Dewi mengajak mereka duduk di ruang keluarga, dari ruangan ini hanya ada satu kamar di sebelah tangga dan sebuah lif di sisi lainnya. "Uti!" Suara Nadia langsung menggema setelah keluar dari lif, gadis kecil itu berlari menghambur dalam pelukan Reni."Cucu uti, uti kangen sekali sayangku." Reni tak berhenti menciumi wajah Nadia untuk melepaskan rindunya."Mbak, ada lif juga di sini?" Adam bertanya dengan kagum, dia terbiasa tinggal di hotel mewah dan berpindah negara saat berlabuh dengan kapal besarnya, tapi baru kali ini dia melihat rumah pribadi ada lif hanya untuk naik beberapa lantai."Oh, aku juga terkejut saat pertama datang ke rumah ini, tapi setelah melihat papa aku tau lif itu bukan untuk pamer kemewahan dam, lif itu di buat karena papa memang membutuhkannya." Dewi menjelaskan pada Adam.Dewi kemudian melihat ke sekitar, merasa ada yang kurang dari keluarganya, dia lantas menatap ke arah Sinta."Sin, mana mas Aziz dan lainnya? Apa nggak jadi datamg kemari?" Tanya Dewi pada S
Lisa yang merasa tak suka dengan Nadia jelas tak mau masuk ke rumah Nadia. Lisa merasa jika akhirnya dirinya juga yang akan kalah dan mendengarkan kesombongan Nadia, kenap dia harus turun dan bertemu gadia itu!"Kenapa nggak mau, jangan buat masaah di sini, turun sekarang!" Aziz terlihat tak lagi bisa sabar menghadapi sang anak.Lisa tetap diam sembari menggelengkan kepalanya dengan cepat."Papa bilng turun Lisa!"-"Aku nggak mau!" Ucap Lisa kekeh pada pendiriannya.Tanpa banyak bicara Aziz melipat kursi di depan Lisa dan memukul kepala anak perempuanya."Turun atau papa buat lebih sakit lagi!" Ancam Aziz dengam mata menbelalak.Mau tak mau Lisa turun karena takut, dia lantas memeluk Tri dan berjalan bersama masuk ke dalam rumah Dewi yang terlihat bak istana negeri dongang.Masuk ke dalam rumah, Tri bisa merasakan rumah ini memang untuk mereka yang ber kelas. Tak pernh yerbayangkn dalm benaknya akan bisa masuk ke dalam rumah milik keluarga Sanjaya."Langsung saja ke kolam renang belaka
104Alif masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya di kantor, menunggu Deren memberikan laporan padanya sebelum makan siang membuat dirinya jenuh duduk dan menunggu sendirian. Dia melepaskan jasnya dan menggulung lengan kemeja naik hingga ke siku,nAlif bahkan melepaskan dasi yang serasa mencekik lehernya setiap kalai memakai.Melihat tak ada lagi hal yang hisa di kerjakan dalam ruangannya, Alif memutuskan keluar sendirian mengelilingi gedung perusahaan yng cukup besar. Sejak kembali ke tepatnya, dia belum pernh benar-benar mengelilingi tempatnya bekerja demgan benar, dia bahkan terlalu sibuk menyel3saikan masalah yang Beni dan Lukas buat, hingga tak sempat menikmati suasan perusahaan miliknya sendiri.Berjalan di lantai bawah, Alif melihat lorong kecil menuju ke belakang gedung. Tak ada apapun dia lihatnya disana selain ruang dapur yang bersebelahan dengan lorong kecil menjorok ke dalam. Sebuah pintu besi kokoh menarik perhatiannya, sebab sangat aneh jika sebuah gudang membutuhkan pintu
