"Satu pergi satu datang, cepat sekali mereka mendapatkan kabar ini," gumam Azlan sambil menghenbuskan napas dengan kasar. Sudah tidak ada lagi semangat untuk melawan mereka semua. "Mau apa kamu ke sini? Kehadiran kamu tidak diharapkan," ucap Azlan tanpa memandang wajah Jenifer. "Aku akan menemani kamu di sini. Atau kamu pulang saja, biar Tomi yang menunggu wanita ini, lagian kemana sih suaminya? Memiliki istri kok ditelantarkan," balas Jenifer. Azlan ingin sekali menyuarakan isi kepalanya dan mengungkapkan siapa Nauma di depan publik, terlebih lagi di depan Jenifer yang selalu mengganggunya. "Kamu saja yang pergi, aku tidak butuh bantuanmu. Tomi juga sedang sibuk, biar aku saja yang menjaga Nauma," ucap Azlan acuh. "Beruntung sekali wanita itu ditemani oleh pria tampan sepertimu. Jarang sekali majikan sepErti dirimu, Honey. Apa kamu selalu bersikap manis seperti ini kepada setiap wanita? Tapi kenapa tidak denganku?" Jenifer merangkul leher Azlan dari belakang dan menempelkan dadan
"Kalau aku mencintainya kenapa? Masalah buat kamu?" balas Azlan dengan yakin, tidak ada yang salah dalam perkataannya. Dia memang mencintai Nauma, istrinya. "Kamu gila honey! Agnes bilang dia sudah memiliki suami, entah suaminya ada di mana," ucap Jenifer. "Aku tahu dia sudah memiliki suami, dan aku sama gilanya denganmu, mengejar cinta orang yang salah. Perlu kamu tahu, aku tidak menolakmu di depan publik hanya karena permintaan Agnes, aku sama sekali tidak tertarik denganmu. Apalagi memiliki hubungan dengan wanita sepertimu," balas Azlan berterus terang. Dia terus saja menyudutkan Jenifer. Azlan tersenyum sinis saat melihat kekesalan Jenifer, dia juga melihat kalau Jenifer sudah mengepalkan tangannya, matanya pun sudah berkaca-kaca karena perkataan Azlan. "Tidak! Kamu harus menjadi milikku apapun yang terjadi, tidak akan aku biarkan siapapun memilikimu kecuali aku, apalagi bersaing dengan wanita kampungan itu," ucap Jenifer marah sambil menunjuk Nauma yang berada di dalam ruangan
"Wah... ada Fero datang... pasti mau menjenguk istruku ya," sapa Azlan ramah yang terkesan berlebihan. Dia juga menekankan kata istriku dalam kalimatnya untuk menunjukkan kepemilikannya. 'Sabar... sabar... lo baru aja janji sama Nauma untuk nggak cemburuan,' sambungnya dalam hati. Azlan juga menunjukkan senyumnya pada Fero. Fero merasa ada yang aneh dari sikap Azlan yang tidak biasanya. Fero melirik Nauma memberi kode untuk menanyakan perubahan sikap Azlan yang menurutnya sangat aneh. Nauma membalas kode itu dengan mengangkat bahunya acuh. Interaksi mereka tidak luput dari pandangan Azlan. 'Ngapain pakai kode-kode kayak gitu? Mau mengusir Fero, tapi nggak mungkin,hais... menyebalkan,' ucapnya dalam hati saat melihat Fero dan Nauma saling lirik. "Kok diam aja sih? Ini bunga dan buah untuk istriku 'kan?" Azlan mengambil bunga dan buah yang ada di tangan Fero lalu meletakkannya di sembarang tempat. Azlan meletakkan bunga dan buah itu di sofa yang ada di ruang rawat, dia tidak mau melet
