"Keputusanku, hari ini juga kalian harus berpisah! Anggap pernikahan itu tidak terjadi. Lebih baik hadapi ancaman skandal secara langsung daripada mundur, padahal ujung-ujungnya kalian tetap akan menghadapinya. Cepat atau lambat keluarga Milan akan membongkar pernikahanmu dan juga skandal itu!" jelas Nyonya besar Erina dengan nada kesal.
"Nek, alasan papa menuruti keluarga Milan dengan menikahkan kami, itu untuk mengulur waktu supaya aku punya kesempatan meyakinkan Marcell, sebelum Marcel mendengar berita skandal itu dari mereka. Lagian keluarga Milan sudah menyaksikan sendiri pernikahan kami. Bagaimana bisa aku menyangkal pernikahan itu?" Hana mengerutkan keningnya.
"Itu sebabnya harusnya kalian tidak menikah! Tetapi soal pernikahan yang disaksikan keluarga Milan, katakan saja yang sebenarnya, bahwa merekalah yang memintamu menikah sebagai syarat agar skandal itu tidak disebar. Intinya sekarang juga pernikahan ini harus kau akhiri. Aku ingi
Pertemuan keluarga Winata berlangsung dengan cukup menegangkan, apalagi Erina mengeluarkan ancaman seperti itu terhadap Anton."Itu adalah hak Mama. Terserah jika Mama pada akhirnya memutuskan seperti itu." Itulah tanggapan Anton atas ancaman Nyonya besar Erina Winata."Tentu saja. Itu sepenuhnya hakku!" Setelah berucap seperti itu, Nyonya besar Erina Winata beralih pada Hana. "Seperti kata papamu, katanya kau akan mampu meyakinkan Marcell. Apa kau memiliki kepercayaan diri yang sama?""Tentu saja, Nek." Hana menjawab dengan singkat. Setelah itu, ia memutuskan untuk undur diri. Sebenarnya sudah sedari tadi ia tidak betah duduk di sana begitu keluarganya terus saja sibuk menghina Green dalam perdebatan mereka."Kenapa terburu-buru, Hana? Jarang-jarang kita bisa berkumpul seperti ini. Kita semua berencana akan makan siang bersama setelah pembicaraan selesai." Bibi Felisa menahan Hana.&nbs
Hana melajukan mobilnya meninggalkan rumah Nyonya Besar Erina Winata. Suasana tampak hening di dalam mobil. Baik Hana maupun Green masing-masing berkutat pada pemikirannya sendiri.Saat ini, Hana merasa marah. Kenapa keluarga Winata begitu sombong? Dari dulu selalu seperti itu, memandang rendah orang yang berada di bawahnya. Harusnya saat seseorang jatuh dan terluka kita harus segera menolongnya, tetapi keluarganya malah menertawakan Green saat Green terjatuh seperti itu. Benar-benar sulit diterima akal sehat! Hana benar-benar kesal dan merasa malu punya keluarga yang seperti itu. Neneknya begitu marah pada Green, padahal salah Green tidak ada sama sekali. Paman-pamannya dan juga sepupu-sepupunya juga sangat keterlaluan. "Benar-benar gila!" umpatnya dalam hati.Hati Hana mendadak sedih, saat memikirkan sikap neneknya tadi. Padahal dia adalah cucu kesayangan neneknya. Tetapi hanya karena dia tidak sengaja berbuat satu kesalahan, neneknya lang
Selesai mengobati Green, Hana menaruh kotak P3K dan kompres di atas nakas. Hana melihat Green hendak menyentuh dagunya yang terluka."Jangan, Green. Nanti salepnya terhapus." Hana langsung mengingatkannya."Iya!" Green seketika menurunkan tangannya seperti anak kecil penurut. Hana mendengkus tersenyum melihatnya.Suasana hening. Hana kemudian kembali menatap Green. "Green, aku minta maaf ya.""Kenapa kamu minta maaf? Kamu tidak ada salah, malah selalu menolongku." Green tersenyum. "Aku justru ingin mengucapkan terima kasih padamu."Hana mendesah. "Aku minta maaf karena kelakuan keluargaku. Keluargaku sudah keterlaluan menghinamu. Kamu pasti sakit hati mendengarnya." Wajah Hana tampak menyesal."Jika ditanya, hatiku memang sakit. Tapi aku memang sudah terbiasa menerima hal semacam ini, Hana." Green menarik nafasnya kemudian kembali berkata, "Yang aku tidak bia
