Home / Romansa / Suami Untuk Yuri / 5. Beberapa Alasan

Share

5. Beberapa Alasan

Author: IamBlueRed
last update Last Updated: 2021-04-13 22:20:10

Jiro tersenyum pada gadis di depannya, mengulurkan tangan ke depan untuk berjabat tangan. "Jiro Adelardo, manajer HRD di perusahaan pusat Williams Corp."

"Yuri Agatha." Gadis bernama Yuri itu balik menjabat tangan, tersenyum singkat padanya.

"Tumben pergi ke kantor Papa, Yuri? Ada masalah apa?" tanya Pak Adam pada putrinya. Tidak ingin mengganggu percakapan antara bos dan anaknya, Jiro pamit izin keluar. Tetapi belum juga angkat bicara, Pak Adam sudah menyela, "Jiro, kamu bisa duduk dulu. Periksa ulang berkasnya di sini."

Jiro mengernyit. "Periksa ulang berkas? Ada yang salah, Pak?"

Pak Adam menggeleng. "Periksa aja."

Tidak mau membantah, Jiro kembali melangkah mengambil berkas laporan yang tadi ia berikan. Ia duduk di sofa tamu di ruangan direktur utama, membolak-balik kertas laporan untuk ke sekian kalinya. Jiro itu agak perfeksionis dan teliti. Jadi ia sudah memastikan memberikan laporan nyaris sempurna pada atasannya.

Gadis bernama Yuri tadi mendekat ke meja Papanya, tersenyum. "Nggak ada masalah kok, Pa. Mau anter makan siang aja buat Papa. Setelah itu pergi kuliah."

Alih-alih memeriksa berkas laporan sesuai perintah Pak Adam, Jiro malah sibuk menguping percakapan anak bapak di dekatnya. Entah. Mendadak ditawari menikah dengan Yuri membuatnya jadi ingin tahu bagaimana gadis itu. Setidaknya untuk bahan berpikir bagaimana menolak dengan baik permintaan atasannya—meskipun Jiro belum yakin ia bisa menolak.

"Tumben kamu buatin Papa makan siang. Biasanya nggak pernah," ujar Pak Adam.

Yuri nyengir, menarik sofa single tak jauh dari Jiro untuk duduk dekat dengan Papanya. "Ini hadiah buat Papa karena bolehin aku nikah. Oh ya, udah nemu calon suami buat aku belum, Pa?"

UHUK!

Jiro yang sedang sok-sokan memeriksa laporan tiba-tiba tersedak ludahnya sendiri. Seketika Pak Adam dan Yuri yang sedang mengobrol langsung menoleh ke arahnya, membuatnya bingung harus merespon apa.

Jiro tersenyum canggung. "Maaf. Tenggorokan saya tiba-tiba nggak enak," alibinya.

Pak Adam malah tersenyum. "Minum dulu, Jiro. Ambil air di sana," katanya seraya menunjuk dispenser dekat lemari tempat menyimpan berkas-berkas.

Jiro berdiri, membenarkan jas hitamnya. Ia melangkah mengambil minum, menuangkan air putih dingin ke kerongkongan. Mendengar pertanyaan barusan membuat tenggorokannya sungguhan jadi gatal. Pasalnya gadis itu seolah mempertanyakan tentang dirinya yang baru saja ditawari menikah dengannya beberapa menit yang lalu.

Pak Adam berkata, "Papa lagi mengusahakan calon suami buat kamu, Yuri. Sabar aja. Kamu tahu cari suami itu nggak segampang cari baju di mall. Lama carinya."

Gadis dengan setelan baju kasual itu menggeleng. "Nggak boleh lama. Maksimal seminggu, ya, Pa? Yuri mau nikah bulan ini kalau bisa."

Jiro yang mendengarnya menahan diri untuk tidak beraksi berlebih. Yuri itu tidak bercanda kan? Bagaimana bisa gadis itu terobsesi untuk menikah muda dengan seseorang yang tidak dikenal? Bagaimana bisa ia mengorbankan masa mudanya yang harusnya penuh kebebasan? Serius. Jiro tidak bisa memahami jalan pemikiran gadis muda yang duduk tidak jauh darinya sekarang.

"Iya, Yuri. Papa usahakan."

