan menuju ke kelasnya itu menoleh ke samping saat mendengar suara perempuan menyapanya."Oh, hai Iren! Ya aku kenal kamu. Silahkan, aku juga mau ke kelas" karena ada seseorang yang berjalan bersamanya, Arga menutup bukunya dan memilih berbicara d
Arga mengerjapkan pelan kedua matanya, ia masih merasakan tubuhnya terasa lumpuh. Melirik sekelilingnya dan ia menyadari bahwa dirinya masih berada di dalam hotel sendiri.Tangisnya perlahan kembali meledak ingin meraung keras pun Arga tidak bisa, tak ada suara yang keluar dari bibirnya, hanya isakan memilukan.Jika bisa, Arga tidak ingin bangun lagi untuk selamanya.Semuanya tidak akan sama lagi. Arga benar-benar sudah hancur, semuanya yang dilakukan selalu berimbas hal buruk padanya.Arga mencoba bangkit namun karena merasakan sengatan rasa sakit di liang anusnya ia kembali terhempas ke atas ranjang. Menyadari satu hal bahwa tubuhnya benar-benar sudah kotor akibat dua pria yang telah memperkosanya itu.Arga meraung keras sebisanya dan mencengkram selimut di bawahnya. Rasanya begitu menyesakkan dan sangat menyakitkan. Tak hanya tubuhnya yang dihancurkan namun juga hidupnya. Semuanya sudah selesai, Arga tidak memiliki
"Kamu sudah lebih tenang?" tanya Revo pada Teresia yang terlihat tak lagi menangis namun wanita itu masih tersengguk akibat tangisnya tadi. Dan kini Teresia juga sudah memakan beberapa makanan ringan yang tadi sempat Revo beli untuknya. "Hmm, sedikit" paraunya dengan suara serak, namun meski dia sudah puas menangis hatinya tetap saja masih terasa sangat sakit. "Jadi kita mau pergi kemana lagi?" tanya Revo karena sedari tadi mereka hanya berkeliling naik mobil tanpa ada tujuan yang ingin disinggahi. "Rumah Asuh Kasih Sayang! Bawa gue ke sana" ujar Teresia mendesahkan napasnya pelan."Kenapa kesana?" Revo berkerut dahinya tak mengerti mengapa harus ke panti asuhan."Gue mau pulang" lirihnya pelan "Gue rindu Ibu" bisik Teresia menambahi dan satu air mata berhasil lolos dari pipinya.Revo mulai mengerti keinginan Teresia, namun jika ia mengantar Teresia ke sana bukan tidak mungkin jika Teresia ingin menjauhinya juga."Kamu yakin?" tanya Revo, dia cukup tau masalalu dan dari mana Tere
"Apa putraku baik-baik saja Dokter?" tanya Ayah Romi dengan perasaan yang masih terasa sangat kacau. "Kita tunggu sampai Arga bangun ya untuk memeriksa seluruh kondisinya, namun dari hasil pemeriksaan dan luka luar yang sudah kami obati. Terjadi pembengkakan akibat benda tumpul yang dimasukan ke dalam anus Arga. Kami sudah memberikan salep dan obat untuk mengurangi rasa sakit dan bengkaknya, semoga saat sadar nanti Arga tidak dalam keadaan gelisah, agar kami bisa melanjutkan pemeriksaan" jelas Dokter Rian, dokter keluarga Anata tersebut menjelaskan panjang lebar pada Ayah Romi yang terisak kembali, bersandar di dinding rumah sakit. "Tenanglah, Arga pasti akan baik-baik saja" desah Dokter Rian yang sudah mendengar kejadian ini dari Ayah Romi. Pria itu ikut sedih atas kejadian yang menimpa Arga. "Arga!" desah Ayah Romi mendudukan dirinya di atas kursi tunggu rumah sakit, hatinya masih tidak terima dan merasa sangat sakit terhadap apa yang sudah Arga lalui. Dokter Rian yang sama ikut
"Kakak kue nya udah datang, ini mau diletakkan di mana?" Arshan mengangkat kue stroberi di tangannya pada Zanna yang tengah menempelkan balon-balon huruf di atas jendela dengan Arhan yang memegangi tangganya."Di atas meja aja Dek, setelah itu kamu lihat ke luar ya. Pastikan Mamah dan Papah belum pulang"Arshan mengangguk dan meletakkan kue tersebut ke atas meja.Ia sempat melihat hasil dekorasi sang Kakak yang menyulap ruang keluarga rumah mereka dengan hiasan yang menurutnya cukup cantik.Hari ini adalah hari ulangtahun pernikahan Teresia dan Arga yang ke dua puluh tahun.Saat ini keduanya tengah pergi ke rumah Kakek mereka dan kesempatan itu Zanna gunakan untuk mengajak kedua adiknya untuk menyulap ruang keluarga mereka untuk memberikan kejutan untuk orangtua mereka."Selesai!!" pekik Zanna merasa senang saat ia selesai menempelkan balon-balon huruf di atas gorden ruang keluarga."Bagus gak Dek?"Arhan ikut melihat dekorasi sang Kakak dan memberikan anggukan kuatnya."Bagus! Kakak