"Kamu ngomong apa sih, Neng? Kalau ngomong itu di lihat dulu, aku seperti itu apa nggak. Aku sama Jenifer nggak ada hubungan apa-apa. Dianya saja yang kegatelan deketin aku terus." Nauma tidak menjawab perkataan Azlan lagi, dia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Keadaannya saat ini masih lemah, begitu banyak hal yang menjadi pikirannya. Azlan merasa bingung harus berbuat apa lagi supaya bisa membaut Nauma kembali seperti dulu. 'Apa Nauma masih marah ya?' tanyanya dalam hati. Azlan merasa bingung harus melakukan apa lagi. Saat ini kondisi Nauma sedang tidak baik-baik saja, terutama mentalnya. Azlan takut hal ini akan terulang lagi. Azlan memilih untuk tidur di sofa. Dia tidak mau Nauma merasa tidak nyaman dengan dirinya.***Azlan tertidur sampai pagi, tubuhnya terasa sangat sakit karena sofa di ruang rawat sangat kecil sehingga tidurnya tidak merasa nyaman. Nauma melihat Azlan yang sedang memijit lehernya, tapi dia mengabaikannya.Biasanya Nauma menjadi orang nomor satu yang menghawa
"Aku bilang tidak ya tidak, sudah saatnya publik tahu kalau aku memiliki istri, aku tidak mau menutupi pernikahanku lagi," ucap Azlan saat mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat konferensi pers. "Jangan keras kepala, ini semua demi kamu. Kalau kamu memberitahu publik kebenarannya, maka semua job yang kamu dapatkan akan hilang begitu saja." "Bukan demi karirku, tapi demi keuntunganmu 'kan?" "Ah, sudahlah. Pokoknya kamu sudah terikat kontrak denganku, kamu harus memberitahu para wartawan kalau kamu masih single, awas kalau kamu macam-macam!" ucap Agnes memperingati. Azlan tidak membalas ucapan Agnes lagi, tidak ada gunanya membalas ucapannya. Selalu saja Agnes memaksakan kehendaknya dengan ancaman kontrak yang sudah disepakati dulu. Agnes membawa mobil dengan kecepatan penuh, sudah tidak ada waktu lagi untuknya bersantai. Gosip sudah meluas di jejaring media sosial, para klien banyak yang meminta klarifikasi gosip tersebut. "Ganti pakaian kamu sekarang." Agnes memberikan pakai
"Diam!" bentak Agnes sambil tersenyum palsu ke arah media. tangannya menarik tangan Azlan untuk keluar dari ruangan. Tubuhnya membungkuk sedikit tanda berpamitan pada para wartawan. Begitu juga dengan Jenifer, dia merangkul lengan Azlan dan menutupi pandangan wajah Azlan agar tidak terlihat wartawan. Azlan masih ingin mengungkapkan kebenaran yang ditutupinya, wajahnya terus saja menoleh pada wartawan, tapi Jenifer terus saja menutupinya. "Apa-apaan sih kamu?!" bentak Agnes saat mereka sudah di dalam mobil. Azlan membalas pertanyaan dengan mengangkat bahunya acuh, lalu menyenderkan punggungnya pada senderan jok mobil. Dia tidak perduli dengan kemarahan Agnes. "Kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan?! Kamu dapat membahayakan karirmu dan perusahaan, banyak orang bergantung pada perusahaanku demi menghidupi keluarganya!" sambung Agnes. "Tapi tidak dengan mengorbankan pernikahanku!" balas Azlan dengan membentak Agnes. Sorot matanya sangat tajam, dia sangat membenci Agnes. 'Tidak bisa h
"Kalau gue masuk dia sedih lagi nggak ya? Saat ini dia sedang tertawa. Sudah lama tawa itu nggak gue lihat. Apa gue biarin aja Fero di dalam sana? Setidaknya dia bisa menghibur Nauma," gumamnya pada diri sendiri. Azlan takut kehadirannya membuat Nauma sedih, dia membiarkan Nauma bersama Fero. Meski hatinya terasa sakit saat melihat kedekatan mereka, tapi bibirnya tersenyum. Dia bersyukur Nauma bisa tertawa lagi meski tawa itu bukan bersamanya. Azlan membalikkan tubuhnya dan kembali ke parkiran mobil untuk menemui Tomi. Azlan melangkah dengan gontai, tidak ada semangat dalam dirinya untuk melanjutkan pekerjaan. "Kenapa cepat sekali, Kak?" "Kita ke apartemen dulu, baru ke lokasi syuting," pinta Azlan tanpa menjawab pertanyaan Tomi. Tomi membukakan pintu depan, tapi Azlan malah mengambil tempat duduk bagian belakang. Tomi menggaruk kepalanya melihat perubahan pada diri Azlan. Tidak biasanya Azlan memilih duduk di belakang, saat mereka hanya berdu saja. Tomi tidak berani bertanya, dia
