“Katakan, apa yang sedang kalian kerjakan saat ini.”Di dalam ruang kerjanya, Isabelle duduk berhadap-hadapan dengan seorang pria kurus akhir lima puluhan. Rambutnya sudah mulai memutih tapi seperti tidak dirawat dan acak-acakan. Dia terlihat urakan, sama sekali tidak menunjukkan identitasnya sebagai seorang ilmuwan hebat.Profesor Dick Stanley lulus puluhan tahun lalu dari Stanford University dan langsung memulai karirnya bersama Tony. Di bawah bimbingan Tony, Dick melesat menjadi salah satu ilmuwan top yang diincar oleh banyak perusahaan farmasi. Tapi Dick memiliki loyalitas tanpa batas pada Tony, dan dia bertahan di sisi pria itu hingga menjabat sebagai kepala utama bagian penelitian.Dialah yang bertanggung jawab atas semua penelitian produk baru untuk semua cabang perusahaan. Tak pelak, itulah yang membuat tubuhnya ringkih dan terlihat lemah. Saat pertama kali melihatnya, Isabelle langsung berpikir kalau dia akan diterbangkan oleh angin jika badai datang karena tubuhnya bak bonek
Selome Chapman berhenti. Dia memutar tubuh, melirik Isabelle dengan pandangan penuh kecurigaan. Dia terlihat lebih kuat, pikir Selome. Dia bukan Isabelle yang muncul beberapa hari yang lalu. Rapuh, bodoh, dan penurut. Darimana dia mendapatkan kekuatan besar yang mengubah cara bicara dan berpikirnya?“Kenapa Anda menanyakannya, Nona?”“Kamu ingat apa yang kamu katakan beberapa hari yang lalu padaku ketika aku bertanya kenapa ada aliran dana yang besar sekali pada beberapa tanggal?”“Yaaa.” Selome makin tidak mengerti. “Lalu?”“Lalu, aku perlu tahu siapa saja pihak yang tahu soal penelitian, tentang produk-produk yang diujikan dan yang akan diluncurkan.”“Nona, Anda salah bertanya padaku soal itu. Aku hanya pengawas bagian keuangan. Aku tidak mengurusi hal tersebut.”“Tapi bukankah kamu tadi mengatakan kalau anggota dewan direksi memiliki kemampuan itu? Bahkan kamu tahu kalau Tuan Tristan sudah menjadi anggota dewan direksi sebelum menikah denganku. Bukankah itu artinya kamu tahu lebih
“Kamu terlihat berantakan.”Tristan merentangkan tangannya menyambut Isabelle setelah gadis itu terlihat keluar dari gedung perusahaan. Isabelle diam selama beberapa detik, tidak yakin apa arti gestur yang sedang ditunjukkan Tristan. Dia ingin aku memeluknya?“Ck! Apa yang kamu pikirkan?”Tristan berjalan dan langsung mendekap Isabelle. Gadis itu mematung, diam tak bergerak di pelukan Tristan yang nyaman dan hangat. Ini terlalu mendadak, perubahan sikap Tristan terlalu cepat. Apakah dia sungguh-sungguh mencintaiku? Benarkah dia ingin mengubah sikapnya dalam pernikahan kami?“Kamu sudah berusaha keras,” bisik Tristan, mengelus rambut Isabelle pelan. “Saatnya istirahat, Belle.”Isabelle tertegun mendengarnya. Entah kenapa air matanya malah merangsek keluar begitu mendengar siratan kepedulian dalam tutur kata Tristan. Tidak ada yang pernah mengatakan hal itu padanya. Tak ada yang peduli perasaannya, tak ada yang memikirkan betapa melelahkannya semua ini.Hanya Tristan. Dialah satu-satuny
