Aku berjalan masuk ke sebuah hotel bintang lima, hotel milik suamiku yang juga berdiri atas nama Sanjaya. Kami akan memgadakan pertemuan penting malam ini. pertemuan para keturunan tetua terdahulu yang memang menyandang nama Sanjaya sejak mereka lahir ke dunia ini.Langkah kakiku sempat terhenti saat melihat mbak Tri sedang duduk di dalam mobil om Beni, saat kami baru saja akan masuk di acara keluarga besar Sanjaya mataku tanpa sengaja tertuju ke arah mbak Tri. Keluarga besar sanjaya sudah berulang kali menggatakan padaku agar tak terlalu dekat dengan om Beni. Memang sejak awal om Beni bukan bagian dari nama Sanjaya, jika dia masih mendapat tempat hingga hari ini hanya karena kebaikan papa semata.Aku sengaja mendekati mobil tempat mbak Tri berada, ku ketuk kaca mobilnya hingga wanita itu terkejut saat manatapku."Kenapa mbak Tri di sini?"Aku bertanya seolah tak tau jika dia juga sedang menunggu om Beni di dalam."Aku menunggu mas Beni. Kenapa kamu ada di sini?" Mbak Tri bertanya padak
Om Beni tentu tak berani memjawab, tante Zainab adalah sepupu papa, ibu tante zainab dan ayah papa Rendi adalah saudara kandung, jadi wajar saja jika keluarga besar Sanjaya begitu melindungi keluarga kami, terlebih lagi kakek dan ayah mas Alif adalah satu-satunya keturunan laki-laki dari buyut mereka."Ayo kita ke sana saja sayang." Ucap tante zainab, seakan membungkam mulut menyebalkan om Beni untuk tak lagi mengangguku.Aku berbaur dengan keluarga yang lain, keluarga yang begitu melindungi aku dan mas Alif, mereka menerima kamu jauh lebih baik dari keluargaku menerima maa Alif dulu."Benalu itu selalu saja membuat masalah, jika bukaan karena mas Rendu, aku sudah lama ingindalahi mendepaknya keluar dari keluarga Sanjaya." Tante Zainab bergumam sendiri."Dengar Dewi sayang, menjauhlah dari parasit sepertinya, kamu tau, kita tak selevel dengan manusia arogan seperti si Beni itu!" Ucapnya mengelus pundakku dengan lembut.Kami latas duduk di meja paling depan, aku selalu di tarik masuk da
Setelah pertemuan keluarga aku memilih untuk menemui kembali suamiku di dalam kamar rawatnya. Mas Alif sedang duduk di atas ranjang tidurnya saat aku datang. Senyumnya langsung mengembang memyambutku yang berjalan mendekatinya."Bagaimana keadaanmu mas?" Aku memeluknya erat, merindukan dirinya, bahkan wangi tubuhnya yang membawa candu sendiri pada setiap aku menciumnya."Aku baik. Bagaimana pertemuan keluarga tadi?" Ucapnya masih sangat lemah, namun wajahnya tak lagi terlihat pucat."Semua baik, seperti biasanya. Jangan memikirkan apapun dulu mas, jaga saja kesehatanmu agar jauh lebih baik." Aku mengucapkan kalimat itu dengan suara bergetar.Sempat terbayang dalam benak bagaimana jika mas Alif tak bisa melewati masa kritisnya pasca kecelakaan. Membayangkan mungkin saja dia bisa pergi memingglkan kami semua sungguh membuat aku merasa sesak."Aku sudah lebih baik sayangku, jadi kamu tak perlu merasa cemas ya." Mas Alif meletakkan telapak tangannya di pipiku.Aku menangis tanpa kata, ah b