Selesai makan, Hana memutuskan masuk ke dalam kamar, begitu pula Green yang hanya bisa mengekorinya. Tugas sekolah Hana belum selesai dan besok harus dikumpul. Biasanya dia tidak pernah selambat ini dalam mengerjakan tugas. Begitu guru memberi tugas, ia akan segera menyelesaikannya di hari yang sama, bahkan kalau perlu di saat itu juga jika ada jadwal kelasnya yang kosong. Namun kejadian tak terduga dua hari ini benar-benar menyita waktunya sehingga baru sekarang ia bisa mengerjakan tugasnya. Hana adalah tipe orang yang tidak suka menunda jika itu berkaitan dengan pelajarannya di sekolah. Dan dia sangat suka belajar. Itu sebabnya ia selalu meraih peringkat pertama di sekolahnya.Sementara itu, Green duduk di sofa besar yang menjadi ranjangnya tiap malam. Dia hanya menatap punggung Hana yang duduk di depan meja belajar, sibuk berkutat dengan buku-bukunya. Di meja kecil ada camilan cookies yang tersisa, juga mangkuk kosong yang sebelumnya berisi potongan buah nana
Ghania terkejut mendengar ucapan Hana. "Tadi siang kamu berbicara dengan penuh percaya diri pada nenek, ternyata kamu bahkan tidak memiliki ide! Sejak kapan kamu payah begini?" Ia memutar bola matanya malas."Aku cuma bercanda! Aku sudah memiliki ide yang bagus!" Hana menjulurkan lidahnya sedikit. Dia hanya ingin melihat reaksi sepupunya itu. Ternyata Ghania malah mengejeknya. Ghania pun merasa dikerjai. Tentu saja, Hana tidak mau menunjukkan kelemahannya di hadapan Ghania. Biar bagaimanapun Ghania adalah putri dari pamannya yang menyebalkan itu. Bisa saja Ghania bercerita pada mereka.Mereka terus berbincang hingga waktu berlalu begitu saja. Hana menatap jam di dinding, kemudian menatap Ghania. "Aku ke atas sebentar mau melihat Green. Rasanya tidak mungkin jika dia belum bangun." Ia pun beranjak dari duduknya dan Ghania mengikutinya. Hana menghela nafas menyadari Ghania mengikutinya, tetapi ia tidak berniat melarangnya. Ghania adalah sepupu
Pelayan Ema datang ke kamar Hana memberitahu bahwa Tuan dan Nyonya Winata sudah kembali."Hana, aku ke bawah dulu mau menyapa Paman dan Bibi." Hana hanya mengangguk. Lalu Ghania keluar dari kamar.Saat Ghania turun, ia tidak hanya mendapati Anton dan Jihan, tetapi kakak laki-lakinya juga ikut bersama kedua orang tua Hana. Mereka sedang duduk santai di ruang keluarga."Paman, Bibi! Rencananya, aku mau menginap di sini malam ini," ucap Ghania setelah memberi salam dan duduk di sofa tunggal."Oh, ya sudah." Anton menjawab Ringan. Mata Ghania beralih pada Reynaldi."Kakak kenapa kemari?" tanyanya pada kakak laki-lakinya itu."Tadinya aku mau menjemputmu dari sini. Padahal jarang-jarang kamu ke ibukota, tetapi malah memilih menginap di sini daripada di rumah sendiri." Reynaldi mengeluh.Selama ini, Ghania memang memilih tinggal di kota lain be
Makan malam sedang berlangsung. Saat Hana dan Green turun suasana terasa dingin. Anton menatap putrinya itu dengan tatapan yang sulit diartikan, sementara Jihan hanya mengerutkan keningnya. Dia merasa khawatir jika putrinya itu menjadi dekat dengan Green, itu karena mereka baru saja mendengar dari Ghania bahwa Green tidur di kamar Hana. Kenapa putrinya itu memutuskan untuk sekamar dengan Green? Saat ini Hana duduk berdampingan dengan Green di meja makan. Bahkan Hana meladeni Green makan."Kak Rey menginap di sini juga?" tanya Hana di sela makannya.Reynaldi menggeleng. "Aku akan pulang malam ini. Tadinya aku kemari untuk menjemput Ghania, tapi ternyata Ghania akan menginap di sini.""Oh begitu," tanggap Hana santai.Green terus menunduk seolah fokus pada makanan yang ada di piringnya, tetapi kenyataannya ia hanya tidak mau bertatapan dengan semua orang yang ada di ruang makan itu, terkecuali Hana. Di
Ucapan Hana yang penuh percaya diri membuat Rey terdiam beberapa saat, tetapi kemudian ia menyeringai. "Hana.. Hana.. Keras kepala tidak akan mendatangkan manfaat apapun. Sebagai kakak, aku khawatir sifat impulsif dan kebaikan hatimu yang konyol malah membuatmu hancur. Aku harap kau tidak mengecewakan keluarga besar kita.""Aku tahu apa yang kulakukan." Setelah Hana menjawab dingin seperti itu, mereka pun melanjutkan makan dengan hening. Lalu setelah selesai makan, Rey memutuskan untuk langsung pamit pulang karena suasana sudah tidak nyaman.•Di kamar, Hana mengobati mulut Green yang terluka. "Apa masih sakit?" tanya Hana dengan kening sedikit mengerut melihat robekan luka Green yang agak lebar."Tidak sakit lagi," jawab Green jujur. Ya, luka sekecil itu tidak ada artinya dibandingkan luka-luka yang selama ini ia dapatkan dari orang-orang lain."Aku benar-benar tidak menyan
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be