Marcell berdiri melangkah dengan sempoyongan ke arah mereka, membuat Anton, Jihan dan Hana merasa bingung. Marcell tampak acak-acakan dan seperti orang yang sedang mabuk. Begitu dia mendekat, aroma alkohol keras masih tercium pada dirinya. Anton dan Jihan jelas tahu bahwa Marcell memang sedang mabuk. Ada apa dengannya?
Marcell segera mencengkeram lengan Reyhans, menjauhkan Reyhans dari Green. Dia merasa sangat cemburu! Karena rasa mabuk belum begitu tuntas, Marcell lebih dikendalikan oleh perasaan dari pada otak. Itu sebabnya dia langsung menunjukkan raut kecemburuan. Kakeknya tidak pernah memeluknya seperti itu! Tetapi kenapa sekarang kakeknya malah memanggil orang lain sebagai cucunya dan bahkan memeluknya dengan hangat?
Sebenarnya tentu saja Reyhans pernah memeluk Marcell, bahkan sering. Dia menggendongnya dan membawanya jalan-jalan, tetapi waktu itu Marcell masih kecil. Jadi Marcell sudah melupakannya.
"Apa mak
Selamat membaca ! 📖(。•̀ᴗ-)✧^^
Kemarahan Marcell tidak semata-mata karena kejahatan kedua orang tuanya saja, tetapi juga karena dia sulit menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata bukanlah satu-satunya cucu dari keluarga Williams. Ditambah lagi kakaknya adalah Green, lelaki yang telah merebut hati perempuan yang disukainya, lelaki yang tidak dia sukai bahkan dia benci selama beberapa bulan terakhir ini. Bagaimana mungkin Marcell masih bisa bersikap dengan tenang dan ikhlas? Dia merasa ini seperti lelucon konyol di siang bolong! Sama sekali tidak lucu!"Menjauhlah dariku!" seru Marcell pada Sally, membuat Sally semakin berlinang air mata. Seandainya saja kedua orang tuanya tidak membuang Green, tentu dia tidak akan mengalami rasa syok seperti ini, menghadapi fakta yang rasanya sungguh tidak masuk akal."Marcell, kedua orang tuamu sudah melakukan kesalahan fatal. Dan kakek harus menghukum mereka," ucap Reyhans tanpa keraguan sedikit pun. Marcell diam mengatupkan mulutnya ti
"Apa maksudnya Kakek mengatakan bahwa Green satu-satunya ahli waris kakek? Bukankah aku juga cucumu?" ucap Marcell dengan bulu mata bergetar. Ia merasa ini sungguh tidak adil. Yang berbuat salah adalah kedua orang tuanya, kenapa dia juga ikut terimbas dalam masalah ini? Reyhans berkata pada dirinya sendiri, memberikan warisan pada Marcell sama saja memberikan ketenangan dan kemakmuran pada Albert dan Sally. Sama saja mereka tidak akan merasakan dampak dari hukuman yang ia berikan. Sebesar apa pun rasa kecewa Marcell pada kedua orang tuanya, Marcell tentu tidak akan mungkin membuang mereka karena mereka selalu menjadi orang tua yang selalu mendukungnya dan memanjakannya. Marcell tidak akan mungkin melupakan hal itu. Tetapi Reyhans tidak akan menjelaskan alasan ini pada Marcell. "Marcell, tentu saja kamu adalah cucuku. Tetapi itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kepada siapa Kakek memberikan seluruh harta kak
Suasana menjadi hening ketika Marcell dan kedua orang tuanya sudah menghilang di balik lift. Reyhans jelas sudah bisa menebak bagaimana Marcell bersikap saat ia kembali menghimbau cucu bungsunya itu untuk terjun dalam dunia bisnis sedini mungkin. Marcell pasti akan dengan keras kepala menolaknya, dan itulah yang terjadi. Tetapi Reyhans tidak menyesali hal itu. Dia cukup puas sudah berupaya sekali lagi mengarahkan cucunya ke hal yang lebih baik walaupun ternyata gagal.Reyhans menoleh pada Green dan ketiga orang yang bersamanya."Maaf, Tuan dan Nyonya. Pasti rasanya tidak nyaman melihat apa yang terjadi tadi," ucap Reyhans sambil tersenyum kecil."Jangan sungkan pada kami, Tuan Besar Williams. Kami dapat memahami keadaan tadi," ucap Anton dengan cepat."Baiklah kalau begitu. Mari kita duduk bersama di sana," ucap Reyhans.Maka mereka melangkah dan duduk di sofa. Tentu saja Green d
