"Di--dia … istri Pak Wisnu," cicit Kaira pelan.Deg!Detak jantung Dipta mendadak seperti terhenti seketika saat mendengar kalimat itu. Orang yang melabrak istrinya ternyata mamanya sendiri? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?Penasaran bagaimana runut kejadiannya, Dipta menatap Kaira lembut, tak lupa menggenggam telapak tangan yang sedari tadi terasa dingin juga gemetar."Kapan kamu bertemu dengannya?" "Saat aku turun dari angkutan umum dan jalan di trotoar. Mendadak ada yang memanggil namaku, dan aku tak mengenal orang itu. Dia menyebutkan namanya, kalau nggak salah Ardi.""Ardi!?""Ya, dia menyebutkan nama itu. Awalnya dia bersikap baik, namun saat aku menolak ajakannya, dia mendadak memukul diriku.""Shit!" umpat Dipta yang tak bisa menahan diri untuk bersabar. "Diapakan lagi oleh Ardi sialan itu!?" tanya Dipta mulai menunjukkan rasa pedulinya kepada Kaira secara gamblang.Kaira menggelengkan kepalanya pelan, tidak ingat setelah dipukul ia diapakan. Yang ia ingat tiba-tiba berada
"Kaira, sebaiknya kamu cepat kembali bekerja. Kelamaan menemui aku nanti dipecat sama Pak Bagas gimana?" ujar Dipta menakuti istrinya, dan untungnya berhasil.Kaira yang takut 'dipecat' buru-buru berbalik badan, meninggalkan Dipta di sofa tunggu. Meski sejujurnya dalam hati sangat khawatir saat istri dari Pak Wisnu datang menghampiri suaminya.Sebelum pintu lift tertutup, Kaira melihat Dipta dengan perasaan sedih karena takut jika suaminya akan dimarahi oleh Ibu bos. Apa istri dari Pak Wisnu tahu jika Dipta itu suaminya? Lantas apa hubungannya dengan wanita muda yang pernah datang berkunjung ke apartemen mencari Dipta?Memikirkan itu membuat kepala Kaira sakit. Sebaiknya nanti ia tanyakan saja kepada Dipta saat sudah di apartemen.Ingin melanjutkan pekerjaan pun rasanya tidak fokus, yang dilakukannya hanya terus duduk termenung menatap layar komputer dengan pikiran jauh ke sana, memikirkan Dipta."Maafkan aku, Mas. Gara-gara aku sekarang hidupmu penuh dengan masalah," lirih Kaira mera
"Ayah kok lesu gitu?" Widya memperhatikan gerak-gerik suaminya yang terlihat lunglai tak bertenaga.Tak biasanya pulang kerja suaminya akan lesu seperti itu. Meski ada masalah, wajahnya tak pernah kusut, masih ada sedikit senyum menghiasi bibir tebalnya."Ayah dipecat, Bu," adu Wijaya begitu sedih bahkan terdengar miris.Widya yang mendengar aduan suaminya langsung tersentak kaget. Kenapa suaminya mendadak dipecat? Memang dia salah apa?"Kok bisa!?" tanya Widya tak terima. "Emang Ayah salah apa sampai dipecat begitu!?" Widya mulai menangis karena membayangkan jika suaminya diberhentikan dari pekerjaan, uang bulanan akan berhenti masuk ke dalam rekeningnya nanti."Perusahaan tempat Ayah bekerja dibeli oleh Archery Grup. Kemudian perusahaan itu memecat banyak karyawan secara masal, dengan alasan sudah tidak kompeten lagi dalam mengerjakan pekerjaan. Dibilang tidak masuk kategori kualifikasi dalam pekerja Archery Grup yang serba cekatan dan bisa." Wijaya langsung terduduk lesu sambil men
"Lho! Katanya mau cari keringet, Mas? Kenapa malahan mepetin aku ke kasur?"Manik cokelat itu berkedip-kedip keheranan saat tubuh Dipta justru memojokkannya hingga terjatuh ke atas kasur. Hal ini membuat kedua tangan Kaira menahan dada milik Dipta yang hampir menjatuhi tubuhnya."Mas, ini mau jatuh," kata Kaira yang mulai ketakutan sendiri jika tubuh besar milik Dipta menjatuhi tubuhnya. Ia takut jika tubuhnya jadi perkedel."Katanya mau cari keringat!?" Mata sayu Dipta menatap manik cokelat milik Kaira dengan tatapan menggelora. "Iya, tapi emang tiduran kayak gini bisa cari keringat, yang ada bikin ngantuk. Bukannya kita mau kejar-kejaran lagi, itung-itung olahraga malam," balas Kaira yang membuat otak Dipta justru traveling ke mana-mana mendengar kata 'olahraga malam' yang dikatakan istrinya. Sebenernya Kaira tahu tidak, sih, definisi olahraga malam itu gimana?"Ya, kita pemanasan dulu kalau mau olahraga, Kaira.""Maksudnya lari-lari kecil gitu, ya?" Kaira tersenyum manis yang memb