Dan apa itu? Kenapa Pak Adam kalah dengan anaknya? Harusnya beliau tetap melarang bagaimana pun juga demi masa depan putri semata wayangnya.

"Yaudah, Pa. Aku mau berangkat kuliah sekarang, ya." Yuri bangkit berdiri. Gadis itu menggantung tas selempangnya di pundak. "Setengah jam lagi matkul-nya dimulai," jelasnya.

Pak Adam kemudian bertanya, "Mobil kamu bukannya lagi di-service rutin? Kamu naik apa ke sini?"

"Taksi online," jawab Yuri. "Bentar. Aku mau pesen dulu. Nanti kalau udah dateng baru turun ke bawah."

"Nggak perlu pesen taksi online." Pak Adam tiba-tiba berkata. Ia menoleh pada Jiro, berkata, "Jiro, kamu tolong antar Yuri ke kampusnya, ya."

Mendengar namanya disebut, Jiro langsung menoleh, melotot tak percaya. "Saya, Pak?"

Bosnya itu mengangguk.

"Kerjaan saya?"

Pak Adam tersenyum. "Untuk sementara kirim ke bawahanmu dulu. Anter Yuri nggak lama kok. Bisa kan?"

Untuk ke sekian kalinya, Jiro tidak mungkin menolak. Ia bangkit berdiri, menatap Yuri yang sekarang tampak santai-santai saja menunggu seseorang untuk mengantarnya pergi. "Ayo, Yuri. Saya antar."

=•=

Kini Jiro sudah berada di mobilnya. Alih-alih duduk di jok belakang, Yuri justru masuk mobil dan duduk di jok di sebelahnya.

"Kamu nggak duduk di belakang?"

Gadis di sebelahnya menggeleng. "Di sini aja enak. Di belakang sana sepi nggak ada temen," katanya. "By the way, kamu kan manajer di perusahaan Papa bukan supir mobil. Jadi anggap aja kita setara, Ji—aku harus panggil kamu apa? Pak Jiro? Om Jiro? Kak Jiro? Kayaknya kamu belum tua."

Jiro yang mendengarnya terkekeh, mulai menjalankan mobilnya keluar dari basement kantornya. "Panggil apa pun boleh. Jiro aja juga nggak masalah."

Yuri tampak tertegun sebentar. "Nggak sopan sih. Tapi yaudalah. Anggap aja kita seumuran. Kamu umur berapa, Jiro?"

"Dua tujuh."

Yuri mengangguk paham. "Cuma beda tujuh tahun. Aku umur dua puluh."

Jiro tersenyum tipis. Cuma, ya? Baginya itu perbedaan umur yang jauh sekali. Tetapi tidak masalah jika gadis di sampingnya memanggilnya Jiro tanpa embel-embel apa pun. Ia itu fleksibel.

"Kamu manajer baru, ya? Aku nggak pernah lihat kamu sebelumnya," terang gadis itu.

Jiro mengangguk. "Saya dari perusahaan cabang di luar kota. Dipindah ke pusat satu bulan yang lalu."

Gadis di sebelahnya hanya ber-oh ria.

Keadaan di dalam mobil lenggang sejenak. Jiro fokus menyetir, sedangkan Yuri menatap ke luar jendela. Tidak lupa senyum cerah—karena sedang bahagia—masih menghiasi wajah campuran miliknya. Setahunya Pak Adam itu keturunan Barat, sedangkan istrinya berdarah asli Asia Timur. Tidak salah kalau ia bilang Yuri cantik karena gen perpaduan orang tuanya.

"Oh ya, boleh tanya sesuatu?" Jiro mendadak ingin tahu banyak hal. Yuri yang sedang menatap jalanan mengangguk. "Mungkin agak pribadi. Dan ya, saya tadi nggak sengaja denger obrolan kamu sama Papa kamu. Kenapa kamu pengen nikah semuda ini? Ada masalah sebelumnya? Maksud saya, bukannya nuduh yang bukan-bukan, tapi pasti kamu punya alasan kenapa pengen nikah muda."

Yuri tertawa kecil, menoleh ke arahnya. "Pantesan kamu tiba-tiba kesedak waktu di ruangan Papa."

