“Minggir!!”Suasana yang tadinya ricuh karna khawatir dengan kondisi Dion seketika menjadi sangat hening, bahkan Dion yang sendari tadi masih menangis pun tiba-tiba menjadi diam karna takut terkena amarah dari kakaknya. “Brion!”Suara seseorang yang terdengar berteriak berhasil mencuri perhatian banyak orang. Dan salah satunya adalah Leon.Leon menatap seorang laki-laki yang terlihat seumuran dengannya berlari menghampiri anak kecil yang masih meringkuk kedinginan di tepi kolam.“Kamu kenapa hah?! Apa yang baru saja terjadi?!”Laki-laki yang baru saja datang itu memeluk tubuh bocah kecil yang terlihat sedang mengigil kedinginan.Rasa penasaran dan ingin tahu menyelimuti hati Leon, tapi untuk saat ini Leon lebih mementingkan Dion terlebih dahulu dari pada rasa penasarannya.*****Leon menatap tajam laki-laki yang berada di depan Dion. Di sibukkan dengan dunia pendidikannya membuat Leon melupakan bahwa wanita perusak keluarganya itu memiliki tiga orang anak. Dan barulah setelah melihat
Suasana di ruang keluarga menjadi mencekam, setelah mendengar pernyataan Brion beberapa menit yang lalu, pak Arjuna segera menyuruh kepala pelayan untuk mengumpulkan orang-orang yang ada di sekitar kejadian waktu Brion dan Dion tenggelam. Di depan pak Arjuna kini sudah ada tujuh orang yang terlibat dalam kasus yang menimpa Brion dan Dion. Mata pak Arjuna dengan teliti mengamati gerak gerik dan tingkah laku para pekerja di rumahnya. Pak Arjuna melirik Brion dan Dion yang sedang tertunduk lesu dengan badan yang sudah bergetar.“Jawab pertanyaan papah, Brion. Tadi siang kamu bilang apa ke papah?” Brion yang sudah bergetar ketakutan dari tadi berusaha untuk membuka mulutnya dan mengungkapkan yang sebenarnya. “I-itu. A-aku, aku dan Dion bermain sampai terpeleset dan jatuh ke kolam.” Mendapatkan jawaban yang sesuai dengan tadi siang, pak Arjuna kembali menatap orang-orang yang sedang berdiri di depannya. “Apa benar begitu Arya?” Tanya pak Arjuna dengan tatapan mengintimidasi. Pak Arya y
Leon berjalan menuju pesawat yang akan di naikinya setelah berpamitan dengan Dion. Sesampainya di pintu pesawat, Leon membalikkan bandannya dan menatap Dion yang bersama kedua anak kembarnya bu Laras. Leon menggenggam kuat plastik kecil yang ada di tangannya.Setelah berada satu minggu di negaranya, Leon kini harus bergegas kembali untuk belajar. Tapi kali ini ada tujuan tambahan yang membuat Leon harus bergegas kembali ke Amerika.Leon masuk ke dalam pesawat setelah melambaikan tangannya kearah Dion. Dalam perjalanan menuju tempat duduknya, Leon terus-terusan memandangi plastik kecil di tangannya yang berisi rambut milik Brion.Semenjak kejadian Brion dan Dion tenggelam, Leon mencurigai sesuatu mengenai Brion, dan untuk membuktikan kecurigaannya, Leon harus melakukan sesuatu terlebih dahulu. Dua malam sebelumnya Leon berhasil menyelinap ke dalam kamar Brion dan memotong rambutnya. Leon ingin melakukan tes DNA terhadap rambut Brion, namun bahan yang akan di gunakan oleh Leon kurang k
