Yoona sedikit membuka kakinya melipat kedua tangannya di bawah dada membuat dua gundukan indah itu sedikit menyembul sempurna. "Hah! Aku menggodamu? Yang benar saja. Jangan bermimpi!"
Yoona menerobos masuk ke dalam rumah tanpa permisi, dia mengedarkan pandangan. Dapur itu sungguh terlihat sempurna untuk ukuran laki-laki single. Menurut Yoona sangat layak disebut rumah jika dibandingkan dengan rumahnya sendiri.
"Sepertinya dapur ini tidak seperti ini saat aku berkunjung pada pemilik sebelumnya. Rumah ini terlihat seperti rumah dibandingkan dengan rumahku yang seperti—"
"Kandang babi!" Timpal Dante masih dengan tampang menyebalkan.
"Kamu bilang rumahku seperti apa?" pekik Yona tidak terima jika rumahnya disamakan dengan kandang babi.
"Apa aku harus menjelaskannya lebih terperinci?" tanya Dante sambil berjalan menuju lemari pendingin mengeluarkan susu lalu langsung meneguknya dari dalam botol.
'Sial Kenapa dia malah benar-benar menggodaku
"Ya ampun Yoona! Kalo Kamu bilang akan menikah dengan Dante Guillermo, Bunda pasti akan langsung setuju!" Yoona benar-benar tidak percaya bagaimana ibunya bisa tahu nama lengkap suaminya. "Ta-tapi Bunda. Bunda, kan mau menikahkan Yoona dengan Mr Merchant," dalih Yoona ditengah kebingungannya. "Ayo, masuk!" Sulis berjalan masuk kedalam rumah sambil mulutnya terus berkomentar. "Tante gak mau tahunya Dante, nanti malam mommy dan Daddy-mu suruh kemari. Atau kalian juga tidak memberitahukannya kepada Ainun dan Dorian?" Sulis mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu masih dengan wajah kesal dan kecewanya. Yoona kecewa benar-benar kecewa rencana yang dianggap sempurna malah menjadi berantakan. "Bagaimana, Bunda tahu nama Ayah dan ibunya Dante?" tanaya Yoona tidak percaya dengan kegagalannya. Sulis mendengus kearah Yona, "Cik, Kamu itu anak kemarin sore Yoona. Jadi jangan harap bisa membohongi Bunda. Dan dalam satu minggu ini kalian har
Dante sendiri semakin merasa aneh akan banyak sikap dan tingkah yang ditunjukkan oleh Yoona. Dante masih meraba-raba alasan dari semua ini sampai membuat sikap Yoona seperti itu. Dante bisa melihat antara Ibunya dan Yoona tidak memiliki ikatan, malah terlihat seperti dua kubu yang berbeda. Bagi Dante asal tidak kembali menikah dengan mantan istrinya itu sudah sangat bagus. Toh pernikahannya dengan Yoona juga hanya di atas secarik kertas. Malik masuk rumah bersama dengan seorang penghulu dan dua orang yang akan menjadi saksi. Setelah semua berkas dilihat keasliannya prosesi ijab kabul pun diucapkan oleh Dante dengan sekali tarikan nafas. Yoona mendengarnya, dia duduk di atas tangga, hanya bisa meneteskan air mata. Seharusnya kata sah menjadi hal yang indah yang dapat didengar dari orang yang paling ia sayangi. Nyatanya hal itu terucap dari suami simbiosis mutualismenya. Dari jauh Malik dapat melihat wajah sendu dari Yoona. Malik sendiri tidak t
"Aku tidak suka diancam Yoona, semakin kamu mengancamku semakin aku tertantang untuk mendapatkanmu. Terutama tubuh molekmu ini." jemari Dante sudah mulai menyusuri wajah tirus Yona. "tapi tidak sekarang, Aku ingin Kamu sendiri yang memohon agar aku menyentuhmu." Dante menggulingkan tubuhnya di samping Yoona dan menunjukkan apa yang ia temukan di belakang tubuh istrinya. Yoona merasa telah kalah saat Dante menunjukkan sebuah ponsel yang didapatkan dari balik tubuhnya dan apa yang diucapkan oleh Pria itu hanya untuk mengerjai dirinya. "Cih, pede sekali. Sampai kapanpun Kamu tidak akan mendapatkan apa yang Kamu mau." Yoona bergeser ke ujung ranjang dan memunggungi Dante. "Sial, kenapa bisa aku menikahi tetanggaku yang ternyata adalah anak dari sahabat bunda.' Dalam diam Yoona terus mencari cara agar bisa menang dari bundanya dan kembaran yang tak seiras dengannya. ** Pagi yang hampir siang Yoona membuka matanya karen
Yoona mengalihkan wajahnya pada ipar laki-lakinya, wajah mengejek minta di tabok jelas ada disana. Tapi Yoona tidak peduli. Yoona memperkenalkan Dante pada semua yang ada disana. Ia cukup lama berdiam di depan Yoora yang masih menundukkan wajah cantiknya. "Apa kamu tidak ingin memberiku selamat, Yoora!" ucap Yoona pada Yoora. Yoora mengangkat wajahnya, butiran kristal jelas hampir jatuh jika Yoora mengedipkan matanya. Yoora bangun dari duduknya dan melepaskan genggaman tangan dari suaminya. "Selamat untuk Kalian, tapi maaf aku harus mencari Leon." ujar Yoora berlalu begitu saja. 'Ada apa dengannya ... apa tidak terlalu berlebihan bersikap seperti itu saat adiknya menikah. Aku tidak merebut kekasihnya, 'kan?' pikir Yoona saat memperkenalkan suaminya pada Kakak iparnya Demian. Pria menyebalkan yang pernah Yoora temui. Sulis mengenalkan menantu barunya kepada semua ibu-ibu arisan yang hadir. Semua mata menatap Dante
