Saat ini ekspresi wajah Cakra terlihat kaku karena harus menahan rasa sakit di kakinya.'Berani sekali anak ini,' batin Cakra sembari menarik kakinya dari injakkan Asta.Sedangkan Asta terlihat terus tersenyum sambil menatap wanita di depannya dan mendengarkan kata-kata bijak dari wanita itu dengan sok penuh perhatian.Cukup lama kata-kata bijak itu keluar dari bibir wanita yang saat ini menggunakan seragam petugas mall tersebut, hingga akhirnya wanita tersebut mengkhiri semua ceramahnya dengan menatap ke arah Cakra sambil berkata, "Benar kan Mas?" tanyanya seolah mencari pembenaran dari semua ceramahnya.Dan tentu saja Cakra pun langsung menjawab pertanyaan tersebut dengan kata 'benar', karena memang semua kalimat yang dikatakan oleh wanita tersebut adalah sesuatu yang benar dan mengarah pada kebaikan Asta.Namun berbeda dengan Cakra yang menanggapi hal itu dengan positif, Asta memilih menghela napasnya lalu berdiri dari kursi yang didud
"Awas!" teriak Cakra sembari berlari secepat mungkin ke arah Asta yang saat ini masih berjalan dengan santai.\*Brugh!"Akhh!" pekik Cakra ketika ia dan Asta jatuh bersamaan. Tubuhnya menjadi bantalan ketika tubuhnya dan Asta sama-sama menghantam bagian belakang mobil mereka.Asta yang kini berada di dalam pelukan Cakra pun langsung mendongak. "Kak," ucapnya ketika mendengar pekikan tersebut.Ssst! Terdengar rem mobil yang hampir saja menabrak Asta tadi."Hei!" teriak Asta pada pengendara mobil yang saat ini sedang melongokkan kepalanya dari jendela mobil menatap ke arah Asta dan Cakra.Namun bukannya turun, pengendara mobil itu malah mengendarai mobilnya dengan cepat meninggalkan tempat tersebut."Sialan!" teriak Asta ke arah mobil tersebut.Kemudian ...."Ishhh." Sebuah desisan muncul dari bibir Cakra diiringi dengan bibirnya yang meringis menahan sakit.Sontak saja Asta pun langsung beranjak
"Itu, kondisi Mas-nya ini tidak begitu baik." terang Dokter yang berdiri di samping Asta.Asta pun langsung kembali menatap ke arah Cakra. "Lukamu infeksi Kak? Apa ada yang patah?" tanyanya sembari membuka kancing kemeja Cakra karena khawatir."Bukan, bukan seperti itu," sahut Dokter sembari tersenyum melihat kelakuan Asta tersebut.Mendengar hal itu, Asta langsung menghentikan gerakan tangannya. Ia kemudian berbalik, "Lalu dia kenapa Dok? Apa ada penyakit serius? Apa sisa umurnya tidak banyak? Perlu kemo?" Cerocosnya.Dokter itu pun langsung terkekeh, begitu juga perawat yang berdiri tak jauh dari dokter tersebut."Kok malah ketawa, ada apa dengan dia, Dok?"Sesaat kemudian, dokter tersebut melirik ke arah Cakra, dan Cakra pun dengan cepat mengangguk menanggapi tatapan dokter tersebut."Luka Mas Cakra ini cukup dalam," ucap Dokter itu sembari menatap Asta dengan tatapan serius. Kemudian dokter tersebut berganti mengarah
Lima belas menit berlalu, saat ini mereka berdua baru saja sampai di halaman rumah sewa yang mereka tempati.'Ada apa dengan anak ini, apa dia benar-benar cemburu?' batin Cakra sembari melirik ke arah Asta.Sejak Cakra menjawab pertanyaan Asta tentang Lee yang merupakan kekasih Cakra sebelum menikahi Asta, Asta pun langsung diam. Selama di perjalanan tak ada sepatah kata pun keluar dari bibir Asta setelah percakapan itu."Apa kakak bisa keluar sendiri?" tanya Asta setelah mematikan mesin mobil tersebut.Pertanyaan yang dibarengi dengan ekspresi datar dari Asta tersebut langsung membuat Cakra mengerutkan keningnya."Aku—"Belum selesai Cakra bicara, Asta sudah keluar dari mobil tersebut dan sesaat kemudian berganti membukakan pintu di samping Cakra."Ayo aku bantu," ujarnya sembari mengulurkan tangan, ingin membantu suaminya itu keluar dari mobil."Tidak, aku bisa sendiri," sahut Cakra sambil keluar dari mobil it
