“Elegi di sini!” teriak Elegi dibalik pintu.Katarina membuka pintu dengan celingukan, ia hanya menatap Elegi sekilas. Meminta adiknya itu masuk ke kamarnya. Elegi yang baru saja masuk ke kamar Katarina itu terheran-heran, kamar yang tapi dan sangat wangi.“Kakak, belum mandi? Dari tadi ngapain aja?” tanya Elegi menggerutu.“Tunggu, 10 menit ya,” ucap Katarina dengan senyum simpul di wajahnya.Elegi masih menatap kamar dengan cat biru itu, langkahnya menuju ke balkon kamar. Beberapa bunga yang terawat membuatnya terkesima. Balkon kamar Elegi tidak serapi ini, suasana balkon sangat sejuk.“Kak, kamu tahu tidak?” tanya Elegi berteriak.“Gak denger,” teriak Katarina dari dalam kamar mandi.Tidak berselang lama dari itu, Katarina keluar kamar mandi dengan handuk yang ada dikepalanya. Elegi masih menatap Katarina dengan senyum merekah dan kagum.“Pantas Kak Rafka mau sama kamu, Kak. Abis mandi aja kamu cantik banget,” seru Elegi terpana dengan pesona Katarina.“Gak usah mengada-ngada, kaka
Beberapa menit menunggu pesanannya datang, tubuh Katarina sempat gemetar ketakutan. Tatapannya tidak bisa beralih dari sosok laki-laki yang ia temui di gudang saat itu. Berulang kali laki-laki itu mengedipkan mata kanannya.“Kak, siapa? Kakak Gak apa-apa? Kalau mau pindah sekarang ayo!” Elegi mulai panik dengan keadaan Katarina yang gemetar.“Gak papa, kita makan aja dulu. Terus kita pindah,” terang Katarina dengan lembut.Tidak lama dari itu, pesanan keduanya datang. Makanan yang dihidangkan itu seolah hambar bagi Katarina, rasa takut yang merasuki dirinya membuatnya seperti orang kalap. Dengan cepat ia menghabiskan makanan dan minuman yang ia pesan, meskipun rasanya tidak sesuai dengan ekspektasinya.“Dik, kalau sudah ayo kita pindah!” bisik Katarina lirih.“Oke, ayo!” Elegi segera beranjak dari meja itu.Suasana restoran itu benar-benar membuat Katarina tidak nyaman, bagaimana bisa seorang yang pernah ia temui di gudang itu mengikutinya? Padahal ia tidak membawa sopir atau siapa pu
‘’Apa lagi sih ini? Apa lagi yang salah dari aku?’ batin Katarina berteriak mendengar suara Pramana yang sangat keras.“Katarina!” panggilnya tanpa basa-basi.‘Kan, aku lagi yang kena. Apa sih maunya si ayah mertua ini?’ batin Katarina bertanya-tanya sebelum ia membalikkan badannya.Katarina hanya membalikkan badannya melihat Pramana yang awalnya menonton televisi, kini sudah berdiri beberapa langkah di belakangnya. Matanya langsung tertuju begitu saja, Katarina reflek menundukkan pandangannya.“A-ada apa, Ayah? Apakah aku berbuat kesalahan lagi? Bukannya aku sudah menyapu dengan baik ya,” tanya Katarina terbata.“Dari mana? Belum selesai aku menyuruhmu sudah kamu tinggal begitu saja. Itu kursi belum ditata sudah ditinggal, dari mana saja kamu? Dasar tidak bertanggung jawab!” Pramana memberikan banyak pertanyaan tanpa rem.“Aku hanya makan dan ....” ucapannya terhenti saat Pramana menyela ucapannya.“Sekarang, tata kursi di taman belakang. Siapkan makanan yang enak, belikan buah yang
