Rajendra tiba di kantor sekitar pukul sepuluh. Lelaki itu buru-buru masuk ke ruangannya di lantai sembilan. Seperti biasa, Rama selalu mengiringi langkah Rajendra seperti seorang bodyguard yang mengawal sang tuan muda. Mengetahui Rajendra sudah datang, hal pertama yang Catleya lakukan adalah menyeduh teh. Kemudian, ia mengambil laporan yang sudah dibuatnya untuk diserahkan kepada sang atasan. Sementara itu, Rama terlihat sibuk mencari referensi video iklan. "Selamat pagi, Pak. Ini perbandingan laporan keuangan yang Bapak minta kemarin." Catleya meletakkan cangkir teh dan laporan ke atas meja Rajendra.Rajendra membuka laporan tersebut. Membaca dengan cermat dan teliti hasil pekerjaan sang sekretaris. Senyum puas tersungging di bibirnya begitu selesai."Bagus," puji Rajendra.Usai melapor, Catleya membuka buku agenda yang dibawanya. Membacakan revisi jadwal sang CEO berdasarkan pesan dari Pak Haikal. Sebelum menyebut rencana pertemuan dengan Maharani, Catleya memandang Rajendra denga
"Itu anaknya Pak Bintang? Lucu banget, ya. Cantik seperti blasteran orang Eropa,” puji Fani.“Aku dengar dari Bu Olive, mendiang istrinya Pak Bintang memang keturunan bule. Kulitnya putih bersih mirip Leya,” celetuk Ineke. Sekumpulan wanita muda itu terdiam ketika Bintang berjalan mendekati salah satu meja kafe. "Selamat siang, Pak Bintang!" sapa mereka serempak. Mendengar namanya dipanggil, Bintang lantas menoleh. Senyumnya terulas kepada para staf yang juga tengah makan bersama. Membuat sebagian dari mereka serasa tertancap panah asmara ketika melihat pria matang yang menawan itu. "Ini anaknya, Pak?" tanya Ineke dengan mata berbinar.Bintang mengangguk lantas menatap putrinya semata wayangnya yang masih terlihat bingung."Sayang, perkenalkan diri kamu pada Tante-tante ini. Bisa, kan?" Bintang berjongkok menyamakan tingginya dengan sang putri."Halo Tante, aku Milly."Catleya tersenyum kecil. Suaranya persis seperti yang ia dengar melalui telepon."Hai, Milly. Kamu cantik sekali.
Sekitar pukul dua, CEO dan asistennya baru kembali setelah makan siang. Rajendra selalu terlihat serius saat di kantor, Catleya jadi tidak bisa menebak perasaan lelaki itu setelah pergi dengan artis ternama. Mungkin dia senang atau malah biasa saja. Yang jelas Catleya tidak yakin kalau sang suami bisa tahan terhadap pesona Maharani. Permintaan izin untuk makan malam bersama dengan divisi akunting harus ditunda lebih lama. Rajendra langsung sibuk menggelar rapat bersama Pak Haikal untuk membahas syuting iklan yang akan dilakukan Maharani. Wanita itu sudah setuju untuk melakukan kerjasama. Catleya menunggu rapat selesai dengan gelisah. Sesekali kepalanya melongok dari ruangan mencari tahu Rajendra sudah keluar apa belum. Namun, hingga lebih dari waktu yang ditentukan sang suami belum juga kembali.Rajendra memang memiliki urusan lain. Lelaki itu pergi ke lantai delapan untuk menemui Ibrahim. Sesuai keinginannya setelah melihat rekaman CCTV, dia akan mengamati sendiri bagaimana reaksi
Menjelang waktu makan malam, Catleya membereskan pekerjaannya kemudian turun ke lantai tiga. Di sana Ineke dan yang lain sudah menunggu. Rupanya staf wanita yang tadi makan siang bersama Catleya belum puas menggoda. Mereka kembali membahas kedekatan Catleya dengan Milly sambil bisik-bisik.Catleya memilih untuk tetap diam daripada bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin mengikrarkan pernikahannya dengan CEO, jadi biarlah para staf itu berasumsi sendiri selagi masih bersikap masuk akal. Toh, dia juga tidak bisa mengendalikan ucapan dan pemikiran setiap orang/ Rombongan dibagi menjadi dua. Staf pria ikut mobil Pak MK, sedangkan yang wanita ikut mobil Ineke. Sepanjang jalan, Catleya juga tidak banyak bicara. Hanya menatap gedung-gedung tinggi yang berkelebatan melalui jendela mobil."Leya, nanti kamu pulang bareng kami lagi, kan?" tanya Ineke."Mungkin nanti aku pulang naik taksi saja," jawab Catleya. Ineke tidak tahu tempat tinggal barunya ada di mana. Bagusnya juga tidak perlu tahu.