Isabelle selalu menemukan dirinya begitu cepat terpengaruh oleh setiap tindakan Tristan. Dia memang akan terlihat kekanakan karena memiliki cinta yang begitu menggebu, yang diyakini Isabelle bukanlah tipe yang disukai Tristan. Tapi dia juga tidak bisa menahan diri karena ini adalah pertama kalinya dia jatuh cinta.Setiap kali Tristan menyentuhnya, maka sisi sensualnya akan bangkit. Isabelle memang tidak polos. Walau dia belum pernah melakukan hubungan intim seumur hidupnya, tapi dia pernah melihat teman-temannya melakukannya ketika mereka mabuk sehabis pesta.Dan sekarang, dia meminta lebih dari sekedar sentuhan dari Tristan, tapi dia tetap menahan diri demi menjaga harga dirinya. Dia tidak akan meminta, tapi kalau Tristan memberi penawaran, dia akan menyetujuinya.“Sudah ku bilang, kalau kamu membutuhkan bantuanku, kamu bisa mengatakannya. jangan membuat dirimu terlalu lelah sampai-sampai harus ketiduran di kamar mandi,” ujar Tristan lagi.Dia menegakkan tubuhnya untuk menyimpan peng
Isabelle buru-buru mengenakan kembali piama tidurnya, lalu mengikat cepol rambutnya yang masih acak-acakan. Gadis itu melihat kalender untuk mencocokkan tanggal penerbangan milik Tristan dengan penerbangan Tony sebelum dia meninggal.Mereka berangkat di tanggal yang sama, desis Isabelle.Dia menggigit bibir bawahnya dengan perasaan yang tercampur aduk. Jadi, Tristan ada di Florida di hari yang sama dengan tenggelamnya kapal Tony? Kenapa Tristan tidak pernah mengatakannya padaku sebelumnya? Apa yang dia lakukan di Florida? Kalau dia berangkat dengan tujuan yang sama, kenapa dia harus mengambil penerbangan yang berbeda?Pikiran Isabelle tiba-tiba kacau. Tidak! Aku tidak bisa diam begitu saja. Aku harus mencari tahu sendiri apa yang Tristan lakukan di Florida.Dan empat jam kemudian, Isabelle sudah tiba di Florida. Dia mengambil penerbangan paling awal tanpa mengabari Tristan. Toh dia di sana untuk menyelidiki apa yang terjadi, jadi tak perlu memberitahunya.Isabelle tidak membawa apa pu
Isabelle tidak kembali ke rumah. Dia memilih ke kantor usai mendarat di New York pada pukul enam sore. Pikirannya terlalu kalut, suasana hatinya terlalu buruk. Jika dia bertemu dengan Tristan sekarang, Isabelle takut semua tanda tanya dalam hatinya akan menyulut emosi dan menciptakan pertengkaran.Masih terlalu dini untuk memutuskan Tristan terlibat dalam hal buruk yang menimpa perusahan. Dia pasti memiliki alasan sendiri kenapa dia berbohong padaku, gumam Isabelle. Tidak. Aku percaya pada Tristan. Aku percaya pada...“Belle.”Dia menoleh, Tristan berada tepat di belakangnya. Gadis itu mengernyit, bingung, terkejut. Kenapa Tristan tahu dia ada di kantor? Ini akhir pekan. Tristan tidak seharusnya berada di sini. Apa dia meminta seseorang untuk membuntutiku?“Dari mana saja kamu seharian ini? Aku menunggu di rumah, katamu kamu akan kembali beberapa jam lagi. Tapi ini sudah malam dan kamu malah ke kantor. Terjadi sesuatu padamu?”Isabelle membenci ini. Dia benci mendengar nada kepedulian
Isabelle meminta maaf pada Tristan dan pembicaraan mereka berakhir di sana. Tak akan ada rasa curiga, Isabelle bertekad dalam hati. Tristan begitu tulus padanya. Dia bahkan membawanya ke salah satu restoran paling mahal di pusat kota hanya untuk membuatnya rileks. Isabelle berjanji, dia akan memperlakukan Tristan dengan sangat baik.Hari-hari yang berat terus menanti Isabelle. Dia bepergian bersama Tristan mengunjungi pabrik-pabrik dan anak perusahaan, melakukan beberapa meeting, pertemuan-pertemuan tertutup dengan kementerian kesehatan, dan hal-hal lain.Tristan mendampinginya, mengajari Isabelle hal-hal yang tidak diketahui oleh Isabelle sebelumnya. Kejadian tentang keberadaan Tristan di Florida dengan cepat dilupakan oleh Isabelle dan dia memilih fokus pada pekerjaannya.“Nona Isabelle, perlukah kita mengeluarkan dana untuk penelitian baru?”Selome masuk ke ruangannya sore itu. Isabelle menatap wanita itu ketika dia meletakkan sebuah map di atas meja kerjanya.“Para ilmuwan itu mem