“Ada apa Rengga mengirimkan pesan?” tanya Rafka lirih.Satu pesan dari Rengga yang membuat mata Rafka membelalak lebar, ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi di Malang? Ada apa dengan Katarina dan Pramana? Ia sampai tidak habis pikir. Belum genap sehari ia meninggalkan Malang untuk bekerja, tapi ada saja kejadian yang membuatnya ingin segera pulang.Rafka: Ada apa, Reng? Ayahku melakukan apa lagi?Pesan balasan itu terkirim, belum ada jawaban dari seberang. Rafka semakin khawatir dengan keadaan Katarina di Malang. Jam sore seperti ini pasti Elegi masih di kampus, ia sempat merasa kebingungan harus menghubungi siapa.“Pak Rafka, ini berkasnya yang harus dicek sebelum besok bertemu klien,” ucap Eldito yang membuyarkan lamunan Rafka.“Oke, Dito. Letakkan saja di atas meja, nanti saya cek. Masih ada urusan yang harus saya selesaikan, kamu istirahat saja dulu atau kalau mau jalan-jalan silakan,” titah Rafka membebaskan sekretarisnya itu.“Baik, Pak. Terima kasih, saya pamit keluar dulu.” El
“Aku, Kak,” teriak seseorang itu keras di balik pintu.Katarina membenarkan pakaiannya yang tadi sempat tidak beraturan bentuknya, ia hanya bisa menduga-duga siapa yang ada dibalik pintu itu. Ah, mungkin Elegi yang baru saja pulang. Pelan Katarina membuka pintu itu dan melihat Atalas yang berdiri di depan pintu.“Kak, aku tadi sempat keliling Malang, sempet mampir ke brownies Amanda. Ini buat kakak aja,” ucap Atalas dengan menyerahkan bingkisan itu.Katarina terlihat kikuk mendadak, kesambet apa Atalas sampai membawakan brownies? Katarina hanya menerima brownies itu dengan senyuman manisnya. Tidak lupa ucapan terima kasih dengan senyum yang selalu tercetak di wajahnya.“Atalas mau makan brownies bareng?” ajak Katarina lirih.“Boleh, tapi jangan di kamar ya, Kak. Gak enak diliat orang lain,” ujar Atalas lembut.“Ah, iya. Tunggu aku di bawah nanti aku menyusul,” seru Katarina dengan menutup pintu kamarnya dengan cepat.Katarina sekilas menoleh ke arah pintu, berharap Atalas sudah pergi
“Pak, saya Eldito bukan Ibu Katarina,” seru Eldito keras.Rafla mendadak terkejut mendengar seruan Eldito, hari ini ia benar-benar tidak fokus sama sekali. Sampai-sampai ia memanggil sekretarisnya dengan nama Katarina, gara-gara satu pesan yang ia kirimkan beberapa waktu lalu.“Eh, maaf, Dit. Itu sudah aku cek tadi, siapkan semua berkas yang memang harus ada. Saya mau istirahat,” titah Rafka dengan tegas.“Baik, Pak. Saya pamit ke kamar dulu,” pamit Eldito dengan langkah terburu-buru.Setelah memastikan Eldito keluar dari kamar, beberapa kali Rafka mengecek ponselnya. Pesan dari Katarina mampu membuatnya merasa senang, dibalik rasa khawatirnya yang cukup berlebihan. Kini ia mulai menarik selimut, membayangkan Katarina yang masih menatapnya dengan lekat dibalik selimut seperti biasanya.“Katarina, esok akan aku buat kamu menjadi wanita paling bahagia,” ucapnya lirih.***Setelah selesai mengobrol panjang lebar dengan Atalas, Katarina kini duduk di balkon kamar. Melihat langit yang bert
“Raf-ka ....” suara Pramana terbata saat melihat anak laki-lakinya datang secara tiba-tiba.Tidak kalah terkejut seorang Katarina yang berdiri tidak jauh dari Pramana, matanya membelalak bulat menatap kedatangan suaminya. Banyak tanya yang menggantung dalam benaknya, baru semalam ia bertanya-tanya pada Eldito tentang Rafka. Pagi ini, ia sudah sampai di hadapannya lagi? Pria macam apa sebenarnya suaminya ini?‘Mas Rafka pulang?’ tanya Katarina dalam batinnya.Matanya reflek berkaca-kaca, ada rasa getir dalam batinnya. Senyumnya perlahan terulas mendapati sosok pelindungnya datang, sekalipun lelaki itu sangat dingin dengannya.“Ayah, Katarina. Jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi selama aku pergi?” tanya Rafka dengan suara penuh penegasan.Mata Katarina memicing menatap Pramana yang penuh dengan ancaman, dengan menundukkan kepalanya ia menghindari tatapan Pramana. Langkahnya menjauh dari lelaki paruh baya yang biasa disebut ayah mertua itu.“Katarina, jelaskan padaku apa yang ter