Lukas nampak terkejut saat melihat Deren menunjuk kamar rahasia milik papanya, dia bergegas mengambil ponsel dan ingin menghubungi Beni.Sementara beberap kryawan masih saling pandang dengan binggung, mereka tak tau maksud dari semua kalimat yang ingin Deren jelaskan."Setau saya itu gudang sih pak, tapi belum ada yang pernah masuk." Ucap Karyawan lelaki yng berdiri tak jauh dari Deren."Siapa memang yang bawa kuncinya?""Pak Beni bisanya, memang ada apa pak di dalam sana?" Semua karyawan nampak penasaran dengan pintu besi yang tertutup rapat itu."Kalian penasaran?" Tanya Deren dengan antusiasKalimat Deren membuat tubuh Lukas panas dingin, sejak tadi dia tak bisa menghubungi papanya. Lukas jelas ingat bahwa Beni barus aja membawa masuk gadis bari di perusahaan ini, dan jika sampai hal itu di ketahui oleh banyak orang, Beni dan dirinya akan kehilangan wajah."Angakat pa, papa ini kalau sudah sama perempuan lupa segalanya!" Ucap Lulas kesal, ia lantas memerhatikan Deren lebih dekat l
106Nadia menatap ke arah Lisa dengan tajam, dia nampak tak suka kakak sepupunya itu kini ada di dalam kamarnya dan seolah menatap semua barang yang dia miliki dengan perasaan iri."Nad, mbak Lisa dan mas bagas mau melihat kamar Nadia boleh?" Dewi bertanya dengan senyum mengembang namun Nadia nampak diam saja.Saat nadia bahkan tak menjawab, dua bocah tak punya malu itu masuk seolah semua adalah milik mereka."Wah, ini mainan kamu Nad?" Bagas membelalak melihat ada ruang lain dalam kamar Nadia yang berisi mainan yang begitu banyak, bahkan Rendi sengaja membelikan rangkaian permainan playground dalam ruang bermain di kamar Nadia.Ruang playground ini tadinya adalah kamar kosong di sebelah kamar Nadia, ruangan ini memang memiliki pintu penghubung dengan kamar Nadia, sebab dulu pernah di pakai untuk galeri foto nenek Nadia saat masih hidup dulu. Kini ruangan itu menjadi tempat bermain Nadia, tempat bermain yang bahkan belum sepenuhnya Nadia sentuh."Aku suka sekali mainan ini!" Lisa melir
darah menggenang di lantai, dia lantas meminta pelayan membawakan obat dari bawah."Dudukkan saja dia di sini dulu, kita obati lukanya." Ucap Dewi tanpa perduli siapa yang memecahkan vas bunga besar miliknya.Tri menatap kesal pada Yasmin yang hanya bisa diam karena terkejut dengan sikap yang Lisa tunjukkan di hadapan semua orang."Urus pegawaimu itu Dewi, aku tak terima anakku terluka dan di tuduh yang tidak-tidak!" Ucap Aziz dengan wajah marah hingga membuat Yasmin semakin binggung sendiri."Urus dulu tangan anakmu mas, nggak usah bikin suasana tambah panas!" Sinta mengomentari sikap Aziz pada Yasmin.Aziz beralih menatap Sinta dengan kesal. "Menurutmu aku salah begitu? Aku mengkhawatirkan keadaan anakku apa aku salah? Aku seorang bapak Sinta, wajar saja jika aku marah!" Suara Aziz yang meninggi, membuat suasana menjadi semakin panas."Mas tidak perlu berteriak pada Sinta!" Adam yangerasa tak terima istrinya di bentak lantas menegur kakak iparnya."Salahkan saja istrimu yang lebih du
108108Deren lantas pergi bukan karena merasa kalah, dia sudah berhasil menebarkan teror pada Lukas dan mungkin juga Beni setelah ini."Pak, sebenarnya apa isi gudang itu?" Seorang pegawai bertanya karena masih merasa penasaran."Aku belum bisa memberi tau, tapi mungkin Waluyo bisa memberikan jawaban." Ucap Deren seakan sudah siap membuat lelaki bernama Waliyo itu kebinggungan sendiri dan merasa hidupnya sedang di awasi.Waluyo yang merasa di sudutkan berjalan mundur sedikit."Wal, kenapa?" Tanya seorang teman satpamnya saat melihat Waluyo yang gemetar."Nggak apa-apa kok, saya nggak apa-apa." Ucap Waliyo berusaha meindungi rasa gugupnya sendiri.Deren yang melihat itu hanya bisa membiatkan saja Lukas untuk sementara waktu."Sudah kalian boleh kembali bekerja, jika hari ini kita gagal, mungkin nanti kita berhasil." Ucap Deren lantas meningglkan ruang di lantai bawah dengan perasaran puas."Aku memang tak akan memberikan kedokmu sekarang, masih banyak permainan yang bisa saja kami laku
109Belinda datang ke kamar tempat Beni sedang berhubungan badan, suara desahan sudah terdengar saat wanita itu membuka sandi pintu yang menutupnya denga erat."Pak Beni!" Teriak Belinda dengan kesal, ia harus melihat lelaki itu bercocok tanam dengan wanita lain.Beni yang terkejut melihat Belinda berdiri di pintu lantas berhenti dan mendekati wanita itu."Ada apa? Apa kamu cemburu?" Ucap Beni dengan tatapan nakal.Belinda memutar bola matanya denganalas, gadis centik itu bahkan tak nafsu melihat tubuh Beni yang berbagi peluh dengan wanita lain."Kemarilah, kita bersenang-senang bersama jika kamu begitu rindu padaku."Belinda merasa mual sendiri."Saya hanya memanggil pak Beni untuk kembali ke ruangan bapak.""Kenapa?" Ucap Beni dengan santai, ia lantas kembali naik ke atas ranjang dan melanjutkan kegilaannya."Pak Askara menunggu di ruangan anda."Ucapan Belinda langsung membuat Beni berhenti bermain, ia dengan tajam menatap ke arah sekertarisnya itu."Apa maksudmu dia ada di ruangank
201"Tidak, Nadia!" Aku berteriak panik saat melihat bola yang Nadia bawa terlempar tak jauh dari tubuh lelaki yang terlihat sedang bersembunyi di balik pohon besar itu."Ada apa?" Mas Alif nampak panik melihat aku berlari keluar dan berteriak."Ada apa Wi?" Mas Alif menarik tanganku dengan cemas."Mas, lelaki itu datang lagi mas, dia di bawah." Ucapku dengan panik dan segera berlari menghampiri Nadia dan Caca.Aku tak dapat memikirkan apapun lagi sekarang, rasanya banyak hal yang mengancam kedua putriku saat ini."Wi, jangan berlari." Suara mas Alif masih dapat ku dengar saat aku menuruni anak tangga. Bagaimana aku tak berlari jika bayangan lelaki asing itu menghantui seolah akan membuat nadia atau Caca dalam bahaya."Sayang, pelan saja!" Suara mas Alif kembali terdengar.Aku sudah keluar dari bungalow dan berlari menuju halaman belakang, ku lewati begitu saja kolam renang nan cantik yang terus ku kagumi dari lantai dua kamar kami, kakiku bahkan menginjak rerumputan tanpa alas, sebe
Pov Dewi.Aku masih tak habis pikir, siapa lelaki yang kami temui di minimarket tadi, aku sepertinya pernah melihat wajah lelaki itu, tapi aku tak tau dimana dan siapa."Apa kita perlu membawakan anak-anak cemilan nyonya?" Yasmin membuyarkan lamunanku.Caca dan Nadia memang sudah naik ke lantai atas dan bersiap ke pantai, karena itu Yasmin bertanya apa yang perlu dia bawa untuk menemani anak-anak."Bawakan saja beberapa jajanan yang mereka suka, jangan terlalu jauh dari bibir pantai Yas, ombak sore hari biasanya lebih besar."Aku memberi Yasmin nasehat agar tak lupa, sebab Nadia anak yang sangat ingin tau, dia pasti akan meminta ini dan itu bila rasa penasarannya sudah memuncak."Saya akan ingat nyonya." Ucap Yasmin lalu berjalan menjauhiku.Aku lantas berjalan menuju kamar, mas Alif sedang mengganti bajunya saat aku masuk tanpa mengetuk pintu. Wajahnya nampak terkejut, takut jika pegawai kami yang masuk tanpa izin."Maaf_" Aku menyengir kuda, lupa jika mas Alif sudah naik ke kamar ka
