Beranda / Romansa / Suamiku Bukan Petani Teh Biasa / 45. Kebenaran yang Terkuak.

Share

45. Kebenaran yang Terkuak.

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-30 11:33:53

"Jadi sebenarnya kamu ini siapa?" Bagas menatap Lara lurus-lurus. Saat ini Bagas tengah menyidang Sesil yang ternyata adalah Lara. Bagas duduk di kursi yang didekatkan ke bed Lara. Priya berdiri di sampingnya, sementara Lara sendiri dalam posisi setengah berbaring di bed-nya.

"Seperti yang aku bilang tadi. Dia adalah Lara, Gas." Alih-alih Lara, Priya lah yang menjawab pertanyaan Bagas.

"Aku tidak bertanya padamu, Pri. Jadi jangan mencampuri urusanku," ujar Bagas dingin. Saat ini perasaannya bercampur aduk. Mengetahui bahwa dirinya telah ditipu mentah-mentah oleh perempuan yang mulai ia cintai ini membuat emosinya menggelegak.

"Aku harus, Gas. Karena Lara sebelumnya adalah pacarku. Lara memutuskanku secara sepihak tanpa sebab. Aku tidak terima dengan keputusan sepihaknya." Priya mengepalkan kedua tangannya geram. Ternyata Lara memutuskannya karena terpedaya oleh Sesil. Dan kini sepertinya Lara terjebak oleh permainannya sendiri. Karena ia melihat binar cinta di mata Lara dan Bagas. Ke
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   46. Pasrah.

    "Tidak, Mas. Demi Allah, tidak. Saya merasa sangat bersalah pada Mas apalagi Pak Jaya. Tadinya saja ingin sekali mengakui semuanya. Masalahnya mental saya tidak cukup kuat. Ditambah kenyataan kalau saya sedang hamil, nyali saya makin ciut. Saya takut kalau saya harus melahirkan anak ini dibalik jeruji besi." Lara memutuskan untuk mengungkapkan semua isi hatinya. Nasi telah menjadi bubur. Ia tidak bisa berkelit lagi."Karena ketahuannya sekarang, harapanmu saya tidak akan memenjarakanmu, begitu?" pancing Bagas sinis."Saya tidak berharap apapun lagi sekarang. Kalau Mas ingin memenjarakan saya, saya sudah siap. Sudah dua bulan ini saya hidup dalam ketakutan, menunggu hari penghakiman ini. Ternyata menunggu hukuman, lebih menakutkan dibandingkan dengan menjalani hukuman itu sendiri.""Kamu menantang saya, Lara?" desis Bagas geram. "Bukan menantang, Mas." Lara menggeleng. "Saya menyatakan kalau saya bersedia mempertanggungjawabkan semua perbuatan saya. Dulu saya setuju pada permintaan S

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-30
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   47. Pertarungan Psikis.

    "Saya sudah kenyang, Suster." Lara meletakkan sendok dan garpunya. Perutnya kram karena ia terus merasa mual. Lara khawatir ia akan muntah kalau ia memaksakan diri untuk makan lagi."Ibu baru makan sedikit. Coba tambah beberapa suap lagi ya, Bu?" bujuk Suster rumah sakit lembut. Suami pasien telah berkali-kali berpesan untuk menjaga istrinya sebaik mungkin. "Saya mual, Sus. Kalau dipaksa, takutnya saya malah muntah." Lara menjelaskan alasannya. Baru saja selesai berbicara, pintu ruangan berayun. Bagas masuk dengan tangan menenteng beberapa styrofoam. Perut Lara kembali bergolak. Membayangkan Bagas akan kembali memaksanya makan, Lara sudah eneg duluan."Bawa keluar saja makanannya, Suster. Saya sudah membawa beberapa macam makanan pengganti untuk istri saya." Bagas meletakkan makanan di meja makan pasien setelah suster mengangkat nampan. "Jangan memaksa saya makan lagi, Mas. Saya tidak sanggup." Lara langsung menolak sebelum Bagas menawarkan makanan."Harus sanggup. Saya tidak mau ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-01
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   48. Kemunculan Sesil.