Arga mengerjapkan kedua matanya, dan melihat sekelilingnya.Ia di rumah sakit dan hanya seorang diri.Bangkit dengan kasar, Arga turun dari atas ranjang, dengan linglung ia bergerak menuju ruang operasi.Tak tau berapa lama ia pingsan, namun yang Arga ingat ketika sadar adalah kenyataan pahit yang Dokter katakan tentang keselamatan istrinya. Bahkan Arga belum melihat kedua bayi kembarnya yang amat ia dan Teresia tunggu dengan tak sabar."Suster!! Di mana- di mana pasien wanita yang ada di ruang ini?!" Arga tercekat dengan air mata yang bersiap untuk keluar.Perawat wanita itu nampak terkejut sejenak dan melirik ke belakangnya."Ehm, para petugas baru saja mengirim pasien di kamar ini ke ruang jenazah"Lutut Arga lemas seketika. Dadanya terasa sesak, bahkan keluarganya sudah tak di sini lagi."Bapak baik-baik aja?" perawat tersebut nampak khawatir, ia merasa bersalah karena sudah memberitahu Arga.Arga mengangguk singkat, ia memilih bangkit dan pergi menuju ruang jenazah yang dimaksud
Memasuki usia pernikahan yang ke tiga tahun, membuat hubungan Arga dan Teresia makin erat.Bahkan di saat Zanna yang sudah berusia dua tahun, Teresia kembali hamil dan berhasil hamil anak kembar. Mendengar bahwa ia akan memiliki dua anak sekaligus membuat Teresia dan Arga tak percaya dan bahagia tentunya.Di kehamilan keduanya ini cukup baik Teresia menjalaninya, meski ia sedikit kepayahan karena saat ini ia mengandung dua janin sekaligus.Arga juga menjadi lebih protektif padanya. Bahkan pria itu selalu izin bekerja dari rumah demi bisa menjadi suami yang siap dibutuhkan lapan saja.Dan tentu jadwal bermainnya dengan Zanna menjadi banyak, karena dengan perut besar, Teresia jadi mudah lelah untuk menemani Zanna yang senang sekali berlarian dan memintanya untuk dikejar.Terkadang hal yang menjadi favoritnya adalah saat melihat Zanna dan Arga bermain kejar-kejaran di halaman belakang rumah mereka.Mendengar tawa Zanna dan bagaimana gadis kecil itu berbicara dengan tidak jelasnya kian me
"Kyaa! Baju Mamah basah" Suara tawa balita berusia 7 bulan itu nampak memenuhi ruangan di dalam kamar mandi kamar Teresia dan Arga. Bayi itu kembali menepukan air yang dipakai berendamnya sehingga mencipratkan air mengenai Teresia yang tengah menemaninya mandi. "Yahh basah" balita itu kembali tertawa geli seolah apa yang dilakukannya nampak sangat menghibur dirinya. Arga mengamati dengan senyum geli di depan pintu kamar mandinya. Bayi mungil yang sudah tumbuh itu makin menempel pada Teresia, dan bahkan Teresia juga mulai melupakan Arga sepertinya karena sibuk untuk mengurus Zanna. Arga sempat menawarkan baby sitter agar Teresia tidak lelah untuk menjaga Zanna, namun Teresia menolak, wanita itu tak mau ia kalah populer dibandingkan baby sitter. Teresia mau terus ada di samping bayinya. "Yuk pakai baju, nanti Zanna kedinginan" Teresia mengangkat Zanna dan membawanya ke dalam kamar. Wanita itu sedikit terkejut melihat Arga sudah berada di depan pintu kamar mandi. "Kamu sudah pula
"Kita duduk dulu ya?" Arga nampak khawatir melihat Teresia yang sudah banyak berkeringat namun masih terus menginginkan berjalan. Teresia menolak, dia meminta botol air yang selalu Arga bawa. "Perut aku sakit lagi, ahh bayi kamu aktif banget" bisik Teresia mendesis sakit saat kontraksinya kembali menyerangnya. Arga ikut berkeringat, dirinya sendiri sangat khawatir. "Kamu benar gak mau sesar aja? Aku khawatir banget" ujar Arga mengusap-usap perut Teresia dan ia bisa merasakan bagaimana bayinya yang senantiasa menendangnya. "Apa sakit?" tanya Arga saat mendengar desisan Teresia saat bayi di perutnya menendang ke bawah telapak tangannya. "Lumayan" "Sesar-""Arga stop! Aku udah pembukaan enam! Aku gak mau sesar!!" Teresia mendengus kesal jika setiap kekhawatiran Arga selalu mengusulkan dia untuk operasi sesar. "Aku mau kembali ke kamar! Kamu pegangin aku, ini sakit banget" ujarnya lirih dan mengusap-usap perutnya pelan. ***"Ahh ini sakit banget!!" Teresia benar-benar ingin sekal
