Argh! Menyebalkan! Kenapa sih Mas Reka jadi berubah seperti itu. Padahal kemarin-kemarin ia diam saja dan tidak ambil pusing dengan uang yang aku gunakan. Jika terus begini, lama-lama aku bisa jatuh miskin. Dan aku tidak mau itu terjadi. Aku harus mencari cara agar aku tetap mempunyai uang," gerutu Iren.Ia masih merasa kesal dengan keputusan sepihak Reka yang membekukan kartu kredit miliknya.Ia memutuskan untuk pergi ke tempat kerja Reka dan meminta uang. Bila perlu, ia akan bersujud di bawah kakinya."Jika Mas Reka tidak memberiku uang, maka aku akan katakan pada Rintik jika Reka ingin menghancurkan hubungannya dengan Langit. Supaya ia tidak bisa lagi mendekati Rintik," gumam Iren lagi.Ia segera memacu mobilnya menuju tempat kerja Reka. Setelah sampai di tujuan, Iren buru-buru menuju ruangan Reka meski beberapa orang mencoba menghalanginya. Tekad bulatnya tidak akan mudah terkalahkan hanya karena beberapa orang.Dengan kasar Iren membuka pintu ruangan Reka. Yang di ruangan itu ter
Aisyah tertawa lebar saat melihat wajah mantan besannya yang terkejut ketika mendengar kabar kehamilan Rintik. "Iya, jeng besan. Rintik hamil. Itu artinya, anak saya ini tidak mandul. Rintik wanita yang subur. Dan alhamdulillah, kandungannya juga baik-baik saja.""Ta- tapi, bagaimana bisa? Mereka menikah sudah cukup lama dan belum diberikan momongan. Lalu sekarang?" Margaret masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Aduh, bagaimana ya, jeng? Bisa saja putramu yang bermasalah. Tapi semua orang menyalahkan Rintik. Mungkin hal itu bisa Jeng tanyakan pada putra Jeng sendiri. Buktinya, setelah Rintik menikah dengan langit, Rintik hamil. Dan terbukti ia tidak mandul," tutur Aisyah yang semakin membuat Margaret syok.Aisyah sengaja menyombongkan Rintik yang tengah berbadan dua karena sempat merasa sakit hati keponakannya dituduh tidak bisa memiliki anak."Bibi, sudah. Ayo kita pulang saja. Aku sudah lelah dan ingin tiduran," ajak Rintik pada Aisyah. "Kamu tidak berbohong kan
"Mas! Apa kamu tidak ingin menggendong anakmu barang sebentar?" rengek Iren pada Reka yang sudah bersiap meninggalkan ruang inap."Anak mana yang kamu maksud?" ucap Reka dengan nada sinis."Bisa tidak sih kamu berhenti bersikap seperti itu? Ia anakmu yang membutuhkan kasih sayangmu. Tidakkah kamu merasa kasihan melihatnya saat menatapmu?""Kamu yakin jika itu anakku?"Iren memutar bola matanya malas, kemudian ia berkata," Kenapa kamu selalu mempertanyakan hal itu? Apa kamu tidak bosan?""Wajar jika aku mempertanyakannya. Karena aku merasa kalau anak itu bukan anakku. Bukan darah dagingku," ucap Reka, kemudian ia hendak berlalu."Apa yang bisa meyakinkanmu jika anak ini adalah anakmu?" tanya Iren dengan menahan tangis.Reka yang awalnya hendak meninggalkan ruangan, kini ia berbalik dan menatap Iren dan berkata, "Buktikan jika ia memang anakku dengan tes DNA.""A- apa?" Iren terbata mendengar ucapan Reka. "Tes DNA? Tapi kenapa harus tes DNA?" Ia mengulang ucapan Reka."Kenapa? Karena ha
"Hasil tes itu mengatakan jika aku kurang subur. Itu sebabnya pernikahanku dengan Rintik sangat sulit untuk segera mendapatkan momongan meski kami melakukan hubungan di masa Rintik subur. Lalu bagaimana dengan hanya sekali berhubungan seseorang itu langsung hamil?" ujar Reka seraya melirik Iren yang tengah merasa cemas."Ma-maksud kamu apa, mas? Kamu menuduhku—""Apa aku tidak boleh merasa curiga akan hal itu? Terlebih kamu selalu menghabiskan uangku untuk berbelanja dan hura-hura," potong Reka."Kamu sengaja berkata pada Mami bahwa kamu hamil anakku meski kamu tahu aku sudah memiliki istri. Jika bukan karena uangku, lalu untuk apa lagi tujuanmu mendekatiku?" lanjut Reka."Itu juga yang kamu lakukan terhadap Langit. Setelah tahu ia adalah pria sederhana, kamu meninggalkannya begitu saja. Lalu sekarang setelah kamu tahu Langit banyak uang, kamu berusaha mendekatinya lagi? Cih! Wanita murahan sepertimu rasanya tidak pernah puas hanya dengan satu pria saja," hina Reka.Iren menggelengkan