Dan tanpa mengatakan apa pun, Asta dengan cepat berlari meninggalkan Cakra yang baru saja berteriak karena melihat asap yang tiba-tiba muncul di ruangan itu."Ke mana dia," gumam Cakra sembari menatap Asta yang berlari ke arah ruang belakang rumah itu.Dan setelah terdiam sesaat, kemudian Cakra pun menyadari sesuatu. "Jangan-jangan ...," ujarnya sembari ikut melangkah ke ruang belakang rumah itu.*Di dapur.Asta yang baru saja masuk ke ruangan itu pun langsung panik ketika melihat ada api di penggorengan yang ia letakkan di atas kompor tadi."Astaga!" teriak Asta sembari berlari ke arah penggorengan tersebut. Dengan cepat ia mematikan api kompor gas tersebut. Namun berbeda dengan kompor yang apinya mati, api di atas penggorengan makin membesar."Gimana ini, gimana," ujarnya sambil menoleh ke sana kemari, kebingungan.Sesaat kemudian sebuah ide pun muncul di dalam kepalanya. Ia dengan cepat berlari ke kamar mand
Cakra yang melihat perubahan wajah Asta tersebut pun langsung berkata, "Jaga otakmu, aku ini ingin mandi tapi kamu dengar sendiri kalau luka di belakang punggungku tidak boleh terkena air.""Iya-iya aku paham. Memangnya kenapa, aku tidak berpikir jorok," sahut Jiya dengan cepat."Tapi wajah kamu itu ... ah sudahlah, ayo bantu aku mandi," ucap Cakra lagi sembari melangkah menuju ke kamarnya.Dan Asta pun segera bangun dari kursi yang didudukinya. "Perlu aku bikinin air panas?""Tidak," jawab Cakra yang saat ini ada di dalam kamarnya.Lima menit berlalu, saat ini Asta sedang membantu membersihkan punggung Cakra di kamar mandi. Ia dengan hati-hati mengelap punggung tegap dengan kulit bersih di depannya itu.'Deg-deg-deg!' Jantung Asta berdebar kencang ketika beberapa bayangan adegan di salah satu film yang pernah ditontonnya muncul di kepalanya.Adegan di mana si wanita dengan hangat memeluk punggung laki-laki di depannya y
"Jangan pura-pura bodoh," tandas Cakra sambil memberikan tatapan tajam pada Asta yang saat ini masih menatapnya dengan tatapan penasaran."Apa?" tanya Asta lagi yang masih tidak mengerti dengan perkataan Cakra. "Aku ingin membuka makanan ini, kenapa memangnya?" Asta mengatakan hal itu sembari mengangkat bungkusan yang kini ada di tangannya."Jangan mengalihkan pembicaraan!" sentak Cakra.Asta pun langsung berekspresi aneh ketika mendapat sentakan seperti itu."Apa yang kamu lakukan tadi di depan?" Cakra mengatakan hal itu seolah sedang mengintrogasi tersangka kejahatan.Asta pun langsung menyipitkan matanya ke arah laki-laki di depannya itu. "Apaan sih Kak, kamu cemburu?""Jangan bicara yang tidak-tidak. Kamu tahu, dia itu bukan laki-laki yang baik."Mendengar jawaban Cakra, Asta pun langsung menghela napas panjang. "Ya kalau itu aku juga sudah tahu, kamu tidak perlu khawatir," sahut Asta dengan nada datar dan kemudian k
Melihat orang yang saat ini berdiri di dekatnya itu, Cakra pun langsung mengalihkan pandangannya ke arah Pak Harto."Beliau ini lurah di desa ini," terang Pak Harto dengan tenang sambil melangkah dan kemudian ikut berdiri berjejer dengan Cakra.Setelah itu Cakra pun kembali mengarahkan pandangannya pada laki-laki paruh baya berseragam coklat tersebut. "Jadi Anda adalah kepala desa di sini?" tanyanya dengan ekspresi dingin di wajahnya."Ehem, benar. Saya ini adalah kepala desa di desa ini, lalu Mas ini siapa?" tanya laki-laki paruh baya tersebut dengan sikap yang ikut dingin seperti yang Cakra tunjukkan saat ini."Saya pemilik baru tempat makan ini," jelas Cakra sambil mengarahkan pandangannya pada rumah makan.Pak Lurah pun langsung mengangguk mendengar keterangan Cakra tersebut. "Jadi pemilik baru ya," gumam pria berseragam coklat tersebut."Benar. Saya adalah pemilik baru tempat ini. Para warga ini datang ke sini untuk memprotes masalah para pegawai lama tempat ini."Kemudian Pak Lu
"Lalu apa jawaban yang tepat?" Tanya Cakra sambil menatap langsung mata Asta. Dia dengan lembut meraih belakang kepala Asta, dan kemudian membawa wajah mereka semakin mendekat satu sama lain. Hingga setelah beberapa saat akhirnya Cakra mengecup lembut bibir Asta. Ciuman itu membuat tubuh Asta benar-benar kaku.'Gila, ini bukan karena marah dan ini juga bukan sedang mimpi, dia benar-benar nyium aku,' batin Asta yang saat ini hanya mengedipkan matanya beberapa kali tanpa bereaksi apa pun terhadap ciuman Cakra.Hingga ...Tiiiit! Suara bel dari mobil lain yang ada di belakang mobil Cakra membuat Asta langsung mendorong tubuh Cakra.Ishhh! Desis Cakra karena bagian belakang kepalanya terbentur body mobil. "Maaf," ucap Aska sambil meringis melihat ekspresi wajah Cakra. "Cepet injak gasnya orangnya udah ngamuk-ngamuk," imbuh Asta sambil menatap ke arah belakang dan melihat orang yang ada di dalam mobil di belakang mereka saat ini baru saja keluar dari mobil.Cakra pun segera kembali ke
Setelah turun dari mobil Asta langsung menarik tangan laki-laki yang saat ini ada di dekatnya. Dia membawa laki-laki itu menjauh dari mobil."Kamu gila, ngapain kamu di sini?" tanya Asta sambil menatap tajam laki-laki yang ada di depannya."Sat, kamu jangan macam-macam, deh." Asta mengatakan hal itu sambil melepaskan lengan Satria. "Kamu kan tahu gimana galaknya Kak Cakra, Kamu sengaja ingin membuat aku kena marah terus."Sesaat kemudian Satria mengeluarkan ponselnya dan kemudian menyodorkan ponsel itu kepada Asta. "Apa?" Tanya Asta sambil menatap ke arah ponsel milik Satria. "Tulis nomor HP kamu," pinta Satria sambil terus menyodorkan ponselnya kepada Asta."Untuk apa?" tanya Asta sambil beralih kembali menatap mata Satria dengan dahi yang mengernyit."Tentu saja untuk menghubungi kamu, emangnya untuk apa lagi," jawab Satria sambil meraih tangan kanan Asta dan kemudian meletakkan ponselnya di atas tangan Asta. "Jika kamu tidak mau memberikan nomor ponselmu, maka aku akan berjal