Tak ada yang bisa dilakukan oleh Isabelle ketika dokter menyatakan jika Selome meninggal. Tubuhnya membeku, selama beberapa detik dia tidak beranjak dari tempatnya. Isabelle terlihat bingung dan shock karena semua ini terlalu mendadak.Mobilnya meledak! Itu fakta lain yang membuatnya merinding ketakutan. Bayangkan, kalau Selome tidak menabraknya dan kopi tidak tumpah ke pakaiannya, maka sekarang dialah yang ada di ruang mayat. Dia sulit menolak fakta ini, tapi jauh dalam lubuk hatinya, Isabelle tahu ini bukan kebetulan.Seseorang benar-benar menargetkannya. Seseorang berharap dialah yang masuk ke mobilnya.“Ayo, aku antar pulang.”Tristan menggenggam tangan Isabelle yang dingin. Akal sehat Isabelle belum sepenuhnya terkumpul. Dia masih berharap ini semua mimpi, walau dia tahu ini akan jadi mimpi buruk. Setidaknya, itu tidak nyata dan benar-benar terjadi.“Belle, kamu baik-baik saja?”David tiba di rumah sakit. Dengan keringat yang membanjiri keningnya dan pundak yang naik turun, dia m
Ben menggosok matanya saat melihat nominal biaya pengobatan yang harus dikeluarkannya untuk Sora. Sora membutuhkan setidaknya dua jenis operasi untuk mneyelamatkan nyawanya dan Ben memang berniat untuk bertanggung jawab.Dia hanya tidak menyangka kalau ternyata biayanya akan sebanyak ini.Pria itu menyerahkan kartu kreditnya. Entah bagaimana caranya untuk membayar tagihan kartunya bulan depan, namun dia akan berusaha. Saat ini, menyelamatkan nyawa Sora jauh lebih penting. Dia masih bisa mencari pekerjaan lain di luar sana sementara Sora mungkin hanya memiliki kesempatan hidup kali ini saja.Dia menghela nafasnya dalam-dalam. Kepalanya berdenyut sakit. Dia berkendaraan untuk mencari sedikit celah untuk kasus minyak esensial yang merenggut nyawa istri dan anak dalam rahim istrinya. Dia tidak bisa mengandalkan orang-orang itu lagi walau mereka berjanji akan menegakkan keadilan untuknya.Nyatanya, setelah Revive Orion dinyatakan tidak bersalah, kasus itu langsung tenggelam. Tak ada stasiu
Judy membereskan barang-barang terakhirnya saat dia mendengar sebuah bunyi mencurigakan di luar apartemen. Dia seperti mendengar derap langkah dengan tempo tak biasa, seperti orang-orang yang tengah mengerubuti bangunan itu.Setelah Tristan memberitahunya soal kemungkinan persembunyiannya diketahui, Judy segera meminta orang-orangnya untuk memindahkan sejumlah komputer dan juga beberapa kardus berkas terlebih dahulu. Dan setelah barang-barang utama itu dipastikan selamat oleh Judy, baru dia menyusul.Namun siapa yang menyangka kalau ternyata langkahnya akan terlambat beberapa menit. Orang-orang ini sudah mengepung apartemen tempatnya dan Tristan melakukan pertemuan, Judy bisa melihat bayangan mereka dari celah bagian bawah pintu.Wanita itu mengambil pistolnya, menyematkannya ke belakang tubuh. Judy membuka jendela, menyelempangkan ranselnya dan segera turun melalui tingkap yang sedikit menjorok. Dia menempel tubuhnya ke dinding, menggeser kakinya selangkah demi selangkah hingga dia t
“Gagal!” kata Tristan lewat ponselnya.Dia mengurut keningnya pelan. Dia menghembuskan asap rokok ke udara saat dia berada dalam ruangan khusus untuk perokok. Jepang memang kota yang unik dan tegas. Jika di Amerika dia bisa merokok kapan saja dan dimana saja, di negara ini berbeda.Isabelle menunggu di luar. Gadis itu terlihat sedih karena kematian Tetsuka. Saat mengetahui kalau yang dibawa polisi adalah mayat Tetsuka, Isabelle menangis tak karu-karuan. Apalagi ketika istri Tetsuka meraung sambil meneriakkan nama puteri mereka, tangisan Isabelle makin tak terkendali.Bulan madu ini membawa bencana, pasti begitu pikir Isabelle.Tristan menunggu sampai akhirnya Judy bicara, lebih tepatnya meneriakinya. “Apa yang kamu lakukan selama di sana? Bukankah kamu bilang tujuanmu untuk mencaritahu rahasia Tony? Atau, kamu malah terlalu fokus menghabiskan waktumu dengan Isabelle?”“Judy, apakah kamu tahu bukan itu masalahnya?”“Lalu apa?” teriak Judy lagi.“Seseorang mengikuti kita, mengerti!” Tri
Mereka menghabiskan waktu mengunjungi beberapa tempat di Jepang. Seumur hidup, ini adalah perjalanan yang paling mengesankan bagi Isabelle. Bagaimana tidak, dia hanya membawa pakaian yang melekat dalam badannya, dan ketika mereka tiba, ternyata di dalam kamar hotel sudah tersedia setidaknya empat pasang gaun Yves Saint Laurent di atas tempat tidur.Ternyata, Tristan benar-benar sangat mempersiapkan bulan madu mereka. Hal itu membuat Isabelle merasa sangat dicintai oleh pria itu. Dia tidak akan melupakan hal ini seumur hidupnya.Keduanya berjalan menyusuri Shibuya, berpapasan dengan banyak pengunjung lainnya seperti mereka. Shibuya adalah kota yang hidup selama dua puluh empat jam. Banyak toko-toko branded di sini, salah satunya adalah toko Revive Orion yang dikunjungi oleh keduanya dengan sengaja.“Halo, Tuan Tristan. Senang melihat Anda kembali,” sapa sang manager, Shiba Tetsuka.Pria berusia lima puluhan itu membungkukkan tubuh pada Tristan dan Isabelle, dan keduanya melakukan hal y
“Aku ingin tahu apa yang paling kamu sukai.”Isabelle nyaris tertawa mendengar pertanyaan Tristan. Dia sedang santai di rumah sambil memandang matahari sore yang hendak turun sementara suaminya itu sedang melakukan kunjungan ke salah satu cabang perusahaan bersama David.“Kamu!” sahut Isabelle santai.“Aku tak perlu bertanya soal itu.” Tristan menyahut dengan percaya diri. “Aku tahu kamu sangat menyukaiku.”“Lalu apa?” Isabelle balik bertanya.“Brand fashion kesukaanmu, atau makanan. Apa pun. Pernikahan kita hampir dua bulan tapi aku ingat kalau aku belum pernah bertanya soal ini.”Isabelle menahan diri untuk berteriak karena terlalu senang. Gadis itu berdehem pelan, menyandarkan tubuhnya di sisi balkon rumah sambil tersenyum. Dia sangat mencintai Tristan. Demi apa pun, Isabelle sangat bergantung pada pria itu sekarang.“Well, aku tidak punya brand tertentu dalam hal fashion,” sahutnya. “Aku membeli merk apa pun kalau aku menyukai produknya. Jadi, aku tidak memiliki preferensi tertent
“Kamu ingin aku melakukan apa?” tanya Summer Vinch, gadis berusia 25 tahun, seorang hacker kenamaan yang identitasnya tersembunyi.Namun detektif Don menemukan dia ketika gadis itu membutuhkan bantuan lima tahun yang lalu. Dan sejak itu, keduanya dekat seperti seorang ayah dan puterinya. Summer meludahkan sisa permen karetnya, lalu menatap detektif Don lagi.“Kamu yakin?” Gadis itu mengangkat alis.“Aku tahu ini ilegal. Tapi, aku harus melakukannya.”Summer menimbang-nimbang. Baginya, ini pekerjaan yang mudah. Ketika jemarinya menari diantara huruf dan angka di keyboard komputernya, dia tidak akan kesulitan menemukan dunia lain di dalam layar itu. Semua yang tersembunyi dalam dunia nyata akan tersingkap. Semuanya, bahkan rahasia yang terburuk sekalipun.“Well, baiklah.” Summer memutar kursi menghadap ke layar komputer. “Apa yang ingin kamu ketahui?”“Semuanya. Tentang Billy Spark, Tristan Theodore, David Castel dan juga Julia Hawthorne. Aku ingin kamu menemukan semua sisi kehidupan te