"Apaan sih, Kang?!" ucap Nauma sambil membuka masker kertas di wajahnya. Azlan memegangi dadanya karena terkejut. Dia pikir, dia sedang melihat hantu. Kamar rawat Nauma cukup hening, belum lagi kesan horor dari luar jendela, ditambah pekatnya malam yang mengerikan. "Kamu ngapain malam-malam gini pakai itu? aku pikir kamu hantu," balas Azlan. "Ini masker, Fero yang ngasih. Katanya untuk menghilangkan stres," ucap Nauma dingin. Azlan langsung mengerti apa maksud Nauma. Nauma pasti merasa kesal dengan berita tadi pagi yang dilihatnya. "Maafkan aku ya sayang, tadi pagi itu aku ingin mengatakan kebenarannya. Tapi Agnes memotong ucapanku, Jenifer juga mengambil kesempatan saat di depan wartawan," ucap Azlan sambil duduk di samping tempat tidur Nauma. "Nggakpapa," balas Nauma acuh. Azlan tidak mau membuat suasana hati Nauma kembali kacau. Dia berpura-pura bahagia jika Nauma tidak mempermasalahkan berita tadi pagi. "Lihat aku bawa apa? Ini kue kesuakaan kamu," ucap Azlan sambil memberi
"Kenapa saat hatiku sudah memilihmu jusrtu kau yang menghilang?" gumam Nauma sambil berjalan mencari taksi.Rumah Azlan yang ia datangi ternyata sudah dijual, tapi ia tak putus asa. Nauma mengunjungi Strar Entertaint, agensi tempat Azlan bekerja. Nauma pikir Azlan masih menjadi artis dan bekerja dengan Agnes."K-kamu Nauma?" tanya Fero yang tak sengaja melihat Nauma memasuki lobi kantornya."Ya, ini aku. Sudah lama kita tak bertemu," balas Nauma."Kau sudah berubah sekali, semakin cantik dan mempesona. Oh ya, untuk apa kau ke sini?" tanya Fero."Apakah Azlan ada di sini? Aku mencari ke rumahnya tapi ia tak tinggal di sana lagi, nomor ponselnya pun sudah tak aktif lagi," tanya Nauma.Fero mengembuskan napas saat mendengar pertanyaan Nauma. "Dia sudah tak bekerja di sini lagi, sekarang dia tak memiliki pekerjaan, semua harta yang diberikan Mr. Jhon pun sudah diambil dan dia sudah tak memiliki apapun. Tapi untuk apa kau mencarinya, bukankah kau sudah menikah dengan Mr. Jhon?" tanya Fero
"Kenapa Azlan, Nak?" tanya Ibu Tomi sambil berlari karena mendengar teriakan anaknya."Kak Azlan tak sadarkan diri, Bu. Lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang," balas Tomi cemas.Tomi dan ibunya membawa Azlan ke rumah sakit terdekat, sepanjang perjalanan ia merasa cemas karena keadaan Azlan. Wajahnya sudah terlalu pucat, mata menghitam dan terlihat lebih kurus dari biasanya.Ia melajukan mobil dengan kecepatan penuh tanpa memperdulikan makian pengguna jalan lainnya. Ibu Tomi pun merasa cemas karena tak biasa berada di jalan raya dengan kecepatan seperti ini."Hati-hati, Nak," ucap Ibu Tomi memperingati anaknya.Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung melarikan Azlan ke ruang UGD. Dalam perjalanan menuju UGD mereka bertemu dengan Fero yang kebetulan sedang syuting di rumah sakit untuk film terbarunya. Fero pun membantu Tomi mendorong brangkar pasien."Apa yang terjadi? Mengapa ia jadi seperti ini?" tanya Fero."Nanti aku ceritakan, yang penting kondisi Kak Azlan membaik dulu
