“Siapa? Tidak biasanya aku di sini dengar lonceng,” tanya Katarina pada dirinya sendiri.Suara itu berasal dari balkon kamarnya, nyaring hingga terdengar berulang kali di kamar. Dengan perasaan takut bercampur penasaran. Katarina berjalan ke balkon kamar, matanya membelalak lebar.“Bunga mawar lagi? Dengan note yang sama,” tanya Katarina saat mendapati satu buket bunga mawar putih yang sangat cantik.Katarina membawa bunga itu masuk ke kamar, matanya masih menatap bunga itu lekat. Berpikir siapa pengirim bunga itu. Kenapa mengirimnya secara berulang?‘Siapa ya? Tolong aku sudah tidak paham dengan semua ini!’ batin Katarina merintih kesal.Persetan tentang bunga mawar itu, ia letakkan di nakas yang ada di kamar. Menatapnya lama tanpa ingin menyentuhnya sekali lagi.Tok tok tok!“Kakak, bangun!” teriak Elegi dari luar kamar.“Apa? Masuk aja,” seru Katarina.Elegi masuk ke kamar tanpa ragu, ia terkejut melihat Katarina masih diam dengan piyama. Tidak biasanya Katarina belum siap ke kanto
‘Aneh,” batin Katarina lirih.Ia berjalan ke meja makan perlahan, menunggu makanan di siapkan di meja. Matanya menatap sekeliling dapur, sepi.“Selamat makan, Nona,” ujar Bibi yang tidak lama beranjak dari ruang makan.Satu persatu makanan itu dimakan Katarina, hanya ada dirinya di ruang makan itu. Dentingan sendok dan piring yang menyatu membuat berisik.“Kak,” sapa Atalas yang secara tiba-tiba duduk di sampingnya.Katarina menoleh, “Iya, Ta. Ada apa?” tanya Katarina menyelidik.Belum lama ia mengobrol dengan bibi yang mengatakan Atalas keluar dengan Ayah. Tapi mengapa laki-laki ini tiba-tiba di sampingnya.“Kakak waktu itu janji mau diner sama aku, kan?” tanya Atalas dengan ulasan senyum tipis khasnya.Katarina diam sejenak, ia kembali mengingat apa yang pernah ia katakan pada Atalas. “Mungkin iya, aku sudah lupa, Ta. Kenapa memangnya?” balas tanya Katarina.Atalas meletakkan undangan dengan desain yang sangat elegan itu, berwarna gold dengan tulisan putih yang sangat rapi. Untuk Ka
“El, lancang sekali kamu masuk ke kamar ayah!” hardik Pramana keras.Elegi masih berdiri mematung setelah mendengar ucapan Atalas yang samar-samar, ia kini terkejut dengan bentakan keras dari Pramana.“A-ayah, aku sudah mengetuk pintu berkali-kali tapi tidak ada respon sama sekali, maafkan aku! Aku hanya memanggil makan malam. Aku kira ayah ketiduran,” jelas Elegi tergugup.Atalas masih diam menatap lekat Elegi, “El, terima kasih sudah diingatkan. Sekarang kamu boleh kembali ke ruang makan,” ujar Atalas lirih.Dengan berlari Elegi keluar kamar Pramana, dengan langkah yang tertatih dan hampir tersungkur akibat kakinya tersandung.‘Kak Atalas mau bawa Kak Kata ke mana?’ batin Elegi lirih.Matanya berkaca-kaca seperti akan menangis, ingin sekali ia mengadu ke Rafka. Namun, masih ada rasa takut aku tatapan Atalas beberapa waktu lalu.“El, kamu kenapa? Mata kamu merah tubuh kamu gemeteran,” tanya Katarina yang baru saja turun dari kamar.Elegi mendongak menatap Katarina lekat, ia dekap tub