Dari jauh Yoona melihat interaksi keduanya setelah berbicara dengan ayahnya, Ia pun menghampiri Dante yang sudah menunggunya untuk pulang. "Sayang ... apa kita pulang sekarang?" panggil Yoona dengan suara yang sangat manja kepada Dante. Padahal dalam hati Yoona ingin memuntahkan semua isi perutnya yang baru ia makan. Kedua orang itu mengalihkan pandangannya ke arah Yoona yang sudah berjalan ke arah mereka. Yoona mengambil Diva dari tangan Dante dan menyerahkannya pada Yoora. "Kita akan membuat yang jauh lebih imut dan cantik dari Diva. Bukannya Diva tidak cantik, ia kan Diva?" Yoona mencubit pipi Diva dan menggoyang-goyangkan yang maju mundur dengan gemas, "hanya saja Putri Tante pasti lebih cantik, seperti Tante." sindir Yoona yang tepat sasaran karena baru saja Dante memuji istrinya walaupun Yoona tidak mendengarnya. Dante menarik pinggang istrinya dan menempelkan ke tubuhnya dengan melekat sempurna pada pinggulnya. "Kita pamit pada Bunda,"
Dante meminta untuk disiapkan mobil agar ia bisa membawa Yoona yang sepertinya sangat nyenyak dan susah dibangunkan, dan benar saja sampai mereka tiba di rumah pun Yoona masih tertidur pulas seolah dirinya berada di atas kasur yang nyaman. Sekarang Dante bingung bagaimana cara meminta Yoona untuk keluar dari mobilnya dan tidak diketahui oleh para tetangganya yang ternyata sedang berkumpul dan berbincang di depan halaman rumah mereka. Bahkan para tetangganya itu sudah mulai melambaikan tangan ke arahnya yang sepertinya hendak menyapa dirinya. Melihat salah satu tetangganya hendak mendekat Dante bingung dan sedikit gelagapan, dia pun hanya membunyikan klakson mobil sebelum membelokkan mobilnya dan memasukkannya ke dalam garansi lalu menutup rapat garasi itu dengan remote di tangannya. Si kebluk Yoona sama sekali tidak terbangun dan terganggu dengan suara berisik yang ia lakukan. "Yoona!" Dante mengguncang tubuh Yoona lagi dan berharap istrinya b
Inti Dante terus menekan pusar Yoona, karena Yoona sendiri semakin menerima dekapan Dante seolah menyambut semua perlakuan yang Dante berikan. Kepala Yoona memang sudah beralaskan lengan kekar Dante sebagai bantalan. Kini Dante yang memiringkan tubuhnya membuat bibir Yoona tepat mengenai bintik hitam yang ada di dada pria itu. Dante memang selalu tidur tanpa mengenakan pakaian sedikitpun, dan intinya akan menegak jika udara diluar dingin dan dipagi hari tentunya. Hal itu sudah menjadi suatu yang naluriah terjadi dengan sendirinya bagi kebanyakan pria. Merasa nyaman Yoona semakin menempelkan tubuhnya pada tubuh Dante dan semakin menekan inti milik pria itu. Tekan yang mirip dengan benda keras itulah yang membuat Yoona merasa tidak nyaman akhirnya sedikit menggerutu. "Apa ini yang menusuk-nusuk perutku?" racau Yoona dengan tangan yang mencari benda keras itu agar tidak menghalanginya. Tanpa sadar Yoona mencengkram inti Dante dengan sangat kuat dan berusaha untu
Yoona membuka matanya dengan sangat perlahan, walaupun sebelumnya dia tahu bahwa dirinya tidur di rumah Dante tetap saja membuat Yoona masih merasa kebingungan. Dering ponsel yang terus berbunyi membuat Yona mau tidak mau bangun dari mimpi indahnya. Masih dengan tubuh yang terbalut oleh selimut Yoona mencari keberadaan tasnya yang dia sendiri tidak tahu ada di mana. "Berhentilah! Aku datang," teriak Yoona pada ponselnya seolah ponsel itu dapat mengerti jika dia berbicara dan terdiam. Tapi tidak, ponsel itu terus berdering nyaring. Yoona berusaha mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuh polosnya. Yoona masih lupa atau mungkin berusaha melupakan apa yang terjadi dengannya dan Dante tadi malam. Mata Yoona menangkap kemeja milik Dante yang tersampir di lengan sofa tak jauh dari dirinya duduk. Dengan tubuh polosnya Yoona turun dari ranjang dan berjalan ke arah sofa. "Bagaimana bisa aku tidur di rumah pria menyebalkan itu," monolog Yoona.
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena