Sebenarnya Queen terlihat enggan untuk menjawab ataupun membalas ucapan pegawai yang menurutnya tidak penting itu. Namun, di saat dia melihat ekspresi Rayan yang kaku dan dingin itu dia pun tahu bila jika dia tidak menjawab ucapan itu, Rayan pasti akan jauh lebih marah kepadanya. Maka, dengan begitu sangat terpaksa Dia berkata, “Ya gimana mau percaya kalau nyatanya walaupun semua orang itu sepertinya tahu tentang pernikahan kamu, Yan. Bahkan, keluargamu yang bilang tentang pernikahanmu itu tetap saja … buktinya nggak ada.”Gadis itu tertawa kecil dan seolah benar-benar tidak mempercayai sedikitpun penjelasan Rayan ataupun Febri. Sambil membenarkan rambutnya yang saat ini diwarnai menjadi coklat muda itu dia berkata lagi, “Walaupun tidak diumumkan secara resmi mengenai identitas asli dari istri kamu itu, bukankah seharusnya paling tidak ada foto atau keterangan kecil tentang siapa namanya atau asal-usulnya walaupun hanya berupa inisial.” Queen mengangkat bahunya seolah menghina bet
“Bukanlah. Kalau itu tentang istrinya pasti Pak Rayan nggak akan terlihat aneh kayak begitu.”“Aneh kayak gimana sih maksudnya?” Widuri, salah seorang chef yang cukup lama bekerja di restoran itu ikut bertanya dengan ekspresi bingung. Seorang temannya yang juga merupakan chef di bagian pastry itu pun menanggapi, “Aneh kayak marah terus menahan kesal tapi juga bingung. Aku yakin banget ini nggak ada hubungannya sama istrinya karena menurut aku Pak Rayan itu nggak mungkin bisa kesal sama istrinya yang baik itu.”Miko manggut-manggut dan setuju dengan ucapan dua chef itu.Miko pun juga akhirnya menjelaskan, “Ini memang bukan tentang istrinya Pak Rayan. Anda juga semuanya tahu kalau tadi aja Pak Raya minta disiapkan makanan untuk dikirimkan ke minimarket tempat istrinya bekerja.”Seorang pelayan laki-laki yang masih muda pun bertepuk tangan, “Benar. Tadi … Pak Rayan mintanya juga makanan paling disukai oleh istrinya dan harus dikirim cepat ke sana. Ya kalau melihat bagaimana romantisnya
Ditanyai tentang hal yang begitu sangat penting itu pun segera membuat Febri ikut berpikir serius dan dia pun juga ingin membantu sang pimpinan. “Kirana … apa menurutmu istri saya akan marah karena saya sudah menyembunyikan semuanya dari dia?” Rayan bertanya ketika Febri bahkan belum menyarankan satu jalan keluar untuknya. Febri mengangkat wajahnya dan menjawab dengan nada yang terdengar begitu sangat hati-hati, “Pak, Anda menyembunyikan identitas Anda dan begitu banyak hal lainnya dari Bu Kirana karena memang Anda harus melakukannya. Anda melakukan itu bukan semata-mata ingin membohongi beliau.”Pemuda itu berhenti sejenak dan melanjutkan, “Anda memiliki alasan yang sangat kuat untuk melakukan itu dan saya sangat yakin sekali bila Bu Kirana tidak akan mungkin marah terhadap Anda.”Rayan tidak yakin dan walaupun dirinya telah mengetahui bagaimana kelembutan hati istrinya tersebut, dia berpikir bila tidak ada orang yang suka dibohongi. Tetapi, apa yang dikatakan Febri juga merupakan
Kirana menoleh ke arah wanita yang sedang berbicara itu.“Serin,” ucap Kirana tak terdengar marah ataupun kesal. Tetapi, Mita yang kemudian malah berbicara, “Ih, Mbak. Apaan sih ngomong kayak gitu?”“Lho, yang aku omongin itu memang bener kok. Suaminya Mbak Kirana cuman tukang sol sepatu biasa. Ya kan, Mbak?” Serin bertanya dengan ekspresi mengejek ke arah Kirana. Mita hendak menjawab ucapan itu tetapi Kirana mendahuluinya dengan berkata, “Memang bener kok. Suami saya memang berprofesi sebagai seorang tukang sol sepatu yang pekerjaannya memperbaiki sepatu-sepatu orang yang rusak.”Mita terdiam tapi tidak menampilkan ekspresi terkejut atau kaget. Sementara Serin kembali lagi berbicara, “Tuh, denger. Aku nggak bohong dan memang cuman jadi tukang sol sepatu aja. Ya … ganteng sih oke tapi nggak akan ada gunanya kalau kerjanya cuman kerja rendahan kayak gitu.”Kirana membelakan mata sementara Mita menatap kaget dengan apa yang Serin ucapkan.“Heh, kalau ngomong tuh berhati-hati bisa ngg