‘Apa malam ini akan sangat spesial?’ batin Katarina bertanya-tanya.Tangannya menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, menatap ke arah luar dengan membuka semua gordin kamar.“Senang rasanya, Mas Rafka kapan pulang ya?” tanya Katarina pada dirinya sendiri.Dering telepon di pagi hari itu membuat Katarina menoleh ke arah nakas, ponsel yang tergeletak sejak ia bangun tidur belum ia sentuh sama sekali. Langkah pelannya menuju nakas, menatap siapa penelepon pagi ini.‘Atalas?’ tanya Katarina pada batinnya.“Halo,” sapa Katarina di awal percakapan.“Kak, jangan lupa nanti malam ya pakai gaunnya,” titahnya terkekeh.“Iya, Ta. Pasti,” Katarina hanya mengiyakan apa yang dikatakan Atalas.Matanya menatap sekeliling, keduanya diam tanpa sepatah kata. Atalas yang seperti canggung sama halnya Katarina yang belum sempat cuci muka itu.“Ta, aku mau siap-siap ke kantor dulu ya,” pamit Katarina menutup telepon.“Iya, Kak. Semangat ya!” sambungan telepon terputus.Lama Katarina menatap layar ponselnya
‘Mas, kamu tahu apa?’ batin Katarina bertanya-tanya.Perasaannya saat ini sangat gelisah, ia takut Rafka mengetahui sesuatu yang akan ia lakukan malam ini. Ia bergegas memoles wajahnya dengan riasan yang sederhana, Katarina tidak begitu pandai make up.“Sudahlah, lebih baik aku tetap fokus tujuan awalku. Lagian Mas Rafka juga biasa memperingatkan aku demikian,” ucap Katarina lirih.Lama Katarina merias wajahnya dengan rambut yang sengaja digerai panjang, hanya diberikan satu pita di belakang. Berputar-putar di depan kaca seperti seorang putri, Katarina sangat senang dengan penampilannya malam ini.“Cantik!” ucap Katarina dalam hati.Matanya menatap ke arah ponsel yang sengaja ia setting hening, tidak ingin di ganggu saat sedang siap-siap. Beberapa pesan masuk dari Atalas dan beberapa panggilan tidak terjawab.“Halo,” sapa Katarina pada Atalas yang ada di seberang.“Kakak di mana? Ini sopir yang aku suruh jemput kakak udah di perjalanan,” jelas Atalas.“Aku masih di rumah, baru selesai
‘Katanya jatuh cinta?’ batin Katarina lirih.Katarina masih membelalakkan matanya lebar saat satu kalimat dari Atalas itu berhasil ia cerna dalam otaknya. Kata jatuh cinta membuat Katarina harus berpikir sangat keras, bagaimana tidak? Ia bukan seorang wanita single dan Atalas tahu itu.“Maaf, Kak. Aku tidak bermaksud mengatakan itu, hanya bercanda saja. Pada intinya kakak cantik sekali malam ini,” ucap Atalas lagi.“Aku ... Ke toilet dulu ya,” pamit Katarina.Katarina melangkah meninggalkan Atalas menuju toilet yang tidak jauh dari meja makan itu. Katarina bahkan tidak menyangka jika ia dibawa makan malam romantis dengan apartemen yang sangat mewah oleh Atalas.‘Bisa-bisanya dia bawa aku ke sini,' batin Katarina merutuki Atalas.***“Semoga dia tidak curiga, menakutkan juga jika dia tahu aku menyukainya. Bisa tamat riwayat aku dan semua rencana paman,” ucap Atalas lirih dengan menuang sparkling champagne di gelas.Tidak lama dari itu, Katarina datang dengan sedikit belibet dengan paka
“Coba diketuk dulu, Pak. Takutnya kita salah orang,” ucap seorang bodyguard.Rafka mulai mengetuk pintu kamar apartemen itu, dengan perasaan yang dag dig dug tidak nyaman. Perasannya memang masih belum ia utarakan pada Katarina, tapi jika Katarina kenapa-kenapa itu akan membuat Rafka tidak tenang.“Tidak ada respon sama sekali, bagaimana kalau kalian dobrak saja pintunya!” titahnya pada 3 bodyguard yang ada di sampingnya saat ini.“Coba bapak minggir dulu biar kami yang dobrak!” ujar seorang bodyguard.Rafka mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri, ia sudah sangat kesal dengan karyawan hotel yang tidak mau memberikan identitas pemilik kamar ini.‘Katarina!’ gumam Rafka lirih.Dua bodyguard Rafka yang sedang berjuang mendobrak pintu itu sudah mulai kewalahan. Namun, keduanya tidak lekang dan menyerah. Hingga pintu itu perlahan terbuka lebar, mata Rafka memicing mencari keberadaan istrinya.“Katarina!” teriak Rafka yang awalnya ingin marah besar.Matanya membelalak lebar melihat
“Ibu, Katarina. Mari ikut saya,” ajak seorang polisi wanita yang baru saja keluar dari ruangan.Katarina mengikuti langkah polisi itu pelan, sedangkan Rafka kini mulai membawa Pramana sedikit menjauh dari tempat itu.“Ayah, kali ini aku ingin bicara padamu,” ucap Rafka lirih.Pramana hanya menatap Rafka dengan wajah penuh amarah, keponakan kesayangannya kini sudah terkapar tidak bernyawa.“Apa yang ingin kamu bicarakan, Rafka!” pekiknya.“Kali ini aku ingin masalah ini selesai dengan cara kekeluargaan saja, aku mohon!” ujar Rafka dengan menatap lekat ke arah Pramana.Seperti dihantam jutaan peluru pada tubuhnya, Pramana terperanjat kaget hingga berdiri. Raut wajahnya kini penuh dengan amarah, ia tidak terima dengan ucapan anak sulungnya itu.“Enak saja! Katarina harus mendapatkan hukuman yang setimpal, kamu kira menghilangkan satu nyawa bisa dibayar dengan permintaan maaf begitu saja. Apa katamu? Damai, tidak bisa!” teriak Pramana keras.Beberapa orang di lorong yang tidak jauh dari R
"Sudahlah, Ayah. Sekarang keadaan sudah lebih baik, ayah juga sekarang memiliki cucu yang lucu dan menggemaskan. Tidak perlu mengingat masalalu yang sudah-sudah," jelas Rafka panjang. "Benar juga!" Pramana menepuk pundak Rafka dengan terkekeh. Dua pria itu kini berjalan keluar dari ruangan bayi, menemui Elegi untuk bertanya ruang inap Katarina. Sepanjang koridor Rafka merasa senang sekaligus terharu. "Raf, kamu sudah mengabari Rengga? Ayah rasa dia sangat cemas denganmu yang selama beberapa jam ini sibuk menemani Katarina di ruang bersalin," ujar Pramana. Rafka hanya mengangguk, sudah beberapa jam ponsel itu tidak ia sentuh. Beberapa pesan dan telepon masuk dari Rengga. "Ayah duluan saja, ini Rengga mau telepon," ucapnya. Tidak berselang lama ponsel itu bersering, notifikasi telepon masuk dari Rengga. "Halo, ke mana aja?!" tanya Rengga dengan keras dari seberang. "Katarina lahiran, ada apa? telepon banyak banget, tadi ponselnya mati," jelas Rafka tanpa di minta. "Wah aku jadi
"Aku mau hidup sama kamu seumur hidup aku," bisik Rafka dengan memeluk tubuh istrinya. Katarina hanya pasrah dalam dekapan Rafka, ia menitikkan air matanya. Ucapan Rafka membuat hati Katarina tersentuh dalam. Jarang sekali Rafka mengatakan kalimat magic tersebut. "Mas, aku juga ingin bersamamu seumur hidupku, jangan lagi menjadi dingin seperti es batu, ya!" tegas Katarina terisak. Keduanya saling menguatkan satu sama lain, enggan melepas pelukan satu sama lain. Malam itu semua hal terasa sangat menguras air mata, namun dalam hati Katarina paling dalam ia ingin bahagia bersama Rafka. "Kita jaga anak ini sama-sama, dan kita akan menjadi orang tua kebanggaan mereka!" ucap Rafka dengan antusias. "Iya, mereka akan sangat bangga dengan kita, Mas!" ujar Katarina keras. *** Tiga bulan setelah perubahan Pramana, laki-laki paruh baya itu mempersiapkan semua kebutuhan acara tujuh bulanan Katarina. Dan hari ini adalah waktu acaranya, seluruh rumah didekorasi dengan sangat cantik dan Elegan