Dion berlari dan memeluk kakaknya yang sudah hilang entah kemana selama satu bulan belakangan ini.Leon yang melihat Dion pun terkejut saat melihat penampilan Dion yang sangat berbeda sekali dengan satu bulan yang lalu.“Hei! Apa kamu tidak di beri makan selama ini?!” “Dion tidak mau makan kalau tidak ada kamu. Sebenarnya kemana saja kamu selama ini? Sudah berbagi tempat papah datangi, tapi kamu benar-benar menghilang bagaikan di telan bumi.”“Bukan urusanmu!”Leon menggandeng tangan Dion untuk di ajak makan bersama di kantin perusahaan.Di sepanjang perjalanan, Dion terus mengoceh tanpa henti saat menceritakan seberapa sengsaranya dia ketika berada di rumah.*****“Atas dasar apa kamu melarangku dan anak-anakku untuk bergabung ke dalam perusahaan?!”“Atas dasar karna aku adalah pemilik perusahaan ini sekarang!”“Kamu belum resmi mengambil alis perusahaan ini...”“Tinggal di umumkan saja kan?”Bu Laras terdiam dengan wajah memerah. Penantiannya selama ini telah hancur karna ulah Leon
Leon berjalan mendatangi sebuah tempat yang memukau namun seram. Berbagai suara mesin pembuat tato terdengar sangat merdu namun mengerikan. Sesuai dengan niatnya kemarin, Leon berniat untuk mentato nama Riri di tubuhnya. Leon memandangi berbagai gambar yang ada di dinding ruangan itu. Langkahnya terus berjalan sampai matanya tidak sengaja tertuju pada seekor singa yang di sebelahnya terdapat sebuah tangkai bunga mawar. Menakjubkan.” “Selamat datang, kau mau yang mana?” Leon tersenyum lalu menunjuk kearah gambar sudah dari tadi mencuri perhatiannya. “Nomor 33, yang Singa dan mawar.” Laki-laki yang baru saja mendatanginya mengangguk dan mempersilakan Leon untuk duduk di sebuah kursi. “Bagian mana yang kamu mau?” “Lengan kiri bagian atas” Sebuah proses yang sangat panjang dan menyakitkan di mulai. Leon dapat merasakan sakit nyeri yang ada di lengannya, namun bagi Leon yang pernah merasakan sakitnya pengkhianatan itu bukanlah hal yang perlu di permasalahankan. Sudah dua jam lamanya
“Dasar anak tidak berguna! Kamu bilang bisa menaklukkan Leon dengan mudah! Tapi kenyataannya apa?!”Rena tertunduk dengan berbagai kata umpatan yang dia suarakan di dalam hatinya.“Sekarang kita benar-benar bangkrut!” Pak Joe berteriak dan memarahi Rena yang pulang tanpa membawa hasil apa pun.“Sudahlah ayah, kan dulu aku sudah pernah bilang, lebih baik aku saja yang mendekati tuan Leon. Kalau saja ayah mendengarkan aku, pasti ini tidak akan terjadi.”Tangan Rena mengepal kuat untuk menahan amarahnya. Rena mengangkat kepalanya dan menatap tajam adik tirinya yang selalu mendapatkan apa pun yang dia mau tanpa melakukan apa pun.“Kalau kamu bisa coba saja. Tapi aku ingatkan ya, Leon sama sekali tidak suka dengan anak dari wanita pengrusak hubungan rumah tangga orang lain. Kamu tahu sendiri kan apa yang terjadi waktu pernikahan tuan besar Arjuna?”Ayumi melotot tajam kearah Rena yang baru saja mengejeknya. “Ayah... Ayah lihat kan kelakuan dia.” Adu Ayumi yang mencari perlindungan dari aya