Jiro tersenyum. "Maaf sebelumnya. Sebenernya saya antara sengaja sama nggak sengaja denger," ujar Jiro.

Yuri terkekeh. "No. Nggak perlu minta maaf. Santai aja. Itu bukan rahasia yang ditutup-tutupin kalau aku pengen nikah," terang gadis di sebelahnya.

"Jadi?"

Yuri berpikir sejenak. "Sebenernya nggak ada alasan khusus. Aku cuman lagi ada di fase bosen hidup gini-gini aja. Selalu sendiri, manja ke Papa Mama, diremehin orang-orang, dikata childish, disakitin cowok yang cuma dateng buat mainin perasaan."

Jiro yang sedang fokus menyetir terdiam cukup lama. "Kamu habis patah hati makanya pengen cepet nikah?"

Yuri menggeleng. "Nggak juga. Aku terakhir putus dua bulan yang lalu."

Jiro mengangguk mengerti. Kesimpulannya, gadis di sebelahnya sekarang ingin membuat perubahan dengan menikah. Mungkin ia tipe-tipe yang ingin rintangan alih-alih hanya berada di zona nyaman. Pak Adam tentu saja selalu memenuhi permintaan putri semata wayangnya tanpa kecuali. Membuat gadis itu jengah karena respon sekitar ikut meremehkannya. Untuk saat ini alasan itu masih bisa dipahami. Yang Jiro tidak paham mengapa Yuri keburu-buru sekali ingin menikah. Bahkan sampai bilang ingin menikah di bulan ini juga. Terlalu cepat.

"Jadi semua itu alasan kamu pengen nikah?" tanya Jiro.

Yuri mengangguk mantap. Gadis itu menatap lurus jalanan di depannya, tampak tidak terusik apa pun. Seolah semua yang ia sebutkan tadi memang alasan sebenarnya.

"Emang kamu udah siap berumah tangga? Kamu tahu sendiri jadi istri itu susah-susah gampang." Jiro kembali bertanya, berusaha sebisa mungkin agar pertanyaannya masih di dalam batas wajar. Yuri bisa jadi curiga jika ia bertanya macam-macam.

"Siaplah," jawab Yuri tanpa keraguan. "Cuman Papa kasih syarat sebelum aku nikah. Dan syaratnya agak nyusahin, buat orang yang nikah jadi berasa belum nikah," terang gadis bersurai hitam panjang itu.

Jiro mengernyitkan dahi. Syarat? Apa mungkin semisal tidak boleh hamil terlebih dahulu sebelum lulus kuliah? Ia ingin bertanya lebih lanjut, tetapi mobil yang ia kendarai tidak terasa sudah sampai ke tempat tujuan. Lagi pula sepertinya itu sudah termasuk pertanyaan privasi. Ia harus menahan diri.

Mobil Jiro berhenti di depan pelataran kampus sesuai yang Yuri instruksikan. Yuri beringsut membuka pintu mobil, tetapi langsung ia cegah. "Aku aja yang buka."

Jiro segera keluar, membenarkan jas yang ia pakai. Ia berjalan menuju pintu mobil tempat Yuri duduk, lalu membukanya. Gadis itu keluar, tersenyum.

"Thanks, Jiro, udah anter ke kampus. Aku pergi dulu." Yuri berkata, melangkah menjauh beberapa detik kemudian. Ia melambaikan tangan sebentar, sebelum akhirnya berlari kecil menuju kelasnya.

Jiro menatap punggung gadis itu lama. Beberapa pertanyaan silih datang pergi ke pikirannya. Yuri sungguh membuatnya bertanya-tanya tentang suatu hal yang sebenarnya tidak perlu ia tanyakan.

Ponselnya tiba-tiba berdering. Jiro segera mengambil benda tipis itu dari saku jas, membaca bahwa Pak Adam-lah yang menelpon.

"Iya, Pak?" jawabnya setelah menyentuh ikon hijau ke atas.

"...."

"Yuri barusan masuk ke kelasnya."

"...."

"Oke. Saya segera segera kembali ke kantor."

Bersambung.

