Share

22. Isi Piring yang Berbeda

Penulis: Mokaciinoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-23 22:00:16

"Mau sampai kapan kalian akan memperlakukan orang tua kalian seperti ini? Apa kalian tidak kasihan pada orang tua kalian? Terutama pada ibu yang sudah lelah mengurus kalian dari kecil?" tukas bapak dengan marah.

Sebagai tanggapan, aku hanya mendengus sinis. "Siapa itu kalian yang dimaksud? Sejauh yang bisa aku ingat, aku selalu dengan suka rela membantu mengurus pekerjaan rumah ini. Baru-baru ini aja sih aku memberontak. Itu pun karena taulah ya alasannya," tuturku panjang lebar. Tentu saja aku tidak melupakan sindiran dalam kalimatku.

"Kamu!"

"Apa?"

"Huh! Terserah kamu. Bapak capek ngomong sama kamu!" tukas Bapak seraya melenggang ke dalam rumah dengan langkah menghentak kesal.

Aku tidak peduli. Setelah sosok bapak menghilang di balik pintu ruang tamu, aku segera mengalihkan perhatian pada Abra.

"Kamu beli apa?" tanyaku dengan antusias sembari menatap kantong plastik hitam yang tergantung di motor.

"Coba tebak,"

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    23. Mempersiapkan Usaha Baru

    Keesokan harinya masih berlalu seperti biasa. Perdebatan antara Jemima dan ibunya pun kembali terdengar, tapi kali ini aku tidak mau tahu. Pagi-pagi sekali, aku dan Abra sudah mandi dan bersiap. Pagi ini kami memiliki rencana untuk membersihkan ruko yang telah kami sewa agar bisa segera ditempati."Kamu yakin mau bantuin aku beres-beres?" tanyaku sanksi pada Abra."Iya, memangnya kenapa? Apa kamu pikir aku tidak bisa diandalkan?" pungkas Abra dengan nada ketidakpuasan atas pertanyaanku."Bukan begitu, kamu 'kan pernah bilang kalau keluargamu adalah keluarga nomor lima terkaya di Negara ini. Jadi, aku pikir kamu tidak terbiasa melakukan pekerjaan kuli," ujarku."Kalau dulu awal-awal sih memang tidak terbiasa, tapi sekarang sudah biasa aja," timpal Abra dengan santai.Aku menganggukkan kepala mengerti. "Kalau begitu, ayo berangkat. Nanti kita cari sarapan di pinggir jalan," ucapku seraya menyelempangkan tas kecilku."Yuk!"

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-24
  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    24. Menghubungi Teman Lama

    Begitu malam menjelang, aku berjalan mondar-mandir dengan senewen di dalam kamar. Sampai-sampai Abra yang melihat gelagatku ini menjadi risih."Kamu kenapa? Apa lagi yang mengganggu pikiranmu?" tanya Abra."Seperti yang pernah aku bilang, kalau aku berencana untuk mengajak satu teman dekatku. Tapi aku belum menghubunginya," ucapku menjelaskan."Lalu masalahnya dimana? 'Kan tinggal ditelepon aja?" tanya Abra heran. Keningnya sampai berkerut dalam." ... "Aku tidak menjawab pertanyaan Abra karena tidak tahu bagaimana menjelaskan padanya, bahwa pernikahan kami inilah yang menjadi masalahnya. Rentetan pesan dari sang teman karib yang menanyakan kondisiku beserta kebenaran berita tentang pernikahan ini telah membuatku mengabaikannya hingga hari ini. Bukan maksudku untuk menjauhinya, hanya saja pernikahanku dan Abra telah membuat emosi beberapa waktu lalu itu amat berantakan."Jangan terlalu banyak berpikir. Ajak tinggal ajak. Kalau

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-25
  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    25. Tantrum

    Keesokan harinya aku masih menjalani hari seperti biasa. Aku dan Abra bangun pagi-pagi dengan niat untuk melanjutkan pekerjaan yang tersisa kemarin. Agenda hari ini adalah memindahkan isi kios kecilku itu ke ruko yang "Apa yang kamu lakukan? Kamu mau bawa kemana semua barang-barang dagangan ini?" tanya ibu tiriku dengan intonasi suara yang hampir terdengar menjerit."Mau dibawa kemanapun, terserah aku dong," timpalku dengan nada masa bodoh."Nggak bisa gitulah!" tukas ibu tiriku tidak terima.Alisku lantas terangkat tinggi. "Loh, kenapa tidak bisa? Semua barang-barang ini aku beli dengan uangku sendiri. Otomatis barang-barang ini adalah milikku," ujarku dengan santai."Pokoknya kamu tidak boleh membawa barang-barang ini keluar dari kios walaupun hanya satu langkah!" seru ibu tiriku bersikukuh.Aku spontan menggulung mata ke atas. "Bodo amat!" seruku tidak peduli.Karena tidak ingin terus meladeni ibu tiriku ini, aku ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-26
  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    26. Kalimat Tamparan

