Rayan dengan tenang menjawab, “Ada beberapa.”Kirana meneguk ludahnya dan cepat-cepat bertanya, “Tiga? Empat?”Kirana hanya berani menebak-nebak sampai angka itu tetapi Rayan terlihat malah tersenyum aneh sehingga wanita itu pun tidak berani memikirkan lebih banyak lagi. Berarti lebih dari empat, Kirana membatin dengan sedikit agak lemas. Oh, Allah. Sebenarnya suamiku ini siapa? Benar-benar anak pejabat? Tapi, jika dia anak pejabat mengapa bisa menikahi aku? Wanita dari kelas bawah yang bahkan hanya lulusan SMA. Kirana berkata dalam hati sembari menggigit bibir bawahnya. Wanita itu pun terdiam dan lebih banyak melirik ke arah luar jendela mobil. Dia tidak berani bertanya lagi dan memilih untuk menunggu mereka sampai di tempat usaha yang dimaksud oleh suaminya.Perjalanan memakan waktu kurang lebih sekitar 10 menit dan Kirana melebarkan matanya ketika dirinya melihat mereka memasuki sebuah gerbang besar di mana dia tahu tempat usaha yang dimaksud oleh Rayan.Wanita itu melongo. Di
Rayan tahu pada akhirnya istrinya tersebut pasti akan menanyakan hal itu kepadanya. Maka, saat itu dia tidak memiliki pilihan lain selain berujar, “Ada masalah, Kirana. Masalah itu berkaitan dengan salah satu anggota keluarga saya.”Mendengar hal itu Kirana tiba-tiba saja menelan ludah dengan agak gugup, “Masalahnya besar ya Mas?”Rayan seketika tersenyum melihat wajah cemas istrinya dan pria yang tidak mau istrinya menjadi kepikiran akan masalahnya pun segera berkata, “Memang cukup besar tapi … kamu tenang aja, Sayang! Semuanya akan bisa diatasi kok.”Kirana masih sangat cemas tetapi wanita itu memilih untuk mempercayai perkataan suaminya dan kemudian bertanya lagi, “Terus. Ini kita di sini mau ngapain, Mas?”Rayan pun kembali bersemangat, “Mau ajak kamu tur keliling perusahaan ini.”“Tur?” bola mata Kirana membesar seketika. “Iya, Sayang. Dulu … kan saya pernah janji sama kamu Kalau saya kan kasih tahu kamu semua tentang saya dan inilah yang bisa saya lakukan. Saya mau kamu tahu s
Tetapi ternyata Bagas masih belum berhasil bergerak ke depan karena terlalu banyak orang-orang yang ingin melihat istri Rayan Antara itu.Dengan begitu sangat terpaksa dia pun memilih untuk mundur daripada harus berdesakan hanya untuk melihat wajah yang dikatakan cantik itu. Sedangkan di bagian pintu depan itu, Rayan sudah mengajak istrinya untuk masuk ke dalam area gedung utama dan di sekeliling mereka sudah terdapat begitu banyak pengawal yang bertugas untuk mengawal mereka berdua. Di belakang mereka terdapat para pejabat tinggi di perusahaan itu yang mengikuti sepasang suami istri itu. “Ini lobby perusahaan, Sayang. Biasanya kalau ada tamu luar itu harus mendapatkan pemeriksaan kedua di sini sampai akhirnya baru mendapatkan izin untuk naik ke lantai atas,” jelas Rayan.Kirana manggut-manggut dan sama sekali tidak melewatkan penjelasan suaminya.Rayan pun dengan antusias menjelaskan mengenai perusahaan sepatu yang telah berdiri sejak lama itu. Dia juga tidak lupa menyebutkan beb
Rayan tentu saja memahami kecemasan sang istri dan dirinya pun merasa sangat wajar akan hal itu. Pria muda itu pun kemudian kembali memegang bahu istrinya lalu berujar pelan, “Kamu nggak perlu cemaskan hal itu karena keluarga saya menerima kamu.”Kirana tentu saja tidak percaya begitu saja dan kembali bertanya, “Mas, dari mana kamu tahu mereka menerima aku? Aku saja belum pernah ketemu mereka.”Rayan mendesah pelan dan sadar memang ternyata tidak mudah membuat istrinya mempercayai hal itu.Namun, dia tiba-tiba saja teringat akan sesuatu yang seharusnya dia katakan sejak tadi. Sang pewaris tunggal PT Antara Shoes itu pun kemudian berkata, “Sayang, kamu memang belum pernah bertemu dengan semua anggota keluarga saya. Tapi … kamu kan sudah pernah bertemu dengan salah satu dari anggota keluarga saya.”Hal itu tentu saja membuat Kirana melotot kaget, “Hah? Aku … udah pernah bertemu dengan mereka? Kapan, Mas?”Rayan tersenyum menatap ekspresi terkejut wanita yang dicintainya itu dan malah