Related chapters

  • Suami Untuk Yuri   6. Pengecut

    Sejujurnya tempat yang paling Yuri benci di dunia ini adalah kampusnya. Baginya tempat itu lebih mirip seperti neraka alih-alih universitas terkenal. Tidak ada hal menyenangkannya sama sekali.Yuri benci teman-temannya. Ia tidak terlalu suka dengan dosen-dosennya. Hal yang dia sukai di sini hanyalah jurusan pilihannya—alasan mengapa ia tetap bersekolah di universitas ini. Yuri suka Matematika sejak kecil. Ia juga suka mengajari pelajaran itu pada temannya dulu saat masih SMA. Jadi pilihannya dua tahun yang lalu jatuh pada jurusan Pendidikan Matematika.Bangunan kampus Yuri bagus. Fasilitasnya kelewat lengkap. Yang bermasalah di tempat ini hanyalah orang-orangnya yang seperti setan. Yuri muak pada siapa pun di sini. Hanya satu yang tidak, sahabatnya. Satu-satunya teman Yuri sekarang."Yuriiiii..."Baru saja terlintas di pikiran, teriakan seorang gadis berjilbab terdengar masuk ke gendang telinganya

    Last Updated : 2021-04-13
  • Suami Untuk Yuri   7. Orang Terpercaya

    "Sesuai sisihan keuntungan yang didapat dari perusahaan, saya merekomendasikan agar perusahaan membangun perumahan pekerja di dekat kawasan pabrik bagi para pekerja dengan jarak rumah jauh." Jiro mulai mempresentasikan idenya di depan banyak orang. Tangannya menekan tombol enter di laptop, menampilkan data-data perusahaan lewat LCD menuju layar proyektor di tengah-tengah ruangan. "Permasalahan yang akhir ini didapat divisi kami, para karyawan pabrik mengeluh tidak punya waktu cukup untuk menempuh perjalanan dari rumah ke pabrik. Di beberapa tempat, karyawan lain mengeluh harga sewa rumah yang tinggi. Karena hal itu, penyediaan rumah bagi pekerja merupakan salah satu upaya peningkatan kesejahteraan dan produktivitas kerja.""Selain itu, hal ini juga sesuai dengan kebijakan pemerintah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Efektivitas pekerjaan akan naik, berbanding lurus dengan produktivitas. Para pekerja pabrik juga tidak lagi disusahkan oleh ke

    Last Updated : 2021-04-14
  • Suami Untuk Yuri   8. Not Shy to Say

    Yuri keluar dari kamarnya saat waktu menunjukkan pukul delapan malam. Ia mengintip Papanya yang sedang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya di ruang keluarga, lalu melangkah mendekat. Papa pasti sedang menyelesaikan pekerjaannya sebagai direktur utama di perusahaan properti terbesar di kotanya.Di usia setengah abad lebih ini Papa Yuri masih sibuk mengurusi bisnis. Coba saja jika Yuri menikah lebih awal—17 tahun. Papa pasti sekarang hanya tinggal leyeh-leyeh sembari duduk di teras rumah sebagai pemilik perusahaan. Direktur utama perusahaan tentu saja suami Yuri—jika suami Yuri lebih tua darinya dan siap mengurus bisnis.Memikirkan hal itu membuat perkataan Arin saat di kampus terngiang-ngiang di otaknya. Jiro Adelardo—manajer HRD di perusahaan Papa—itu calon suaminya? Yuri senang-senang saja jika tebakan sahabatnya itu benar. Tapi bagaimana jika salah? Yuri kan sudah keburu suka dengan lelaki usia 27 tahun itu.

    Last Updated : 2021-04-14
  • Suami Untuk Yuri   9. Butuh Waktu

    "Kamu mau nggak jadi suamiku?"Jiro yang sedang menikmati matcha latte-nya langsung tersedak mendengar ucapan Yuri. Ia memegang tenggorokannya sembari batuk-batuk. Mencoba mengeluarkan matcha latte-nya yang masuk tenggorokan alih-alih kerongkongan.Ucapan gadis di depannya itu benar-benar di luar dugaan. Jiro sudah senang sekali ketika Yuri bilang telah menemukan calon suami sendiri. Tapi ini? Maksudnya ia calon suami yang ditemukan gadis itu?"Barusan kamu lamar saya?" Jiro menatap tak percaya. Ia berkata setelah tenggorokannya agak enak.Yuri mengangguk mantap."Apa yang buat kamu dadakan minta saya jadi suami kamu?" tanyanya. "Pak Adam udah bilang ke kamu?"Gadis umur 20 tahun di depannya menggeleng. "Enggak. Papa belum kasih tahu apa-apa bahkan. Cuma nebak, dan terny

