Semua menatap Erina. Lalu Rudy dan Gerry ikut-ikutan melihat layar perangkat Erina. Benarkah nama Green yang tertera di sana? Benarkah Green sendiri yang membayarnya?
"Bukankah.....namamu Green Assa? Kenapa....di sini bernama.....Green Williams?" tanya Erina dengan rasa bingung. Tetapi tetap kebingungan utamanya adalah dari mana Green mendapat uang sebanyak itu?
"Mungkin Nenek salah baca," ucap Marcell. "Setahuku namanya memang Green Assa."
"Tidak, Nenek tidak salah baca, Marcell," jawab Erina.
Marcell diam. Walaupun sedikit tidak enak mendengar nama yang sama yaitu Williams. Marcell hanya berpikir bisa saja itu hanya kebetulan sama. Yang ia pertanyakan kenapa namanya berubah? Atau memang nama asli Green adalah Green Williams?
"Di sini tertera Green Williams. Siapa sebenarnya nama kamu?" tanya Rudy pada Green. Kali ini dia berbicara tanpa nada membentak.
Gree
Tanpa berkata-kata Marcell langsung berdiri dan keluar dari ruangan itu. Baginya tidak ada seorang pun yang perlu dihormati di ruangan itu. Jadi untuk apa dia berbasa-basi permisi pada mereka? "Marcell?" Ketiga orang tersebut terkejut melihat Marcell pergi begitu saja tanpa pamit. "Rudy, susul dia!" seru Erina. Rudy segera menyusul keluar. "Nak Marcell. Kenapa kamu langsung keluar tanpa berucap apa pun? Maafkan jika suasana membuatmu tidak nyaman. Hal ini sungguh tidak terduga," ucap Rudy begitu dia mencegat Marcell. "Dasar penjilat," gumam Marcell tetapi mampu didengar oleh Rudy. "Apa?" ucap Rudy terkejut. Marcell tidak berkata apa-apa lagi. Dia langsung meninggalkan Rudy di sana. Rudy sungguh tidak nyaman mendengarnya. Tetapi kemudian ia segera masuk ke dalam ruangan. Dia mendengar Green sedang berbicara. "Kalian memang ke
"Green Williams," gumam Hana dengan mata terpejam saat ia merendam tubuhnya di bathtub yang berisi air hangat bercampur dengan minyak esensial murni.Beberapa hari ini adalah hari yang luar biasa bagi Hana. Dimulai dari hari ketika ia bertemu dengan Green yang ternyata masih hidup dan dalam keadaan sehat. Dan hari ini, dia adalah pemilik sah dari PT. Andalan Winata. Hana tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya.Namun yang mengganggu pikiran Hana saat ini adalah nama asli Green yang sekarang adalah Green Williams. Karena nama itu, Hana tidak bisa mencegah pikirannya untuk tidak mengaitkan Green dengan Marcell."Apa mereka memiliki hubungan? Pertama, wajah mereka begitu mirip. Kedua, Green mampu membeli perusahaan besar seolah itu bukan apa-apa.""Tetapi sikap Marcell sendiri seolah dia tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Green.""Hufft...membingungkan!" Hana menghela n
"Jadi, kamu masih memiliki keluarga kandung?" tanya Anton. "Iya, Pa." "Jadi, di mana mereka sekarang? Papa ingin bertemu secepatnya dengan keluargamu!" sahut Anton kembali. Keluarga Green pastilah orang hebat, itu sebabnya Green bebas menggunakan uang dengan jumlah yang besar! "Iya, Mama juga ingin bertemu langsung dengan mereka, Green. Pertemukanlah kami dengan mereka," timpal Jihan tak kalah bersemangat dari suaminya. "Baiklah, Pa, Ma. Kebetulan keluargaku akan datang dari luar negeri malam ini, jadi besok aku bisa mempertemukan kalian," ucap Green. Tadi Reyhans memang sudah mengabari Green bahwa dia akan datang ke negeri ini malam ini juga. Dan Reyhans meminta Green untuk membawa kepadanya cucu menantu perempuannya itu besok. Mulut Hana terbuka mendengarnya. Ternyata lebih cepat dari yang ia bayangkan! Hana mendadak gugup.