"Apa maksud kak Leon? Kami...” “Di sertifikat ini masih atas nama nyonya Lailina Zafira. Dan awalnya pun rumah ini adalah milik beliau.” Orang-orang di sana terkejut ketika melihat sebuah sertifikat rumah yang ada di dalam tangan Leon. Pak Joe yang melihat itu langsung menyangkalnya. “Tidak, ini adalah rumah saya. Bagaimana mungkin bisa rumah ini tiba-tiba menjadi milik Lailina?!.” “Kenyataannya tidak bisa di rubah tuan Joedan Wijaya. Orang di sekitar sini yang seumuran dengan anda juga pasti mengetahui kalau rumah ini adalah milik Ibu nyonya Lailina dan sudah resmi menjadi milik nyonya Lailina sebelum dia menikah dengan anda.” Ekspresi antara panik dan kesal bercampur aduk menjadi satu di wajah pak Joe. Sudah beberapa kali pak Joe mengarang cerita bahwa rumah ini adalah miliknya yang di berikan kepada ibu mertuanya sebelum menikah dengan bu Lailina. Orang-orang yang tidak mengetahui kebenarannya hanya bisa memuji pak Joe sebagai orang yang baik dan dermawan. Hanya sedikit or
Leon hanya tersenyum tipis karna sudah mengetahui pertanyaannya dari awal. Sama halnya dengan pertanyaannya, Leon juga sudah mengetahui apa yang harus dia jawab. “Maaf nyonya, kalau menjaga Rena selamanya mungkin itu bisa di lakukan, namun orang yang akan melakukannya bukanlah saya, melainkan orang lain. Saya bisa menjamin keamanan dan kebutuhan Rena selama sisa hidupnya, dan selain itu saya tidak bisa melakukannya.” “Ya, memang benar. Orang sepertimu memiliki hubungan spesial dengan putriku saja sudah aneh, apa lagi kalau sampai menjaganya dengan tangannya sendiri.” “Saya minta maaf nyonya.” Bu Lailina menghela nafas lalu mengulurkan tangannya dan meraih tangan Leon. “Apa kamu mencintai putriku?.” Tanya bu Lailina memastikan. “Saya mencintai seorang wanita paling menawan yang ada di dalam hidup saya.” Jawab Leon tanpa keraguan sedikit pun. “Apa putriku termasuk orang yang menawan di matamu?” “Tidak.” Jawaban tegas dan yakin dari Leon membuat bu Lailina tersadar bahwa s
Kabar menghilangnya Ariza membuat heboh keluarga besar bu Khansa, Riri yang tidak memiliki hubungan baik dengan Ariza terpaksa ikut mencari keberadaan sepupunya itu. “Nak Leon, tolong paman, dia anak perempuan paman satu-satunya, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu dengannya.” Ujar pak Abdul dengan wajah melasnya. Tentu saja orang yang paling di sasar pertama adalah Leon, koneksi dan anak buah Leon yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi modal utama pak Abdul untuk mencari putrinya. Riri yang melihat pamannya seperti itu menjadi tak tega. Walaupun tidak memiliki hubungan yang baik, bagaimana pun Ariza adalah sepupu Riri, sejahat apa pun dia tentu saja Riri harus membantu untuk mencarinya. “Bantu saja mas, aku tidak tega melihatnya.” Bisik Riri tepat di samping telinga Leon. Bagi Leon yang mengetahui niat buruk Ariza kepada Riri sangat sulit untuk melepaskannya, terlebih lagi kejadian beberapa hari yang lalu bisa terulang kembali. “Kita bicarakan nanti di kamar.