    Last Updated : 2021-04-14
  • Suami Untuk Yuri   10. Kencan

    Waktu menunjukkan pukul tiga sore ketika Yuri masuk kamarnya. Ia merebahkan badan di atas kasur, menatap plafon kamarnya lalu senyum-senyum seperti orang gila. Ia kira Jiro akan menolak mentah-mentah permintaannya untuk menjadi suaminya, tetapi ternyata tidak. Lelaki justru itu mempertimbangkannya. Mungkin karena Papanya juga yang menawarkan.Yuri memang belum terlalu mengenal Jiro. Tetapi mengobrol sebentar dengannya, Yuri jadi tahu lelaki itu penyabar sekali. Jika saja ia berhadapan dengan lelaki lain di restoran tadi, lelaki itu pasti sudah mencak-mencak dan kesal tak karuan padanya. Tetapi Jiro berbeda, kesalnya tetap kalem sekali. Membuat Yuri yang melihatnya gemas dan ingin tambah menggoda.Teringat sesuatu, Yuri segera mengambil ponsel di tas selempangnya. Ia mencari kontak yang ia beri nama Future Husband❤ a.k.a Jiro Adelardo calon suaminya. Tadi mereka sudah bertukaran nomor, membuat Yuri bisa kapan saja bisa menghubungi lelaki itu.Baru saja ingin meng

    Last Updated : 2021-06-26
  • Suami Untuk Yuri   11. Jika Bukan Karena

    Awan gelap menggantung di langit. Suara gemuruh beberapa kali terdengar. Titik-titik hujan mulai jatuh, mengenai kaca mobil depan Jiro yang mulai memburam karena air hujan.Jiro melirik sekilas jam tangannya yang menunjukkan nyaris pukul empat sore, mengacak rambut frustrasi di dalam mobil. Ia kehilangan Yuri sewaktu di taman rekreasi. Gadis itu langsung menghentikan taksi ketika sampai pinggir jalan, pergi entah ke mana. Terlebih handphone gadis itu tidak aktif sejak tadi. Masalahnya, Jiro tidak tahu bagaimana cara menjelaskan hal itu pada Pak Adam. Sedikit khawatir juga jika Yuri pergi dengan kondisi seperti itu. Pasalnya Yuri itu gadis tak terduga. Ia takut anak boss-nya itu berbuat sesuatu yang menyakiti dirinya sendiri.Astaga. Kenapa hidup Jiro mendadak sulit seperti ini?Baru saja ingin menelpon Pak Adam, tiba-tiba atasan Jiro itu memanggil terlebih dahulu. Ia memijit pelipis pening. Bagaimana jika Pak Adam bertanya keberadaan anaknya? Bagaimana jika Yuri

    Last Updated : 2021-06-26
  • Suami Untuk Yuri   12. Dunia Terlalu Jahat

    Yuri yang baru saja selesai kuliah keluar dengan wajah tertekuk. Tidak ada Arinda. Ia pasti bosan setengah mati di kampus setelah ini. Jika bukan untuk pembuktian, ia pasti sudah di kamar, mengurung diri di sana selama sepekan. Tidak lupa untuk merengek pada papa agar memaksa Jiro menikah dengannya secepatnya.Sayangnya ia ingin membuktikan diri pada Jiro bahwa ia serius ingin menikah. Ia tidak lagi kekanak-kanakkan. Apa sih susahnya menerima dirinya? Dia kan sungguhan sudah siap menikah!Atau ada alasan lain? Memangnya dia kurang cantik? Memangnya dia kurang seksi? Memang dia bukan tipe lelaki itu? Yuri frustrasi sekali sekarang.Kalau kata Arinda tadi malam, ia salah asuhan jadi Jiro berpikir-pikir ulang menikah dengannya. Salah asuhan bagaimana? Sudah benar Yuri seperti ini. Tidak seru jika Yuri diasuh dengan cara berbeda oleh papa dan mama. Nanti tidak ada lagi Yuri yang membuat pening banyak orang."Ah, ketemu juga sama lo." Retta tiba-tiba datang ke

