Full 118Alif kembali ke ruang kerjanya, Deren sudah duduk dengan wajah kesal saat dirinya datang."Ada apa? Jangan memasang wajah jahatmu itu!" Ucap Alif saat melihat Deren menatapnya tajam, lelaki itu lantas masuk dan duduk di belakang mejanya."Jika bukan karena kesetiaanku pada tuan Askara tak akan sudi aku mendekati wanita muhan itu!" Deren terus saja megusap bibirnya yang terasa kebas karena terus di gosok.Alif tersenyum dan menatap lekat sahabatnya itu."Terimakasih atas kesetiaanmu tuan Deren, Tolong hentikan menggosok bibirmu itu, bisa lepas jika terus di gosok tanpa henti."Bagaimana tak aku gosok, rasa bedak wanita itu saja masih menempel di ujung lidah!" Deren menatap kesal ke arah Alif.Alif hampir tertawa, namun melihat pengorbanan sahabatnya itu membuat Alif memilih diam dan duduk di sisi sahabatnya."Aku akan ingat pengrobanan besarmu kali ini tuan Deren, sungguh." Ucapnya sembari menepuk punggung Deren."Ya, ya, aku akan ingat, yang terpenting sekarang adalah aku tau
Aku akan berangkat ke rummah sakit bersama Nadia, putri kecilku tak sabar untuk bertemu dengan kakek nya sejak semalam. Papa memang tak pulang dan memilih menginap di rumah sakit sejak kemarin. Aku hanya menghubungi pak Agus untuk bertanya apa papa membutuhkan sesuatu sebelum aku berangkat ke rumah sakit, dan papa hanya meminta aku membawakan obat serta vitaminnya yang tertinggal di ruang kerjanya."Pak Agus bilang di laci meja kerja papa." Aku bergumam dan mencari lagi obat itu di laci meja kerja milik papa. Dua laci sudah ku buka dan aku tak menemukan botol obat yang ku cari, bahkan kotak kayu di lemari kecil paling bawah ku tarik keluar untuk mencari obat papa."Apa ini kotak P3K ? " Aku berbicara sendiri.Dengan penasaran aku membuka kotak kayu di depanku itu, namun hanya tumpukan kertas yang aku lihat dengan beberapa amplop dari rumah sakit besar di kota sebelah, rumah sakit swasta yang baru belakangan ini aku tau juga bagian dari salah satu usaha keluarga Sanjaya.Baru saja tang
Aku segera keluar dari toko kue dan masuk ke dalam mobil. Yasmin sempat melihat ke arahku yang tak membawa apapun saat keluar."Nyonya tidak jadi beli kue?" Aku menatap tanganku yang kosong, kupul pelan pelipisku sendiri, Bodohnya aku melupakan tujuanku masuk ke toko kue karena melihat dua manusia tak berperasaan itu sedang asik di seberang sana."Belikan kue apa saja yang menurutmu enak Yas, aku mau ke toko seberang jalan sebentar.""Ibuk mau kemana?" Nadia bertanya sembari memegang erat lengan kemejaku."Ibu mau ke toko itu, Nadia boleh masuk bersama Tante yasmin memilih kue yang Nadia suka."Senyum terurai setellahnya dari wajah munggil putriku, ia lantas kelua dari dalam mobil dan menuju ke dalam toko."Aku akan ke seberang dulu, kamu tunggu nona dan Yasmi, dan jika lama jjemput aku di toko itu." Aku bicara pada supirku dan segera keluar menuju ke seberang jalan.Aku masuk ke dalam toko tas yang cukup ternama itu, melihat berbagai tas yang begitu bagus dan cantik, aku tak terlalu
Aku berjalan masuk ke atas dan melihat Beni sedang berduaan dengan mbak Tri tanpa rasa malu. Mbak Tri terlihat sedang mencoba berbagai baju dan tas mewah sekarang."Ini cocok sekali untukmu sayang." Om Beni terdengar mesra memang,gil mbak Tri dengan sebutan sayang yang membuat telingaku geli sendiri.Mbak Tri bahkan kini terlihat semakin genitnya mencoba semua barang yang dia inginkan tanpa perduli orang lain di sisinya.Aku tersenyum melihat tingkah konyol mereka berdua, mendekati mereka saja sudah membuat aku merasa jijik sendiri."Tas itu cocok untuk mbak Tri." Ucapku lantas duduk di sofa yang sama seperti mereka.Mbak Tri jelas terkejut dan tiba - tiba saja berdiri dengan mematung, sementara om Beni nampak salah tingkah dan sudah bersiap pergi saat tau aku kini duduk tepat di sisinya."Ayo kita pergi dari sini saja!" Ucap om Beni seolah ingin lepas dari tanggung dan pergi dari toko."Memangnya om mau kemana buru-buru? Bukankah kaliam belum selesai berbelanja?." Aku melirik barang-b
Aku berjalan ke arah om Beni, namun tangan mbak Tri menarikku menjauh."Jangan coba-coba kamu berpikir Lisa anak pak Beni! Jangan sampai juga pikiran burukmu itu sampai ke telinga mas Aziz" Ucapan nya seakan mengancamku sekarang.Aku tersenyum saat tau dia coba menyembunyikan tangannya yang gemetar. "Memangnya kapan aku menyebut Lisa anak om Beni?"Aku menyerangnya dengan satu pertannyaan telak, membuat dia menatapku dengan napas memburu.Wajah mbak Tri tiba-tiba berubah merah, aku lantas menepis tangannya menjauh, sudah cukup aku memberinya rasa takut untuk hari ini, sekarang aku harus memberi pelajaran juga pada om Beni."Banyak sekali yang om Beni beli? Hadiah untuk mbak Tri kah atau ada wanita lain yang akan menerimanya? Belinda misalkan."Wajah om Beni tiba-tiba saja menjadi pucat, dia masih diam dan tak mau melihat ke arahku."Totalnya enam ratus dua puluh juta tuan."Aku membellak, dia belanja hampir setengah milyar dalam sehari? Aku saja tak mau menghabiskan uang lebih dari ser
"Sialan memang si Dewi itu, perempuan kampungan yang selalu merusak rencana yang telah aku susun dengan baik, kurang ajar memang dia itu."Aku keluar dari toko branded dengan wajah kesal, siapa tak jadi kesal jika aku di permalukan dalam toko itu."Buk, tunggu bu!" Suara pelayan memanggil saat kami baru turum dari lantai atas."Ini belanjaanya tertinggal." Ucapnya dengan hati-hati memberikan tiga paperbag pada Tri."Apa ini?" Aku merasa tak jadi membeli tapi kenapa mereka memberikan tiga kantung belanja pada Tri."Hadiah dari nyonya di atas katanya." Ucap pelayan toko itu lantas kembali naik.Aku mengambil paper bag itu dan ingin memgembalikannya pada Dewi, buat apa coba dia memberikan ini, ingin meeledekku atau bagaimana?"Mas mau kemana?""Memgembalikkan ini!" Ucapku kesal."Jangan mas, sudaah kita terima saja."Tri melarangku ke atas untuk mengembalikan ini semua."Mas, ini mungkin hadiah, dari pada kita taak dapat apapun coba, lumayan kan."Aku diam sejenak, benar juga apa yang Tri
"Jadi Diana benar-benar bukan ibu kandung Caca?" Aku membawa hasil tes DNA itu di tangan dengan wajah binggung. Satu sisi jelas aku merasa senang dan bahagia sebab Caca memang bagian dari keluarga Sanjaya dan aku bisa mempertahankan dia tetap ada di sisi kami, namun sisi lain aku juga merasa bimbang dari mana bocah itu berasal dan bagaimana bisa Diana hamil bayi yang bukan dari benihnya sendiri. "Apakah seorang ibu pengganti akan memiliki hubungan genetik dengan anak yang di kandungnya Naf?"Klimat itu memang terlontar dari bibirku setelah lama aku merenunggi apa yang sebenarnya terjadi. Kemungkinan paling mustahil pun kini jadi hal yang bisa saja terjadi."Secara ilmu kedokteran tidak, sebab indung telur dan sperma adalah milik orang lain. Kenapa kamu tanya begitu?" Nifa nampaknya juga ikut merasa cemas sekaligus penasaran."Sebab semua orang percaya jika Caca memang anak kandung Diana, karena mereka semua melihat sendiri saat Diana hamil dan melahirkan Caca.""Jadi Diana hamil dan m
Rencana licik.Pov DewiSetelah bicara dengan Caca dari hati ke hati, aku bisa merassakan kegelisahan gadis itu perlahan menghilang. Wajar saja Caca selalu merasa takut, Diana memperlakukan gadis itu tak sepatutnya selama ini.Setelah memastikan semua baik-baik saja, aku keluar kamar Caca dan duduk di kursi depan kamarnya, aku melihat Yasmin datang bersama Nadia dari jauh, putriku langsung menghambur dengan wajah senang."Apa ini.""Cokelat. Apa kakak masih marah?""Kakak Caca nggak marah, Nana mau ketemu?"Nadia terdiam sebentar, ragu untuk menentukan sikapnya sekarang."Kakak Caca itu sedang sedih, di sini dia merasa sakit, jadi Nana harus sabar menemani kakak, tetap sayang dengan kakak juga.""Apa Nana boleh masuk?""Boleh, ayo ibu temani." Ucapku lantas memgandeng Nadia masuk ke dalam kamarMalu-malu Nadia mendekat ke arah Caca yang masih diam menatap ke arahmya."Hay." Caca menyapa dengan canggung, namun aku tetap bisa merasakaan dia sudah berusaha keras menurunkan ego dan ketakut
201"Tidak, Nadia!" Aku berteriak panik saat melihat bola yang Nadia bawa terlempar tak jauh dari tubuh lelaki yang terlihat sedang bersembunyi di balik pohon besar itu."Ada apa?" Mas Alif nampak panik melihat aku berlari keluar dan berteriak."Ada apa Wi?" Mas Alif menarik tanganku dengan cemas."Mas, lelaki itu datang lagi mas, dia di bawah." Ucapku dengan panik dan segera berlari menghampiri Nadia dan Caca.Aku tak dapat memikirkan apapun lagi sekarang, rasanya banyak hal yang mengancam kedua putriku saat ini."Wi, jangan berlari." Suara mas Alif masih dapat ku dengar saat aku menuruni anak tangga. Bagaimana aku tak berlari jika bayangan lelaki asing itu menghantui seolah akan membuat nadia atau Caca dalam bahaya."Sayang, pelan saja!" Suara mas Alif kembali terdengar.Aku sudah keluar dari bungalow dan berlari menuju halaman belakang, ku lewati begitu saja kolam renang nan cantik yang terus ku kagumi dari lantai dua kamar kami, kakiku bahkan menginjak rerumputan tanpa alas, sebe
Pov Dewi.Aku masih tak habis pikir, siapa lelaki yang kami temui di minimarket tadi, aku sepertinya pernah melihat wajah lelaki itu, tapi aku tak tau dimana dan siapa."Apa kita perlu membawakan anak-anak cemilan nyonya?" Yasmin membuyarkan lamunanku.Caca dan Nadia memang sudah naik ke lantai atas dan bersiap ke pantai, karena itu Yasmin bertanya apa yang perlu dia bawa untuk menemani anak-anak."Bawakan saja beberapa jajanan yang mereka suka, jangan terlalu jauh dari bibir pantai Yas, ombak sore hari biasanya lebih besar."Aku memberi Yasmin nasehat agar tak lupa, sebab Nadia anak yang sangat ingin tau, dia pasti akan meminta ini dan itu bila rasa penasarannya sudah memuncak."Saya akan ingat nyonya." Ucap Yasmin lalu berjalan menjauhiku.Aku lantas berjalan menuju kamar, mas Alif sedang mengganti bajunya saat aku masuk tanpa mengetuk pintu. Wajahnya nampak terkejut, takut jika pegawai kami yang masuk tanpa izin."Maaf_" Aku menyengir kuda, lupa jika mas Alif sudah naik ke kamar ka