Sementara para staf sibuk memesan makanan, Bintang membuka obrolan dengan Rajendra. Sebagai tuan rumah acara itu, dia merasa perlu menawarkan lebih dulu kepada sang tamu penting. Meski jujur, Bintang merasa kesal karena Rajendra datang tanpa diundang. Entah ini tak disengaja atau Rajendra memiliki tujuan tertentu untuk mengacaukan acara penting divisinya.“Pak Rajendra mau pesan apa?” tanya Bintang. “Sama dengan Pak Bintang saja,” balas Rajendra juga memakai bahasa yang formal.“Baik kalau begitu kita pesan menu favorit di kafe ini.”Bintang lalu memanggil pelayan kafe untuk menanyakan menu unggulan dari kafe tersebut. Ternyata yang paling banyak dipesan oleh pengunjung adalah steak wagyu. Bintang langsung memesan makanan tersebut untuk dirinya dan Rajendra. Akan tetapi di luar dugaan, Rajendra kembali memanggil pelayan itu.“Mbak, saya pesan steak wagyu satu porsi lagi, satu brownies, dan satu mochi ice cream,” ucap Rajendra. Semua orang kembali dibuat tercengang. Mungkinkah CEO Ch
Iris mata Catleya terbelalak lebar. Pertanyaan macam ini. Apakah Rajendra sekadar iseng atau pria ini memiliki maksud terselubung? Sialnya pertanyaan Rajendra itu membuat gejolak aneh muncul dalam diri Catleya. Pipinya terasa memanas. Lebih parahnya lagi pikirannya langsung ke mana-mana, membayangkan sesuatu yang tidak seharusnya. Sebelum Rajendra menyadari reaksinya, Catleya buru-buru menundukkan wajah. Enggan untuk bertatapan langsung dengan sang suami. Namun Rajendra menggamit dagu Catleya dan memaksanya untuk bersitatap.“Apa kamu berminat punya anak?” tanya Rajendra sekali lagi. Catleya pun menahan napas lantaran ujung hidungnya hampir bersentuhan dengan Rajendra. Mundur pun tidak mungkin karena punggungnya sudah menempel pada pintu. “S-saya pernah bilang tidak mau hamil, dan itu juga tidak mungkin terjadi,” jawab Catleya gugup. “Kenapa tidak mungkin? Kamu adalah wanita yang bersuami,” kata Rajendra.“Tapi suami saya adalah Bapak dan kita sudah berjanji untuk tidak saling me
“Apa Bapak tidak mengidolakan Maharani? Dia punya banyak fans pria,” celetuk Catleya tiba-tiba.“Saya tidak menyukai perempuan yang agresif dan berpenampilan terbuka,” jawab Rajendra.Pemuda tampan itu semakin mengeratkan pelukannya, menghirup harum aroma vanila dari tubuh sang istri. Aroma manis ini yang telah memikatnya sejak mereka bertemu untuk pertama kali. Sayang sekali Catleya belum juga mengingatnya hingga detik ini. Berbeda dengan Rajendra yang merasa nyaman, Catleya justru sangat kepanasan. Bukan hanya karena bajunya yang berlapis-lapis, melainkan akibat dipeluk oleh Rajendra. Detak jantungnya juga berdebar makin kencang. Jika begini terus mungkin dia tidak akan tidur sepanjang malam.Catleya pun memutar otak, bagaimana supaya dia bisa melepaskan diri dari Rajendra. Tak ada cara lain, kecuali dia harus melakukan sesuatu yang cukup ekstrem. “Bapak sudah tidur?”“Hmmmm,” gumam Rajendra. “Maaf, saya mendadak ingin ke toilet. Bisa lepas sebentar, Pak?”Dengan malas, Rajendra
Saat ini Catleya sedang kepikiran mengenai tugas berat yang harus ia jalani. Namun, ia tidak boleh menyerah begitu saja. Lagi pula belum tentu juga dia akan bertemu dengan Adrian di perusahaan. Justru ini adalah kesempatan bagus untuk membuat Rajendra merasa risih dengan dirinya.Usai sarapan, Rajendra langsung masuk ke ruang kerjanya. Entah untuk bekerja atau sekadar menghindar, Catleya juga tidak tahu. Yang jelas ia akan melanjutkan rencananya untuk bersikap agresif. “Pak, saya duluan, ya. Saya akan mempersiapkan dokumen yang akan kita bawa ke Verdana Group,” ujar Catleya seraya melongok ke dalam. Rajendra hanya menanggapi dengan anggukan sembari mencatat sesuatu di buku agendanya. Melihat sang suami dalam mode serius, sebuah ide gila mendadak muncul di benak Catleya.Tanpa permisi, ia menyelonong masuk kemudian mendekati Rajendra yang sedang duduk menghadap meja. Kedatangan Catleya otomatis membuat Rajendra berjengit kaget. Belum juga ia menghindar, Catleya tiba-tiba merampas pul
Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak
Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki
Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp
“Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t
“Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira
Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu
Pagi hari, Catleya langsung merengek kepada Rajendra agar mengurus kepulangannya. Tentu saja, Rajendra menuruti keinginan sang istri meski dia tidak melakukan sendiri. Ada Rama yang siap sedia menangani urusan administrasi rumah sakit, sedangkan Rajendra lebih memilih berduaan dengan Catleya.Setibanya di apartemen, dua orang pelayan yang diutus Nyonya Tiara sudah menantikan kedatangan Catleya. Mereka yang akan ditugaskan melayani Catleya, selama Rajendra berada di kantor. Sebelum berangkat, Rajendra pun mewanti-wanti para pelayan itu agar tidak lalai dalam menyiapkan segala keperluan Catleya.Sementara Catleya hanya memperhatikan dari sofa sambil geleng-geleng kepala. Dia merasa heran melihat perubahan drastis pada diri sang suami. Siapa sangka Rajendra yang dulu irit bicara, sekarang bisa mengucapkan kalimat panjang tanpa jeda, mirip seorang ibu mertua yang sedang mengomeli menantunya.“Jangan lupa siapkan vitamin dari dokter setelah Catleya makan siang,” pesan Rajendra.“Baik, Tuan
Rajendra yang sedang menemani Catleya di rumah sakit, mendapat telepon dari Tuan Rinto. Pengacara sekaligus sahabat mendiang ayahnya itu memberikan kabar bahwa pihak yang berwajib sudah mendatangi rumah Ibrahim. Hampir saja pria paruh baya tersebut melarikan diri ke Amerika, tetapi kepergiannya berhasil dicegah.“Apa sekarang Om Ibrahim sudah diamankan?” tanya Rajendra memastikan.“Iya, Jendra. Ibrahim sudah ada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. Om akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan kasus ini,” kata Tuan Rinto.“Terima kasih, Om. Kalau memang aku perlu datang ke sana, tolong kabari aku secepatnya.”“Baik, Jendra.”Setelah percakapan itu berakhir, Rajendra meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia bermaksud hendak menemani Catleya yang sedang tertidur. Namun tidak sampai lima menit, ponselnya bergetar-getar. Melihat nama Bintang di layar, Rajendra segera menekan tombol hijau. Ia sama sekali tidak terkejut bila kakak sepupunya itu menelepon, karena ia sudah menebak
Kedua perempuan beda usia itu berpelukan dalam haru. Pipi Catleya ikut basah oleh air mata, tak mengira bila ia akan bertemu lagi dengan pembantu sekaligus pengasuhnya semasa kecil.Setelah melepas rindu satu sama lain, mereka pun duduk di kursi dengan posisi saling berhadapan. Mbok Tami berusaha menghentikan tangisnya, sebab dia sudah mengetahui tujuan Catlleya mengunjunginya kali ini.“Non, Mbok Tami benar-benar minta maaf atas kesalahan Mbok selama ini. Mbok tidak bermaksud untuk mendukung perbuatan buruk Nyonya Nandini,” kata Mbok Tami dengan suara parau.“Perbutan buruk apa, Mbok?” tanya Catleya dengan mata terbeliak.“Nyonya Nandini yang sudah menyebabkan Nyonya Sofia mengalami serangan jantung, Non,” Ucapan Mbok Tami terputus lantaran sesak yang menghimpit rongga dadanya. “Saya sudah berusaha mencegah Nyonya Sofia, tapi akhirnya dia melihat Nyonya Nandini dan Tuan Wirya di kamar. Mereka bertiga bertengkar hebat. Nyonya Nandini justru menghina Nyonya Sofia. Dia bilang Tuan Wiry