    Last Updated : 2021-06-26
  • Suami Untuk Yuri   13. Salah Asuhan

    "Sejak kapan kamu dibuli? Kamu bisa bilang ke saya kalau ada yang lakuin hal kayak gitu lagi ke kamu." Jiro yang baru saja membelikan Yuri minuman berkata pada gadis di sebelahnya.Beberapa saat yang lalu ia datang ke kampus untuk menjemput Yuri. Tapi setelah menunggu di dekat kelas seperti biasa tidak ada. Alhasil, ia ke tempat lain dan menemukan Yuri dirundung oleh teman-temannya.Jiro sungguh tidak mengerti. Dari tingkah Yuri yang terkadang barbar dan tidak terduga, bagaimana bisa gadis itu ternyata korban perundungan di kampusnya? Bahkan sudah separah tadi."Aku nggak pernah dibuli," jawab Yuri.Jiro mengernyitkan dahi. Lalu yang tadi itu namanya apa?"Kamu takut sama mereka?""NGGAK!" Yuri tiba-tiba berteriak, melotot ke arahnya. "Jangan bilang kayak gitu. Harga diriku jatuh tahu nggak," katanya kemudian. Gadis itu melap sisa air mata di sisinya, mengenggam dengan kedua tangan minuman yang tadi ia belikan.Jiro geleng

    Last Updated : 2021-06-26

Latest chapter

  • Suami Untuk Yuri   15. Keras Kepala

    Jiro seharusnya tahu menghadapi Yuri tidak akan semudah seperti yang ia bayangkan. Meskipun gadis itu sudah berjanji menuruti perkataan suaminya, tidak semudah itu bagi gadis seperti Yuri untuk melakukannya. Contohnya seperti malam ini. Selesai acara, Jiro dan Yuri langsung pergi ke rumah baru. Waktu menunjukkan pukul 12 malam. Papa dan mama sudah pulang sejak setengah jam yang lalu. Jiro yang baru saja selesai beberes merasa gerah. Ia menggulung kemeja putihnya sampai siku, berniat mandi. Ia masuk ke kamar, mengernyitkan dahi ketika Yuri ada di kamarnya. Gadis itu sudah mandi sepertinya. Tidak lagi memakai gaun pengantin, berganti memakai baju tidur lengan panjang bermotif polkadot ala remaja. Sudah dibilang itu masih terlalu belia. Selera Yuri saja masih seperti bocah. Melihatnya membuat Jiro merasa seperti pedofil saja. Padahal umur Yuri sebenarnya tidak kecil-kecil amat. Entahlah. Yuri itu terkadang bisa terlihat seperti orang dewasa. Terkadang juga tampa

  • Suami Untuk Yuri   14. Wedding Party

    "Nggak nyangka sahabat aku bakal jadi pengantin secepet ini." Arin yang memakai jilbab biru laut memandangi dirinya yang sedang dirias oleh penata rias.Yuri tersenyum, menatap pantulan bayangannya di kaca. Ia itu cantik—tentu saja, terlebih di balutan gaun pengantin putih yang indah. Jiro kemarin khilaf sehingga menolak untuk menikah dengannya. Setelah sadar, lelaki itu tentu saja langsung berkata mau menikahinya. Siapa coba yang tidak mau dengan Yuri? Galen saja merengek-rengek minta balikan.Omong-omong, gaun yang Yuri pakai sekarang lumayan tertutup. Awalnya ia memilih gaun dengan punggung terbuka sebelumnya. Tapi Jiro yang menemaninya mencari baju pengantin menggeleng, katanya jangan memakai gaun yang terlalu terbuka. Tidak nyaman dilihat banyak orang. Terlebih pernikahannya akan diadakan di pantai sehingga banyak angin. Jiro bilang nanti ia takut Yuri masuk angin.Yuri yang sedang belajar menjadi istri yang penurut mengangguk, menuruti perkataan calo