"Yakin? Kalau memang siap, aku tak mau berhenti, Kaira," geram Dipta yang terus mencumbu bibir istrinya dengan brutal.Kaira hanya mengangguk saja, tak bisa berkata-kata lagi karena merasa hatinya senang, juga tubuhnya terasa enak, geli-geli nikmat.Jujur saja sebelumnya Kaira tak pernah merasakan sensasi yang seperti ini. Ia rasanya ingin menjerit kencang seperti orang gila saat area bawahnya terus berkedut-kedut."M-mas," panggil Kaira lirih bahkan suaranya terdengar begitu serak. "A-aku rasanya mau pipis," lanjut Kaira yang membuat Dipta menghentikan aksi menciumi leher wanita itu, bahkan tangan yang sedang meremas dua gundukan ikut istirahat."Pipis?" Kening Dipta mengerut bingung, namun pria itu tetap memberikan waktu untuk istrinya agar pergi ke kamar mandi, apa yang dimaksud Kaira orgasme? Masa baru dicium sama remas udah keluar duluan, sih!? Tapi biarlah, tandanya ia pria hebat bikin Kaira orgasme.Berbeda dengan Kaira yang sudah tak tahan. Rasanya sesuatu di dalam sana ingin
"Sudah diam! Cepat masuk!" Salah satu petugas kepolisian membentak Bayu yang sedari tadi terus memberontak, bahkan berteriak kencang ke arah Kaira, menuduh dengan fitnah kejinya.Ditatap tajam dengan aura penuh dendam membuat Kaira merasa takut sendiri. Apalagi ia tahu betul watak dari Mas Bayu, dia tidak akan diam saja jika apa yang diinginkan belum tercapai, termasuk balas dendam.Saat Mas Bayu sudah dibawa pergi dengan mobil polisi, Kaira menghela napas lega. Ia buru-buru masuk karena takut telat menemui Pak Wisnu yang terkenal sangat disiplin soal waktu."Permisi, sebelumnya saya sudah ada janji dengan Pak Wisnu, apa beliau ada di tempat?" Kaira memastikan terlebih dahulu, meski tahu jawabannya, namun namanya dunia kerja harus ada basa-basi sedikit sebagai rasa hormat dan formalitas."Ada, dengan Ibu siapa dan dari perusahaan apa?" tanya Resepsionis itu dengan sangat ramah."Kaira sifabella, dari Golden Grup," jawab Kaira dengan senyuman manis meski tak bisa dipungkiri jika hatin
"Itu hasil dari penyelidikan saya mengikuti Tuan Dipta hari ini," lapor Dimas, orang kepercayaan Wisnu Kertakusuma.Wisnu yang sibuk dengan segudang pekerjaan, terbengong untuk sesaat. Bahkan mata tuanya tak berkedip sedikit pun saat melihat potret putranya mencium seorang wanita.Jika dilihat secara sekilas, Wisnu sangat paham siapa wanitu yang bersama Dipta itu. Dia, wanita itu, adalah Kaira rekan bisnisnya.Tapi, bukankah Kaira mengatakan sudah memiliki suami? Sedangkan putranya belum menikah sama sekali. Apa jangan-jangan mereka berdua melakukan perselingkuhan selama ini? Astaga! Mau jadi apa jika orang-orang tahu kalau generasi penerus Archery Grup adalah seorang pebinor! Ini tidak bisa dibiarkan! Wisnu harus bertemu dengan Dipta, dan menghentikan aksi gila mereka berdua."Tolong awasi mereka terus!" titah Wisnu sangat serius.Pikiran yang terpecah antara kerjaan dan putranya membuat kepala Wisnu pusing. Dia akhirnya menelepon sekretarisnya untuk membatalkan semua meeting setelah
“Halo, Kaira, kayaknya lagi bahagia nih!” goda Vito menyindir satire saat melihat Kaira tampak murung ketika jalan menuju meja kerjanya. “Gimana meeting tadi?” lanjut Vito bertanya kepo.Kaira meletakkan tas selempang miliknya dan melirik ke arah Vito sekilas. “Lancar.”“Kok murung gitu? Apa Pak Wisnu ngomong yang tidak-tidak? Jangan didengerin, dia emang gitu orangnya,” ungkap Vito soal sifat Wisnu Kertakusuma yang selalu pedas dengan lawan berbicaranya.“Bukan karena itu. Aku lagi capek aja,” jawab Kaira jujur. Memang ia merasa capek fisik juga hati, terlebih dirinya sedang mengalami periode bulanan yang membuat perutnya sedikit tak enak.Ditambah Kaira takut jika kasus korupsi dari Mas Bayu nanti menyeret namanya. Kaira merasa tidak enak dengan Pak Wisnu jika tahu kalau dirinya mantan dari seorang koruptor.Sepertinya, Kaira harus menemui Mas Bayu di kantor polisi untuk menanyakan hasil uang yang pernah dikirim ke nomor rekeningnya. Benar hasil bonus atau uang hasil korupsi dana ka
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y