    Hari demi hari berlalu dengan kesibukan yang tiada habisnya. Begitu meja dan sekat ruangan yang telah kami pesan pada tukang kayu telah selesai dikerjakan, kami pun segera menempatkannya di posisi yang telah kami rencanakan sebelumnya.Segala kulkas dan berbagai macam keperluan dapur juga telah tersedia. Sisa barang-barang yang aku bawa dari kios juga telah terjual setengahnya.Sambil berdiri tepat di tengah-tengah ruangan, aku memandang dengan puas pada segala macam pengaturan yang telah kami buat. Sebuah harapan baru akan tempat ini pun menelusup di dalam hati."Alhamdulillah. Akhirnya siap juga!" seruku dari balik nafas yang membuncah naik turun tak karuan setelah lelah bekerja. "Gimana? Kamu sudah puas dengan pengaturan ini?" tanya Abra yang berdiri di sampingku. Nafasnya tidak kalah memburu."Sangat puas!" jawabku dengan mantap. Ada senyum sumringah yang tidak kunjung pupus dari wajahku."Lalu kapan rencananya mau dibuka?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-27
  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    27. Kalimat Berdetak Diam-Diam

    "Aku tidak sabar menunggu hari esok. Aku ingin melihat bagaimana pria brengsek itu memperlakukan Jemima," gumamku menggerutu."Katanya kamu udah move on?" ledek Abra yang seketika mengundang mataku untuk langsung melemparkan delikan sinis padanya."Ya emang. Tapi kan aku tetap perlu mengetahui apa yang membuatku kalah dari Jemima di mata pria itu. Apakah benar karena aku tidak terlalu bisa merawat diri? Tidak seperti Jemima yang senantiasa memberikan banyak perhatian pada penampilannya dari ujung kaki hingga ujung kepala?" ujarku sambil menggeram. Melalui satu-satunya cermin yang ada di dalam kamar, aku memandang pantulan seorang wanita muda berparas biasa saja. Dengan rambut sebahu berwarna hitam pekat, kulit sawo matang, mata belo, bibir tipis, dan hidung yang tak seberapa mancung. Sama sekali tidak ada keistimewaan yang terlihat dari wajah oval itu.Bukannya aku bermaksud untuk tidak mensyukuri karunia Tuhan padaku. Akan tetapi, ketika rasa r

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-28
  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    28. Kedatangan Mas Damar

    Aku membolak-balik tubuhku dengan tidak nyaman seperti ikan dalam penggorengan. Terbaring di tempat tidur sempit yang sama dengan pria yang membuat jantung berdebar tetapi tidak bisa disalurkan ini cukup membuat frustrasi. "Kamu bolak-balik terus dari tadi. Aku jadi nggak bisa tidur nih. Apa lagi sih yang kamu pikirkan?" tanya Abra dengan mata yang tetap terpejam.Aku yang berbaring miring menghadap ke arahnya tidak langsung memberi jawaban. Sebab, wajah tertidur Abra lebih banyak menyita perhatianku. Seandainya kumis dan janggut lebat itu dihilangkan dari wajahnya, bagaimana kiranya penampilan pria ini?'Dia pasti tampan. Matanya saja mempesona begitu!' batinku pada diri sendiri."Kenapa? Kamu masih memikirkan si Damar itu?" tanya Abra lagi seraya membuka matanya. Mungkin karena aku yang tidak kunjung memberikan ucapan balasan."Abra, kamu pernah jatuh cinta, nggak?" tanyaku mengabaikan pertanyaan yang pria ini ajukan lebih dulu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-29
  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    29. Kedatangan Mas Damar (2)