“Durhaka kamu, Rafka! Tidak sepantasnya kamu bertanya demikian ke ayah,” hardik Pramana keras. Tangan kanannya sudah siap menampar anak laki-laki di hadapannya, tanpa basa-basi Rafka menyerahkan pipi kanannya ke arah Pramana. Tanpa penolakan atau pun pembelaan, lelaki itu dengan pasrah menerima tamparan ayahnya itu. “Tampar ayah, tampar aku!” jerit Rafka keras. Ruangan itu terasa sangat tidak nyaman bagi Katarina, ia merasa gelisah dengan keadaan saat ini. Ia tidak bis melawan atau pun membuat pembelaan. Dia bukan siapa-siapa di sini hingga membuatnya menatap lekat antara ayah dan suaminya yang sedang bertengkar. “Tampar ayah! Mana tangan kananmu yang ringan itu? Mana? Tunjukkan caramu mendidik anak laki-lakimu seperti saat aku masih kecil!” teriak Rafka semakin keras. Bukannya melayangkan tamparannya, Pramana memilih mengurungkan niatnya dan pergi meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah kata. Katarina hanya menatap lekat Rafka yang masih berdiri tegak. Tubuh lelaki itu seolah tida
"Sudahlah, Ayah. Sekarang keadaan sudah lebih baik, ayah juga sekarang memiliki cucu yang lucu dan menggemaskan. Tidak perlu mengingat masalalu yang sudah-sudah," jelas Rafka panjang. "Benar juga!" Pramana menepuk pundak Rafka dengan terkekeh. Dua pria itu kini berjalan keluar dari ruangan bayi, menemui Elegi untuk bertanya ruang inap Katarina. Sepanjang koridor Rafka merasa senang sekaligus terharu. "Raf, kamu sudah mengabari Rengga? Ayah rasa dia sangat cemas denganmu yang selama beberapa jam ini sibuk menemani Katarina di ruang bersalin," ujar Pramana. Rafka hanya mengangguk, sudah beberapa jam ponsel itu tidak ia sentuh. Beberapa pesan dan telepon masuk dari Rengga. "Ayah duluan saja, ini Rengga mau telepon," ucapnya. Tidak berselang lama ponsel itu bersering, notifikasi telepon masuk dari Rengga. "Halo, ke mana aja?!" tanya Rengga dengan keras dari seberang. "Katarina lahiran, ada apa? telepon banyak banget, tadi ponselnya mati," jelas Rafka tanpa di minta. "Wah aku jadi
"Aku mau hidup sama kamu seumur hidup aku," bisik Rafka dengan memeluk tubuh istrinya. Katarina hanya pasrah dalam dekapan Rafka, ia menitikkan air matanya. Ucapan Rafka membuat hati Katarina tersentuh dalam. Jarang sekali Rafka mengatakan kalimat magic tersebut. "Mas, aku juga ingin bersamamu seumur hidupku, jangan lagi menjadi dingin seperti es batu, ya!" tegas Katarina terisak. Keduanya saling menguatkan satu sama lain, enggan melepas pelukan satu sama lain. Malam itu semua hal terasa sangat menguras air mata, namun dalam hati Katarina paling dalam ia ingin bahagia bersama Rafka. "Kita jaga anak ini sama-sama, dan kita akan menjadi orang tua kebanggaan mereka!" ucap Rafka dengan antusias. "Iya, mereka akan sangat bangga dengan kita, Mas!" ujar Katarina keras. *** Tiga bulan setelah perubahan Pramana, laki-laki paruh baya itu mempersiapkan semua kebutuhan acara tujuh bulanan Katarina. Dan hari ini adalah waktu acaranya, seluruh rumah didekorasi dengan sangat cantik dan Elegan