    "Begini saja deh. Anggap saja kita menikah, kalau kamu tidak mau kalah juga. Kamu tahu tidak, kalau hak wali ibu bisa dicabut kalau ; satu, ibunya dipenjara. Dua, ibunya memiliki perilaku buruk. Tiga, ibunya tidak bisa menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak dan sebagainya. Menurutmu hak asuhmu bakal dicabut tidak, kalau kamu dipenjara. Kamu menipu saya dan kamu tidak bisa memberi rasa aman pada anak kita?" Bagas memenggal tiap suku kata yang jelas-jelas telah dilanggar Lara. Lara tidak mengatakan apapun. Hanya tatapan kosong dan air matanya saja yang menetes satu persatu. Lara sadar, ia sudah kalah. Ia tidak punya peluang untuk mengasuh anaknya. "Sudahlah, kamu jangan berpikir yang tidak-tidak dulu. Besok sore kita akan mendiskusikannya demi mencapai jalan terbaik. Beristirahatlah." Bagas beringsut dari kursi. Ia kalah dengan tekadnya sendiri. Tadinya ia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan bersikap keras dan tegas pada Lara yang telah menipunya mentah-mentah. Namun t

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-01
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   49. Fitnah.

    "Saya minta maaf ya, Mas Bagas, Pak Jaya? Saya terlalu gampang dipengaruhi orang." Sesil menangis sedih. Ia berusaha menampilkan air muka penuh penyesalan. Setelah bertatap muka secara langsung dengan Bagas, Sesil memang langsung berubah pikiran. Tadinya ia berencana akan berakting sedih dan meminta maaf saja agar tidak di penjara. Setelahnya urusannya di desa ini selesai.Namun ia mengurungkan niatnya setelah melihat kerupawanan seorang Bagas Antareja. Ditambah dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan kebun-kebun teh Bagas yang terhampar luas sepanjang jalan, fixed Sesil bertekad tidak akan melepaskan kesempatan menjadi istri sultan di desa ini. Tekadnya itu diperkuat oleh pernyataan ayahnya yang mengatakan bahwa kebun teh Bagas jauh lebih luas lagi di Bandung sana. Dulu Sesil mengira keluarga Antareja benar-benar bangkrut setelah Pak Sasongko merebut aset-aset Pak Jaya. Siapa sangka Pak Jaya bisa bangkit bahkan memperluas perkebunan tehnya bersama Bagas, putra tunggalnya. Lagi-la

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-02
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   50. Muak.

    Bahasa tubuh Lara tidak luput dari pandangan Pak Hardi. Apalagi saat melihat Lara mengelus-elus perutnya dengan air muka nelangsa. Pak Hardi jatuh kasihan pada Lara. Sebenarnya yang paling dirugikan dalam masalah ini adalah Lara. Ia sudah dibohongi, dimanipulasi, dihamili dan kini harus masuk penjara juga. Entah mengapa hati Pak Hardi terasa perih. Ia seperti bisa merasakan kepedihan hati Lara. "Aku tidak berani berharap apapun padamu, Yak. Namun kalau boleh aku meminta, pertimbangkanlah soal kehamilan Lara.""Apa? Anak babu ini hamil? Pinter banget lo ya, Anak Babu? Sengaja mengikat Bagas dengan anak?" Dengan beringas Sesil bangkit dari sofa. Ia bermaksud menghajar Lara. Kedua tangannya terangkat ke udara. Ia siap mencabik-cabik Lara hingga tidak berbentuk. Lara sudah menancapkan tajinya. Menandai daerah teritorinya terhadap Bagas dengan umpan anak. Licik sekali anak babu ini."Keluar!!!" Bagas menepis tangan Sesil dan menghempaskannya ke samping kasar. Sesil nyaris terjengkang kala

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-02
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   51. Ancaman Bu Ningsih.