151Aku menunggu dengan cemas kabar dari Deren, sebentar kemudian Adam kembali menghubungi dengan suara panik."Mbak, kami tak mendapatkan ambulan, mereka bilang ambulan penuh." Suara Adam terdengar gemetar, aku tau mungkin dia juga jauh lebih panik dariku sekarang ini."Lalu bagaimana? Apa keadaan Sinta baik-baik saja?"" Sinta sudah pembukaan lima mbak, dan berhenti di situ sejak siang tadi, sudah di beri obat perangsang tapi masih sama saja. Jika tak ada ambulan malam ini terpaksa kami akan pindah besok mbak.""Apa nggak ada dokter kandungan di situ?""Ada mbak, tapi operasi malam ini susah penuh sampai nanti malam, ini dokter juga sudah mulai untuk operasi pasien lain. Bagaimana ini mbak, Sinta semakin lemah juga kondisinya."Aku diam sebentar, merasa tak bisa menerima semua yang di katakan. Jika keadaan memamg darurat, mengapa harus menunggu besok untuk menggantarkan pasien ke kota, mengapa juga tak ada tindakan darurat untuk Sinta sekarang."Tetap pindahkam saja Sinta Dam.""Tapi
152152Pov HendraAku terpaksa mengikuti Sinta dan Adam ke rumah sakit kota, mas Aziz terus menelepon untuk membawa ibu dan dua anak mas Aziz ikut ke kota agar ibu bisa menemani Adam di sana, mereka semua hanya memikirkan satu sama lain tanpa ada aku di dalamnya. Aku tau, aku sudah salah melakukan kejahatan besar dengan mencoba mencelakai keluarga mbak Dewi, tapi jika mas Aziz saja mendapatkan maaf, kenapa aku tidak?"Ayo Hen kita berangkat!" Ibu baru saja keluar dari dalam rumah dan masuk ke dalam mobilku bersama Bagas dan Lisa. Aku sampai saat ini masih tak percaya jika Lisa ternyat bukn anak kandung mas Aziz."Hen, kenapa diam saja, ayo berangkat!" Ibu membuyarkan lamunanku dengan segera.Aku menjalankan mobil untuk menuju ke kota tempat mbak Dewi tinggal. Sebenarnya aku sangat malas bertemu mbak Dewi, diaasih bersikap dingin padaku setelah kejadian dulu itu, bahkan bertany kabarku saja tidak."Kita harus ke pom dulu bu, mobil Hendra nggak ada bensinnya!" Ucapku jujur pada ibu.Se
153Aku menatap ke arah mbak Dewi, tak percaya kalimat itu keluar dari bibirnya yang kupikir tak perduli lagi pada keadaanku yang hina ini."Kamu sudah jadi bahan omongan pengurus masjid di kampung, mas Alif mendapat laporan tak hanya satu atau dua orang Hen, sementara minggu depan pembangunan sudah harus di laksanakan.""Ma_mas Alif tau semua mbak?""Mas Alif yang menyumbang material di sana Hen, mas Alif yang mengatur semua pembangunan masjid itu sebelum kecelakaan terjadi padanya." Ucapnya menjelaskan."Sekarang katakan berapa uang masjid yang sudah kamu pakai secara pribadi?" Mbak Dewi menanyakan lagi padaku pastinya.Sejujurnya aku masih sanggat ketakutan untuk menjawab, tapi sebaiknya memang aku berkata jujur sekarang, sebab tak ada lagi yang bisa aku mintai bantun selain Mbak Dewi."Berapa Hen uang yang kamu pakai?""Enam puluh lima juta mbak" Ucapku lirih.Aku bisa melihat mata mbak Dewi membulat tak percaya, aku juga tak percaya pada diriku yang bisa memakai uang sebanyak it
Ratna nampak kesal mendengar ucapanku sekarang, dia melihat ke arah orang tuanya yang juga terlihat tak suka."Aku tak tau apa alasanmu berpisah dengan Hendra, tapi sepanjang yang aku tau, selama ini adikku sudah mengurus keluarganya dengan baik."Ratna tersenyum sinis. "Aku tak mau punya suami seorang kriminal! Bukankah dia yang membakar rumah mbak Dewi?""Oh ya? Aku justeru tak tau, bagaimana kamu lebih paham situasi yang ada sekarang dari pada aku Rat, apa kamu punya buktinya?"Ratna tak bisa menjawab, ia terljhat kesal dan duduk dengan wajah memerah."Lagi pula rumah yang kamu bicarakan itu rumahku, aku tak mempermasalahan siapa yang membakarnya, lantas apa urusanmu?"Dia kembali tak bisa menjawab."Aku hanya ingin memperingatkan kalian semua, bagaimanapun Hendra adalah adikku, jadi jika ada yang akan menyakitinya aku tak akan tinggal diam, jika dia harus sakit itu hanya berlaku untuk kakak dan keluarganya sendiri, paham!""Mbak bicara seolah kalian sangat akrab selama ini."Ratna