  • Suami Untuk Yuri   13. Salah Asuhan

    "Sejak kapan kamu dibuli? Kamu bisa bilang ke saya kalau ada yang lakuin hal kayak gitu lagi ke kamu." Jiro yang baru saja membelikan Yuri minuman berkata pada gadis di sebelahnya.Beberapa saat yang lalu ia datang ke kampus untuk menjemput Yuri. Tapi setelah menunggu di dekat kelas seperti biasa tidak ada. Alhasil, ia ke tempat lain dan menemukan Yuri dirundung oleh teman-temannya.Jiro sungguh tidak mengerti. Dari tingkah Yuri yang terkadang barbar dan tidak terduga, bagaimana bisa gadis itu ternyata korban perundungan di kampusnya? Bahkan sudah separah tadi."Aku nggak pernah dibuli," jawab Yuri.Jiro mengernyitkan dahi. Lalu yang tadi itu namanya apa?"Kamu takut sama mereka?""NGGAK!" Yuri tiba-tiba berteriak, melotot ke arahnya. "Jangan bilang kayak gitu. Harga diriku jatuh tahu nggak," katanya kemudian. Gadis itu melap sisa air mata di sisinya, mengenggam dengan kedua tangan minuman yang tadi ia belikan.Jiro geleng

  • Suami Untuk Yuri   12. Dunia Terlalu Jahat

    Yuri yang baru saja selesai kuliah keluar dengan wajah tertekuk. Tidak ada Arinda. Ia pasti bosan setengah mati di kampus setelah ini. Jika bukan untuk pembuktian, ia pasti sudah di kamar, mengurung diri di sana selama sepekan. Tidak lupa untuk merengek pada papa agar memaksa Jiro menikah dengannya secepatnya.Sayangnya ia ingin membuktikan diri pada Jiro bahwa ia serius ingin menikah. Ia tidak lagi kekanak-kanakkan. Apa sih susahnya menerima dirinya? Dia kan sungguhan sudah siap menikah!Atau ada alasan lain? Memangnya dia kurang cantik? Memangnya dia kurang seksi? Memang dia bukan tipe lelaki itu? Yuri frustrasi sekali sekarang.Kalau kata Arinda tadi malam, ia salah asuhan jadi Jiro berpikir-pikir ulang menikah dengannya. Salah asuhan bagaimana? Sudah benar Yuri seperti ini. Tidak seru jika Yuri diasuh dengan cara berbeda oleh papa dan mama. Nanti tidak ada lagi Yuri yang membuat pening banyak orang."Ah, ketemu juga sama lo." Retta tiba-tiba datang ke

  • Suami Untuk Yuri   11. Jika Bukan Karena

    Awan gelap menggantung di langit. Suara gemuruh beberapa kali terdengar. Titik-titik hujan mulai jatuh, mengenai kaca mobil depan Jiro yang mulai memburam karena air hujan.Jiro melirik sekilas jam tangannya yang menunjukkan nyaris pukul empat sore, mengacak rambut frustrasi di dalam mobil. Ia kehilangan Yuri sewaktu di taman rekreasi. Gadis itu langsung menghentikan taksi ketika sampai pinggir jalan, pergi entah ke mana. Terlebih handphone gadis itu tidak aktif sejak tadi. Masalahnya, Jiro tidak tahu bagaimana cara menjelaskan hal itu pada Pak Adam. Sedikit khawatir juga jika Yuri pergi dengan kondisi seperti itu. Pasalnya Yuri itu gadis tak terduga. Ia takut anak boss-nya itu berbuat sesuatu yang menyakiti dirinya sendiri.Astaga. Kenapa hidup Jiro mendadak sulit seperti ini?Baru saja ingin menelpon Pak Adam, tiba-tiba atasan Jiro itu memanggil terlebih dahulu. Ia memijit pelipis pening. Bagaimana jika Pak Adam bertanya keberadaan anaknya? Bagaimana jika Yuri