"Mama mendengar kalau ada masalah dengan tempat yang dijadikan sebagai tantangan oleh Papamu," jawab Nyonya shassy dengan nada bicara yang terdengar jelas kalau dia sedang khawatir. Asta kembali menatap ke arah Raka yang saat ini sedang berbicara dengan Pak Harto. "Memang ada masalah, Ma. Tapi kakak sudah menyelesaikan semuanya," jawabnya lalu menghela napas panjang. "Apakah kamu tidak berbohong pada Mama?" Tanya Nyonya Shassy dengan cepat. Sebuah senyum kecil muncul di bibir Asta ketika mengingat kejadian di balai desa. "Iya Ma, Asta tidak bohong. Mama tenang saja semuanya di sini masih baik-baik saja," jawabnya untuk meyakinkan ibunya yang pasti selalu mengkhawatirkannya. "Lalu, apakah kamu sudah makan?" Tanya Nyonya Shassy."Sudah, pokoknya Mama tenang saja aku baik-baik saja di sini. Makanan juga ada di mana-mana jadi Mama tidak perlu khawatir. Sekarang Asta tutup dulu teleponnya karena Asta mau pergi ke toko kain, oke?" Ucap Asta dengan perlahan dan membuat kalimatnya terdeng
Asta pun langsung berbalik menatap ke arah Cakra. "Kamu yang melakukan ini?" tanyanya sambil nunjuk ke arah tanda cupang di tulang selangkanya.Cakra yang masuk ke dalam kamar itu dengan tergesa-gesa pun langsung mengganti ekspresi wajahnya. "Jangan konyol," sahutnya ringan."Apa maksudnya konyol?" Asta tak terima dengan perkataan Cakra. "Aku tahu jelas ini bekas ciuman, tidak mungkin bentuk begini karena digigit nyamuk."Cakra menghela napas panjang lalu melangkah ke arah lemari yang ada di kamar itu. "Mungkin kamu terbentur sesuatu," elaknya sambil mengambil pakaiannya dari dalam benda benda persegi panjang tersebut.Namun, di sela-sela gerakannya dia sempat melirik ke arah Asta yang saat ini sibuk dengan bekas merah di tulang selangkanya dan melupakan handuk kecil yang tak begitu bisa menutupi tubuhnya.'Jika yang di sini bukan aku, pasti laki-laki itu sudah memakan Asta sampai habis,' batin Cakra sambil mengalihkan pandangannya. Dia mencoba sebisa mungkin menahan hasrat yang tentu
Pada akhirnya, malam ini Asta terpaksa tidur di kursi ruang tamu karena dia bersikeras tak mau tidur sekamar dengan Cakra. Sedangkan kamarnya … setelah Cakra mengambil semua barang-barang Asta, akhirnya Cakra mengunci pintu kamar tersebut."Aku benar-benar tidak pernah berpikir akan ada hari seperti hari ini," gumam Asta sambil menatap ke arah langit-langit ruang tamu tersebut.'Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Apa aku besok kembali ke Jakarta saja ya,' batin Asta dengan mata yang mulai terasa berat.Setelah itu pada akhirnya Asta pun tertidur karena saat itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sementara itu saat ini Cakra sedang menatap ke langit-langit kamarnya. Dia mencoba mengingat semua hal yang dia lakukan hari ini."Asta," desahnya yang tak bisa merasa tenang jika sudah menyangkut wanita yang sudah menjadi bagian hidupnya sejak dia kecil itu.'Apa yang harus aku lakukan? Apa lebih baik aku mengatakan yang sebenarnya tentang syarat dari Papa,' batin C
"Aku bilang … aku lupa mematikan kompor!" teriak Asta tiba-tiba sambil menendang perut Cakra, hingga membuat Cakra mundur beberapa langkah.Dan tanpa berpikir panjang, Asta pun berlari keluar dari kamar tersebut dan kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri.Sedangkan Cakra saat ini sedang mengelus perutnya. "Dia benar-benar menendangku," gumamnya.Setelah itu Cakra pun keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur untuk mengecek apakah benar kompor di dapur benar-benar masih menyala. Akan tetapi, benar saja yang dia temukan adalah kompor yang mati. Bahkan tidak ada apa pun di atas kompor tersebut."Asta!" panggil Cakra yang tidak melihat istrinya di sana. Sementara itu, saat ini Asta tengah duduk di ranjang kamarnya. Dia membuka sedikit celananya dan memastikan semuanya."Gila, aku benar-benar lepas," gumamnya sambil menutup kembali celananya.Setelah itu Asta menatap ke arah langit-langit kamarnya. Dia menyentuh bibirnya dengan perlahan. "Dia benar-benar menciumiku, kasar lagi," uca