"Mereka sudah dalam proses berpisah mbak, lagi pula aku dan Ratna memang sudah lama di jodohkan, tapi Ratna memilih lelaki yang ternyata nggak bisa membuat dia bahagia.""Apa Hendra tak membuatmu bahagia Rat? Selama ini dia menyianyiakan kamu? Aku tak tau sekarang apakah adikku yang gagal membuat mu bahagia ataukah kamu yang memang tak akan bisa hidup penuh rasa syukur dan terimakasih!" Mbak Dewi tersenyum kecut mendengar ucapan Ridho.Ya, aku memang selalu berusaha membuat Ratna bahagia, bahkan segalanya dia atur seperti maunya sendiri aku tak perduli, selama ini aku cukup tau mencari nafkah dan memastikan dirinya cukup."Tunggu dulu, jadi benar Ratna masih istri orang? Ya Allah tante, apa-apaan ini?" Dokter Nifa masih bertanya perihal setatusku dan Ratna."Ya dokter, memang Ratna masih istri adikku, kamu tay Nif kenapa mereka berpisah? Adikku bangkrut karena kebakaran tokonya, di pecat dari tempatnya kerja dan sekarang jadi pengangguran. Dan istrinya dengan tak sabar memilih berselin
201"Tidak, Nadia!" Aku berteriak panik saat melihat bola yang Nadia bawa terlempar tak jauh dari tubuh lelaki yang terlihat sedang bersembunyi di balik pohon besar itu."Ada apa?" Mas Alif nampak panik melihat aku berlari keluar dan berteriak."Ada apa Wi?" Mas Alif menarik tanganku dengan cemas."Mas, lelaki itu datang lagi mas, dia di bawah." Ucapku dengan panik dan segera berlari menghampiri Nadia dan Caca.Aku tak dapat memikirkan apapun lagi sekarang, rasanya banyak hal yang mengancam kedua putriku saat ini."Wi, jangan berlari." Suara mas Alif masih dapat ku dengar saat aku menuruni anak tangga. Bagaimana aku tak berlari jika bayangan lelaki asing itu menghantui seolah akan membuat nadia atau Caca dalam bahaya."Sayang, pelan saja!" Suara mas Alif kembali terdengar.Aku sudah keluar dari bungalow dan berlari menuju halaman belakang, ku lewati begitu saja kolam renang nan cantik yang terus ku kagumi dari lantai dua kamar kami, kakiku bahkan menginjak rerumputan tanpa alas, sebe
Pov Dewi.Aku masih tak habis pikir, siapa lelaki yang kami temui di minimarket tadi, aku sepertinya pernah melihat wajah lelaki itu, tapi aku tak tau dimana dan siapa."Apa kita perlu membawakan anak-anak cemilan nyonya?" Yasmin membuyarkan lamunanku.Caca dan Nadia memang sudah naik ke lantai atas dan bersiap ke pantai, karena itu Yasmin bertanya apa yang perlu dia bawa untuk menemani anak-anak."Bawakan saja beberapa jajanan yang mereka suka, jangan terlalu jauh dari bibir pantai Yas, ombak sore hari biasanya lebih besar."Aku memberi Yasmin nasehat agar tak lupa, sebab Nadia anak yang sangat ingin tau, dia pasti akan meminta ini dan itu bila rasa penasarannya sudah memuncak."Saya akan ingat nyonya." Ucap Yasmin lalu berjalan menjauhiku.Aku lantas berjalan menuju kamar, mas Alif sedang mengganti bajunya saat aku masuk tanpa mengetuk pintu. Wajahnya nampak terkejut, takut jika pegawai kami yang masuk tanpa izin."Maaf_" Aku menyengir kuda, lupa jika mas Alif sudah naik ke kamar ka