  • Suami Untuk Yuri   10. Kencan

    Waktu menunjukkan pukul tiga sore ketika Yuri masuk kamarnya. Ia merebahkan badan di atas kasur, menatap plafon kamarnya lalu senyum-senyum seperti orang gila. Ia kira Jiro akan menolak mentah-mentah permintaannya untuk menjadi suaminya, tetapi ternyata tidak. Lelaki justru itu mempertimbangkannya. Mungkin karena Papanya juga yang menawarkan.Yuri memang belum terlalu mengenal Jiro. Tetapi mengobrol sebentar dengannya, Yuri jadi tahu lelaki itu penyabar sekali. Jika saja ia berhadapan dengan lelaki lain di restoran tadi, lelaki itu pasti sudah mencak-mencak dan kesal tak karuan padanya. Tetapi Jiro berbeda, kesalnya tetap kalem sekali. Membuat Yuri yang melihatnya gemas dan ingin tambah menggoda.Teringat sesuatu, Yuri segera mengambil ponsel di tas selempangnya. Ia mencari kontak yang ia beri nama Future Husband❤ a.k.a Jiro Adelardo calon suaminya. Tadi mereka sudah bertukaran nomor, membuat Yuri bisa kapan saja bisa menghubungi lelaki itu.Baru saja ingin meng

  • Suami Untuk Yuri   9. Butuh Waktu

    "Kamu mau nggak jadi suamiku?"Jiro yang sedang menikmati matcha latte-nya langsung tersedak mendengar ucapan Yuri. Ia memegang tenggorokannya sembari batuk-batuk. Mencoba mengeluarkan matcha latte-nya yang masuk tenggorokan alih-alih kerongkongan.Ucapan gadis di depannya itu benar-benar di luar dugaan. Jiro sudah senang sekali ketika Yuri bilang telah menemukan calon suami sendiri. Tapi ini? Maksudnya ia calon suami yang ditemukan gadis itu?"Barusan kamu lamar saya?" Jiro menatap tak percaya. Ia berkata setelah tenggorokannya agak enak.Yuri mengangguk mantap."Apa yang buat kamu dadakan minta saya jadi suami kamu?" tanyanya. "Pak Adam udah bilang ke kamu?"Gadis umur 20 tahun di depannya menggeleng. "Enggak. Papa belum kasih tahu apa-apa bahkan. Cuma nebak, dan terny

  • Suami Untuk Yuri   8. Not Shy to Say

    Yuri keluar dari kamarnya saat waktu menunjukkan pukul delapan malam. Ia mengintip Papanya yang sedang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya di ruang keluarga, lalu melangkah mendekat. Papa pasti sedang menyelesaikan pekerjaannya sebagai direktur utama di perusahaan properti terbesar di kotanya.Di usia setengah abad lebih ini Papa Yuri masih sibuk mengurusi bisnis. Coba saja jika Yuri menikah lebih awal—17 tahun. Papa pasti sekarang hanya tinggal leyeh-leyeh sembari duduk di teras rumah sebagai pemilik perusahaan. Direktur utama perusahaan tentu saja suami Yuri—jika suami Yuri lebih tua darinya dan siap mengurus bisnis.Memikirkan hal itu membuat perkataan Arin saat di kampus terngiang-ngiang di otaknya. Jiro Adelardo—manajer HRD di perusahaan Papa—itu calon suaminya? Yuri senang-senang saja jika tebakan sahabatnya itu benar. Tapi bagaimana jika salah? Yuri kan sudah keburu suka dengan lelaki usia 27 tahun itu.

  • Suami Untuk Yuri   7. Orang Terpercaya

    "Sesuai sisihan keuntungan yang didapat dari perusahaan, saya merekomendasikan agar perusahaan membangun perumahan pekerja di dekat kawasan pabrik bagi para pekerja dengan jarak rumah jauh." Jiro mulai mempresentasikan idenya di depan banyak orang. Tangannya menekan tombol enter di laptop, menampilkan data-data perusahaan lewat LCD menuju layar proyektor di tengah-tengah ruangan. "Permasalahan yang akhir ini didapat divisi kami, para karyawan pabrik mengeluh tidak punya waktu cukup untuk menempuh perjalanan dari rumah ke pabrik. Di beberapa tempat, karyawan lain mengeluh harga sewa rumah yang tinggi. Karena hal itu, penyediaan rumah bagi pekerja merupakan salah satu upaya peningkatan kesejahteraan dan produktivitas kerja.""Selain itu, hal ini juga sesuai dengan kebijakan pemerintah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Efektivitas pekerjaan akan naik, berbanding lurus dengan produktivitas. Para pekerja pabrik juga tidak lagi disusahkan oleh ke

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status