    "Ibu pulang dulu. Ingat setelah ini kamu harus berpisah kamar dengan Nak Bagas. Kamu itu bukan istri yang sebenarnya." Bu Ningsih menyempatkan diri menasehati Lara sebelum masuk ke dalam mobil. Farhan, sang supir tengah mengangkat barang-barang ke atas mobil. Sementara Pak Hardi terlihat masih berbincang-bincang dengan Pak Jaya. Bagas berdiri di samping Pak Jaya. Mendengarkan ogah-ogahan pembicaraan ayahnya dengan Pak Hardi. Sesil berdiri di samping Bagas. Ia tampak berusaha mengajak Bagas berbicara, namun sayangnya tidak ditanggapi. Bu Ningsih tahu, Sesil telah jatuh cinta pada pandangan pertama pada Bagas. Makanya sedari semalam Sesil terus menempeli Bagas. Di mana ada Bagas, Sesil mendekat ke sana. Sesil sedang berusaha keras menarik perhatian Bagas. Makanya ia memberi batasan pada Lara agar tidak mendekati Bagas lagi. Dengan begitu peluang Sesil akan lebih besar."Ingat juga, kamu jangan mau lagi didekati apalagi sampai digauli Bagas. Setelah tahu bahwa kamu hanya anak seorang p

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   52. Seteru Hingga Akhir.

    "Sesil, sudah! Jangan membuat masalah lagi. Naik ke mobil sana," bentak Pak Hardi putus asa. Ia malu sekali melihat tingkah laku Sesil. Inilah hasil yang ia tuai karena terlalu memanjakan Sesil. Putrinya tumbuh menjadi gadis yang arogan dan minim empati."Tapi, Yah." Sesil protes."Masuk Ayah bilang!" tegas Pak Hardi lagi. Ia bertekad untuk mulai mendidik Sesil lebih keras mulai hari ini."Ayo, Non. Kita masuk dulu ke dalam mobil. Kalau ingin membicarakan hal lain, nanti saja di dalam ya?" Bu Ningsih membujuk Sesil lembut. Bu Ningsih tidak tega melihat telaga bening di mata Sesil. Terbiasa diperlakukan halus dan lembut, Sesil pasti terluka dibentak oleh sang ayah di depan orang banyak seperti ini.Dengan wajah mendung, Sesil mengikuti langkah Mbok Ningsih. Sepanjang jalan menuju mobil, Bu Ningsih terus mengelus-elus punggung Sesil seraya membisikan kalimat-kalimat yang membesarkan hati Sesil. Tingkah laku keduanya diamati Lara dengan perasaan iri yang sulit ia bendung. Betapa inginny

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   53. Telah Terbiasa.

    Lara memindai jam di dinding kamar. Waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Namun kantuk belum juga menghampirinya. Terjebak dalam keheningan malam membuat pikiran Lara mengembara. Mengulang perjalanan hidupnya selama dua bulan lebih ini di desa Nglinggo ini. Kalau saja ayahnya tidak mengalami musibah waktu itu, mungkin saat ini sudah menyelesaikan skripsinya di Jajarta. Jangan mulai berandai-andai, Lara. Hadapi saja setiap rintangan yang ada di depanmu.Lara mengibaskan kepala. Ia harus harus tegar dan menghindari pikiran yang melemahkannya. Karena kantuk tak jua menghampiri, Lara mencoba berselancar di dunia maya. Ini adalah pertama kalinya ia membuka akun-akun media sosialnya. Setelah tiba di desa ini ia memang memutuskan untuk tidak berinteraksi di media sosial. Ia takut keberadaannya diketahui oleh Priya. Lara tersenyum haru membaca postingan Siska dan Wanda. Kedua sahabatnya itu kompak mengungah photo laptop dengan beberapa buku-buku tebal yang terbuka. Siska menulis akhirnya s

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   110. Akhir Bahagia ( END)

    Tini yang sebenarnya sudah berdiri cukup lama di koridor, segera meletakkan kopi di meja. Tini mendapat kesempatan yang tepat untuk melaksanakan tugasnya. Tadi ia sungkan mengganggu kemesraan Lara dan Bagas."Ini kopinya, Mas." Tini pamit setelah mendapat ucapan terima kasih dari Bagas. Ia tidak mau mengganggu kemesraan sepasang suami istri tersebut."Ya, Sil. Ada apa? Pak Yono baik-baik saja kan?" Lara dengan cepat mengangkat ponsel. Benaknya membayangkan yang tidak-tidak setiap kali ada telepon dari Jakarta."Ayah nggak apa-apa, Ra. Makin sehat malahan. Gue nelpon cuma mau bilang kalo gue nggak jadi ke tempat lo minggu depan. Gue ada objekan nyupirin buah-buahan Pak Renggo ke pasar. Lain kali aja gue ke tempat lo ya?"Ya sudah kalau kamu ada kerjaan. Eh kamu ada di mana ini, Sil? Kok banyak sekali orang berbicara? Ada suara musik lagi. Kamu dugem ya?" Lara khawatir kalau Sesil kembali pada kehidupan lamanya."Dugem? Astaga, boro-boro dugem, Ra. Gue lagi ngebabu di rumah Sakti ini."

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108. Penghakiman Di Dunia.

    "Temani saja Mas Bagas menonton televisi, Mbak. Piring-piring kotor ini biar Mbok dan Tini yang membereskan." Mbok Sum menahan lengan Lara yang bermaksud meraih peralatan makan. "Ya sudah. Kalau begitu saya akan membuat kopi saja untuk Mas Bagas.""Tidak usah juga, Mbak. Biar si Tini saja yang mengurus masalah kopi. Perut Mbak Lara sudah sebesar ini. Sebaiknya Mbak istirahat saja. Temani Mas Bagas." Mbok Sum menasehati Lara. Majikan mudanya ini memang tidak bisa diam. Ada saja yang mau ia kerjakan. "Baiklah, Mbok. Nanti kopi Mas Bagas bawa ke depan saja ya?" pinta Lara."Tenang saja, Mbak. Pokoknya semua beres." Tini yang menjawab seraya menjentikkan tangannya. "Terima kasih ya, Tini?" Lara menepuk bahu Tini sekilas. Tini memang remaja yang cekatan dan ceria. Lara melanjutkan langkah ke ruang keluarga. Di mana Bagas sedang santai menonton televisi."Duduk sini, Ra. Kedatanganmu pas sekali saat pembacaan vonis yang dijatuhkan hakim pada Pak Sasongko." Bagas menepuk-nepuk sofa di sam

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   108..Berani Berbuat, Berani Bertanggung Jawab.

    "Wah... wah... wah... pembalasan dendam jilid dua ini sepertinya." Bagas berdecak. Sesil akan menuai badai setelah ia kerap menabur angin."Sepertinya sih, Mas," ucap Lara sambil terus mengintip."Eh ada tuan putri, ups salah. Putri babu maksudnya. Apa kabar, tuan putri babu?" Bertha menyapa Sesil dengan air muka mengejek. Satu... dua... tiga...Lara berhitung dalam hati. Biasanya Sesil akan meledak dan mengejek tak kalah pedas."Kabar gue kurang baik, Tha. Ayah gue masuk rumah sakit."Alhamdullilah. Lara tersenyum haru. Sesil sudah mulai bisa mengontrol emosinya. Sesil menjawab pertanyaan Bertha dengan santun walaupun Berta sedang mengejeknya. "Oh sekarang lo udah ngaku kalo Pak Yono bokap lo ya? Pak Yono sial amat ya punya anak nggak berguna kayak lo." Kali ini Maira yang bersuara. "Kalian berdua boleh ngatain gue apa aja. Gue terima. Gue tau dulu gue banyak salah pada kalian berdua. Tapi tolong, kalian jangan ngata-ngatain ayah gue. Ayah gue baru selesai dan sedang berada di ru

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   107. Menjalani Sisa Takdir.