“Tempat di mana kamu juga bisa bertemu dengan seseorang yang kamu kenal, Sayang,” kata Rayan yang seketika membuat Kirana tertegun. Wanita itu pun kembali bertanya-tanya. Seseorang yang aku kenal? Memangnya aku punya temen yang kerja di perusahaan ini? Kirana membatin dengan raut wajah penasaran. Namun, dia tidak sempat bertanya lebih lanjut karena Rayan telah mengajaknya untuk berjalan kembali. Mereka benar-benar berkeliling di beberapa bagian perusahaan itu dan bertemu dengan begitu banyak orang. Ketika mereka sampai di salah satu divisi yang berada di lantai 6, Rayan berhenti berjalan hingga membuat Kirana menoleh ke arah suaminya itu dengan tatapan penuh tanya. “Ada apa, Mas?” Kirana bertanya dengan alis terangkat. Rayan hanya menjawab, “Kamu siap ketemu orang yang tadi saya maksud?”Kirana mengangguk tanpa ragu dan selanjutnya mereka sudah masuk ke dalam divisi itu. Seorang manajer dari divisi tersebut menyapa Rayan dan juga Kirana dengan begitu sangat ramah. Febri yang
Rayan pun mengangguk untuk membenarkan. Kirana melirik ke arah adik iparnya itu dan langsung tahu bila Bagas saat ini sedang kebingungan. Sebetulnya ekspresi Bagas mungkin mirip seperti ekspresi dirinya yang awalnya begitu sangat terkejut dengan fakta yang baru saja dia ketahui. Sementara Rizal langsung berdecak kagum, “Walah, mohon maaf, Pak. Saya sudah berlaku tidak sopan dan bahkan membentak Bagas.”Pria itu pun menatap ke arah Bagas dengan tatapan yang berbeda yang dulunya tidak terlalu menghargai kini menjadi tampak kagum. Sedangkan Bagas yang terlalu bingung itu pun akhirnya bersuara, “Ini maksudnya apa sih? Mbak Kirana. Ada apa ini?”Sesungguhnya Bagas mencoba untuk memproses semua yang terjadi di depannya, tapi pria muda itu terlalu takut untuk menerima kenyataan.Namun, Rizal malah berkata, “Gas, Bagas. Kenapa kamu itu nggak ngomong kalau kamu itu sebenarnya adik ipar Pak Rayan? Kalau saya tahu kamu itu adik ipar pewaris tunggal perusahaan ini, saya kan jadi bisa bersikap
Bagas menelan ludah dengan susah payah lantaran agak was-was.Namun, dia tidak memiliki pilihan lain selain segera berkata, “Bapak sama ibu tahu soal semua ini?”Kirana mendesah pelan dan yakin bila Bagas pasti ketakutan mengenai masalah kenaikan jabatan adik ipanya itu yang tertunda. Sedangkan Rayan langsung paham yang dimaksud oleh Bagas adalah mengenai identitas aslinya. Kirana yang kemudian memutuskan untuk menjawab, “Mereka sama sekali nggak tahu, Gas.”Bagas sontak tersenyum lega dan bahkan menghela napas panjang seolah dirinya luar biasa merasa aman. Tapi, tidak lama setelahnya dia bertanya lagi karena ada sesuatu yang membuatnya sangat penasaran, “Mas Rayan eh … maksud aku Pak Rayan ….”Pria muda itu tiba-tiba saja merasa begitu sangat tidak nyaman memanggil Rayan dengan sebutan biasanya. Apalagi saat ini mereka sedang berada di perusahaan dan lagi lidahnya belum bisa mengucapkan permohonan maaf secara pantas pada Rayan.Rayan yang melihat ketidaknyamanan Bagas hanya terdi
Rayan tidak langsung menjawab pertanyaan istrinya dan malah bertanya balik, “Kamu masih ingat nama restoran itu, nggak?”Kirana terhenyak.Tentu saja dia tidak ingat. Restoran itu menggunakan bahasa Perancis untuk namanya dan dia sendiri tidak bisa berbahasa Perancis sama sekali sehingga mustahil baginya menghafal nama yang dia ingat memang cukup panjang itu.Rayan melihat ekspresi istrinya yang terlihat bingung sehingga dia hanya berujar, “Nanti saja kamu lihat saja sendiri. Kamu pasti akan tahu langsung.”Ah, lagi-lagi suaminya itu membuat sebuah teka-teki.Namun, menurut Kirana sendiri yang menilai jawaban Rayan yang begitu diplomatis Itu sebenarnya sudah menjawab pertanyaan dirinya. Seolah-olah memang restoran yang pernah mereka datangi itu milik Rayan.Entah bagaimana dia bisa menebak seperti itu tetapi yang jelas Rayan tidak mungkin memberi sebuah teka-teki jika jawabannya tidak. Maka, Kirana pun semakin lemas. Dia sangat ingat bagaimana restoran itu.Restoran yang sangat mewa
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,