"Maaf Nyonya. Semua biaya atas nama Axcel sudah dilunasi," ucap petugas administrasi saat Nauma ingin membayar tagihan rumah sakit."Siapa yang telah membayarnya?" tanya Nauma penasaran."Pria yang mendonorkan mata untuk anak anda."Nauma terkejut dengan apa yang ia dengar. Azlan menjalankan peran sebagai Orangtua yang sesungguhnya dengan menjaga Axcel tanpa sepengetahuannya. Bahkan biaya operasi yang terbilang mahal pun Azlan lakukan. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."Nauma pergi dengan tatapan kosong, ia masih memikirkan Azlan di hatinya. Nauma pun merogoh tas kecil yang ia bawa dan mengambil ponselnya. Ia mencari nomor Azlan hendak menelpon dan mengucapkan rasa terima kasihnya."Kenapa nomornya tidak aktif?" gumam Nauma.Nauma kembali menelpon Azlan dengan nomor yang dulu Azlan gunakan sebagai Mr. A, tapi tetap saja nomor itu tak aktif sama sepeti nomor sebleumnya. "Kenapa nomor ini juga tak aktif? Apakah ia mengganti nomornya?" gumam Nauma."Ada apa?" tanya Mr. Jhon menghamp
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Nauma begitu seorang pria keluar dari kamar mandi.Azlan terkejut saat melihat kehadiran Nauma di ruang rawatnya, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nauma. Nauma pun terlihat menahan kesedihannya sambil memandang wajah Azlan yang terdapat perban di bagian mata. "Apakah kau yang mendonorkan mata untuk Axcel?" tanya Nauma lagi.Azlan masih terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa, rasanya percuma ia menyembunyikan identitasnya saat Nauma mengetahui apa yang ia lakukan.Azlan mengambil ponsel Nauma di lantai dan memberikannya. Ia pun tersenyum dan berkata. "Tenang saja, aku akan pulang begitu pengobatan ini selesai, aku pun janji akan menghilang dari hidup kalian," ucap Azlan menahan sesak di hati.Nauma tak menerima ponsel yang Azlan berikan, ia masih terpaku pada wajah Azlan yang berbalut perban. Tanpa ia sadari air mata sudah jatuh begitu saja membasahi pipi. Azlan pun panik dengan kesedihan yang Nauma tampakkan. Ingin sekali rasanya memeluk wanita yang
"Tentu saja bisa, tapi kau harus melewati serangkaian tes terlebih dulu untuk melihat kecocokan mata kalian," ucap sang dokter."Baiklah, aku akan melakukan tes itu sekarang juga," balas Azlan.Azlan menjalani pemerikasaan dan ia bersyukur karena matanya cook untuk didonorkan. Tomi merasa cemas dengan keputusan yang diambil Azlan. Sedangkan Azlan memantapkan hati untuk kesempurnaan anaknya. Ia tak akan tega melihat Axcel hidup dengan kekurangan."Apakah kau serius dengan keputusanmu, Kak?" tanya Tomi."Tentu saja, kau tenanglah, bukan hal buruk hidup dengan satu mata," balas Azlan.Dokter memberikan jadwal operasi pada Azlan, serangkaian tindakan pun telah Azlan lakukan. Hari demi hari ia tinggal di rumah sakit, dan mendapati kabar bahwa operasinya telah berhasil. Rasa syukur selalu ia ucapkan.Azlan pun melihat keadaan Axcel saat malam tiba, tentunya hanya dari luar jendela. Ia tak ingin Nauma mengetahui apa yang ia lakukan untuk anaknya."Syukurlah kalau kau sudah bisa melihat denga
"Tapi mobil itu adalah mobil kesayangamu, Kak," balas Tomi."Tak ada yang lebih penting dari keselamatan anakku, aku harus segera menemuinya. Hati ini tak akan tenang jika belum melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang juga kau temani aku ke dealer mobil," ucap Azlan.Azlan berlari menuju kamarnya mengambil kunci mobil serta berkas yang dibutuhkan, kemudian ia dan Tomi langsung menuju dealer mobil tempatnya membeli dulu. Pekatnya malam membuat jalanan semakin lengang, hingga Tomi berpikir dealer yang mereka tuju pasti sudah tidak beroperasi."Sepertinya Dealer mobil sudah tutup di jam segini, Kak. Lebih baik besok saja kita ke sana," ucap Tomi."Semoga saja belum." Azlan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, hingga Tomi berpegangan pada tali pengaman yang ada di tubuhnya.Harapan Azlan tak menjadi kenyataan, dealer mobil yang mereka tuju sudah tutup, tapi Azlan tak patah semangat. Ia mencari dealer mobil lainnya yang masih buka. Keberuntungan tak berpihak padanya