Kamu mengejekku?" Iren menatap sinis ke arah Rintik yang menurutnya sedang memanas-manasi dirinya.Rintik beranjak dari pangkuan Langit dan berjalan mengitari sofa. "Aku? Untuk apa? Justru aku turut prihatin padamu. Aku yakin tujuanmu merebut Reka dariku adalah agar kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Tapi nyatanya, yang terjadi adalah kebalikannya.""Dan sekarang, kamu mencoba kembali ingin merebut suamiku lagi? Tidak Iren. Aku tidak akan membiarkannya. Tidak akan ada sedikitpun celah yang bisa kamu manfaatkan untuk dapat dekat kembali dengan suamiku. Kesalahanku kemarin adalah tidak memperjuangkan apa yang telah menjadi milikku, dan itu yang aku sesalkan. Tapi kali ini, tidak! Meskipun aku harus berjuang mati-matian, aku akan tetap mempertahankan pernikahanku. Ini adalah peringatanku yang pertama dan terakhir untukmu!" tegas Rintik pada Iren.Iren tertawa terbahak mendengar peringatan dari Rintik. Bukannya takut, ia justru semakin tertantang dan dengan terang-terangan mengibarkan
"Tapi, Rin—""Sayang, aku ingin pulang. Aku naik taxi online saja," pamit rintik pada suaminya.Langit yang tidak mau terjadi sesuatu dengan istrinya, melarang Rintik untuk pulang sendiri. Ia menahan wanitanya itu dan meyakinkan bahwa pembicaraan mereka tidak akan memakan waktu yang lama. "Kamu tunggu saja di bawah. Aku janji tidak akan lama," ucap Langit, kemudian ia mengecup singkat kening Rintik.Rintik mengangguk dan bersedia menunggu Langit sampai selesai bekerja. Kemudian ia berlalu keluar ruangan. Tak menghiraukan Reka yang tengah menatapnya dengan tatapan rindu."Apa tujuanmu datang kemari? Kita tidak ada janji temu hari ini bukan?" tanya Langit tanpa basa-basi pada Reka setelah kepergian Rintik."Apa aku harus membuat janji dulu jika ingin bertemu denganmu? Meski hanya sekedar ngobrol atau ngopi?" protes Reka pada Langit."Ya. Tentu saja," ucap Langit membenarkan. Ia mulai berkemas dan merapikan meja kerjanya karena ia sudah berjanji pada istrinya untuk segera mengantarnya p
"Ah, terus Sayang," desis Reka pada teman wanitanya.Pemandangan yang unik terjadi di ruang kantor Reka. Ia tengah bercinta dengan pakaian yang masih lengkap di atas sofa panjang yang ada di ruangan itu. Namun, tidak demikian dengan si wanita. Si wanita bertelanjang bulat berada dibawah tubuh Reka yang tengah menngenjotnya seperti tanpa ampun.Langit yang terpaksa melihat pemandangan itu hanya bisa menganga tak percaya. Sesaat setelah pikirannya kembali terkumpul, Ia segera membalik badannya agar tidak melihat adegan vulgar secara live itu."Sebentar lagi aku akan selesai," ucap Reka pada langit. Kemudian ia kembali mendesah bersama wanita teman bercintanya itu.'Apa ia sengaja menunjukkannya padaku gara-gara kemarin? Dasar sinting! Tidak seharusnya aku berada ditempat ini. Seharusnya aku sudah sadar ketika mendengar suara aneh itu!' gerutu Langit dalam hati. Ia berencana keluar dan menunggu kegiatannya selesai dari luar ruangan. Namun, langkahnya di tahan oleh Reka."Aku sampai!" pe
"Kamu pikir, dengan air mata buaya yang kamu keluarkan akan merubah cerita yang terjadi?" ucap Angel memecah kerumunan. Bukan hanya mereka bertiga yang menatap Angel, tapi juga dengan para penonton yang berkerumun di tempat itu.Iren memutar bola matanya malas. Tidak menyukai dengan kedatangan mantan pemimpin di perusahaannya."Tentu saja kamu membela Rintik karena kalian bersahabat," elak Iren masih tetap pada rencananya.Angel tertawa kecil mendengar alasan Iren. "Bukan karena aku berteman dengan Rintik tapi memang kenyataannya seperti itu. Kamu merebut suami pertamanya, lalu sekarang kamu berusaha mendekati suaminya lagi. Karena kamu tahu jika Langit yang sekarang adalah seorang yang kaya raya," cerita Angel.Ucapan Angel membuat Iren sedikit merasa khawatir. Dengan masih mempertahankan air mata buayanya, ia mengelak dari semua tuduhan Iren. "Kenapa sih kalian sangat senang membuatku merasa terpojok dengan cerita kalian?""Sudahlah Iren. Tidak usah membuat drama yang tidak perlu. U