    "Ra, bangun. Dokter sudah keluar dari dari ruang operasi." Bagas mengecup ubun-ubun Lara yang tertidur di bahunya."Mana, Mas?" Lara sontak terbangun. Mengerjap-ngerjapkan mata sejenak, Lara memindai pintu ruang operasi. Tampak seorang dokter paruh baya bermasker dan berpakaian hijau-hijau sedang berbicara pada Sesil dan Pak Amat."Jadi gue eh saya belum bisa menjenguk ayah saya ya, Dok?" Lara mendengar Sesil berbicara pada dokter."Pak Yono baik-baik saja kan, Dokter?" Lara ikut bertanya. Ia ingin memastikan kalau Pak Yono baik-baik saja."Saya jawab satu-satu ya? Pasien baik-baik saja saat ini," ujar sang dokter sabar."Alhamdullilah." Lara, Sesil, Bagas dan Pak Amat menarik napas lega."Tapi bagaimana ke depannya, saya belum tahu. Pasien juga belum boleh dijenguk, karena akan dipindahkan ke ruang recovery untuk pemulihan.""Berapa lama ayah saya di ruang recovery, Dokter?" Sesil kembali mengajukan pertanyaan."Biasanya selama dua jam.Setelah dua jam nanti kalau keadaan pasien dian

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   106. Kebahagiaan Lara.

    "Kamu ini memang tidak ada kapok-kapoknya ya, Sil? Baru saja mencuri uang atasanmu, kini kamu mencoba kembali mencuri dompet Lara. Bagaimana ayahmu tidak sakit-sakitan melihat ulahmu?!" Pak Amat yang memang ingin melihat keadaan Pak Yono merebut dompet dari tangan Sesil kasar."Nggak, Pak. Gue hanya ingin memasukkan dompet ini ke dalam tas Lara. Tadi barang-barangnya berjatuhan karena Lara tertidur." Sesil menjelaskan dengan sabar maksud baiknya pada Pak Amat."Halah, banyak omong kamu. Sekalinya maling yo tetap maling. Yono sial sekali punya anak maling seperti kamu!" Pak Amat tidak percaya pada penjelasan Sesil. Akan halnya Lara, ia membuka mata karena mendengar suara ribut-ribut. Pak Amat dan Sesil sedang bertengkar rupanya. Pak Amat terlihat menunjuk-nunjuk Sesil geram."Gue nggak bohong, Pak. Gue cuma mau bantuin Lara. Gue sama sekali nggak berniat mencuri dompet Lara." Dengan suara tertahan karena sadar sedang berada di rumah sakit, Sesil membantah tuduhan Pak Amat. Lara tidak

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   105. Mencicil Takdir.

    "Sak, bisa kita bicara sebentar?" Bagas menghampiri Sakti. Ada permohonan tidak terucap di matanya. "Oke." Sakti mengalah. Ia sadar aksi balas dendamnya memang keterlaluan karena telah memakan korban. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ayah Sesil lah yang menerima akibatnya. Pembalasan dendamnya salah kaprah. "Saya akan menebus kesalahan saya, Pak. Jangan khawatir. Apa yang ucapkan harus saya pertanggungjawabkan. Itulah pesan terakhir dari ayah saya sebelum ia pingsan. Saya akan belajar untuk mematuhi perintahnya," tukas Sesil lirih. "Bagus. Kalau begitu persiapkan dirimu. Karena saya tidak meminta kamu langsung melunasi semua kejahatan-kejahatanmu. Saya ingin kamu mencicilnya. Berikut bunga-bunganya." Setelah membalas ucapan Sesil, Sakti pun berlalu. Sesil tertunduk lesu setelah bayangan Sakti menghilang di ujung lorong rumah sakit. Melihat kehadiran Sakti membuatnya teringat akan segala perbuatan kejinya di masa lalu. Mempunyai banyak pendukung membuatnya dulu merasa hebat. Ia

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   104. Berdamai Dengan Masa Lalu.