    "Mil, kenapa kamu berdiri diam aja di situ? Bikin minuman buat Mas Damar kek sana!" perintah Jemima dengan nada bossy-nya.Mataku spontan menggulung ke atas saat mendengar kalimat perintah ini. "Idih, siapa kamu nyuruh-nyuruh. Tamumu ya kamu urus sendirilah," ujarku sambil menunjukkan wajah mencibir sinis. Penolakan keras yang aku lakukan seketika membuat Jemima menatapku dengan garang. Namun, apa peduliku? Aku justru membalas tatapan matanya dengan sorot acuh tak acuh."Tsk. Kamu mau minum apa, Mas?" tanya Jemima pada akhirnya."Apa saja," jawab Mas Damar yang masih tampak pias. Nada suaranya terdengar begitu kikuk.Adapun Jemima, walau ekspresi wajahnya masih menunjukkan keengganan, dia tetap bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah menghentak berat yang disengaja, Jemima berjalan ke ruangan dalam.Sementara menunggu Jemima yang pergi membuat minuman untuk Mas Damar, aku dan Abra mengambil tempat duduk di sofa yang tepat b

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-30
  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    30. Pembicaraan Soal Mahar

    "Hah? Berapa?!"Reaksi keterkejutan Mas Damar ini membuat wajah ibu tiriku seketika keruh. Sorot mata penuh ketidaksenangan seperti yang selalu dia pancarkan tatkala melihatku dan Abra juga kini di arahkan dengan terang-terangan pada Mas Damar."70 juta!" jawab ibu tiriku mengulang nominal yang dia sebutkan sebelumnya dengan tegas."I ... Itu ... Mohon maaf, Bu. Tetapi apakah nominal ini tidak terlalu banyak? Apakah tidak bisa dikurangi?" tanya Mas Damar lirih.Ibu tiriku spontan mendelik tidak ramah. "Dikurangi? Kamu tidak tahu berapa banyak biaya yang telah kami keluarkan untuk membesarkan Jemima seorang? Mahar 70 juta ini bahkan masih terlalu sedikit. Belum lagi kamu harus memberi kompensasi pada kami atas apa yang telah kamu lakukan. Benar kata Kamilia, gara-gara kamu, nama baik keluarga ini jadi rusak!" pungkas ibu tiriku dengan sewot.Aku dan Abra yang duduk sebagai pengamat pun diam-diam saling lirik penuh arti melalui sudut mata.

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-31

Bab terbaru

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    51. Damar POV | Jatuh Miskin

    "Mas, minta uang dong!" ujar Jemima ketika aku hendak berangkat bekerja."Nggak ada!" jawabku dengan terus terang. Biaya mahar dan hutang untuk menyelenggarakan pernikahan kemarin telah membuatku jatuh miskin. Uang di dalam tabunganku hanya tersisa dua juta saja. Sementara gajian masih lama. Terlebih lagi, aku enggan untuk memberikannya pada wanita culas ini."Mas, kamu nggak bisa gini dong. Aku ini istri kamu. Sudah sepantasnya kamu memberi nafkah padaku," protes Jemima tidak terima.Aku mengangkat bahu dengan masa bodoh. "Uangku sudah habis untuk membayar maharmu beserta biaya pernikahan dan lain sebagainya. Sampai nanti hutangku pada Januar habis, aku tidak bisa memberikan nafkah finansial untukmu," ungkapku."APA?!" pekik Jemima membuat telingaku seketika pengang."Kamu tidak usah teriak. Aku bilang kalau aku tidak akan memberikan nafkah padamu sampai hutangku pada Januar habis," ucapku mengulang pernyataan sebelumnya.

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    50. Seatap Dengan Mantan

    Berbeda dengan suasana hatiku yang ceria karena mengetahui satu lagi fakta soal Abra, suasana yang meliputi pengantin baru di keluarga ini tampak lebih suram. Sama sekali tidak ada rona bahagia yang seharusnya dimiliki oleh pasangan pengantin baru."Wah, senang ya. Sekarang rumah ini jadi makin ramai. Meja makannya sampai nggak muat nih," celetukku memecah kesunyian yang menyelimuti anggota keluargaku malam ini.Meja makan di rumah kami yang seharusnya hanya muat untuk empat orang itu kini ketambahan satu penghuni baru lagi. Tidak heran jika meja makan ini semakin terasa sempit dan penuh sesak."Iya, kamu dan suami kamu tuh yang menuh-menuhin tempat," balas Jemima dengan sewot.Bukannya marah, aku justru memiliki hasrat untuk ingin terus menggoda pasangan pengantin baru ini."Aku tahu kalau aku dan suamiku yang menuh-menuhin tempat. Oleh karena itu, aku ingin mengucapkan terima kasih pada semuanya karena telah membuat hal ini terjadi. Aku

