"Iya, Pak, saya kenal dengan wanita itu," jawab Kaira lirih, pandangannya langsung beralih dari Widya menatap Pak Wisnu."Teman Ibu kamu?" Entah kenapa Wisnu menjadi penasaran dengan sosok wanita muda di depannya. Ada rasa di dalam hatinya yang mendorong ingin tahu lebih dalam soal sekretarisnya Bagas ini. Bukan karena dia suka daun muda, melainkan ada hal aneh yang dirasakannya, dan itu sulit dijelaskan dengan kata-kata."Bukan, Pak.""Lalu?""Dia mantan calon mertua saya."Wisnu mengangguk paham, tak berani menanyakan lebih lanjut lagi soal wanita paruh baya yang duduk di samping mejanya.Yang membuat Wisnu terkejut, Kaira justru menjelaskan tanpa diminta."Dia tidak merestui hubungan kami karena saya hanya seorang guru honorer saja yang gajinya tak seberapa dibanding anaknya yang menjadi manager kantor. Apalagi saya anak yatim piatu yang tidak memiliki keluarga." Netra cokelat milik Kaira mendadak berembun, teringat mendiang kedua orangtuanya. Dadanya mendadak sakit. Saluran pern
"Tidak usah, Pak. Sebaiknya saya pamit pergi. Saya harus buru-buru kembali ke kantor."Kaira menolak tawaran dari Pak Wisnu karena merasa tidak enak jika harus bergabung makan bersama dengan anaknya yang tidak ia kenal.Wisnu juga tidak mau memaksa Kaira, hingga membiarkan wanita itu pamit pergi karena bertemu dengan putra semata wayangnya sangat berarti dari semua jenis meeting manapun."Kalau begitu saya pergi dulu, Pak Wisnu, sampai bertemu lagi besok."Wisnu hanya menganggukkan kepala saja sebagai respon. Kaira berjalan keluar dari restoran sambil mencoba menghubungi nomor Dipta kembali.Untungnya nomor Dipta kali ini aktip, namun tidak diangkat telepon dari Kaira.Tepat sampai depan pintu keluar restoran, Kaira justru bertemu dengan Dipta yang buru-buru ingin masuk ke dalam."Mas Dipta.""Lho, Kaira.""Kok Mas tahu aku ada di restoran ini?" tanya Kaira penasaran soal Dipta yang tahu keberadaan dirinya, padahal Kaira belum memberi tahu lokasi restorannya.Lain hal dengan Dipta yan
"Ibu Vania itu siapa, Bayu?""Dia istri dari Pak Wisnu, bos aku."Mendengar itu membuat Widya tersenyum puas. Entah kenapa, membayangkan Kaira dilabrak membuat hati Widya bahagia luar biasa."Ibu Vania langsung balas pesanku, Bu!" seru Bayu merasa senang. Widya langsung berpindah tempat duduk di samping Bayu, mengintip ponsel anaknya yang sedang bertukar pesan. "Dia bilang mau ketemu sama aku nanti malam, Bu," terang Bayu memberitahu."Bagus!" Widya mesam-mesem penuh kebahagiaan. Dia mendadak ingat akan sesuatu hal. "Ibu juga punya rekaman suara Kaira saat dia mengakui jadi simpanan bos kamu itu. Ibu sengaja rekam ini buat bukti kalau Kaira memang wanita murahan!""Ibu juga rekam suara dia? Kok bisa?""Bisa dong. Ibu udah feeling pas lihat Kaira duduk sama bos kamu itu kalau dia itu jadi simpanan Om-Om tajir. Pas ada momen ketemu berdua sama dia di toilet, Ibu pancing aja dia dan nggak nyangka kalau Kaira mengakui itu tanpa mengelak sedikit pun," jelas Widya semakin mengompori anaknya
"Kenapa udah jam segini Mas Dipta belum pulang? Memangnya dia pergi ke mana?"Saat pekerjaan kantor sudah selesai, Kaira baru sadar kalau saat ini waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, namun entah kenapa suaminya belum juga pulang ke apartemen.Jujur saja ada rasa resah di dalam hati Kaira. Takut Dipta kenapa-kenapa di jalan.Tak pelak akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi nomor ponsel suaminya. Sukurnya tersambung, tapi tidak diangkat-angkat yang membuat pikiran Kaira semakin tak karuan kemana-mana."Kamu di mana, sih, Mas," gumam Kaira merasa resah. Bahkan ia tak sadar sudah berjalan bolak-balik seperti setrikaan hanya karena menunggu kepulangan Dipta.Tak kunjung pulang, Kaira memutuskan untuk duduk di sofa ruang tv, yang mana makin lama matanya makin terasa berat hingga tak sadar jika dirinya tertidur di sofa sampai pagi.Saat terbangun karena mendengar suara alarm ponsel yang berbunyi, Kaira menghela napas panjang saat menyadari jika Dipta tidak pulang semalam.Ting no