"Ayah, ada apa?" tanya Rafka dengan penasaran saat Pramana diam tidak melanjutkan ucapannya. "Em, Ayah sudah memikirkan sesuatu tentang ... anak kalian," ucap Pramana dengan ragu. Rafka dan Katarina berakhir saling menatap, keduanya tidak percaya akan ucapan Pramana. Sejak di awal kehamilan Katarina, Pramana terlihat acuh dan tidak peduli sama sekali. "Maksud ayah apa?"" tanya Katarina lirih. "Acara tujuh bulanan anak kembar kalian biar ayah yang persiapkan. Terus ayah juga kepikiran menyumbang nama untuk anak kalian nanti," jelas Pramana dengan antusias. "Hah! ini ayah serius?" tanya Rafka dengan penuh keraguan. Matanya masih memicing ke arah Pramana yang kini duduk di hadapannya. Laki-laki yang dulunya sangat menentang keras hubungan keduanya kini luluh karena kabar bayi kembar? "Iya, ayah sudah mencari vendor yang bagus untuk acara tujuh bulanan anak kalian. Terus ayah sudah memikirkan nama anak yang sangat lucu, sayangnya kita belum tahu ya jenis kelaminnya," keluh Pramana
"Hm," singkat jawaban Pramana beranjak meninggalkan Rafka begitu saja. 'Ada apa dengan ayah? kenapa dia tidak suka aku punya anak, bukannya ini hal baik ya dia akan menimang cucu dari anak sulungnya,' gumam Rafka dalam batinnya. Rafka hanya menghela napas panjang, ia berjalan masuk ke dalam rumah. Melihat tingkah Pramana yang seolah biasa saja, membuat perasaan Rafka sedikit kacau dan takut. "Tapi ayah tidak akan berbuat yang macam-macam pada Katarina, em lagian semua asetnya sudah aku kembalikan sesuai janji. Kalau ayah masih nekat mencelakai Katarina, seharusnya dia tahu apa akibatnya," ucap Rafka sepanjang langkah ke kamar. "Kak!" seru Elegi keras. Rafka menoleh, "Ada apa, El?" tanya Rafka dengan ketus."Gak apa-apa, cuma manggil aja. Kak Kata di mana, Kak?" tanya Elegi lagi. "Kamar," singkat jawaban Rafka lalu beranjak meninggalkan adiknya. *** Saat tiba di kamar, Rafka melihat Katarina sudah bangun dari tidurnya. Hanya saja ia hanya duduk diam di ranjang, matanya menatap
"Raf, maaf ganggu. Ini ada meeting yang kamu harus datang," ucap Rengga di telepon. "Emang gak bisa diwakili? biasanya juga kamu yang wakili," tanya Rafka sedikit berbisik."Enggak bisa, client pengennya kamu yang presentasi. Udah sempet aku rayu tapi tetep gak mau," jelas Rengga. "Siapa sih, Reng?" tanya Rafka dengan tegas. Rengga sejenak diam, ditelpon Rafka sudah menunggu jawaban dengan penuh tanda tanya. "Andini," singkat jawaban Rengga membuat Rafka bungkam. "Duh, aku lagi gak bisa ninggal Katarina sendirian di rumah. Reng, Katarina hamil, badannya masih belum kuat banget trimester pertama," jelas Rafka dengan antusias. "Terus ini gimana? Andini tetep minta kamu," tegas Rengga. Sejenak Rafka menghela napasnya, berpikir panjang apakah ia bisa meninggalkan Katarina 1-3 jam saja. "Gimana? aku butuh jawaban," tegas Rengga di telepon. "Bentar aku mikir!" gertak Rafka. Rafka mempertimbangkan banyak hal, meeting hanya 1-3 jam. Akan tetapi, keselamatan Katarina selama 1-3 jam i
"Kak!" teriak Elegi keras dari luar kamar.Mata Katarina dan Rafka kini tertuju pada pintu, percakapan itu terhenti begitu saja. Rafka segera beranjak ke pintu, menemui Elegi yang secara tiba-tiba mengetuk pintu dan berteriak sangat keras. "Ada apa?" tanya Rafka setelah membuka pintu. "Em, itu, ayah aneh banget!" gerutunya. "Terus? kamu ngapain malem-malem ke sini?" tanya Rafka dengan sedikit keras."Gak apa-apa sih, cuma pengen iseng aja," Elegi terkekeh lalu berlari ke kamarnya. Rafka hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya yang sangat aneh itu. Kini ia hanya memijit pelan pelipisnya yang terasa sakit. "Mas, ada apa?" tanya Katarina lirih. "Adik iparmu, cari ribut mulu," jawab Rafka terkekeh."Apa katanya?" Katarina berbalik tanya dengan melihat tangan Rafka yang memijit pelipisnya. pria itu hanya menggelengkan kepalanya, merebahkan tubuhnya di dekat Katarina. secara tiba-tiba Katarina ikut memijat pelipis Rafka, tanpa permisi dan basa-basi. "Pusing ya? kamu k