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    49. Tentang Januar

    "Kamu benar-benar mengenal kakaknya Mas Damar?" tanyaku dengan sedikit keterkejutan."Iya!" jawab Abra singkat."Wah, betapa sempitnya dunia ini," ucapku kemudian. "Ngomong-ngomong, bagaimana kamu bisa mengenalnya?" tanyaku dengan nada sedikit terlalu antusias." ... "Abra tidak langsung menjawab, dia hanya menatapku dengan kening berkerut. Mungkin juga dia tengah menimbang apakah akan memberitahuku atau tidak."Kalau kamu tidak mau memberitahu, aku juga tidak akan memaksa," ucapku dengan cepat. Aku tidak mau Abra beranggapan bahwa aku ini wanita ceriwis yang terlalu ingin ikut campur dengan urusannya." ... "Abra tidak menanggapi. Dia masih tetap diam dengan sorot mata menyipit tajam ke arahku. Situasi ini membuatku merasa canggung dan kikuk."J ... Jangan melihatku seperti itu," ujarku dengan terbata. Dipandang seperti ini membuatku gugup. Sorot mata itu terlalu tajam hingga membuatku merasa tatapa

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    48. Damar POV | Kenapa Dia Datang

    "Nanti kamu tinggal aja di belakang. Kalau-kalau ada makanan yang kurang agar bisa langsung segera ditangani,"Sudah tidak terhitung berapa kali kalimat pengingat ini dilontarkan oleh ibu tiriku. Apalagi di hari-hari menjelang pernikahan Jemima. Sekarang bahkan lebih parah. Sejak pagi buta dia sudah mengulang kalimat yang sama sampai aku bosan mendengarkan."Aku tahu. Ribut banget sih!" timpalku dengan sewot."Awas aja kamu. Jangan sampai berkeliaran. Orang-orang sini masih sensi sama kamu," tukas ibu tiriku memperingatkan sekali lagi."Iya! Iya!" tukasku dengan tidak sabar.Hari ini adalah hari pernikahan Jemima dan Mas Damar. Sejak subuh tadi, seisi rumah sudah heboh karenanya. Tentu saja aku juga tidak ketinggalan. Bahkan sebelum subuh, aku sudah mulai memberi komando pada para pekerjaku untuk memasak.Akhirnya setelah perdebatan alot dengan ketiga anggota keluargaku itu, mereka setuju untuk menggunakan jasaku. Itu pun karena

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    47. Pernikahan Jemima

    "Nanti kamu tinggal aja di belakang. Kalau-kalau ada makanan yang kurang agar bisa langsung segera ditangani,"Sudah tidak terhitung berapa kali kalimat pengingat ini dilontarkan oleh ibu tiriku. Apalagi di hari-hari menjelang pernikahan Jemima. Sekarang bahkan lebih parah. Sejak pagi buta dia sudah mengulang kalimat yang sama sampai aku bosan mendengarkan."Aku tahu. Ribut banget sih!" timpalku dengan sewot."Awas aja kamu. Jangan sampai berkeliaran. Orang-orang sini masih sensi sama kamu," tukas ibu tiriku memperingatkan sekali lagi."Iya! Iya!" tukasku dengan tidak sabar.Hari ini adalah hari pernikahan Jemima dan Mas Damar. Sejak subuh tadi, seisi rumah sudah heboh karenanya. Tentu saja aku juga tidak ketinggalan. Bahkan sebelum subuh, aku sudah mulai memberi komando pada para pekerjaku untuk memasak.Akhirnya setelah perdebatan alot dengan ketiga anggota keluargaku itu, mereka setuju untuk menggunakan jasaku. Itu pun karena

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    46. Damar POV | Pusing Tujuh Keliling