Kami semua sudah ada di dalam mobil, perjalaanan yang akan kami tempuh cukup jauh, dua jam dari tempat kami tinggal. Mas Alif menyetir sendiri kendaraan kami, sementara yang lajn mengikiti dari belakang.Caca dan Nadia bercanda terus sampai kami ikut tertawa dengan keberadaan mereka dalam mobil, meski aku sendiri masih sangat jengkel dengan kejadian di rumah pagi ini, namun tawa Caca dan Nadia membuat aku terus merasa bersyukur."Buk, boleh tidak kami beli ice cream buk." Nadia meminta saat perjalanan kami sudah sangat jauh.Aku tersenyum mendengar ucapannya. Tak ada salahnya juga membeli ice cream untuk di nikmati bersama, lagi pula ini kan liburan."Baiklah, kita akan berhenti kalau ada minimarket di depan." Ucapku yang membuat dua anak itu kegirangan tak sabar. Aku dan mas Alif hanya bisa tersenyum melihat tingkah merek yang memgemaskan bagi kami.Tak berapa lama mas Alif membelokkn mobilnya dan terparkir tepat di depan sebuah minimarket dengan logo anak lebah itu. "Nadia sama mbak
Dewi masih menatap kesl ke arah Yanti, dia lantas mendekti wanita itu lagi dan melihat ada sorot tahut di sana."Yang lain boleh kembali bekerja!" Ucap Dewi dingin, sementara satu persaru pengasuh anaknya pergi turun dari lantai atas.Yanti masih diam dan tak berani melihay ke arah Dewi, bahkan firinya masih berdiri di tempat yang sama dan dalam posisi tak berubah sama sekali."Duduklah Yan, aku ingin mendengarkan penjelasmu!" Dewi meminta Yanti duduk yang tenang sebab bnyak orang akan tai itu keponkan linnya masih menungguMas, kenapa Lukas kasar sekali padaku!"Tri bersikap begitu manja pada Beni saat mereka tiba di rumah, pertemuan Beni dan Lukas yang tanpa sengaja itu membuat mereka bersitegang di depan umum.Tri masih memegang pergelangan tangannya yang berdenyut, Lukas dengan sangat kasar meremas pergelangan tangannya hingga memar kemeraha.Beni tak pernah bisa bersikap kasar pada Tri, entah kenapa dirinya selalu saja meniruti apa perintah wanita itu, bahkan ketika Tri mutuskan
Hari ini Dewi berencana membawa Caca dan Nadia ke pantai, setelah kepergian Papa mertuanya ke luar negeri, Dewi sering melihat Caca melamun sendiri, hingga akhirnya dia berpikir untuk membawa Nadia dan Caca ke pantai untuk bersenang-senang.Sejak semalam mereka sudah tak berhenti menyiapkan segala hal yang di butuhkan untuk tamasya."Buk, baju ini bagus tidak?" Nadia menunjukkkan dres bunga putih nan cantik, dres itu hadiah dari Yasmin untuk Nadia saat baru datang ke rumah ini.Yasmin tersenyum mendapati pemberiannya jadi nb pilihan nona cilik yang dia jaga."Cantik, Nadia bisa pakai ini jika mau." Ucap Dewi dengan senyum mengembang dan gadis itu berjingkrak senang masuk kembali ke dalam kamarnya.Dewi lantas menatap ke arah Caca yang sejak tadi hanya berdiri di depan pintu kamar."Hay cantik, ada apa sayang?" Dewi mendekati Caca dan membelai kepala gadis kecil itu."Caca bingung mau pakai apa." Ucapnya lugu.Dewi menarik gadia itu kembali ke kamanya. Membuka lemari yang disediak
Wajar saja bila Aziz tak lagi mau memikirkan istrinya Tri, setekah penghianatan yang dia terima Aziz bahkan tak lagi perduli dari mana semua itu.Setiap orang datang denhan hadapanndan keinginan batuAku dan semua saudaraku memang sangat dekat sejak kecil, bapak memperlakukan kami dengan sangat baik hingga kami saling menolon satu sama lain. Mbak Dewi mmemang yang paling banyak berkorban untuk kami, bahkan dia terpaksa berhenti kuliah kedokteran hanya karena tak ada yang membantu merawat nenek saat ibu bbekerja dulu."Sudahlah mbak, aku tak mau lagi bertengkar di sini, aku ingin mbak tau bahwa kami memang sangat ingin semuanya berjalan dengan baik sekarang dan mas Hendra tak ada lagi dalam kehidupan kami!" Ucapan Ratna sungguh sangat menyakiti hatiku."Aku tak ingin bertengkar untuk sekarang mbak, calon suamiku sedang sakit, tolong jangan buat aku dan keluargaku bersikap buruk pada kalian di sini. Lagi pula mas Hendra memang sudah tak cukup layak untuk jadi suamiku sekarang, aku meras
