Adrian menatap langit malam melalui jendela kamarnya dengan pandangan kosong. Pikirannya dipenuhi berbagai pertimbangan yang rumit. Perasaannya kacau meski ia belum mengambil langkah sedikit pun. Dia tahu ada yang harus diungkapkan kepada Maya malam ini juga.Diam-diam, Adrian menunggu Meliana terlelap. Sesudah memastikan bahwa istrinya itu tidur nyenyak, Adrian melangkah dengan hati-hati keluar dari kamar. Gerakannya sudah mirip seorang pencuri yang takut kepergok oleh pemilik rumah.‘Aku harus menemui Maya malam ini juga untuk mencegah rencana Mama Nandini terlaksana. Semoga Maya akan mendengar ucapanku,’ pikir Adrian.Tatkala dia mencapai pintu kamar Maya, Adrian merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat. Ia pun mengetuk pintu kamar Maya pelan. Berusaha agar Maya bisa mendengarnya, tetapi tidak menimbulkan suara gaduh yang dapat membangunkan Meliana.Pintu terbuka sedikit, menampakkan wajah Maya yang terkejut. Terdengar suara serak khas bangun tidur dari janda muda itu, “Mas
Ineke ikut memuji Catleya karena penampilannya berbeda dari hari biasanya. Kulit Catleya yang putih sangat cocok dengan warna hijau emerald yang dipilih oleh wanita itu. Ditambah dengan hiasan bunga di rambutnya menambah kesan manis."Aku yakin kalau nanti Pak Rajendra akan terpesona dengan penampilan kamu ini," ucap Ineke sambil berjalan menyenggol lengan sahabatnya itu.Catleya hanya tersenyum, dia juga berharap apa yang dikatakan Ineke itu benar adanya."Kamu akan memakai topeng yang mana? Yang sama dengan kami atau yang kupu-kupu?" tanya Ineke saat melihat Catleya memegang dua buah topeng di tangannya."Yang sama dengan kalian supaya seragam," jawab Catleya, dia tampak bersemangat sekaligus merasa was-was.“Ck, pakai saja yang kupu-kupu, lebih terlihat bagus dan misterius. Sebagai ketua panitia, kamu boleh tampil beda dari kami. Lagi pula, jika Pak Rajendra mencintai kamu, dia akan sangat mudah mengenali wajahmu, bahkan jika kamu memakai topeng berlapis-lapis,” pungkas Ineke.Catl
Dari tempat duduknya, Catleya memperhatikan Rajendra pergi bersama Rama melalui pintu samping. Hatinya cukup gelisah, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang. Selepas Rajendra undur diri, kini giliran Tuan Chandra, selaku pendiri perusahaan, yang naik ke atas panggung untuk menyapa tamu undangan. Beliau tampak gagah dengan setelan jas hitam yang membuatnya kelihatan lebih muda.“Terima kasih atas kehadiran Anda sekalian di acara ulang tahun Chandra Kirana,” ucap Tuan Chandra dengan suara yang tenang, tetapi penuh arti.“Tidak terasa sudah lima puluh tahun yang lalu, saya dan istri saya, Tiara, mendirikan perusahaan ini. Dimulai dari impian kecil kami untuk membuat produk kosmetik lokal, kini Chandra Kirana sudah mengembangkan sayap sampai ke manca negara. Bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Kami sangat bersyukur karena itu.”Para tamu pun bertepuk tangan mendengar ucapan Tuan Chandra yang menyentuh hati.“Tentu saja perusahaan ini semakin maju karena kerjasama dan ket
Ineke yang sudah kembali dari pencariannya, terkejut melihat Catleya tiba-tiba bangkit dari kursi. Ia pun khawatir jika Catleya benar-benar sakit saat ini. "Kamu kenapa? Apa kamu mual lagi, Leya?" tanya wanita itu dengan ekspresi penuh kekhawatiran.“Tidak, aku ingin menemui seseorang, Ke.”Setelah berkata demikian, Catleya melepas topengnya dan melangkah untuk mengikuti pria bertopeng itu. Rasa penasarannya semakin memuncak, sehingga ia memutuskan untuk menguak misteri yang membuatnya penasaran. Namun, sayangnya langkah pria tersebut begitu cepat, sampai Catleya kewalahan.Ineke yang melihat sahabatnya kebingungan, ikut berjalan menerobos beberapa tamu undangan sambil memanggil nama Catleya. Akan tetapi, riuh suara musik dan penyanyi, ditambah obrolan para tamu membuat suara Ineke tenggelam. Wanita itu kesulitan untuk menggapai Catleya sampai dia kehilangan jejaknya.Catleya masih sangat fokus mengejar pria misterius itu, sampai-sampai dia bingung karena sosok tersebut lenyap di anta