Pembicaraan mereka berlima sungguh menyenangkan hingga jam makan siang tiba. Mereka pun makan siang bersama di ruang makan. Tidak ada yang mempertanyakan soal Albert, Sally dan Marcell, padahal mereka masih berada di mansion, masih berkemas-kemas. Setelah makan siang, mereka kembali berkumpul di ruang utama. Sambil menikmati potongan buah yang segar mereka berbincang-bincang dengan santai. "Jadi mulai hari ini, Green dan Hana akan tinggal di mansion ini bersama saya," ucap Reyhans kemudian. Itu adalah pernyataan bukan pertanyaan. Artinya Hana dan Green memang harus tinggal di mansion. "Kami tinggal di sini?" Mata Hana melebar. Tentu saja dia mau tinggal di sini. Sangat mau! Tempat ini dibangun begitu indah, sangat mewah, juga unik dan menarik. Tentu Hana ingin menikmati tinggal di sini bersama Green. Dia kemudian menatap kedua orang tuanya. Apakah orang tuanya akan sedih jika dia meninggalkan
"Untuk dua hari ini kita menginap di sini sampai Papa menemukan rumah yang tepat untuk kita tinggali," ucap Albert. Wajahnya terlihat sangat lelah dan ia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa kamar hotel itu. Mereka memesan dua kamar, tetapi saat ini Marcell berada di kamar orang tuanya untuk berdiskusi.Sebenarnya Marcell malas berada di ruangan ini bersama kedua orang tuanya. Itu karena dia sangat kecewa dan membenci perbuatan Sally dan Albert. Tetapi walaupun perbuatan orang tuanya sangat tercela, mereka tetap adalah orang tua yang sangat baik dalam memperlakukan Marcell. Mereka selalu memberikan kasih sayang dan cinta yang melimpah ruah untuk Marcell. Mereka mendukung dan memanjakannya. Hati Marcell sama sekali tidak bisa menyingkirkan fakta itu. Itu sebabnya dia mau duduk di situ dan membahas masa depan bersama mereka.Sally menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa dan memijat kedua pelipisnya. Tidak lama setelah itu, ia kembali menatap
Marcell segera berdiri dan menghampiri papanya. "Pa, tenangkan dirimu," ucapnya sambil memegang kedua bahu papanya. "Bagaimana....bagaimana bisa aku tenang!" teriak Albert. Tangannya gemetar menunjuk ke arah Sally. "Gara-gara dia....gara-gara dia, aku membuang anak kandungku sendiri. Dan gara-gara dia, papa kandungku jadi membenciku. Sekarang, untuk mencoba bangkit pun dia juga yang langsung menghancurkan. Aku tidak mengerti...aku sungguh tidak mengerti pada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku mencintai wanita iblis seperti dia?" Tangis Sally mengeras mendengar ucapan Albert. Sally tahu Albert pasti membencinya saat ini. Marcell mengatupkan mulutnya. Ingin sekali dia berkata bahwa papanya juga berhati iblis. Kalau tidak, mana mungkin bisa terpengaruh oleh keinginan jahat mamanya. Tetapi keadaan tentu akan semakin kacau jika dia berkata seperti itu sekarang. Marcell sungguh stres menghadapi semua ini. Dia juga ingin
16+ "Aku ingin segera ke kamarku, tapi ada yang ingin kutanyakan pada Papa dan Mama," ucap Marcell setelah mereka selesai berembuk tentang rencana ke depannya "Tanyakanlah," sahut Albert. "Apa yang membuat Papa tega membuang Green padahal dia adalah darah daging Papa sendiri?" tanya Marcell. Albert mendesah. "Ini karena pengaruh mamamu. Berawal dari mamamu yang sangat kesal dan cemburu karena kakekmu terlihat lebih sayang pada Green daripada kamu." "Tapi ini bukan sekedar karena pengaruh Mama, Marcell," sela Sally. "Sewaktu Green masih balita, dia bukan hanya sering kejang, tetapi dia juga terlihat bodoh, apalagi saat dia menatap, terlihat sekali bodohnya. Papamu merasa malu terhadapnya, itu sebabnya dia setuju dengan Mama untuk menyingkirkannya." Sally menjelaskan apa adanya. Dia tidak mau jika hanya dirinya saja yang dinilai buruk oleh putranya.
Budianto Assa dan Mirna Wati bersama putra mereka Rafa saat ini berada di mobil dalam perjalanan menuju ibukota. Tadi mereka dijemput dan diminta mengemas semua barang-barang mereka yang berharga. "Yeeeeeeiiii! Akhirnya aku akan bertemu Kak Green. Aku kangen banget sama Kak Green!" Rafa tampak riang gembira. Budi dan Mirna tersenyum melihat putra mereka yang begitu bersemangat. "Benarkah kita akan menetap di ibukota, Bu?" tanya Rafa menatap ibunya dengan tatapan berbinar. Tentu saja dia berharap jawabannya adalah iya. "Iya, sepertinya begitu," jawab Mirna. Mereka diminta mengemas barang, apa lagi kalau bukan akan menetap di ibukota? Mata Rafa melebar. "Ayah! Kalau kita pindah ke sana, berarti ayah tidak bekerja lagi dong?" Rafa tampak agak cemas. "Sepertinya ayah akan mencari pekerjaan yang baru nanti." "Ayah minta pekerjaan
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be