"Jujur saya tidak mengerti apa yang anda katakan barusan."Kaira memegangi pipi sebelah kirinya yang terasa panas karena bekas tamparan wanita paruh baya di depannya ini. Bola matanya yang melotot tajam membuatnya takut, sampai tak terasa telapak tangannya gemetar pelan."Cih! Masih tidak mau mengaku, hah!?"Kaira menggelengkan kepalanya pelan, air matanya mendadak luruh. Tidak menyangka jika pagi ini dirinya bertemu dengan orang asing yang tiba-tiba menamparnya, dan membawanya ke salah satu tempat yang Kaira ketahui ini sebuah hotel."Sejak kapan jadi simpanan Wisnu Kertakusuma!?" tanya Vania dengan nada suara yang menggeram, menahan emosi yang ingin keluar kembali karena tidak tahan melihat wajah sok polos dari wanita murahan di depannya.Kening Kaira mengerut ke tengah, baru sadar jika dirinya dituduh sebagai simpanan Pak Wisnu. Apa wanita yang di depannya ini adalah istri dari Pak Wisnu.Tahu jika ini sebuah salah paham, Kaira mencoba menarik napas dalam dan mengembuskan secara pe
"Mas Dipta! Kamu kok ada di sini?" tanya Kaira saat berjalan melewati lobby kantor menuju ke arah kantin untuk makan siang di sana.Dipta yang disapa Kaira hanya tersenyum tipis saja. Netra hitam miliknya melihat keanehan di tubuh istrinya."Mas, kok malahan ngelamun," tegur Kaira menyadarkan Dipta yang diam terbengong menatapnya."Hehe, kamu udah makan?" Dipta menggaruk tengkuk belakangnya untuk menghilangkan rasa gerogi."Ini mau ke kantin.""Sendirian aja?" Dipta melihat ke arah belakang Kaira yang tidak ada siapa-siapa. Bahkan banyak yang berlalu lalang, namun tidak ada satupun yang menyapa Kaira."Udah biasa sendiri. Biasanya sama Vito, tapi dia belum balik dari Singapura," jelas Kaira soal kondisi di kantornya.Dipta yang paham situasi soal Kaira selama di kantor langsung mengajak makan siang bersama. Pria itu langsung saja menggandeng telapak tangan istrinya, membawa keluar lobby kantor."Kita mau ke mana, Mas?""Restoran dekat sini.""Ha!? Restoran?"Mendengar jika Kaira tamp
"Di--dia … istri Pak Wisnu," cicit Kaira pelan.Deg!Detak jantung Dipta mendadak seperti terhenti seketika saat mendengar kalimat itu. Orang yang melabrak istrinya ternyata mamanya sendiri? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?Penasaran bagaimana runut kejadiannya, Dipta menatap Kaira lembut, tak lupa menggenggam telapak tangan yang sedari tadi terasa dingin juga gemetar."Kapan kamu bertemu dengannya?" "Saat aku turun dari angkutan umum dan jalan di trotoar. Mendadak ada yang memanggil namaku, dan aku tak mengenal orang itu. Dia menyebutkan namanya, kalau nggak salah Ardi.""Ardi!?""Ya, dia menyebutkan nama itu. Awalnya dia bersikap baik, namun saat aku menolak ajakannya, dia mendadak memukul diriku.""Shit!" umpat Dipta yang tak bisa menahan diri untuk bersabar. "Diapakan lagi oleh Ardi sialan itu!?" tanya Dipta mulai menunjukkan rasa pedulinya kepada Kaira secara gamblang.Kaira menggelengkan kepalanya pelan, tidak ingat setelah dipukul ia diapakan. Yang ia ingat tiba-tiba berada
"Kaira, sebaiknya kamu cepat kembali bekerja. Kelamaan menemui aku nanti dipecat sama Pak Bagas gimana?" ujar Dipta menakuti istrinya, dan untungnya berhasil.Kaira yang takut 'dipecat' buru-buru berbalik badan, meninggalkan Dipta di sofa tunggu. Meski sejujurnya dalam hati sangat khawatir saat istri dari Pak Wisnu datang menghampiri suaminya.Sebelum pintu lift tertutup, Kaira melihat Dipta dengan perasaan sedih karena takut jika suaminya akan dimarahi oleh Ibu bos. Apa istri dari Pak Wisnu tahu jika Dipta itu suaminya? Lantas apa hubungannya dengan wanita muda yang pernah datang berkunjung ke apartemen mencari Dipta?Memikirkan itu membuat kepala Kaira sakit. Sebaiknya nanti ia tanyakan saja kepada Dipta saat sudah di apartemen.Ingin melanjutkan pekerjaan pun rasanya tidak fokus, yang dilakukannya hanya terus duduk termenung menatap layar komputer dengan pikiran jauh ke sana, memikirkan Dipta."Maafkan aku, Mas. Gara-gara aku sekarang hidupmu penuh dengan masalah," lirih Kaira mera
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y