Nauma : Entahlah, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan. Benar apa yang kau katakan, masih ada cinta untuknya. Tapi saat mengingat pengkhianatannya aku merasakan sesak yang sangat menyakitkan. Terlebih kemarin ada seorang pria yang melamarku, pria itu yang selama ini menjagaku dan anakku.Azlan tak langsung membalas pesan itu, ia sadar jika kesalahannya tak mungkin bisa dimaafkan begitu saja. Azlan pun yakin, pria yang dimaksud Nauma adalah Mr. Jhon. Senyum pahit terukir di wajahnya, merasa tak memiliki harapan sama sekali.Azlan : Ikutilah apa yang hatimu katakan, aku doakan kebahagiaan untukmu. Semoga kau mendapatkan cinta yang tulus dan tak tersakiti lagi.Nauma : Terima kasih kau sudah mau mendengarkanku, padahal kita tak pernah saling mengenal, tapi entah mengapa rasanya nyaman sekali berbicara denganmu.Azlan : Jangan berterima kasih karena aku tak melakukan apapun. Jika kau membutuhkan teman bercerita kau bisa menghubungiku. "Ya, lebih baik kau bersama dengan Mr. Jhon, pria it
"Kau yang siapa? Mengapa pintu rumahku tak bisa dibuka seperti ini?" tanya Azlan ksal."Ini adalah rumahku, sudah dua tahun aku membeli rumah ini dari Jenifer," balas pria paruh baya yang ada di hadapan Azlan."Kakak dan adik itu membuat hidupku menderita saja, seenaknya menjual rumahku," gumam Azlan."Aku tak pernah menjual rumah ini, dan aku tak pernah menandatangani surat jual beli rumah ini," ucap Azlan pada pemilik rumahnya."Tapi aku membelinya dengan resmi, apakah kau Tuan Azlan?""Ya, benar aku Azlan.""Masuklah Tuan, aku akan tunjukkan berkas pembelianku dulu, tanda tanganmu pun ada di berkas itu."Azlan memasuki rumah dan menunggu di ruang tamu, sudah banyak perubahan di rumah ini. Bahkan barang-barang yang dulu sudah di ganti oleh pemilik barunya. Azlan menaruh kesal di hati saat mengetahui rumahnya telah dijual oleh Jenifer."Sebelumnya perkenalkan, aku Ryan," ucap pemilik rumah memperkanalkan diri."Mana berkasnya?" tanya Azlan tak sabar.Ryan mengeluarkan surat perjanjia
Azlan : Aku berasal dari Indonesia.Nauma : Kebetulan, aku juga berasal dari Indonesia, senang berkenalan denganmu.Pesan demi pesan mereka balas hingga menjelang malam. Ketenangan hadir di hati saat bisa bertukar pesan dengan wanita yang dicintainya. Azlan tidur dengan nyenyak sambil memeluk ponselnya. Berbulan-bulan sudah ia tinggal di negara orang.Berkali-kali pula ia mencoba mendekati Nauma dan Axcel, tapi hanya penolakan yang ia terima. Tabungannya pun sudah hampir habis, pekerjaan di Jakarta pun sedang menunggunya. Azlan memutuskan untuk menemui Nauma dan Axcel, ia ingin sekali lagi memperjuangkan perasaannya."Ya, ini adalah yang terkahir, jika mereka masih menolakku, maka aku akan pulang ke Indonesia," gumamnya sambil mengenakan jaket.Azlan menuju apartemen Nauma menggunakan bus, sepanjang perjalanan ia berdoa agar Nauma mau menerimanya lagi. Hanya sekedar harapan dengan kemungkinan kecil, ia tak begitu yakin jika Nauma mau menerimanya lagi. Terlebih penolakan-penolakan yang