Isabelle menyandarkan tubuhnya di pundak Tristan setelah seharian penuh disibukkan oleh Mellany. Dia menatap Tristan yang sibuk memeriksa sesuatu di laptop lalu dia menegakkan tubuh lagi. “Apa yang kamu lakukan?”“David memintaku untuk memeriksa beberapa cabang yang bermasalah dan aku meminta data dari mereka,” sahut Tristan tanpa menoleh. “Aku sedang melihat masalah apa yang mereka hadapi sebenarnya.”“Kamu sudah bisa menyimpulkannya?”Tristan terlihat menghela nafas, lalu menatap Isabelle. “Ada banyak eselon tinggi yang melakukan perintah tak manusiawi. Mereka banyak memeras Revive Orion dan juga staff yang bekerja di bawah mereka.”“Separah itu?”“Tenang saja.” Tristan menutup laptop dan menepuk pundak telapak tangan Isabelle. “Mereka tidak akan bisa menjatuhkan Revive Orion.”“Aku harap begitu,” gumam Isabelle lagi. “Omong-omong, sepupuku baru kembali dari Prancis. Dia bilang, dia ingin bertemu denganmu.”“Maksudmu Mellany?”Isabelle cukup terkejut karena ternyata Tristan mengenal
Taksi berhenti di wilayah Midtown West dan Ben langsung turun usai membayar ongkos taksi. Mellany menurunkan kopernya dengan susah payah dan menyusul Ben yang sudah berjalan cepat meninggalkannya.“Hei, tunggu aku!” teriak Mellany.Ben menoleh. Dia mengernyit melihat kelakuan Mellany yang membuatnya muak dan tidak tertarik sama sekali. “Apa yang sebenarnya kamu butuhkan?” tanya Ben dingin.“Sudah ku bilang aku tidak punya uang, jadi aku...”Mellany terjekut saat Ben melempar beberapa lembar dollar ke arahnya. Gadis itu membiarkan uang berserakan di jalan dengan wajah yang ditekuk. “Aku hanya ingin berkenalan denganmu. Kenapa tidak boleh?” katanya pelan.“Nona. Aku baru kehilangan anak dan istriku, jadi aku tidak memiliki tenaga untuk meladeni permainanmu. Jika kamu tidak punya uang, aku sudah memberikannya. Silahkan tinggalkan aku.”Mellany mematung. Dia sudah menikah dan ternyata baru saja kehilangan anak dan istrinya? Itu sebabnya dia terlihat sangat menderita? Mellany menatap Ben l
Mellany Blaire berjalan sambil bersungut-sungut. Digeretnya koper besarnya keluar dari restoran cepat saji karena staff di sana memarahinya. Bagaimana tidak, semua kartunya ditolak dan dia sama sekali tidak memiliki uang cash.Gadis itu menggerutu, menaungi wajahnya dari sengatan panas matahari. Sang ayah memintanya kembali pulang ke New York karena ingin menikahkan Mellany dengan salah satu pria, anak sahabatnya. Padahal, Mellany sudah merasa sangat nyaman berada di Prancis selama lima tahun terakhir.Tapi ancaman ayahnya membuat nyalinya ciut. Dan terbukti, begitu dia mendarat, hal pahit ini terjadi. Dia tidak memiliki akses apa pun bahkan hanya untuk sekedar makan burger seharga beberapa puluh dollar saja.“Dad, aku membencimu,” teriak Mellany saat ayahnya, Teddy Blaire menghubunginya.Terdengar tawa renyah ayahnya di seberang sana, lalu pria itu berkata, “Keluarga Blaire hanya memiliki kamu sebagai puteri satu-satunya. Aku sudah tua, Mel. Semua sepupumu sudah menikah dan hanya tin