Begitu Marcell pergi meninggalkan mansion, Sally dan Albert mulai berdebat."Albert, berita apa ini sebenarnya? bukankah kamu berencana membereskan Green? Tetapi sekarang dia malah memakai nama keluargamu bahkan mampu membeli PT. Andalan Winata! Begitukah cara kamu membereskannya?" ucap Sally penuh rasa curiga. Matanya bahkan mulai berkaca-kaca. Dia melangkah mundur menjauhi Albert."Aku tahu.....Aku tahu.....Dalam hatimu yang paling dalam kamu sebenarnya sangat mencintai anak itu! Kau sudah menipuku! Kau berbohong, Albert!" teriak Sally dengan suara keras. Dia bahkan sempat berpikir bahwa suaminya mungkin akan membunuh Green. Tetapi apa sekarang yang terjadi? Suaminya sungguh keterlaluan!Albert melangkah maju mendekat pada Sally dan memegang erat kedua sisi lengannya. "Sally, tolong berpikirlah dengan jernih! Untuk apa aku repot-repot bertanya pada Marcell tentang kejadian tadi siang kalau aku memang sudah tahu? Justru
Sementara itu, Gerry dan Rudy tampak murung bekerja. Mereka sudah tidak memiliki ruang pribadi sendiri untuk bekerja. Rasanya mereka begitu malu, sungguh sangat malu saat karyawan-karyawan itu menatap mereka! Beginikah yang dirasakan kakak mereka, Anton, saat jabatannya sebagai direktur utama dicabut? Tetapi keadaan mereka jauh lebih mengenaskan sekarang, bahkan putra-putra mereka berstatus pengangguran saat ini dan masih dirawat di rumah sakit. *** "Bohong! Kau berbohong!" seru Reynaldi saat Ghania menceritakan kejadian kemarin siang pada kakaknya itu. "Aku lagi sakit! Jangan kau membuat kabar aneh yang membuatku marah!" "Untuk apa aku berbohong? Green memang membeli PT. Andalan Winata kemarin siang," tegas Ghania sambil bersedekap. Rey diam. "Dari mana? Dari mana dia mendapat uang sebanyak itu? Itu uang yang banyak sekali! Ghania, kau sudah gila! Aku tidak percaya padamu!"
Sepanjang malam, Albert dan Sally sama-sama sulit untuk tidur memikirkan masalah ini. Ditambah lagi saat dini hari Marcell pulang dalam keadaan mabuk. Mabuk Marcell kali ini lebih parah daripada mabuknya di kali pertama. Marcell sampai muntah-muntah, hal itu membuat pelayan melapor langsung pada Albert. Albert sangat terkejut melihat putranya seperti itu. Pagi ini, Albert dan Sally sarapan bersama. "Untung saja Papa tidak datang tadi malam. Kalau datang, Papa pasti akan terkejut melihat Marcell seperti itu." Albert mendesah. "Sudah berapa kali Marcell mabuk seperti itu?" tanya Albert pada istrinya. Albert terkadang pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis, dia tidak selalu bisa melihat keseharian putranya seperti Sally. Sally mendadak gugup. "Itu...Dia sudah yang kedua kalinya seperti ini, Albert. Dan yang sekarang lebih parah." "Apa? Kenapa kamu tidak memberitahuku?" "
Green tampak menegang selama berjalan memasuki mansion yang luas dan panjang itu."Mudah-mudahan Marcell dan mereka berdua sedang tidak berada di dalam mansion. Ya, Marcell pasti sudah berada di kampus, dan Tuan Albert pasti berada di kantor. Lalu Nyonya Sally...? Aku berharap dia juga sedang berada di luar. Mungkin saja seperti itu. Itu sebabnya kakek memutuskan untuk bertemu di sini. Aku harap memang seperti itu," ucap Green di dalam hati."Green, berarti kamu benar-benar bagian dari keluarga Williams? Kenapa Marcell seolah-olah bersikap tidak memiliki hubungan denganmu? Bahkan dia tidak tahu bahwa kamu memiliki nama belakang Williams. Atau dia cuma bersandiwara?" Anton tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Bahkan dia sudah tidak begitu menikmati pemandangan betapa megahnya mansion yang mereka masuki. Mansion itu bagaikan istana raja, tetapi rasa penasaran Anton terhadap menantunya itu jauh lebih besar.Riak-ri
Marcell berdiri melangkah dengan sempoyongan ke arah mereka, membuat Anton, Jihan dan Hana merasa bingung. Marcell tampak acak-acakan dan seperti orang yang sedang mabuk. Begitu dia mendekat, aroma alkohol keras masih tercium pada dirinya. Anton dan Jihan jelas tahu bahwa Marcell memang sedang mabuk. Ada apa dengannya? Marcell segera mencengkeram lengan Reyhans, menjauhkan Reyhans dari Green. Dia merasa sangat cemburu! Karena rasa mabuk belum begitu tuntas, Marcell lebih dikendalikan oleh perasaan dari pada otak. Itu sebabnya dia langsung menunjukkan raut kecemburuan. Kakeknya tidak pernah memeluknya seperti itu! Tetapi kenapa sekarang kakeknya malah memanggil orang lain sebagai cucunya dan bahkan memeluknya dengan hangat? Sebenarnya tentu saja Reyhans pernah memeluk Marcell, bahkan sering. Dia menggendongnya dan membawanya jalan-jalan, tetapi waktu itu Marcell masih kecil. Jadi Marcell sudah melupakannya. "Apa mak