    Bagas yang duduk diam di kursi tunggu, seketika menegakkan punggungnya. Ia mendengar nama Sakti Alamsyah disebut-sebut. Kecurigaannya saat melihat sikap kaku antara Sakti dan Lara dulu ternyata benar. Ada sesuatu di antara mereka pada masa lalu. Hanya saja rupanya Sakti salah orang. Yang Sakti kira Sesil adalah Lara. Wajar mengingat mereka semua dulu bertemu sewaktu SD. Dalam diam Bagas mempertajam pendengarannya."Akhirnya kamu mengerti bagaimana sakitnya difitnah bukan? Itu baru sekali. Saya merasakannya hampir seumur hidup saya." Lara menengadah. Menatap langit-langit rumah sakit dengan senyum pahit."Gue nggak akan minta maaf pada lo, Ra." Sesil menggeleng."Karena gue tahu, kesalahan gue terhadap lo terlalu banyak. Gue nggak layak dimaafkan." Sesil menunduk pasrah. Ia sekarang sadar bahwa tingkah lakunya selama ini memang keterlaluan. Dirinya sangat egois karena tidak bisa melihat orang lain lebih darinya. Lara dulu lebih cantik, lebih pintar, lebih populer dari dirinya. Padaha

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   103. Kembali Ke Jakarta.

    "Pelan-pelan jalannya, Ra. Nanti kamu jatuh." Bagas menahan langkah Lara, agar yang bersangkutan memperlambat laju langkahnya. Bagas ngeri melihat Lara yang seperti tidak ada capeknya padahal sedang berbadan dua. Berada dalam pesawat selama hampir satu setengah jam, yang dilanjutkan dengan berkendara dari bandara hingga rumah sakit, Lara tidak terlihat lelah sedikit pun. Rasa khawatirnya pada Pak Yono mengalahkan kelelahan fisiknya. Saat ini mereka telah tiba di gerbang rumah sakit. Selanjutnya mereka berjalan ke bagian Nurse Station untuk menanyakan ruangan Pak Yono."Selamat siang, Suster. Kami kerabat Pak Suryono yang tadi menelepon untuk deposit biaya operasi Pak Suryono tadi." Lara langsung menyatakan keperluannya pada sang perawat."Oh, ibu dan bapak Bagas Antareja ya? Ibu dan Bapak sudah ditunggu di ruang UGD oleh dokter Gani. Kalau Pak Suryono sendiri, beliau saat ini telah berada di ruang operasi. Pak Suryono akan segera di operasi. Silakan langsung temui beliau di sana saj

  • Suamiku Bukan Petani Teh Biasa   102. Musibah Baru.

    "Karena saya takut Mas mengira saya tidak bisa moved on dari Mas Priya. Makanya saya pikir, saya matikan saja," kata Lara terus terang."Mengenai mengapa saya menonton persidangan, itu karena semua stasiun televisi menayangkan berita yang sama. Jadi saya tidak spesifik memilih chanel tadi," lanjut Lara lagi. Ia mengatakan hal sesuai fakta."Penjelasanmu masuk akal. Sini, lebih dekat pada, Mas, Ra." Lara celingukan sejenak sebelum merapatkan diri pada Bagas. Tidak enak juga duduk seintim ini di siang bolong. "Ra, Mas percaya padamu. Bahwa kamu tidak punya perasaan apapun lagi pada Priya. Dulu memang Mas cemburu pada Priya. Sebelum Mas tahu kalau Priya itu bukan anak kandung Om Bastian pun, Mas masih cemburu. Padahal waktu itu status Priya adalah sepupumu bukan? Yang artinya ia tidak boleh menikahimu." "Lantas sekarang Mas tidak cemburu lagi? Padahal Mas Priya terbukti bukan sepupu saya? Kok rasanya aneh, Mas?" Lara tidak mengerti jalan pikiran Bagas."Tidak aneh karena sekarang Mas

DMCA.com Protection Status