“Lebih baik kamu jauhkan sapu tangan itu sebelum nyawamu melayang!.” Mendengar ada suara yang menghentikannya, tanpa menoleh sedikit pun, wanita itu mengeluarkan sebuah pisau dari tasnya menggunakan salah satu tangannya yang lain. Sebelum berhasil melancarkan aksinya, Leon melempar sepatu yang di pakainya hingga membuat pisau itu terjatuh di lantai. Dua orang bergegas berlari dan menangkap wanita itu, namun naasnya sapu tangan yang di bawa wanita itu terjatuh tepat di atas wajah salah satu anak Leon. Leon berlari menghampiri putranya, untung saja dia tidak apa-apa. Leon melirik sinis kearah wanita itu setelah memastikan kondisi ketiga putranya baik-baik saja. “Aku akan menghancurkan hidup anakmu!!...” Teriak wanita itu dengan di iringi tawanya yang menggelegar. Arga masuk ke dalam kamar Leon sembari membawa sapu tangan yang persis seperti milik wanita itu. “Di sapu tangannya terdapat air keras, kalau menetes di kulit sedikit saja, wajahnya pasti akan rusak.” Wanita itu
“Mereka semua pergi dengan keinginan mereka sendiri. Tapi kalau kamu mau, aku bisa bawa mereka kembali ke sini.” Riri kembali terdiam, sudah banyak hal yang dia lewatkan setelah berada di Villa selama tiga bulan, dan segalanya kini menjadi rumit. Bagi Riri yang telah lama merasa bosan dan kesepian, dia pasti akan tetap memilih untuk membawa keluarganya kembali pulang ke rumah, namun hati nurani Riti tidak mengizinkannya untuk bersikap egois, karna bagaimana pun semua berhak untuk hidup sesuai dengan keinginannya masing-masing. “Lalu Satria bagaimana?.” Tanya Riri yang melewatkan satu orang. “Dia memilih untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya dan meninggalkan jurusan bisnis seperti yang dia inginkan. Sekarang dia berada di Inggris bersama tiga bocah kematian itu, jadi kamu tidak perlu khawatir.” ***** Leon mengeluarkan sebuah bungkus rokok dari sakunya. Sudah sangat lama sekali dia tidak merokok, terakhir kali pun Leon merokok ketika mendapatkan kabar kalau mertuanya terk
Kedua mata Riri perlahan-lahan terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Riri adalah sebuah langit-langit putih berhiaskan emas yang berkilauan. “Akhirnya kamu sadar juga nak, Ibu khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu, untung saja dokter bilang tidak apa-apa.” ‘Ada apa ini, apa yang sudah terjadi kepadaku?.’ Tanya Riri dalam hati. Riri menoleh kearah Ibunya yang dengan khawatir memegang salah satu tangannya erat-erat. Kepalanya yang terasa sangat sakit membuat Riri kesulitan untuk berpikir. Berbagai pertanyaan mengenai kondisinya berkecamuk di pikiran Riri yang membuat rasa sakit di kepalanya bertambah semakin menjadi-jadi. Riri merintih kesakitan, telinganya juga tiba-tiba berdenging sangat nyaring, tubuh Riri meringkuk ketika kepalanya terserang rasa sakit yang luar biasa. Melihat putrinya yang merintih kesakitan, bu Khansa berteriak memanggil nama Leon. Mendengar teriakan dari Ibu mertuanya, Leon bergegas menghampiri sumber suara. Ketika sudah berada di depan kamar
“Malu kamu bilang?! Kalau kamu masih memiliki rasa malu! Ganti rugi atas kematian anakku! Kalian harus membayarnya!.”“Benar! Kamu harus membayar empat triliun kepada kami!. Kalau kamu tidak membayarnya, kami akan menghancurkan rumah ini!.”Tangan Riri mengepal kuat dan akan bersiap untuk menghantam wajah empat orang yang berada di depan matanya. Di saat Karina sedang di kabarkan sakit bahkan sampai sekarat di rumah sakit, bukannya menjenguk mereka malah datang meminta sejumlah uang ganti rugi.“Anak yang mana? Kalau maksud tante itu kak Karina, sampai saat ini dia masih hidup dan masih bisa bernafas!.”“Tapi kak Karina sekarat karna kalian! Kalian sudah menaruh racun ke dalam makanannya!. Kalau kalian tidak suka setidaknya jangan membunuh kak Karina!.”Riri mengelus dadanya sembari mengatur nafas agar tidak terbawa emosi, cerita tentang kekejaman mereka yang di ceritakan oleh Leon melekat jelas di ingatan Riri. Peran saudara dan ibu tiri yang mereka lakukan sangat baik hingga me