Kami semua sudah ada di dalam mobil, perjalaanan yang akan kami tempuh cukup jauh, dua jam dari tempat kami tinggal. Mas Alif menyetir sendiri kendaraan kami, sementara yang lajn mengikiti dari belakang.Caca dan Nadia bercanda terus sampai kami ikut tertawa dengan keberadaan mereka dalam mobil, meski aku sendiri masih sangat jengkel dengan kejadian di rumah pagi ini, namun tawa Caca dan Nadia membuat aku terus merasa bersyukur."Buk, boleh tidak kami beli ice cream buk." Nadia meminta saat perjalanan kami sudah sangat jauh.Aku tersenyum mendengar ucapannya. Tak ada salahnya juga membeli ice cream untuk di nikmati bersama, lagi pula ini kan liburan."Baiklah, kita akan berhenti kalau ada minimarket di depan." Ucapku yang membuat dua anak itu kegirangan tak sabar. Aku dan mas Alif hanya bisa tersenyum melihat tingkah merek yang memgemaskan bagi kami.Tak berapa lama mas Alif membelokkn mobilnya dan terparkir tepat di depan sebuah minimarket dengan logo anak lebah itu. "Nadia sama mbak
Dewi masih menatap kesl ke arah Yanti, dia lantas mendekti wanita itu lagi dan melihat ada sorot tahut di sana."Yang lain boleh kembali bekerja!" Ucap Dewi dingin, sementara satu persaru pengasuh anaknya pergi turun dari lantai atas.Yanti masih diam dan tak berani melihay ke arah Dewi, bahkan firinya masih berdiri di tempat yang sama dan dalam posisi tak berubah sama sekali."Duduklah Yan, aku ingin mendengarkan penjelasmu!" Dewi meminta Yanti duduk yang tenang sebab bnyak orang akan tai itu keponkan linnya masih menungguMas, kenapa Lukas kasar sekali padaku!"Tri bersikap begitu manja pada Beni saat mereka tiba di rumah, pertemuan Beni dan Lukas yang tanpa sengaja itu membuat mereka bersitegang di depan umum.Tri masih memegang pergelangan tangannya yang berdenyut, Lukas dengan sangat kasar meremas pergelangan tangannya hingga memar kemeraha.Beni tak pernah bisa bersikap kasar pada Tri, entah kenapa dirinya selalu saja meniruti apa perintah wanita itu, bahkan ketika Tri mutuskan
Hari ini Dewi berencana membawa Caca dan Nadia ke pantai, setelah kepergian Papa mertuanya ke luar negeri, Dewi sering melihat Caca melamun sendiri, hingga akhirnya dia berpikir untuk membawa Nadia dan Caca ke pantai untuk bersenang-senang.Sejak semalam mereka sudah tak berhenti menyiapkan segala hal yang di butuhkan untuk tamasya."Buk, baju ini bagus tidak?" Nadia menunjukkkan dres bunga putih nan cantik, dres itu hadiah dari Yasmin untuk Nadia saat baru datang ke rumah ini.Yasmin tersenyum mendapati pemberiannya jadi nb pilihan nona cilik yang dia jaga."Cantik, Nadia bisa pakai ini jika mau." Ucap Dewi dengan senyum mengembang dan gadis itu berjingkrak senang masuk kembali ke dalam kamarnya.Dewi lantas menatap ke arah Caca yang sejak tadi hanya berdiri di depan pintu kamar."Hay cantik, ada apa sayang?" Dewi mendekati Caca dan membelai kepala gadis kecil itu."Caca bingung mau pakai apa." Ucapnya lugu.Dewi menarik gadia itu kembali ke kamanya. Membuka lemari yang disediak
Wajar saja bila Aziz tak lagi mau memikirkan istrinya Tri, setekah penghianatan yang dia terima Aziz bahkan tak lagi perduli dari mana semua itu.Setiap orang datang denhan hadapanndan keinginan batuAku dan semua saudaraku memang sangat dekat sejak kecil, bapak memperlakukan kami dengan sangat baik hingga kami saling menolon satu sama lain. Mbak Dewi mmemang yang paling banyak berkorban untuk kami, bahkan dia terpaksa berhenti kuliah kedokteran hanya karena tak ada yang membantu merawat nenek saat ibu bbekerja dulu."Sudahlah mbak, aku tak mau lagi bertengkar di sini, aku ingin mbak tau bahwa kami memang sangat ingin semuanya berjalan dengan baik sekarang dan mas Hendra tak ada lagi dalam kehidupan kami!" Ucapan Ratna sungguh sangat menyakiti hatiku."Aku tak ingin bertengkar untuk sekarang mbak, calon suamiku sedang sakit, tolong jangan buat aku dan keluargaku bersikap buruk pada kalian di sini. Lagi pula mas Hendra memang sudah tak cukup layak untuk jadi suamiku sekarang, aku meras
Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen yang telh Beni siapkan untuk Tri, setelah amukan Lukas tempo hari, Tri merajuk untuk tinggal di tempat yang hanya dirinya sendiri yang punya kuasa di sana dan jadilah Beni membelikan apartemen mewah di pusat kota.Mobil mereka tiba di parkiran basement gedung, Beni keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Tri. Wanita yang kini berpenampilan begiru elegant itu keluar dengan senyum manis menyambut tatapan hangat lelaki yang tengah tergila-gila padanya itu.Tri lantas berjalan dengan merengkuh lengan Beni dalam dekapan, mereka nampak begitu hangat dan saling menebarkan cinta hingga tak sadar sepasang mata sedang menatap dari balik kaca mobil dengam amarah memuncak.Beni mengantarkan Tri hingga ke depan lif untuk naik ke lantai atas."Aku harus kembali ke kantor sekarang, banyak audit dari pusat dan aku harus segera tiba di kantor lebih dulu." Beni membelai tengkuk Tri dengan lembut, dan mereka saling melemparkan senyum penuh bahagia."Ji
"Papa minta tolong untuk jaga Caca saat papa ada di Eropa ya wi."Papa tiba-tiba saja bicara saat kami sedang duduk bersama di gazebo belakang rumah utama."Papa akan ke Eropa?" Aku terkejut lantas menatap ke arah mas Alif yang ternyata nampak tenang dan seakan sudah tau apa yang akan di katakan papa pada kami."Papa harus mengurus beberapa bisnis kita di sana dan tak mungkin juga membawa Caca bersama kan. Anak iti butuh keluarga yang utuh Askara dan papa saja tak bisa memenuhi ruang hatinya yang hampa."Aku mendengarkan dalam diam, sebab apa yang papa katakan memang benar adanya. Caca hanyalah gaddia kecil yang masih ingin di sayangi dan di manja dengan cinta dan kasih sayang yang berlimpah."Papa rasa kalian lebih patas membesarkannya seperti anak sendiri.""apa maksud papa kami lebih pantas?" Aku tak bisa menyembunyikan tanya dalam benak."Kalian adalah keluarga yang bahagia, Caca sangat dekat dengan Nadia dan kamu Wi, Papa rasa menitipkan Caca padamu adalah pilihan yang tepat."Se
"Tidak, jangan begitu. Aku akan menunggu kekasihku ini kembali ke dalam mobil dan segera berangkat ke pabrik." Tri memutar tubuh Bebelakanginya lantas sedikit mendorong tubuh itu berjalan maju ke depan."Baiklah, aku akan pergi lebih dulu. Kamu yakin tak apa-apa aku tinggal di sini?" Beni memastikan bahwa Tri tak merasa keberatan di tinggalkan sendiri.Tri tersenyum dengan manja. "Aku tak apa-apa. Sungguh." Ucapnya lagi meyakinkan sang kekasih.Merasa Tri tak keberatan untuk di tinggalkan, Beni memberikan kecupan di kening dan bibir wanit itu, lantas berpamitan untuk kembali ke pabriknya."Aku pergi dulu." Ucapnya pelan lantas berjalan pergi meninggalkan Tri sendiri.Tri terus memerhatikan mobil mewah Beni pergi meninggalkan basement. Tri lantas kembali menunggu lif turun dari lantai atas ke tempatnya. Berada di lantai bawah gedung dengan suasana tak terlalu terang tak membuat Tri meras takut biasanya, namun entah kenapa kali ini dia merasa ada yang sedang menatap dirinya."Ada apa in