"Ayah, ada apa?" tanya Rafka dengan penasaran saat Pramana diam tidak melanjutkan ucapannya. "Em, Ayah sudah memikirkan sesuatu tentang ... anak kalian," ucap Pramana dengan ragu. Rafka dan Katarina berakhir saling menatap, keduanya tidak percaya akan ucapan Pramana. Sejak di awal kehamilan Katarina, Pramana terlihat acuh dan tidak peduli sama sekali. "Maksud ayah apa?"" tanya Katarina lirih. "Acara tujuh bulanan anak kembar kalian biar ayah yang persiapkan. Terus ayah juga kepikiran menyumbang nama untuk anak kalian nanti," jelas Pramana dengan antusias. "Hah! ini ayah serius?" tanya Rafka dengan penuh keraguan. Matanya masih memicing ke arah Pramana yang kini duduk di hadapannya. Laki-laki yang dulunya sangat menentang keras hubungan keduanya kini luluh karena kabar bayi kembar? "Iya, ayah sudah mencari vendor yang bagus untuk acara tujuh bulanan anak kalian. Terus ayah sudah memikirkan nama anak yang sangat lucu, sayangnya kita belum tahu ya jenis kelaminnya," keluh Pramana
"Hm," singkat jawaban Pramana beranjak meninggalkan Rafka begitu saja. 'Ada apa dengan ayah? kenapa dia tidak suka aku punya anak, bukannya ini hal baik ya dia akan menimang cucu dari anak sulungnya,' gumam Rafka dalam batinnya. Rafka hanya menghela napas panjang, ia berjalan masuk ke dalam rumah. Melihat tingkah Pramana yang seolah biasa saja, membuat perasaan Rafka sedikit kacau dan takut. "Tapi ayah tidak akan berbuat yang macam-macam pada Katarina, em lagian semua asetnya sudah aku kembalikan sesuai janji. Kalau ayah masih nekat mencelakai Katarina, seharusnya dia tahu apa akibatnya," ucap Rafka sepanjang langkah ke kamar. "Kak!" seru Elegi keras. Rafka menoleh, "Ada apa, El?" tanya Rafka dengan ketus."Gak apa-apa, cuma manggil aja. Kak Kata di mana, Kak?" tanya Elegi lagi. "Kamar," singkat jawaban Rafka lalu beranjak meninggalkan adiknya. *** Saat tiba di kamar, Rafka melihat Katarina sudah bangun dari tidurnya. Hanya saja ia hanya duduk diam di ranjang, matanya menatap
"Raf, maaf ganggu. Ini ada meeting yang kamu harus datang," ucap Rengga di telepon. "Emang gak bisa diwakili? biasanya juga kamu yang wakili," tanya Rafka sedikit berbisik."Enggak bisa, client pengennya kamu yang presentasi. Udah sempet aku rayu tapi tetep gak mau," jelas Rengga. "Siapa sih, Reng?" tanya Rafka dengan tegas. Rengga sejenak diam, ditelpon Rafka sudah menunggu jawaban dengan penuh tanda tanya. "Andini," singkat jawaban Rengga membuat Rafka bungkam. "Duh, aku lagi gak bisa ninggal Katarina sendirian di rumah. Reng, Katarina hamil, badannya masih belum kuat banget trimester pertama," jelas Rafka dengan antusias. "Terus ini gimana? Andini tetep minta kamu," tegas Rengga. Sejenak Rafka menghela napasnya, berpikir panjang apakah ia bisa meninggalkan Katarina 1-3 jam saja. "Gimana? aku butuh jawaban," tegas Rengga di telepon. "Bentar aku mikir!" gertak Rafka. Rafka mempertimbangkan banyak hal, meeting hanya 1-3 jam. Akan tetapi, keselamatan Katarina selama 1-3 jam i
"Kak!" teriak Elegi keras dari luar kamar.Mata Katarina dan Rafka kini tertuju pada pintu, percakapan itu terhenti begitu saja. Rafka segera beranjak ke pintu, menemui Elegi yang secara tiba-tiba mengetuk pintu dan berteriak sangat keras. "Ada apa?" tanya Rafka setelah membuka pintu. "Em, itu, ayah aneh banget!" gerutunya. "Terus? kamu ngapain malem-malem ke sini?" tanya Rafka dengan sedikit keras."Gak apa-apa sih, cuma pengen iseng aja," Elegi terkekeh lalu berlari ke kamarnya. Rafka hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya yang sangat aneh itu. Kini ia hanya memijit pelan pelipisnya yang terasa sakit. "Mas, ada apa?" tanya Katarina lirih. "Adik iparmu, cari ribut mulu," jawab Rafka terkekeh."Apa katanya?" Katarina berbalik tanya dengan melihat tangan Rafka yang memijit pelipisnya. pria itu hanya menggelengkan kepalanya, merebahkan tubuhnya di dekat Katarina. secara tiba-tiba Katarina ikut memijat pelipis Rafka, tanpa permisi dan basa-basi. "Pusing ya? kamu k