Kirana menggelengkan kepalanya dengan tegas, “Tidak semua hukuman fisik itu bisa memberikan efek jera pada si pelaku.”“Kok gitu?” Mita menatap wanita itu dengan tatapan heran. Sejak dia masih kecil dia selalu mendapatkan hukuman fisik Jika dia melakukan sebuah kesalahan. Akibatnya dia selalu ketakutan ketika akan melakukan kesalahan itu sehingga pada akhirnya dia memilih untuk berhati-hati agar tidak sampai dihukum. Hal itu menjadikan dirinya menjadi orang yang tidak mau melakukan kesalahan yang sama sehingga dia bisa lepas dari hukuman. “Ya memang terkadang hukuman fisik semacam itu membuat si pelaku takut tapi biasanya hanya berlangsung sementara. Ada kalanya dia memiliki rasa dendam dan akhirnya kembalilah terjadi rasa ingin membalas,” jelas Kirana.Mita pun segera berpikir keras. Tiba-tiba gadis muda itu tersenyum aneh karena teringat tentang betapa dirinya ketika sudah menjadi dewasa melakukan apa yang Kirana sebutkan. Dia memang di masa kecil merasa sangat jera karena tak
Kirana menganggukan kepalanya dan mulai menjelaskan, “Yah … aku memang sempat ragu tentang profesinya tetapi itu cuman sebentar. Aku … bisa melihat bagaimana ketulusannya jadi profesi itu aku ke sampingkan.”Mita melongo dan terlihat begitu takjub dengan apa yang baru saja Kirana ungkapkan. Kirana menoleh ke arah gadis itu dan lagi-lagi dia mendengarkan Mita bertanya lagi, “Hal apalagi yang bisa membuat Mbak ragu waktu itu?”“Kami itu nikah yang bisa dibilang sebagai sebuah perjodohan. Rayan, suamiku itu mau menikahiku karena tahu tentang aku dari bibi aku. Jadi ya kamu itu waktu itu ketemuan kami yang pertama itu adalah untuk membahas masalah ini.”Kirana menjeda dan baru kemudian melanjutkan, “Nikah tanpa cinta itu menurutku sangat beresiko tapi kemudian dia membuatku yakin kalau dia bisa bikin aku bahagia. Ya … mungkin ini terdengar seperti sebuah janji kosong yang biasa diucapkan oleh pria yang ingin mendapatkan hati seorang wanita.”Mita tersenyum dan mengangguk setuju atas ucap
Kirana terdiam seketika begitu mendengar kata-kata Mita yang kali ini terdengar begitu sangat penasaran atau lebih tepatnya sangat antusias. Melihat Kirana yang diam saja dan tidak menjawabnya, Mita menatapnya dengan penuh kebingungan. Tapi ketika dia menyadari sesuatu, gadis muda itu pun segera mengangkat tangannya lalu membentuk gerakan seolah dia menolak apa yang sedang dipikirkan oleh Kirana.Dengan begitu cepatnya Mita berkata, “Mbak, jangan salah paham dulu ya! Aku … itu nggak ada maksud apa-apa kok. Aku juga nggak doyan suami orang. Tenang aja, Mbak!”Gadis itu berkata dengan sangat meyakinkan dan Kirana pun menilai bila Mita terlihat tidak sedang berbohong. Ah, Kirana yang sempat menaruh curiga kepada gadis muda itu pun menjadi tidak enak. Dia merasa memiliki pikiran yang picik sampai sempat mengira bila ada sesuatu yang diinginkan oleh Mita. Kirana segera menggelengkan kepalanya dengan cepat dan kemudian menyentuh tangan Mita, “Maaf ya … Mbak tadi cuman mikir aneh aja. T
Kirana menjawab tanpa ragu, “Iya, Mita. Kami pulang pergi naik bis.”Mita menggaruk bagian belakang kepalanya dan kemudian menatap Kirana dengan tatapan penuh keheranan. Kirana tentu saja merasa aneh dengan tatapan itu dan segera bertanya lagi, “Ada apa memangnya?”Mita mengangkat bahu dan sebenarnya terlihat sedikit agak ragu untuk menjelaskan pendapatnya tetapi saat dia melihat wajah Kirana yang terlihat bingung itu pun akhirnya membuat Mita menjadi luluh. Gadis muda yang berpenampilan rapi dan modis itu pun berkata, “Yah … tadi habis istirahat makan siang itu aku dengar dari anak-anak kalau dulu pas si Vena menikah, Mbak Kirana kasih kado yang luar biasa kayak semacam biayain dia itu liburan sama suaminya.”“Itu benar kan, Mbak?” Mita kembali menegaskan apa yang dia dengar. Kirana mengangguk, “Iya memang benar tapi waktu itu yang milih kado itu sebenarnya Mas Rayan aja. Aku … nggak tahu apa-apa soal pemilihan kado itu tapi habis itu mas Rayan jelasin kalau dia ngasih kado semaca
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,