    Damar POV,"Kamu bicara sendiri sama kakakmu sana. Jangan ibu terus yang disuruh ngomong. Ibu juga malu!" ujar ibu ketika aku memintanya untuk meminjam uang lagi pada kakakku itu."Yah, Bu. Aku juga malu!" tukasku terus memohon pada ibu.Meskipun aku dan sang kakak bersaudara kandung, tapi hubungan kami hampir tidak bisa disebut saudara. Aku dan kakakku yang bernama Januardi itu terpaut usia 5 tahun. Sejak kecil kami tidak pernah akur. Sikap pembeda bapak adalah pemicunya. Tidak peduli bagaimana nakalnya kakakku ini, bapak tidak pernah memarahinya. Dia senantiasa selalu menjadi favorit dalam keluarga. Berbeda sekali dengan aku yang meskipun berjuang keras dalam bidang akademik, tapi itu tidak pernah cukup untuk membuat bapak terkesan. Prestasi-prestasi yang aku peroleh di sekolah seolah tidak memiliki arti. Ketidakadilan yang mendera kami tidak hanya terbatas pada sikap bapak, tapi alam pun seolah turut serta. Aku yang setengah mati bel

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    45. Pesanan Katering

    "Widih, kamu kenapa jalannya begitu? Habis bertempur semalaman ya?" celetuk Jemima ketika melihatku keluar dari kamar dengan langkah sedikit mengangkang. Mendengar celetukan frontal wanita ini, aku segera melemparkan delikan sinis. "Jangan sembarangan ngomong kamu!" sentakku dengan kesal.Jemima mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. "Santai aja kali. Kayak gitu tuh sudah biasa di antara suami istri. Tidak usah disembunyikan," ujarnya.Tanpa sadar aku pun menggertakkan gigi karena kesal. Sesekali aku juga melirik ke arah pintu kamar di belakangku. Aku sama sekali tidak mau Abra mendengar perkataan Jemima yang kurang ajar ini."Terserah kamu!" ucapku dengan niat ingin mengakhiri topik yang sangat tidak nyaman ini.Dengan langkah tertatih karena kakiku yang terasa berat, aku kemudian berjalan menuju kulkas yang tidak jauh. Pagi ini aku memutuskan untuk bolos bekerja. Tubuhku yang serasa remuk redam ini terlalu enggan untuk diajak bekerja ke

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    44. Usaha Menjadi Bihun

    Hari-hari yang aku dan Abra lalui masih sama seperti biasanya, hanya ada sedikit perbedaan di jam pulang. Kami yang biasanya berangkat setelah subuh dan pulang setelah isya, kini membatasi jam kerja hingga sampai jam 3 sore saja. Untuk meringankan pekerjaan, aku juga menambah dua pekerja lagi. Mereka adalah ibu-ibu paruh baya yang memang sudah berpengalaman di dapur. Nama mereka adalah ibu Dewi dan juga ibu Humairah."Aku tidak mempunyai pengalaman dalam berolahraga, jadi apa yang harus aku lakukan untuk memulai nih?" tanyaku pada Abra di suatu sore yang cerah.Saat ini aku sudah mengenakan sepasang pakaian training, dan berdiri di tengah-tengah lapangan bersama Abra."Pertama-tama, kamu harus pemanasan dulu. Lari keliling lapangan ini sebanyak lima kali," tukas Abra."Hah?""Jangan banyak protes. Lari ini baik untuk kesehatan. Jangan cuma mikir kurusnya aja tapi kondisi organ dalam tidak jelas," tukas Abra. "Dengan berlari minimal 30 men

  • Suami Paksaku Ternyata Konglomerat    43. Gara-Gara Lemak Perut

    Sejak mulai mengenal Abra, aku merasakan hidupku menjadi terombang-ambing. Seringkali apa yang sudah aku rencanakan dengan mantap hancur berantakan begitu saja. Seperti misalnya hari ini.Di tengah perjalanan pulang, Abra tiba-tiba berceletuk. "Kapan rencananya kamu akan mulai make over diri. Katanya mau tampil lebih percaya diri, tapi belum ada pergerakan juga tuh?" ucapnya."Hah? Kamu bilang apa?" tanyaku.Ada sedikit rasa tidak pasti ketika mendengar ucapan Abra yang seperti ini, apalagi karena kami sedang berada di atas sepeda motor, dan suara deru angin yang berhembus kencang membuat pendengaranku agak tidak jelas."Apa kamu tidak berniat untuk menjadi wanita yang tinggi, putih, dan langsing kayak bihun itu? Habisnya aku merasa lemak di perutmu agak tebal," tukas Abra dengan suara yang sedikit lebih dikeraskan kali ini."Kamu bilang apa?!" pekikku seraya menepuk bahu Abra dengan keras.Dengan Abra yang mengatakan bahwa lemak

DMCA.com Protection Status