Mereka melanjutkan perjalanan menuju apartemen yang telh Beni siapkan untuk Tri, setelah amukan Lukas tempo hari, Tri merajuk untuk tinggal di tempat yang hanya dirinya sendiri yang punya kuasa di sana dan jadilah Beni membelikan apartemen mewah di pusat kota.Mobil mereka tiba di parkiran basement gedung, Beni keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Tri. Wanita yang kini berpenampilan begiru elegant itu keluar dengan senyum manis menyambut tatapan hangat lelaki yang tengah tergila-gila padanya itu.Tri lantas berjalan dengan merengkuh lengan Beni dalam dekapan, mereka nampak begitu hangat dan saling menebarkan cinta hingga tak sadar sepasang mata sedang menatap dari balik kaca mobil dengam amarah memuncak.Beni mengantarkan Tri hingga ke depan lif untuk naik ke lantai atas."Aku harus kembali ke kantor sekarang, banyak audit dari pusat dan aku harus segera tiba di kantor lebih dulu." Beni membelai tengkuk Tri dengan lembut, dan mereka saling melemparkan senyum penuh bahagia."Ji
"Papa minta tolong untuk jaga Caca saat papa ada di Eropa ya wi."Papa tiba-tiba saja bicara saat kami sedang duduk bersama di gazebo belakang rumah utama."Papa akan ke Eropa?" Aku terkejut lantas menatap ke arah mas Alif yang ternyata nampak tenang dan seakan sudah tau apa yang akan di katakan papa pada kami."Papa harus mengurus beberapa bisnis kita di sana dan tak mungkin juga membawa Caca bersama kan. Anak iti butuh keluarga yang utuh Askara dan papa saja tak bisa memenuhi ruang hatinya yang hampa."Aku mendengarkan dalam diam, sebab apa yang papa katakan memang benar adanya. Caca hanyalah gaddia kecil yang masih ingin di sayangi dan di manja dengan cinta dan kasih sayang yang berlimpah."Papa rasa kalian lebih patas membesarkannya seperti anak sendiri.""apa maksud papa kami lebih pantas?" Aku tak bisa menyembunyikan tanya dalam benak."Kalian adalah keluarga yang bahagia, Caca sangat dekat dengan Nadia dan kamu Wi, Papa rasa menitipkan Caca padamu adalah pilihan yang tepat."Se
"Tidak, jangan begitu. Aku akan menunggu kekasihku ini kembali ke dalam mobil dan segera berangkat ke pabrik." Tri memutar tubuh Bebelakanginya lantas sedikit mendorong tubuh itu berjalan maju ke depan."Baiklah, aku akan pergi lebih dulu. Kamu yakin tak apa-apa aku tinggal di sini?" Beni memastikan bahwa Tri tak merasa keberatan di tinggalkan sendiri.Tri tersenyum dengan manja. "Aku tak apa-apa. Sungguh." Ucapnya lagi meyakinkan sang kekasih.Merasa Tri tak keberatan untuk di tinggalkan, Beni memberikan kecupan di kening dan bibir wanit itu, lantas berpamitan untuk kembali ke pabriknya."Aku pergi dulu." Ucapnya pelan lantas berjalan pergi meninggalkan Tri sendiri.Tri terus memerhatikan mobil mewah Beni pergi meninggalkan basement. Tri lantas kembali menunggu lif turun dari lantai atas ke tempatnya. Berada di lantai bawah gedung dengan suasana tak terlalu terang tak membuat Tri meras takut biasanya, namun entah kenapa kali ini dia merasa ada yang sedang menatap dirinya."Ada apa in