Suara ketukan terdengar di pintu kamar pengantin yang akan menghabiskan waktu bersama setelah serangkaian acara yang melelahkan. Suara ketukan itu tak kunjung berhenti sampai salah satu dari kedua orang yang berada di kamar itu membuka pintu. “Kenapa Leon? Apa kamu tidak akan membiarkan aku beristirahat dengan tenang malam ini?.” Leon menatap wajah pamannya lalu mengintip ke dalam kamar. Di sana sudah terdapat sebuah meja dengan berbagai makanan yang di hidangkan. Di salah satu sisi meja sudah ada seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih yang cantik, jika di lihat dari posisinya wanita itu terlihat akan segera menyantap hidangan di depannya. “Jangan makan apa pun sampai besok siang.” Asrof menatap heran kearah Leon, dan seketika ekspresi wajah Asrof berubah menjadi panik. Asrof menoleh ke belakang dan menatap istrinya yang akan memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Tanpa berpikir lama Asrof langsung berlari dan menepis tangan Karina dengan kasar. Sendok
“Asal kamu tahu ya, aku berhasil menggoda suamimu dan membuatnya menerimaku." Bagi orang yang tidak tahu apa-apa pasti akan berpikiran negatif, tapi bagi Riri yang sudah mendengar semua ceritanya dari Leon, itu bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan. “Iya, aku sudah mendengar semuanya dari yang bersangkutan kok. Padahal hanya bisa duduk di pangkuan suamiku dengan telanjang tanpa di usir, tapi kamu membanggakannya seolah-olah pernah tidur berdua saja dengan suamiku. Ya setidaknya sekarang aku tahu betapa murahnya dirimu yang bangga karna menjadi bahan tontonan orang lain ketika telanjang.” Mereka berdua meninggalkan tempat pelaminan dengan wajah memerah. Melihat mereka berdua pergi dengan kesal, Riri tersenyum puas walaupun sedikit menyimpan kekesalan karna mereka mengungkit tentang kelakuan busuk suaminya. Riri kembali menatap Karina yang sudah bisa mengangkat kepalanya. “Jangan di pikirkan lagi, kakak lebih baik dari pada mereka kok.” “Tapi apakah yang kamu katakan itu
“Mah, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku tidak suka dengan dia mah.”“Diam kamu! Kalau bisa di ganti dengan adikmu, mamah akan dengan suka rela menggantimu!. Seharusnya kamu bersyukur karna ada orang yang mau menikahimu dengan mahar tinggi, apa lagi sampai mengadakan pesta di hotel begini.”Riri memperhatikan anak dan ibu yang berada di depannya, bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Riri penasaran tentang apa yang mereka bicarakan sampai serius begitu.Semuanya sudah siap, kedua pengantin telah duduk berdampingan dan siap mengikat diri dengan janji suci pernikahan.Dari awal sampai akhir raut wajah sang pengantin wanita berhasil menyita perhatian Riri. Riri merasa dia pasti terpaksa seperti yang pernah terjadi padanya dulu, tapi Riri merasa kali ini hubungannya sedikit rumit dari yang pernah dulu dirinya alami.“Kenapa merasa seperti melihat diri sendiri ya? Kalau dulu kamu tidak menuruti apa yang Ibu katakan, cerita hidupmu pasti tidak akan seperti ini.”Bu Khansa kembali
“Lihatkan, akulah pemenangnya, sekarang jangan ganggu istriku lagi.” ‘Dasar menyebalkan!.’ Kesal Dion dalam hati. Kedatangan Leon dan Riri di sambut hangat oleh orang-orang yang ada di dalam rumah, terutama orang-orang yang mengetahui kehamilan Riri. Tentu saja di antara orang-orang yang berbahagia itu ada beberapa orang yang tidak senang dengan kedatangan Leon dan Riri. Salah satunya adalah paman Riri yang sering membuat masalah di mana-mana menggunakan nama Leon sebagai tamengnya. “Leon, di mana bude dan sepupumu? Kenapa mereka tidak datang bersama kalian?.” Tanya paman Abdul yang tidak melihat keberadaan adik, istri, anak, serta keponakannya. “Sepupu? Mana mungkin aku memiliki sepupu, paman kandungku satu-satunya baru menikah, bagaimana bisa aku memiliki sepupu.” Sindiran yang di ucapkan Leon berhasil mengenai tiga orang sekaligus. Pak Abdul, Asrof dan juga Dimas terdiam tak berkutik saat mendapatkan kata-kata menohok dari Leon. Pak Abdul sebisa mungkin mengontrol