Catleya masih menatap lekat pria di hadapannya itu, mendadak jantungnya berdetak lebih cepat. Apalagi saat tangan pria itu bergerak untuk membuka topeng yang dia kenakan.Dalam hitungan detik, wajah tampannya telah terungkap. Ternyata benar, pria di balik topeng itu adalah Rajendra. Catleya menatap suaminya dengan penuh haru, ternyata tebakannya benar. Sorot mata Rajendra begitu sangat teduh, menatap istrinya dengan penuh cinta."Malam ini kamu terlihat sangat cantik," puji Rajendra sambil memamerkan senyuman manisnya. Pria itu begitu menyukai riasan dan gaun yang dikenakan oleh istrinya. Terlebih, Catleya mengenakan warna hijau, warna favorit mendiang ibunya."Jadi, kamu adalah orang yang menjatuhkan gelang kristal hijau ini?" Catleya masih tidak percaya dengan fakta mencengangkan itu.Rajendra kembali tersenyum, lalu mengangguk dengan mantap. "Iya, aku pria itu. Aku pria bertopeng yang pernah kamu temui tiga tahun yang lalu."Mendengar jawaban Rajendra membuat Catleya tidak bisa ber
Gemuruh tepuk tangan mengudara saat gerakan dansa Rajendra dan Catleya telah selesai. Para tamu undangan terpukau dengan waltz dance yang baru saja dilakukan oleh keduanya. Meskipun Catleya masih belum begitu mahir melakukannya, tapi malam ini dia begitu menikmati berdansa dengan Rajendra.Keduanya saling tersenyum satu sama lain. Malam ini begitu sempurna karena keinginan Rajendra untuk mengajak Catleya berdansa telah terwujud. Sebelum itu, dia juga berhasil mengingatkan sang istri mengenai pertemuan pertama mereka yang tak terduga. Dengan kata lain, alasan dia menikahi Catleya dulu adalah karena cinta. Hanya saja, ia masih malu untuk mengungkapkannya secara terang-terangan."Ternyata kamu sudah mahir dalam berdansa," puji Rajendra saat mereka berdua berjalan meninggalkan lantai dansa.Catleya tersipu malu. "Aku hanya mengikutimu saja, masih belum begitu bisa.""Tapi itu sudah cukup bagus. Tidak sia-sia aku mendaftarkan kamu kelas dansa, malam ini aku sangat puas."Wajah Rajendra ter
“Selamat pagi, Sayang,” ucap Rajendra sambil membawakan segelas susu untuk Catleya.Catleya yang baru saja membuka matanya pun terkejut melihat suaminya, tidak biasanya Rajendra bangun sepagi ini di hari libur. Namun, sekarang Rajendra sudah ada di hadapannya dengan wajah yang berseri-seri.“Apa kamu tidak mengantuk? Tadi malam, kita baru tidur dini hari,” tanya Catleya sambil bangkit dari posisi berbaringnya. Tentu saja Rajendra langsung sigap untuk membantu sang istri.“Aku memang sengaja bangun pagi-pagi untuk kamu,” jawab Rajendra sambil memamerkan senyum manisnya. Kemudian pria itu menyodorkan segelas susu hangat yang sudah dia buatkan khusus untuk Catleya.“Baru bangun tidur sudah langsung minum susu?” Catleya mengerutkan dahinya, meskipun dia memiliki kebiasaan minum susu di pagi hari, tetapi tidak langsung meminumnya saat bangun tidur.Rajendra mengangguk dengan penuh antusias. “Iya, biar kamu kuat terutama calon bayi kita,” balasnya sambil mengelus perut Catleya yang masih ra
Tak hanya mengunjungi makam orang tuanya, Rajendra juga meminta Catleya menunjukkan di mana makam sang mertua. Kini, tiba giliran Catleya yang memperkenalkan Rajendra. Perempuan yang sedang hamil muda itu bersimpuh di pusara ayah dan ibunya dengan didampingi oleh sang suami.Cairan sebening kristal meluncur dari pelupuk mata Catleya tatkala ia menatap nisan sang ibu. Entah mengapa setiap kali mengingat kematian ibunya, hati Catleya selalu berdenyut nyeri.“Ma, aku datang bersama Jendra, suamiku, dan calon cucu Mama yang ada di dalam perutku. Aku sangat bahagia. Andai Mama masih ada, aku pasti akan memeluk Mama sekarang,” ucap Catleya dengan suara parau. “Maafkan, aku, Ma, karena sampai sekarang aku belum mengetahui apa penyebab Mama meninggalkan aku dengan tiba-tiba,” lanjut Catleya kemudian.Melihat air mata Catleya yang berlinang, Rajendra pun memegang tangan istrinya itu. Sambil menghadap ke arah pusara sang ibu mertua, Rajendra mulai mengungkapkan isi hatinya.“Mama Sofia, saya Je
Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak
Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki
Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp
“Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t
“Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira
Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu
Pagi hari, Catleya langsung merengek kepada Rajendra agar mengurus kepulangannya. Tentu saja, Rajendra menuruti keinginan sang istri meski dia tidak melakukan sendiri. Ada Rama yang siap sedia menangani urusan administrasi rumah sakit, sedangkan Rajendra lebih memilih berduaan dengan Catleya.Setibanya di apartemen, dua orang pelayan yang diutus Nyonya Tiara sudah menantikan kedatangan Catleya. Mereka yang akan ditugaskan melayani Catleya, selama Rajendra berada di kantor. Sebelum berangkat, Rajendra pun mewanti-wanti para pelayan itu agar tidak lalai dalam menyiapkan segala keperluan Catleya.Sementara Catleya hanya memperhatikan dari sofa sambil geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan drastis pada diri sang suami. Siapa sangka Rajendra yang dulu irit bicara, sekarang bisa mengucapkan kalimat panjang tanpa jeda, mirip seorang ibu mertua yang sedang mengomeli menantunya.“Jangan lupa siapkan vitamin dari dokter setelah Catleya makan siang,” pesan Rajendra.“Baik, Tuan
Rajendra yang sedang menemani Catleya di rumah sakit, mendapat telepon dari Tuan Rinto. Pengacara sekaligus sahabat mendiang ayahnya itu memberikan kabar bahwa pihak yang berwajib sudah mendatangi rumah Ibrahim. Hampir saja pria paruh baya tersebut melarikan diri ke Amerika, tetapi kepergiannya berhasil dicegah.“Apa sekarang Om Ibrahim sudah diamankan?” tanya Rajendra memastikan.“Iya, Jendra. Ibrahim sudah ada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Om akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini,” kata Tuan Rinto.“Terima kasih, Om. Kalau memang aku perlu datang ke sana, tolong kabari aku secepatnya.”“Baik, Jendra.”Setelah percakapan itu berakhir, Rajendra meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia bermaksud hendak menemani Catleya yang sedang tertidur. Namun tidak sampai lima menit, ponselnya bergetar-getar. Melihat nama Bintang di layar, Rajendra segera menekan tombol hijau. Ia sama sekali tidak terkejut bila kakak sepupunya itu menelepon, karena ia sudah menebak
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan dalam haru. Pipi Catleya ikut basah oleh air mata, tak mengira bila ia akan bertemu lagi dengan pembantu sekaligus pengasuhnya semasa kecil.Setelah melepas rindu satu sama lain, mereka pun duduk di kursi dengan posisi saling berhadapan. Mbok Tami berusaha menghentikan tangisnya, sebab dia sudah mengetahui tujuan Catlleya mengunjunginya kali ini.“Non, Mbok Tami benar-benar minta maaf atas kesalahan Mbok selama ini. Mbok tidak bermaksud untuk mendukung perbuatan buruk Nyonya Nandini,” kata Mbok Tami dengan suara parau.“Perbutan buruk apa, Mbok?” tanya Catleya dengan mata terbeliak.“Nyonya Nandini yang sudah menyebabkan Nyonya Sofia mengalami serangan jantung, Non,” Ucapan Mbok Tami terputus lantaran sesak yang menghimpit rongga dadanya. “Saya sudah berusaha mencegah Nyonya Sofia, tapi akhirnya dia melihat Nyonya Nandini dan Tuan Wirya di kamar. Mereka bertiga bertengkar hebat. Nyonya Nandini justru menghina Nyonya Sofia. Dia bilang Tuan Wiry