“Raf, apa ini tidak berlebihan?” tanya Pramana dengan tatapan sendu.‘Ada masalah apa dia mengatakan ini berlebihan? Bukannya dia sendiri yang membuat ulah hingga kejadiannya seperti saat ini,’ batin Rafka bertanya-tanya.“Bagiku ini sudah tepat, ayah!” tegas Rafka.Matanya melihat Pramana yang sibuk memainkan tangannya berulang, laki-laki paruh baya itu terlihat ragu. Rafka yang tidak ada ampun mendesak ayahnya untuk memberi jawaban.“Gimana? Apakah ayah sudah memiliki jawaban?” tanya Rafka dengan suara sedikit mendesak. [“Raf … berikan ayah waktu untuk berpikir dan mempertimbangkannya sedikit lagi. Sepertinya waktu setengah jam masih kurang,” jawabnya dengan menghindari pandangan Rafka.“Tidak, ayo berikan jawaban ayah sekarang, aku tidak punya banyak waktu!” ujar Rafka dengan tegas.Pramana kini duduk menghadap Rafka, helaan napas panjang yang sempat terlihat oleh Rafka. Pria paruh baya itu hanya menunduk pilu, terlihat keresahan yang ada dalam dirinya.“Bagaimana ayah? Apa ayah m
“Loh, Ra ....” Belum sempat Pramana melanjutkan ucapannya Rafka sudah menyangkal perkataan laki-laki paruh baya itu. “Bubar kalian semua!” teriak Rafka keras. Rafka saat itu hanya memijit pelipisnya pelan, tangan kanannya kini mempersilakan Katarina dan Elegi untuk masuk ke kamar. Meja ruang tamu yang kini berisi berbagai minuman dengan bau sangat menyengat. “Pamit dulu, Pram,” ujar seorang teman dengan membawa beberapa temannya. Mata Rafka hanya menatap nyalang ke arah Pramana, ia sudah keheranan dengan tingkah ayahnya yang tidak henti-hentinya berulah. “Ikut aku!” ujar Rafka dengan berjalan ke ruang kerjanya. Rafka menghela napas panjang, matanya masih tertuju pada laki-laki yang kini berdiri dengan wajah biasa saja. Pramana hanya mengulas senyum tipis tanpa banyak bicara. “Ada apa?” tanya Pramana tanpa berdosa. “Masih bisa tanya ada apa? Ayah, apa yang kamu lakukan beberapa hari setelah aku berangkat ke Yogyakarta? Pantas begitu!” dengan suara keras Rafka membentak
“Jadi selama aku tidak pulang ke rumah ayah berbuat ulah ya, Kak. Seharusnya aku tidak meninggalkan rumah dan menjaga ayah,” ucap Elegi dengan suara purau.Usapan pelan pada pundak kiri Elegi dari Edgar membuatnya menoleh. Rafka yang menedengar ucapan ELegi semakin banyak beban di kepalanya.“Enggak apa-apa, semuanya sudah terjadi,” ujar Rafka.“Aku tidak paham lagi dengan maksud ayah, tapi kalau kakak butuh bantuan untuk ngobrol sama ayah aku bantu,” tegas Elegi dengan antusias.“El, terima kasih ya sudah mau membantu kakak menyelesaikan semua ini,” ucap Rafka dengan senyum yang terulas di bibirnya.Katarina hanya mendengarkan percakapan adik dan suaminya, ia merapal doa untuk apa pun yang mereka lakukan. Ia masih merasa sangat bersalah dengan apa yang sudah terjadi, mungkin jika Atalas masih hidup semua kejadian yang terjadi sekarang tidak akan terjadi.“Em, Mas, El. Maafkan aku ya, akibat dari kejadian yang bermula dari aku semuanya jadi seperti saat ini,” ungkap Katarina dengan m