"Aku gak mau yang ini! aku mau yang beruang pink itu di tengah" Teresia menunjuk dengan penuh kekesalan pada Arga yang sedari tadi tak mendapatkan apa yang dia inginkan. "Susah Teresia! Kamu aja coba yang ambil!" Arga menyerah dan memberikan mesin capit boneka itu untuk Teresia. Mungkin sudah ada dua jam mereka hanya bermain alat capit demi mendapatkan apa yang Teresia inginkan. Boneka yang Teresia inginkan itu berada di bawah tumpukan boneka lainnya, dan jelas itu mustahil untuk bisa ia dapatkan. "Kamu 'kan bilang mau melakukan apa aja buat aku! Masa ambil boneka yang aku mau aja gak bisa!" Teresia melipat kedua tangannya kesal dan menghentakkan kakinya ke atas tanah. "Aku beli aja ya, aku gak bisa jika harus mengambilnya dari mesin capit ini" Teresia menggeleng menolak "kamu gak mau berjuang buat aku?! Aku jadi ragu sama pernyataan cinta kamu itu! Kamu pasti gak bener cinta sama aku, kalo soal permainan capit ini aja kamu gak mau sedikit berjuang untuk aku!" Kepala Arga bena
Kehamilan Teresia sudah memasuki minggu ke-24. Banyak yang terjadi belakangan hari ini dari seringnya wanita itu terbangun di tengah malam untuk meminta Arga mencarikan makanan-makanan aneh yang Teresia inginkan hanya dari mimpinya. Pernah saat Arga besok paginya harus pergi meeting ke luar kota, namun Teresia membangunkannya memintanya mencarikan ia batangan coklat namun yang terbuat dari stroberi dan bukan coklat. Tengah malam dan Arga harus mencarinya kemana?Lalu saat kembali dan membawakan coklat dengan perisai stroberi, pria itu disalahkan dan hasil akhirnya adalah Teresia akan mengurung dirinya di kamar mandi untuk menangis. Meski saat keluar dari kamar mandi Teresia akan memakan coklat yang Arga berikan. Arga mau marah, dia sangat mengantuk namun dia bisa apa?Teresia sedang hamil anaknya dan tidak mungkin dia bisa marah pada Teresia. Meski setelah makan, Teresia akan kembali dalam mood yang baik dan meminta Arga untuk memeluknya sepanjang malam. Juga saat keesokan hari
"Aku tidak pernah melihatnya bisa tertawa lepas seperti itu" ujar Arga menatap dengan binar bahagia ke arah Teresia yang tertawa lepas dengan teman-teman wanitanya. "Kamu bisa mencari kontak teman-teman Teresia, dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Ayahnya yang nampak penasaran bagaimana bisa Arga merencanakan pesta ini dengan sangat mendetail. "Di ponselnya aku melihat hanya ada dua orang temannya dan itu pun mereka jarang sekali mengirim pesan, namun karena aku rasa dia akan senang jika teman sekolahnya hadir di sini jadi aku meminta dua temannya itu menginfokan pada seluruh teman kelasnya untuk datang dan memeriahkan pernikahanku ini" Ayah Romi tertawa dan mengacak rambut Arga dengan perasaan senangnya. "Kamu benar-benar berbakat membuat Teresia bahagia" Arga tersenyum hangat dan pandangannya tak lepas pada Teresia yang masih asik berkumpul dengan teman-teman wanitanya. Pandangan Arga perlahan menyipit tajam saat ada seseorang pria yang mendekati istrinya dan berjabat tangan
Teresia mengerjapkan kedua matanya, dia mendengar banyak orang berisik di dalam kamar, hingga membuatnya membuka kedua matanya. "Akhirnya pengantin wanitanya bangun" Kedua mata Teresia terbuka lebar dan menatap kaget pada beberapa wanita yang ada di dalam kamarnya. "Ka-kalian siapa?" Teresia melirik ke sampingnya di mana tempatnya Arga tidur, namun pria itu sudah tidak ada di sampingnya. "Yuk kita bersihkan tubuhnya, lalu berikan riasan yang sangat memukau seperti yang suaminya pesan" ujar salah satu wanita di antar keempat wanita yang berada di kamarnya namun ucapannya itu diiyakan oleh semuanya membuat Teresia mengerjap makin tak mengerti. "Yuk Mbak!" Teresia menolak saat tangannya ingin ditarik pelan menuju kamar mandi. "Kalian itu siapa?! Kenapa ada di sini?" Teresia waspada, dan merasa takut akan kehadiran para wanita asing di matanya ini. "Kami pegawai salon Mbak, dan mereka penata rias yang akan merias wajah anda" Teresia menggeleng pelan masih belum mampu mencerna ata