Setengah jam berlalu. Saat ini Asta yang sudah sampai di rumah pun segera meletakkan barang belanjaannya di meja dapur. Ia bernyanyi kecil sembari menyiapkan bahan masakannya."Jangan pernah kau sakiti aku lagi, cobalah untuk leng—""Sepertinya kamu sedang senang?" tanya Cakra yang tiba-tiba masuk ke dapur. "Biasa saja," jawab Asta sembari berbalik untuk mengambil pisau di dekat rak piring.Cakra kemudian dengan tenang duduk di kursi yang ada di sana. "Kamu ke mana saja tadi?" tanyanya.'Huh, sudah kusiapkan untuk ini,' batin Asta."Belanja bahan makanan, ke mana lagi," jawabnya dengan ringan."Belanja bahan makanan lebih dari satu jam?" tanya Cakra lagi.Asta pun menghela napas panjang. "Belanja kan harus milih," sahutnya masih dengan sikap tenang."Oh iya, nanti kamu kirimkan makanan ke tetangga sebelah," ucap Cakra dengan nada datar.Langsung saja Asta menoleh. "Maksud kamu ke tempat Satria?" 'Kalau benar-benar untuk mereka, ini pasti ada yang tidak beres.' Asta
"Iya kamu," sahut Satria sembari duduk di dekat Asta dan kemudian menyenderkan punggungnya di bangku tersebut. "Kamu sendiri yang menolak ajakanku. Jadi tentu saja aku terpaksa melakukan itu.""Otak kamu isinya apa?" Satria pun menoleh dan menjawab, "Cukup banyak." "Hiss …," desisan disertai ekspresi masam pun muncul di wajah Asta yang benar-benar seperti kehilangan akal menghadapi pemuda di sampingnya itu."Kenapa lagi, apa aku salah menjawab lagi?" seloroh Satria sembari menatap seorang laki-laki yang sedang berjalan ke arah mereka membawakan dua gelas pesanannya."Tidak," tukas Asta sembari menoleh kembali pada Satria. "Oh, iya aku mau bicara serius dengan kamu, baga—""Iya, aku menyukai kamu. Jadi kapan kita jadian?" Satria memotong ucapan Asta dengan seenaknya sendiri."Sembarangan." Asta membulatkan matanya. "Aku ini ingin bertanya sesuatu yang penting.""Apa?""Dari mana kamu tahu kalau aku tidak jadi bertunangan dan bahkan sudah menikah?" tanya Asta dengan ekspresi yang beru
Asta yang baru saja masuk ke dalam rumah pun langsung melangkah ke kamarnya. Ia segera merebahkan tubuhnya di ranjang setelah menutup pintu kamarnya."As!" panggil Cakra sembari mengetuk pintu kamar tersebut cukup keras."Apa lagi sih," gerutu Asta yang semakin dalam membenamkan wajahnya ke bantal.Klak! Pintu kamar tersebut terbuka."Kamu sedang apa?" Cakra yang saat ini berada di tengah pintu kamar tersebut kini menatap aneh ke arah Asta yang masih tengkurap di atas ranjang."Tidur," jawab Asta tanpa mengganti posisinya."Ck," decak kesal Cakra ketika mendapat jawaban yang tak sesuai di pikirannya. "Duduk! Aku ingin bertanya sesuatu pada kamu.""Satria?" Asta menyahut tanpa menoleh sedikit pun."..." Cakra diam selama beberapa saat karena tebakan istrinya itu benar adanya dan itu membuatnya merasa sedikit aneh. "Ada hubungan apa kamu dengan dia?" Mendengar hal itu Asta pun bangun dari posisinya dan duduk bersila menatap Cakra. "Kamu cemburu?""Kamu tahu kan, aku tidak