“Raf, apa ini tidak berlebihan?” tanya Pramana dengan tatapan sendu.‘Ada masalah apa dia mengatakan ini berlebihan? Bukannya dia sendiri yang membuat ulah hingga kejadiannya seperti saat ini,’ batin Rafka bertanya-tanya.“Bagiku ini sudah tepat, ayah!” tegas Rafka.Matanya melihat Pramana yang sibuk memainkan tangannya berulang, laki-laki paruh baya itu terlihat ragu. Rafka yang tidak ada ampun mendesak ayahnya untuk memberi jawaban.“Gimana? Apakah ayah sudah memiliki jawaban?” tanya Rafka dengan suara sedikit mendesak. [“Raf … berikan ayah waktu untuk berpikir dan mempertimbangkannya sedikit lagi. Sepertinya waktu setengah jam masih kurang,” jawabnya dengan menghindari pandangan Rafka.“Tidak, ayo berikan jawaban ayah sekarang, aku tidak punya banyak waktu!” ujar Rafka dengan tegas.Pramana kini duduk menghadap Rafka, helaan napas panjang yang sempat terlihat oleh Rafka. Pria paruh baya itu hanya menunduk pilu, terlihat keresahan yang ada dalam dirinya.“Bagaimana ayah? Apa ayah m
“Loh, Ra ....” Belum sempat Pramana melanjutkan ucapannya Rafka sudah menyangkal perkataan laki-laki paruh baya itu. “Bubar kalian semua!” teriak Rafka keras. Rafka saat itu hanya memijit pelipisnya pelan, tangan kanannya kini mempersilakan Katarina dan Elegi untuk masuk ke kamar. Meja ruang tamu yang kini berisi berbagai minuman dengan bau sangat menyengat. “Pamit dulu, Pram,” ujar seorang teman dengan membawa beberapa temannya. Mata Rafka hanya menatap nyalang ke arah Pramana, ia sudah keheranan dengan tingkah ayahnya yang tidak henti-hentinya berulah. “Ikut aku!” ujar Rafka dengan berjalan ke ruang kerjanya. Rafka menghela napas panjang, matanya masih tertuju pada laki-laki yang kini berdiri dengan wajah biasa saja. Pramana hanya mengulas senyum tipis tanpa banyak bicara. “Ada apa?” tanya Pramana tanpa berdosa. “Masih bisa tanya ada apa? Ayah, apa yang kamu lakukan beberapa hari setelah aku berangkat ke Yogyakarta? Pantas begitu!” dengan suara keras Rafka membentak
“Jadi selama aku tidak pulang ke rumah ayah berbuat ulah ya, Kak. Seharusnya aku tidak meninggalkan rumah dan menjaga ayah,” ucap Elegi dengan suara purau.Usapan pelan pada pundak kiri Elegi dari Edgar membuatnya menoleh. Rafka yang menedengar ucapan ELegi semakin banyak beban di kepalanya.“Enggak apa-apa, semuanya sudah terjadi,” ujar Rafka.“Aku tidak paham lagi dengan maksud ayah, tapi kalau kakak butuh bantuan untuk ngobrol sama ayah aku bantu,” tegas Elegi dengan antusias.“El, terima kasih ya sudah mau membantu kakak menyelesaikan semua ini,” ucap Rafka dengan senyum yang terulas di bibirnya.Katarina hanya mendengarkan percakapan adik dan suaminya, ia merapal doa untuk apa pun yang mereka lakukan. Ia masih merasa sangat bersalah dengan apa yang sudah terjadi, mungkin jika Atalas masih hidup semua kejadian yang terjadi sekarang tidak akan terjadi.“Em, Mas, El. Maafkan aku ya, akibat dari kejadian yang bermula dari aku semuanya jadi seperti saat ini,” ungkap Katarina dengan m