Kami semua sudah ada di dalam mobil, perjalaanan yang akan kami tempuh cukup jauh, dua jam dari tempat kami tinggal. Mas Alif menyetir sendiri kendaraan kami, sementara yang lajn mengikiti dari belakang.Caca dan Nadia bercanda terus sampai kami ikut tertawa dengan keberadaan mereka dalam mobil, meski aku sendiri masih sangat jengkel dengan kejadian di rumah pagi ini, namun tawa Caca dan Nadia membuat aku terus merasa bersyukur."Buk, boleh tidak kami beli ice cream buk." Nadia meminta saat perjalanan kami sudah sangat jauh.Aku tersenyum mendengar ucapannya. Tak ada salahnya juga membeli ice cream untuk di nikmati bersama, lagi pula ini kan liburan."Baiklah, kita akan berhenti kalau ada minimarket di depan." Ucapku yang membuat dua anak itu kegirangan tak sabar. Aku dan mas Alif hanya bisa tersenyum melihat tingkah merek yang memgemaskan bagi kami.Tak berapa lama mas Alif membelokkn mobilnya dan terparkir tepat di depan sebuah minimarket dengan logo anak lebah itu. "Nadia sama mbak
Dewi masih menatap kesl ke arah Yanti, dia lantas mendekti wanita itu lagi dan melihat ada sorot tahut di sana."Yang lain boleh kembali bekerja!" Ucap Dewi dingin, sementara satu persaru pengasuh anaknya pergi turun dari lantai atas.Yanti masih diam dan tak berani melihay ke arah Dewi, bahkan firinya masih berdiri di tempat yang sama dan dalam posisi tak berubah sama sekali."Duduklah Yan, aku ingin mendengarkan penjelasmu!" Dewi meminta Yanti duduk yang tenang sebab bnyak orang akan tai itu keponkan linnya masih menungguMas, kenapa Lukas kasar sekali padaku!"Tri bersikap begitu manja pada Beni saat mereka tiba di rumah, pertemuan Beni dan Lukas yang tanpa sengaja itu membuat mereka bersitegang di depan umum.Tri masih memegang pergelangan tangannya yang berdenyut, Lukas dengan sangat kasar meremas pergelangan tangannya hingga memar kemeraha.Beni tak pernah bisa bersikap kasar pada Tri, entah kenapa dirinya selalu saja meniruti apa perintah wanita itu, bahkan ketika Tri mutuskan
Hari ini Dewi berencana membawa Caca dan Nadia ke pantai, setelah kepergian Papa mertuanya ke luar negeri, Dewi sering melihat Caca melamun sendiri, hingga akhirnya dia berpikir untuk membawa Nadia dan Caca ke pantai untuk bersenang-senang.Sejak semalam mereka sudah tak berhenti menyiapkan segala hal yang di butuhkan untuk tamasya."Buk, baju ini bagus tidak?" Nadia menunjukkkan dres bunga putih nan cantik, dres itu hadiah dari Yasmin untuk Nadia saat baru datang ke rumah ini.Yasmin tersenyum mendapati pemberiannya jadi nb pilihan nona cilik yang dia jaga."Cantik, Nadia bisa pakai ini jika mau." Ucap Dewi dengan senyum mengembang dan gadis itu berjingkrak senang masuk kembali ke dalam kamarnya.Dewi lantas menatap ke arah Caca yang sejak tadi hanya berdiri di depan pintu kamar."Hay cantik, ada apa sayang?" Dewi mendekati Caca dan membelai kepala gadis kecil itu."Caca bingung mau pakai apa." Ucapnya lugu.Dewi menarik gadia itu kembali ke kamanya. Membuka lemari yang disediak
Wajar saja bila Aziz tak lagi mau memikirkan istrinya Tri, setekah penghianatan yang dia terima Aziz bahkan tak lagi perduli dari mana semua itu.Setiap orang datang denhan hadapanndan keinginan batuAku dan semua saudaraku memang sangat dekat sejak kecil, bapak memperlakukan kami dengan sangat baik hingga kami saling menolon satu sama lain. Mbak Dewi mmemang yang paling banyak berkorban untuk kami, bahkan dia terpaksa berhenti kuliah kedokteran hanya karena tak ada yang membantu merawat nenek saat ibu bbekerja dulu."Sudahlah mbak, aku tak mau lagi bertengkar di sini, aku ingin mbak tau bahwa kami memang sangat ingin semuanya berjalan dengan baik sekarang dan mas Hendra tak ada lagi dalam kehidupan kami!" Ucapan Ratna sungguh sangat menyakiti hatiku."Aku tak ingin bertengkar untuk sekarang mbak, calon suamiku sedang sakit, tolong jangan buat aku dan keluargaku bersikap buruk pada kalian di sini. Lagi pula mas Hendra memang sudah tak cukup layak untuk jadi suamiku sekarang, aku meras
Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen yang telh Beni siapkan untuk Tri, setelah amukan Lukas tempo hari, Tri merajuk untuk tinggal di tempat yang hanya dirinya sendiri yang punya kuasa di sana dan jadilah Beni membelikan apartemen mewah di pusat kota.Mobil mereka tiba di parkiran basement gedung, Beni keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Tri. Wanita yang kini berpenampilan begiru elegant itu keluar dengan senyum manis menyambut tatapan hangat lelaki yang tengah tergila-gila padanya itu.Tri lantas berjalan dengan merengkuh lengan Beni dalam dekapan, mereka nampak begitu hangat dan saling menebarkan cinta hingga tak sadar sepasang mata sedang menatap dari balik kaca mobil dengam amarah memuncak.Beni mengantarkan Tri hingga ke depan lif untuk naik ke lantai atas."Aku harus kembali ke kantor sekarang, banyak audit dari pusat dan aku harus segera tiba di kantor lebih dulu." Beni membelai tengkuk Tri dengan lembut, dan mereka saling melemparkan senyum penuh bahagia."Ji
"Papa minta tolong untuk jaga Caca saat papa ada di Eropa ya wi."Papa tiba-tiba saja bicara saat kami sedang duduk bersama di gazebo belakang rumah utama."Papa akan ke Eropa?" Aku terkejut lantas menatap ke arah mas Alif yang ternyata nampak tenang dan seakan sudah tau apa yang akan di katakan papa pada kami."Papa harus mengurus beberapa bisnis kita di sana dan tak mungkin juga membawa Caca bersama kan. Anak iti butuh keluarga yang utuh Askara dan papa saja tak bisa memenuhi ruang hatinya yang hampa."Aku mendengarkan dalam diam, sebab apa yang papa katakan memang benar adanya. Caca hanyalah gaddia kecil yang masih ingin di sayangi dan di manja dengan cinta dan kasih sayang yang berlimpah."Papa rasa kalian lebih patas membesarkannya seperti anak sendiri.""apa maksud papa kami lebih pantas?" Aku tak bisa menyembunyikan tanya dalam benak."Kalian adalah keluarga yang bahagia, Caca sangat dekat dengan Nadia dan kamu Wi, Papa rasa menitipkan Caca padamu adalah pilihan yang tepat."Se
"Tidak, jangan begitu. Aku akan menunggu kekasihku ini kembali ke dalam mobil dan segera berangkat ke pabrik." Tri memutar tubuh Bebelakanginya lantas sedikit mendorong tubuh itu berjalan maju ke depan."Baiklah, aku akan pergi lebih dulu. Kamu yakin tak apa-apa aku tinggal di sini?" Beni memastikan bahwa Tri tak merasa keberatan di tinggalkan sendiri.Tri tersenyum dengan manja. "Aku tak apa-apa. Sungguh." Ucapnya lagi meyakinkan sang kekasih.Merasa Tri tak keberatan untuk di tinggalkan, Beni memberikan kecupan di kening dan bibir wanit itu, lantas berpamitan untuk kembali ke pabriknya."Aku pergi dulu." Ucapnya pelan lantas berjalan pergi meninggalkan Tri sendiri.Tri terus memerhatikan mobil mewah Beni pergi meninggalkan basement. Tri lantas kembali menunggu lif turun dari lantai atas ke tempatnya. Berada di lantai bawah gedung dengan suasana tak terlalu terang tak membuat Tri meras takut biasanya, namun entah kenapa kali ini dia merasa ada yang sedang menatap dirinya."Ada apa in